Anda di halaman 1dari 54

HAND OUT/MODUL

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Kajian Puisi dengan Pendekatan Semiotik


Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang cara pengungkapan
kata-katanya berbeda dengan bentuk yang lain (prosa). Sebuah puisi merupakan
karya sastra yang sarat dengan pesan dan makna yang terkandung di dalamnya.
Untuk menguak makna dalam puisi dapat dilakukan dengan cara menganalisisnya
dengan menggunakan berbagai format analisis.
Analisis sebuah puisi bertujuan untuk mengungkap dan memahami makna
yang terdapat di dalamnya. Teks puisi merupakan struktur yang bermakna dengan
menggunakan medium bahasa sebagai pengungkapannya. Sebagai karya sastra
dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya, puisi dapat dianalisis dari segi
tanda kebahasaan.
Bahasa merupakan sistem ketandaan yang mempunyai makna. Makna
sebuah bahasa ditentukan oleh konvensi masyarakatnya. Tanda bahasa bukanlah
hal yang bersifat umum (ketiadaan makna) melainkan sesuatu yang bermakna
sesuai dengan konvensi di masyarakat. Olah karena itu, ketandaan dalam bahasa
itulah merupakan bagian dari semiotik.
Analisis semiotik terhadap karya sastra jelas akan mengedepankan bahasa
sebagai sistem tanda yang dikaji. Bahasa dalam karya sastra merupakan sistem
tanda yang kompleks dan beragam. Oleh karena itu, bahasa dalam kerangka kajian
semiotik merupakan hal yang pertama kali mendapat sorotan sebagaimana
diungkapkan Ateeuw (1984: 60) bahwa “Faktor pertama yang dalam semiotik
sastra harus diberi tempat yang selayaknya adalah bahasa itu sendiri, sebagai
sistem tanda yang kompleks dan beragam”. Dengan demikian penelitian terhadap
puisi harus benar-benar memperhatikan masalah-masalah bahasa sebagai sistem
tanda yang kompleks.
Bertolak dari gagasan yang terdapat dalam pendekatan semiotik maka
pengkajian terhadap puisi dalam penelitian ini menitikberatkan pada unsur-unsur
intrinsik. Unsur-unsur tersebut tentu saja dengan berbagai makna simbolis yang
terdapat di dalamnya. Dengan demikian analisis yang dilakukan berupa
pengkajian unsur intrinsik serta makna simbolis yang terdapat pada unusr-unsur
tersebut.

Unsur-unsur Puisi dalam Kajian Semiotik


Puisi sebagai karya sastra sarat dengan makna. Untuk dapat mengungkap
makna pada sebuah puisi dapat dikaji dengan menggunakan teori semiotik.
Beberapa unsur puisi yang manjadi bahan kajian semiotik dalam penelitian ini
adalah diksi, makna kata, citraan, dan gaya bahasa. Unsur-unsur tersebut
merupakan unsur pembangun sebuah puisi yang dapat mengantarkan usaha
memaknai puisi menjadi lebih mudah.
Diksi
Diksi berasal dari bahasa Latin dicere atau dictum. Dalam bahasa Inggris
dikenal istilah diction. Diksi dapat berarti pemilihan dan penyusunan kata-kata
dalam tuturan atau tulisan (Scott, 1980: 107). Diksi adalah pilihan kata yang tepat
dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu
(KBBI, 1996: 233). Dengan demikian diksi dapat diartikan berupa kecermatan
pemilihan dan penggunaan kata-kata yang bertujuan untuk memperoleh efek
ucapan atau tulisan yang disampaikan.
Penyair sebagai pengungkap kegelisahan batinnya tentu menginginkan
kata-kata yang tepat dalam pengungkapannya. Ketepatan kata yang dipilih
memungkinkan akan adanya penjelmaan pengalaman jiwa penyair secara utuh.
Oleh karena itu, diksi merupakan sarana bagi penyair untuk dapat
mengungkapkan pengalaman jiwa yang diekspresikan dalam bentuk kata-kata
yang tepat. Ketepatan pemilihan kata memungkinkan penyair dapat menimbulkan
imaji estetik. Dengan demikian, diksi merupakan salah satu sarana untuk
mendapatkan nilai estetik.
Penyair ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya secara padat dan
intens. Untuk hal itu, ia memilih kata-kata yang setepat-tepatnya yang dapat
menjelmakan pengalaman jiwanya. Untuk mendapatkan intensitas dan supaya
selaras dengan sarana komunikasi puitis yang lain maka penyair memilih kata-
kata dengan secermat-cermatnya (Altenbern dalam Pradopo, 2002: 54).
Kecermatan penyair dalam memilih kata-kata salah satu pertimbangannya adalah
mencermati perbedaan makna kata sekecil-kecilnya. Perbedaan makna kata akan
menimbulkan kesan tersendiri pada puisi yang dihasilkan.
Dalam penciptaan puisi, penyair sangat cermat dalam hal pemilihan kata-
kata yang akan dipergunakannya. Pemilihan kata-kata secara tepat dapat
dipertimbangkan melalui makna yang terkandung. Di samping makna, komposisi
bunyi juga kedudukan kata dalam bait-bait puisi juga sangat diperhatikan. Kata-
kata yang dipilih tersebut bersifat absolut dan tidak bisa digantikan dengan kata-
kata lain walaupun dengan padanan kata sekalipun. Penggantian kata-kata atau
urutan kata akan merusak konstruksi puisi sehingga puisi tersebut akan kehilangan
daya gaibnya (Waluyo, 1987: 72-73). Dengan demikian, begitu penting
kecermatan dalam memilih kata-kata untuk menyampaikan pesan dalam sebuah
puisi. Kecermatan dalam pemilihan kata-kata ini akan dapat dilakukan jika
seorang penulis puisi memiliki perbendaharaan yang cukup memadai.
Perbendaharaan kata-kata yang dimiliki seorang penyair akan
memudahkan penuangan ide-ide dalam karya-karyanya. Dengan kata-kata yang
cukup terpilih juga akan memperlihatkan kemampuan penyair dalam
mengekspresikan ide-ide tersebut. Di samping itu, dengan kata-kata yang secara
selektif terpilih akan memperlihatkan karakteristik karya-karya yang dihasilkan.
Dengan demikian, kekuatan diksi seorang penyair jelas harus ditunjang dengan
perbendaharaan kata yang cukup.
Perbendaharaan kata bagi seorang penyair merupakan satu keharusan yang
mesti dimiliki. Untuk mendapatkan kata-kata yang sesuai dengan problematika
yang akan disampaikan penyair biasanya tidak saja memilih kata-kata yang sudah
tidak dipergunakan lagi di masyarakat. Penggalian kata-kata tidak terbatas ke
dalam perbendaharaan kata dari masa si pengarang itu, tetapi sering juga mencari
jauh ke dalam perbendaharaan kata di masa lalu. Oleh karena itu, dalam sastra
terhimpun perbendaharaan kata luas (Rusyana, 1984: 302).
Dalam tataran kata, sastra mempunyai satu kebebasan dalam
pemilihannya. Bisa saja penyair menggunakan kata-kata yang sudah lama tidak
dipergunakan lagi di masyarakat. Kebebasan ini bisa saja memunculkan kembali
penggunaan kata-kata yang sudah tidak dipergunakan atau membangkitkan makna
yang terkandung di dalam kata tersebut. Dengan demikian, diksi dalam sebuah
puisi bukan saja mengantarkan makna yang akan disampaikan dapat pula
mengantarkan kata-kata lama untuk dipergunakan kembali.
Makna Denotasi dan Konotasi
Kata-kata yang terdapat dalam teks mempunyai makna tersendiri. Secara
umum makna kata terdiri dari makna denotatif dan makna konotatif. Makna
denotasi adalah yang merujuk kepada makna sebenarnya (makna kamus).
Sedangkan makna konotasi adalah arti tambahan yang ditimbulkan asosiasi-
asosiasi yang keluar dari denotasinya (Altenbern dalam Pradopo, 2002: 58).
Dari segi makna, Blake (1990: 65), membedakan kata bermakna denotasi
dan konotasi, ia menyatakan “the denotative meaning is the meaning one might
find in dictionary; whereas the connotative meaning is the associations which
attach to the arising partly through the contexs in which it occurs and the other
words with which is normally found”. (Makna denotatif adalah makna yang
terdapat dalam kamus, sebaliknya makna konotatif asosiasi-asosiasi yang
melahirkan struktur makna kata berdasarkan konteks dalam pemikiran dan kata-
kata lainnya dengan yang biasanya).
Perbedaan denotatif dengan konotatif didasarkan pada ada atau tidaknya
nilai rasa pada sebuah kata. Setiap kata penuh mempunyai makna denotatif tetapi
tidak mesti mempunyai makna konotatif. Makna denotatif diberi penjelasan
sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi yang dirasakan oleh panca
indera dan perasaan serta pengalaman lainnya. Sedangkan makna konotasi
mengandung makna tambahan (Chaer, 1990: 67-70).
Kata bermakna denotasi bersifat umum, tradisional, dan presedensial.
Denotasi biasanya merupakan hasil penggunaan yang cukup lama dan termuat
dalam kamus. Perubahan kata bermakna denotasi sangat lambat. Konotasi
merupakan respon emosional yang seringkali bersifat perseorangan, timbul dalam
kebanyakan kata-kata leksikal pada kebanyakan pemakainya (Tarigan, 1985: 56).
Secara tidak langsung makna denotasi adalah makna kata berdasarkan kamus
sedangkan konotasi berupa makna tambahan akibat adanya respon emosional.
Respon emosional inilah yang akan menumbuhkembangkan makna konotasi pada
diri pemakainya.
Makna kata yang masih menunjuk pada acuan dasarnya sesuai dengan
konvensi yang telah disepakati bersama disebut makna denotatif atau makna
dasar. Makna kata yang telah mengalami perubahan terhadap makna dasarnya
disebut makna konotatif atau makna tambahan. Dengan demikian makna konotatif
muncul manakala terjadi penambahan makna terhadap denotatif akibat kesan-
kesan yang dimunculkan.
Makna konotatif muncul akibat adanya asosiasi-asosiasi. Asosiasi akan
muncul jika terdapat makna kata yang tidak hanya memiliki satu makna. Arti
konotasi sebuah kata dipengaruhi dan ditentukan oleh dua lingkungan, yaitu
lingkungan tekstual dan lingkungan budaya (Sumardjo dan Saini K.M., 1991:
126). Lingkungan tekstual adalah keseluruhan kata-kata dalam sebuah teks akan
menentukan makna konotatif sebuah kata. Sedangkan lingkungan budaya adalah
lingkungan yang secara tidak langsung menafsirkan makna-makna kata (makna
kata berdasarkan konvensi masyarakat). Pada masyarakat tertentu pengucapan
kata-kata mengandung makna yang berlainan jika dibandingkan dengan
masyarakat lainnya. Hal ini terjadi karena pada suatu masyarakat mungkin kata-
kata tersebut berlainan penafsirannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa sebuah kata mungkin
hanya bermakna denotatif atau bermakna denotatif dan konotatif sekaligus.
Makna denotatif adalah makna yang bersifat hanya menunjuk pada suatu hal yang
berupa hasil observasi yang dirasakan pancaindera dan bersifat umum. Sedangkan
makna konotatif adalah makna tambahan yang ditimbulkan dengan adanya
asosiasi-asosiasi yang keluar dari denotasinya. Hal itu merupakan respon
emosional yang bersifat arbitrer dan terkadang bersifat irasional.
Citraan
Citraan (imagery) merupakan sesuatu yang dirasakan atau dialami secara
imajinatif. Dengan ketepatan pilihan kata dalam sebuah karya sastra (puisi)
membantu daya bayang untuk menjelmakan gambaran yang nyata. Pembaca atau
pendengar sastra seolah-olah dapat melihat, merasakan, mendengar, menyentuh
apa yang dibaca atau ditulis penyair. Citraan dalam sebuah puisi mengingatkan
kembali sesuatu yang pernah dirasakan oleh pancaindera. Sebuah puisi sebagai
karya sastra mempunyai daya bayang yang kuat apabila puisi itu mampu
menimbulkan suatu gambaran atau menggugah perasaan, rasa, bunyi, atau bau.
Citraan adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang
menggambarkannya (Altenbern dalam Pradopo, 2002: 79). Munculnya gambar-
gambar dalam pikiran merupakan efek dari hasil penangkapan pancaindera.
Penangkapan pancaindera yang melekat pada pikiran akan mampu terekam jika
pengalaman-pengalaman inderaan pernah dialaminya.
Citraan merupakan gambaran angan. Gambaran-gambaran angan itu
bermacam-macam sesuai dengan indera yang menghasilkannya. Citraan dapat
berupa penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, penciuman. Citraan
yang dihasilkan berdasarkan indera penglihatan disebut citraan penglihatan (visual
imagery), citraan pendengaran (auditory imagery), dan sebagainya. Dengan
demikian, citraan yang muncul bergantung pada indera yang menangkapnya.
Macam pencitraan itu meliputi kelima jenis indera manusia: citraan penglihatan
(visual), pendengaran (auditoris), gerakan (kinestetik), rabaan (taktil termal), dan
penciuman (olfaktori) (Nurgiyantoro, 2000: 304).
Dalam karya sastra, citraan berfungsi untuk memberikan gambaran yang
jelas. Dengan adanya citraan, puisi akan terlihat lebih hidup dan menimbulkan
suasana khusus, serta akan menarik perhatian. Pencitraan merupakan suatu gaya
yang banyak dimanfaatkan dalam puisi sastra. Pencitraan dapat digunakan untuk
mengkonkretkan pengungkapan gagasan yang abstrak dengan kata-kata yang
mudah membangkitkan tanggapan imajinasi. Dengan adanya daya tanggapan
imajinasi pembaca dengan mudah akan dapat membayangkan, merasakan, dan
menangkap pesan yang terdapat dalam karya sastra. Dengan demikian, adanya
pencitraan akan memudahkan pembaca untuk memahami sebuah karya.
Cuddon (1979: 323) berkenaan dengan citraan mengemukakan “an image
may be visual (pertaining to the eye), olfactory (smell), tactile (touch), auditory
(hearing), gustatory (taste), abstract (in which case it will appeal to what may be
described as the intellect), and kinaesthetic (pertaining to the aide of it). (Sebuah
gambaran penglihatan (berhubungan dengan mata), penciuman (bau), sentuhan
(perabaan), auditory (pendengaran), pencecapan (perasaan), abstrak (dalam kasus
ini akan menarik terhadap yang menjadi bahan pemikiran), gerak (berhadapan
dengan apa yang menjadi ide).
Cuddon dalam hal ini menyiratkan bermacam-macam citraan yang
mungkin muncul dalam sastra. Penggunaan dari citraan tersebut mungkin
intensitasnya akan berbeda-beda sesuai dengan penulis karya tersebut.
Berdasarkan pendapat Cuddon tersebut, citraan dapat dibedakan atas
beberapa bagian. Bagian tersebut merujuk pada aspek citraan apa yang tertuang
dalam sebuah karya, bagian citraan tersebut, yaitu:
1. citraan penglihatan (visual imagery);
2. citraan pendengaran (auditory imagery);
3. citraan penciuman (olfactory imagery);
4. citraan perabaan (tactile imagery);
5. citraan perasaan dan pencecapan (gustatory imagery);
6. citraan pemikiran (intellectual imagery); dan
7. citraan gerak (kinaesthetic imagery).
Dengan adanya berbagai citraan, pembaca karya sastra dapat tergugah
untuk menangkap gambaran yang terdapat dalam karya sastra. Pembaca dapat
melihat, mendengar, merasakan, mencium hal-hal yang tergambarkan dalam karya
sastra. Dengan demikian, sebuah citraan atau imagery merupakan segala sesuatu
yang dapat terlihat, terdengar, tercium, tersentuh, atau terasakan. Dengan
demikian sebuah citraan adalah sesuatu yang dapat dirasakan yang lahir dari
pengalaman.
Bahasa Kiasan
Puisi sebagai bentuk karya sastra banyak menggunakan bahasa kiasan
dalam penyampaian gagasan yang terkandung di dalamnya. Bahasa kiasan
(figurative language) merupakan bahasa yang bersusun-susun atau berfigura.
Adanya bahasa kias dapat mengefektifkan penyampaian maksud. Dengan bahasa
kias imaji tambahan akan semakin mudah ditemukan sehingga yang abstrak
menjadi konkret dan puisi lebih mudah dipahami dan nikmat untuk ditelaah.
Bahasa kias juga dapat menyampaikan sesuatu yang luas menjadi simple dan
taktis sehingga orang mudah memahami maksudnya.
Bahasa kias sering dipandang sebagai ciri khas bagi jenis sastra puisi.
Bahasa kias digunakan penyair untuk memperjelas maksud serta menjelmakan
imaji. Berbagai sarana kias dapat dipergunakan penyair sesuai dengan hendaknya.
Oleh karena itu, dalam sebuah puisi karya-karya antarpenyair akan berbeda-beda.
Hal tersebut terjadi karena penyair mempunyai pandangan serta tujuan yang
berbeda-beda.
Gaya bahasa kiasan pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau
persamaan (Keraf, 2001: 136). Membandingkan atau mempersamakan suatu hal
dengan hal lain merupakan usaha untuk mencari kesamaan dari hal yang
dipersamakan atau dibandingkan. Bahasa kias biasanya digunakan penyair untuk
mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Hal itu dilakukan guna
mempunyai efek tertentu dan pembacalah yang mempunyai kebebasan untuk
memahaminya. Bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan cara tidak biasa, yakni secara tidak langsung
mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang
(Waluyo, 1987:83). Berkenaan dengan bahasa figuratif Scott (1980: 107)
memaparkan bahwa figurative language includes metaphor, simile,
personification, and metonymy. Di sini dinyatakan bahwa bahasa kias atau
figuratif dapat berupa metafora, simile, personifikasi, dan metonimia.
Berdasarkan paparan di atas dapat dikatakan bahwa bahasa kias
merupakan bahasa yang bersusun-susun yang biasa digunakan untuk
mengungkapkan makna secara tidak langsung. Bahasa kias biasanya
mempersamakan atau membandingkan sesuatu hal dengan hal lain. Penggunaan
bahasa kias dimaksudkan untuk menambah kejelasan gambaran angan, menarik
perhatian, serta membantu imaji tambahan menjadikan sesuatu yang abstrak
menjadi konkret.
Adapun beberapa bahasa kias yang akan diuraikan adalah bahasa kias
yang intensitas penggunaannya cukup tinggi dalam penulisan puisi. Beberapa
bahasa kias tersebut di antaranya:
a. Metafora
Kata metafora berasal dari bahasa Yunani yakni metaphora yang dibentuk
dari meta (over) ‘lebih’ dan pherein (to carry) ‘operan’ atau ‘membawa’.
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung,
tetapi dalam bentuk yang singkat. Oleh karena itu, pada metafora perbandingan
tidak menggunakan kata-kata seperti, bak, bagai, bagaikan dan lain-lain.
Istilah metafora merujuk pada bentuk khas dari proses linguistik yang
melalui berbagai aspek suatu objek ditransfer ke objek lain dan objek yang kedua
mampu membicarakan atau mengungkapkan sesuatu yang dimiliki oleh objek
pertama. Dengan demikian, objek kedua dianggap seolah-olah merupakan objek
pertama (Hawkes, 1984: 1).
Stephen (1991: 45) mendefinisikan metafora sebagai “A comparison
between two object for the purpose of describing one of them. A metaphor states
that one object is another”. Metafora merupakan perbandingan dua objek yang
dianggap sama, padahal tidak sama. Metafora juga dapat dikatakan sebagai
perbandingan suatu objek dengan objek lainnya sebagai sarana pengungkapan
secara tidak langsung.
Metafora dapat disimpulkan sebagai bahasa kiasan yang membandingkan
dua objek yang berbeda, tetapi menganggap bahwa objek yang kedua seolah-olah
sama dengan objek yang pertama. Metafora merupakan kiasan langsung dengan
tidak menyebut objek yang dikiaskan dan mengabaikan kata-kata konjungsi
pembanding.
b. Simile
Simile merupakan bahasa kiasan yang membandingkan atau
mempersamakan dua hal yang berlainan yang dianggap sama. Simile berarti
perumpamaan berupa perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan
yang sengaja kita anggap sama (Tarigan, 1991: 9-10).
Berkenaan dengan bahasa kiasan berupa simile Stephen (1991: 52)
menyatakan “simile a comparison between two object where one object is said to
be like or as another”. Jelaslah sekali bahwa simile merupakan bentuk
perbandingan yang secara eksplisit membandingkan dua hal yang berlainan
dianggap sama.
Untuk membandingkan dua hal yang berlainan secara eksplisit, pada
bahasa simile digunakan beberapa konjungsi misalnya, seperti, bak, bagai(kan),
laksana, seumpama, dan kata-kata pembanding lainnya. Oleh karena itu, simile
disebut juga bahasa kiasan perbandingan secara langsung.
c. Personifikasi
Personifikasi dapat dikatakan sebagai bahasa kiasan yang mengungkapkan
sesuatu yang mati seolah-olah hidup seperti manusia (penginsanan). Personifikasi
berasal dari bahasa Latin persona yang berarti actor’s mask, character acted a
human being, yang dalam bentuk verbanya personare yang berarti to sound
through (Scott, 1980: 244). Untuk menggambarkan suatu benda mati seperti
manusia digunakanlah atribut-atribut persona.
Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Keraf, 2001: 140). Benda-benda
mati seolah-olah dapat melakukan hal-hal yang dapat dilakukan oleh manusia
pada umumnya. Inilah yang dikatakan oleh Barnet sebagai penghubung perasaan
atau karakteristik manusia dengan abstraksi-abstraksi idea tau dengan objek-objek
atau benda-benda mati.
Personifikasi berusaha mempersamakan benda dengan manusia. Benda-
benda mati dapat berbuat, berpikir, berbicara, dan aktivitas-aktivitas lainnya
seperti manusia. Dengan adanya personifikasi penggambaran semakin hidup dan
bahasa menjadi indah dan sarat dengan makna yang terkandung karena mampu
memberi kejelasan bayangan angan secara konkret.
d. Sinekdoke
Sinekdoke merupakan bahasa kiasan yang berupa pernyataan untuk
mengungkapkan hal-hal yang bersifat keseluruhan dinyatakan hanya sebagian
atau sebaliknya. Sinekdoke diturunkan dari bahasa Yunani syneckdechesthai yang
berarti menerima bersama-sama (Keraf, 2001: 142). Bahasa kiasan ini berupa
pernyataan-pernyataan yang menggambarkan sesuatu dengan cara menyebut
bagian suatu benda atau benda secara utuh.
Sinekdoke berupa pernyataan yang menyatakan sebagian maksudnya
untuk keseluruhan (pars prototo) dan menyebut secara keseluruhan untuk
sebagian. Dengan sinekdoke gambaran puisi menjadi lebih hidup dan
mengundang interpretasi yang beragam.
Gaya Bahasa Retoris
Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai bentuk penggunaan bahasa yang
khas yang dilakukan seseorang. Gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi
karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan
suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca (Slametmulyana dalam Pradopo,
2002: 93). Oleh karena itu, gaya bahasa seseorang tentu akan berbeda karena gaya
bahasa merupakan sesuatu yang muncul dalam pikiran dan perasaan seseorang
yang akan diungkapkan.
Gaya bahasa pengarang yang dilahirkan akan berbeda-beda sesuai dengan
karakter kepengarangannya. Walaupun pengarang mempunyai ciri tersendiri
dalam hal gaya bahasa, biasanya ada beberapa bentuk gaya bahasa yang sering
dipergunakan. Bentuk-bentuk gaya bahasa tersebut disebut sebagai sarana retoris
atau gaya bahasa retoris. Gaya bahasa retoris tersebut di antaranya hiperbola,
pleonasme, tautologi, kiasmus, paralelisme, dan lain-lain.
a. Hiperbola
Hiperbola merupakan gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara
berlebihan. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan
yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2001, 135).
Pernyataan yang berlebihan itu dimaksudkan untuk menyangatkan, intensitas, dan
ekspresivitas (Pradopo, 2002: 98). Dengan sarana hiperbola dalam puisi akan
terlihat sesuatu keintensifan pernyataan.
Dengan penggunaan hiperbola akan tergambar hal-hal yang menakutkan,
mencekam, mengerikan, dan lain-lain. Semua itu tergambar dengan kata-kata
yang sengaja dilakukan penyair untuk membesar-besarkan sesuatu agar
menimbulkan efek yang tepat.
b. Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme merupakan gaya bahasa yang berusaha membuat efek yang
padu. Dalam pleonasme biasanya digunakan dua kata yang secara umum kata
kedua maknanya sudah tercakup pada kata pertama. Pradopo (2002: 95)
menyatakan bahwa “pleonasme (keterangan berulang) ialah sarana retorika yang
sepintas lalu seperti tautologi, tetapi kata yang kedua sebenarnya telah tersimpul
dalam kata pertama”. Jelaslah bahwa dalam pleonasme digunakan dua kata dan
kata yang kedua maknanya telah tersimpul pada kata pertama. Hal itu
dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu agar lebih terang bagi pembaca atau
pendengar.
Berbeda dengan pleonasme, tautologi merupakan suatu pernyataan dengan
menggunakan dua kata dan kata yang kedua merupakan penegas karena
maknanya sama. Tautologi ialah sarana retorika yang menyatakan keadaan dua
kali; maksudnya supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca
atau pendengar. Sering kata yang dipergunakan untuk mengulang itu tidak sama,
tetapi artinya sama atau hampir sama (Pradopo, 2002: 95). Dalam tautologi, kata
yang kedua mempunyai makna yang sama atau hampir sama dengan kata yang
pertama. Dengan demikian tautologi bermaksud untuk menegaskan maksud
dengan cara mengulang gagasan dengan kata yang sama atau hampir sama
maknanya.
c. Kiasmus
Kiasmus adalah jenis gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian pernyataan
berupa frasa atau klausa yang berimbang. Dalam kiasmus kedua bagian tersebut
diulang dengan cara dibalikkan. Kiasmus ialah sarana retorika yang menyatakan
sesuatu diulang, dan salah satu bagian kalimatnya dibalik posisinya: diri mengeras
dalam kehidupan – kehidupan mengeras dalam diri (Pradopo, 2002: 100).
d. Paralelisme
Paralelisme adalah gaya bahasa perulangan yang maksudnya sama.
Perulangan tersebut untuk mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata.
Biasanya perulangan tersebut hanya muncul beberapa kata yang berbeda dengan
klausa yang diulang. Keraf (2001: 126) menyatakan bahwa “paralelisme adalah
semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama.
Paralelisme (persejajaran) ialah mengulang isi kalimat yang maksud
tujuannya serupa (Pradopo, 2001: 97). Pengulangan klausa tersebut dapat
menimbulkan kesan dan irama tersendiri dalam puisi. Paralelisme adalah
persejajaran antara dua bagian kalimat yang sama, perulangan kalimat, atau
pengulangan kata-kata pada awal puisi dan menimbulkan musik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa paralelisme merupakan pengulangan frasa atau
klausa yang konstruksi dan maknanya sama atau sejajar.
Pemaknaan Puisi dengan Konsep Semiotik
Puisi merupakan teks yang akan bermakna jika sudah dimaknai oleh
pembacanya. Pemberian makna terhadap puisi biasanya dilakukan dengan
berbagai cara. Cara-cara pemaknaan puisi tentu tidak berdasarkan kemauan
pembaca secara semau-maunya, tetapi harus berdasarkan suatu kerangka teori.
Salah satu pemaknaan puisi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
semiotik. Pendekatan semiotik dapat dilakukan karena puisi menggunakan bahasa
sebagai mediumnya dan bahasa merupakan sistem tanda.
Pemberian makna terhadap puisi bukanlah hal yang mudah karena
pemaknaan terhadap puisi harus memahami konvensi baik sastra maupun bahasa.
Dalam penelitian ini pemaknaan terhadap puisi akan menggunakan pendekatan
semiotik. Pendekatan semiotik ini digunakan karena bahasa merupakan sistem
tanda. Oleh karena itu, pemaknaan yang dilakukan adalah memahami puisi
sebagai sistem tanda (semiotik) yang bermakna berdasarkan konvensi sastra dan
bahasa.
Riffaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry memberikan formula untuk
memaknai puisi berdasarkan semiotik. Pemaknaan berdasarkan semiotik dapat
dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap-tahap pemaknaannya dapat dilakukan
dengan penentuan kata kunci atau matriks dan pembacaan secara semiotik.
Pembacaan secara semiotik berupa pembacaan heuristik dan retroaktif atau
heurmenitik.
Dalam penelitian ini, pemaknaan terhadap puisi menggunakan pendekatan
semiotik yang memandang bahasa sebagai tanda. Bahasa dalam puisi menurut
Pradopo merupakan sistem tanda tahap kedua karena bahasa sebagai tanda pada
tahap kesatu sudah mempunyai makna berdasarkan konvensi bahasa. Oleh karena
itu, konvensi bahasa tahap kedualah yang digunakan dalam pemaknaan puisi.
Matriks atau Kata Kunci
Pemaknaan terhadap puisi berdasarkan semiotik dapat dilakukan dengan
menentukan matriks atau kata kunci. Kata kunci ini merupakan hal yang dapat
memudahkan penafsiran sebuah puisi. Dengan adanya matriks, pemaknaan puisi
menjadi terfokus dan mudah dilakukan.
Penentuan matriks tentu tidak dapat sembarangan. Untuk menemukan
matriks penafsir puisi harus dapat mengungkap pengantar pokok persoalan yang
dibicarakan dalam puisi tersebut.
TANAH AIRMATA

Tanah airmata tanah tumpah dukaku


Mata air airmata kami
Air mata tanah air kami

Di sinilah kami berdiri


menyanyikan airmata kami dibalik gembur subur tanahmu

Kami simpan perih kami


Dibalik etalase megah gedung-gedungmu
Kami coba sembunyikan derita kami


(Sutardji Calzoum Bachri)

Matriks atau kata kunci puisi di atas adalah kata tanah air dan air mata.
Kata tanah air dan air mata sebagai kata kunci dapat mengantarkan kepada
pemahaman terhadap keseluruhan makna yang terkandung dalam puisi tersebut.
Kata tanah air dapat diartikan sebagai negara, tanah kelahiran, atau tempat
kediaman atau sesuatu yang harus diperjuangkan untuk kemaslahatan bersama.
Air mata merupakan simbol kedukaan, tangis kesedihan, dan kesengsaraan batin.
Dengan penemuan kata kunci inilah akan memudahkan penafsir puisi untuk
memaknainya.
Pembacaan Semiotik
Selain penentuan matriks, pemaknaan terhadap puisi dapat dilakukan juga
dengan cara pembacaan semiotik. Proses pembacaan semiotik untuk memaknai
puisi dilakukan dengan dua tahap. Kedua tahap tersebut adalah pembacaan secara
heuristik dan pembacaan secara retroaktif atau heurmenitik.
a. Pembacaan Heuristik
Pembacaan heuristik dapat dikatakan sebagai pembacaan pelacakan makna
puisi karena kegiatan ini menekankan pada struktur normatif bahasa sebagai
sistem tanda. Pembacaan ini didasarkan atas konvensi bahasa sesuai dengan
kedudukannya sebagai sistem semiotik tingkat pertama. Oleh karena itu,
pembacaan heuristik hanya menitikberatkan pada hal-hal lahiriah dari puisi.
Bahasa dalam puisi umumnya tidak mengikuti kaidah-kaidah konvensional
kebahasaan. Bahasa puisi menyimpang dari penggunaan bahasa secara normatif.
Bahasa puisi merupakan suatu ketidakotomatisan atau ketidakbiasaan. Ini
merupakan sifat kepuitisan yang dapat dialami secara empiris (Hawkes, 1978: 62).
Penyimpangan penggunaan bahasa dalam puisi dari sistem bahasa normatif sering
terjadi misalnya, berupa penghilangan imbuhan, pemendekan kata, penyimpangan
struktur sintaksis, penghapusan tanda baca, penggabungan kata, pemutusan kata,
penggunaan kata-kata lama atau baru.
Dengan adanya pembacaan heuristik, sebuah puisi akan terlihat
sebagaimana penggunaan bahasa secara normatif. Penyisipan imbuhan,
penambahan kata, penggunaan tanda baca dilakukan dalam pembacaan heuristik.
Hal itu dilakukan agar hubungan antarkalimat dalam puisi menjadi jelas. Oleh
karena itu, dalam pembacaan heuristik ini semua yang tidak biasa dibuat menjadi
biasa atau harus dinaturalisasikan sesuai dengan bahasa normatif.
Apapun yang dilakukan dalam pembacaan heuristik akan tetap
mempertahankan bahasa asli puisi. Susunan puisi tetap dijaga seperti sediakala.
Penambahan yang dilakukan dengan cara membubuhkan tanda kurung untuk
menandai bahwa yang terdapat di dalam kurung tersebut merupakan unsur
tambahan. Dengan penggunaan tanda kurung yang mengapit komponen tambahan
akan tampak bagian-bagian yang ditambahkan dari kata-kata atau baris-baris
dalam puisi.
b. Pembacaan Retroaktif
Puisi sesuai dengan konvensinya menyatakan suatu gagasan secara tidak
langsung. Bahasa dalam puisi banyak menggunakan kiasan, tanda-tanda visual,
atau konvensi-konvensi lainnya. Untuk memaknai puisi dapat juga dilakukan
dengan pembacaan retroaktif. Pembacaan retroaktif atau heurmenitik merupakan
kaji (pembacaan) ulang dari awal sampai akhir dengan penafsiran atau pembacaan
heurmenitik.
Pembacaan retroaktif merupakan kelanjutan dari pembacaan heuristik.
Puisi, pada pembacaan ini, diinterpretasikan sesuai dengan simbol dan lambang
sesuai dengan konvensi puisi. Pembacaan retroaktif berusaha menafsirkan hal-hal
yang terkandung di dalam sebuah puisi seperti makna denotasi konotasi, bahasa
kiasan, citraan, gaya bahasa retoris, matriks, dan lain-lain sesuai dengan konvensi
pemaknaan terhadap karya sastra. Dengan pembacaan retroaktif akan muncul
makna-makna yang terkandung dalam puisi sebagai hasil interpretasi. Oleh karena
itu, pembacaan retroaktif dalam kajian semiotik dapat dikatakan sebagai kajian
komprehensif terhadap puisi.

Nilai Karakter
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 butir 1).
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. Sedangkan karakter adalah nilai kebajikan akhlak dan moral
yang terpatri, yang menjadi nilai intrinsik dalam diri manusia yang melandasi
pemikiran, sikap, dan perilakunya. Karakter bangsa Indonesia merupakan
kristalisasi nilai-nilai kehidupan nyata bangsa Indonesia yang merupakan
perwujudan dan pengamalan Pancasila.
Pada hakekatnya pendidikan Karakter merupakan pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan
keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik & mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi
Nasional Pendidikan Karakter, 2010). Dalam proses pendidikan karakter, secara
aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses
internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam
bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, dan mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang
membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan
berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3)
mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri,
bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan
yang multikultural dan bermartabat; (2) membangun peradaban bangsa yang
cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan
kehidupan ummat manusia; (3) membangun sikap warganegara yang cinta
damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain
secara harmonis.
Tujuan pendidikan karakter di SMA pada intinya adalah untuk:
1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa;
2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religius;
3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa;
4. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Pendidikan karakter di SMA berfungsi sebagai (1) pengembangan potensi,
(2) perbaikan generasi, dan (3) penyaring budaya.
1. Pengembangan potensi. Pendidikan budaya dan karakter bangsa berfungsi
mengembangkan potensi dasar peserta didik agar berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik;
2. Perbaikan generasi. Pendidikan budaya dan karakter bangsa memperkuat dan
membangun perilaku bangsa yang multikultur untuk menjadi bangsa yang
bermartabat; dan
3. Penyaring budaya. Pendidikan budaya dan karakter bangsa menyaring budaya
yang negatif dan menyerap budaya yang lebih sesuai dengan karakter bangsa,
untuk meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.
Pendidikan karakter di SMA adalah kegiatan sekolah; oleh karenanya
harus dilakukan secara bersama oleh semua warga sekolah, yaitu kepala sekolah
sebagai pengelola pendidikan, semua pendidik melalui pembelajaran dan
pengembangan diri, tenaga administrasi dalam melayani/menunjang administrasi
pendidikan, dan semua peserta didik sebagai subjek pendidikan, didukung dengan
pengkondisian sekolah sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
budaya/kultur sekolah (school culture).
Pendidikan karakter bangsa merupakan tanggungjawab bersama bangsa
Indonesia. Oleh karena itu pendidikan karakter harus dilakukan melalui
berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah,
dunia usaha, dan media massa.
Merujuk berbagai sumber, nilai-nilai karakter sangat kompleks namun
pada dasarnya merupakan perpaduan dari pengembangan olah hati (spiritual and
emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga
(physical and kinesthetic development), serta olah rasa dan karsa (affective and
creativity development).
Menurut Lickona (2004) terdapat sepuluh kebajikan (virtues) yang
membentuk karakter kuat seseorang, yaitu : (1) kebijaksanaan (wisdom); (2)
keadilan (justice); (3) keteguhan (fortitude); (4) kontrol diri (self-control); (5) cinta dan
kasih sayang (love); (6) perilaku positif (positive attitude); (7) kerja keras (hard work) dan
kemampuan mengembangkan potensi (resourcefulness); (8) Integritas (integrity); (9) rasa
terimakasih (gratitude); (10) kerendahan hati (humility). Sedangkan Suyanto (2010)
mengelompokkan sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur
universal, yaitu: (1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) kemandirian dan
tanggungjawab; (3) kejujuran/amanah, diplomatis; (4) hormat dan santun; (5)
dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; (6) percaya diri
dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati; (9)
toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa
Indonesia dilandasi sumber-sumber agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional. Berdasarkan keempat sumber tersebut telah diidentifikasi 18
nilai-nilai yang dapat dikembangkan melalui pendidikan karakter di satuan
pendidikan, seperti tertera pada tabel berikut.
Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Balitbang, Puskur (2010)
NO NILAI DESKRIPSI
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya.
2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya. Toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
NO NILAI DESKRIPSI
agama lain.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5 Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8 Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9 Rasa ingin Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
tahu mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10 Semangat Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
Kebangsaan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11 Cinta Tanah Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
Air kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12 Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
Prestasi menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
13 Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
Komunikatif bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya.
15 Gemar Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
Membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16 Peduli Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
Lingkungan kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18 Tanggung- Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
jawab dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Keseluruhan nilai-nilai karakter yang disebutkan di atas tidak harus
dikembangkan secara serentak. Sekolah dapat memilih dan menentukan prioritas
nilai-nilai yang akan dikembangkan setelah melakukan analisis konteks sesuai
dengan kondisi sumber daya yang terdapat di masing-masing sekolah, kebutuhan
peserta didik yang dilayani, karakteristik mata pelajaran, bahan kajian, dan
hakikat kompetensi setiap mata pelajaran. Implementasi nilai-nilai karakter yang
akan dikembangkan dapat dimulai dari nilai-nilai yang esensial, sederhana, dan
mudah dilaksanakan, seperti: bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Contoh Analisis Semiotik dan Nilai Karakter Puisi 99 Untuk Tuhanku
karya Emha Ainun Nadjib

“0”

Tuhanku
kususun 99ku
agar sampai pada 0
dan kulahirkan kembali 1-ku
sampai 99ku yang baru.
Tuhanku
kususun 99 nafasku
untuk meniru-Mu
mendekati watak-Mu
dan menjadi hati-Mu.
Tuhanku
ini bukan puisi
bukan keindahan
ini hanya cinta sunyi
yang jadi menggelikan
karena kuucapkan.
Tuhanku
aku hanya kepunyaan-Mu
aku tidak asli
aku tak sejati
aku hanya mulut-Mu
jiwa menganga
menunggu-Mu tiba
dari dunia ke dunia
dari semesta ke semesta.
Analisis Unsur Puisi
a. Makna Kata
Secara keseluruhan, puisi ini menggunakan kata-kata yang umum
digunakan sehingga mudah dipahami. Ada beberapa kata yang perlu mendapat
penegasan khusus berkaitan dengan makna denotatif dan konotatif. Kata-kata
tersebut adalah 99, nafasku, puisi, cinta sunyi, jiwa menganga. Hal tersebut
dilakukan untuk mempermudah pemahaman terhadap makna yang terkandung.
Kata 99 pada puisi ini dapat bermakna kesempurnaan dan kebaikan. Jika
dikaitkan dengan angka atau hitungan, 99 merupakan angka yang sangat tinggi
dalam hitungan yang mendekati kesempurnaan yaitu angka 100. Islam mengenal
99 asmaul husna yang merupakan 99 nama/asma Tuhan yang baik dan sempurna.
Asmaul husna menjelaskan nama Tuhan dan sifat-sifat kebaikan dan
kesempurnaan yang dimiliki-Nya.
Kata nafasku pada puisi tersebut dapat bermakna hidup dan kehidupan si
aku lirik. Kata nafas bermakna udara yang dihirup. Manusia yang hidup pasti akan
bernafas, maka kata nafas yang terdapat pada puisi tersebut dapat dimaknai
sebagai hidup dan berbagai hal yang dialami dalam kehidupan seseorang manusia,
dalam hal ini si aku lirik.
Kata puisi bermakna karangan kesusastraan yang berbentuk sajak (syair,
pantun, dsb) (Poerwadarminta, 2011: 915). Kata puisi pada puisi tersebut dapat
bermakna kata-kata indah yang disusun oleh si aku lirik.
Frasa cinta sunyi pada puisi tersebut dapat dimaknai sebagai perasaan
cinta yang sunyi si aku lirik terhadap Tuhannya. Cinta yang sunyi bermakna
bahwa perasaan cinta yang dialami oleh si aku lirik tidak diungkapkan dalam
bentuk kata-kata atau pernyataan yang tegas tetapi hanya dalam sebuah kesunyian
atau diam.
Frasa jiwa menganga pada puisi ini bermakna roh manusia atau
kehidupan batin manusia yang menganga. Menganga yang dimaksud pada puisi
ini adalah terbuka terhadap segala sesuatu yang mungkin akan datang atau
diperoleh dari Tuhannya. Dengan kata lain, si aku lirik siap menerima apapun
yang akan terjadi padanya dengan sepenuh hati, jiwa, dan batinnya selama itu
berasal dari Tuhannya.
b. Citraan
Citraan merupakan salah satu efek yang tergambarkan dari larik-larik
puisi. Dengan adanya citraan, puisi akan semakin dinikmati pembacanya. Dalam
larik-larik puisi ini terdapat tiga jenis citraan. Ketiga jenis citraan tersebut adalah
citraan gerak, perasaan, dan pemikiran.
Citraan gerak terdapat pada ungkapan /Tuhanku/ kususun 99ku/ agar
sampai pada 0/ dan kulahirkan kembali 1-ku/ sampai 99ku yang baru./. Ungkapan
tersebut sangat jelas menimbulkan kesan sesuatu yang dilakukan, yang
membutuhkan gerak dari si aku lirik yaitu kususun dan kulahirkan. Ungkapan
/Tuhanku/ kususun 99 nafasku/ untuk meniru-Mu/ mendekati watak-Mu/ dan
menjadi hati-Mu./ juga menimbulkan kesan gerak yang dilakukan oleh si aku lirik
yaitu kususun, meniru-Mu, mendekati watak-Mu, menjadi hati-Mu. Selain itu,
pada baris-baris terakhir yaitu pada ungkapan /jiwa menganga/ menunggu-Mu
tiba/ dari dunia ke dunia/ dari semesta ke semesta./ terdapat pula kesan gerak
yang dilakukan oleh si aku lirik yaitu menganga dan menunggu-Mu tiba.
Selain citraan gerak, citraan perasaan pun terdapat pada puisi ini dengan
munculnya ungkapan /Tuhanku/ ini bukan puisi/ bukan keindahan/ ini hanya cinta
sunyi/ yang jadi menggelikan/ karena kuucapkan./. Pada ungkapan tersebut jelas
terdapat kesan perasaan batin si aku lirik yaitu dengan munculnya bukan puisi,
bukan keindahan, hanya cinta sunyi, dan yang jadi menggelikan. Perasaan yang
dominan muncul pada ungkapan tersebut adalah rasa cinta yang sunyi si aku lirik
terhadap Tuhannya.
Pada puisi tersebut muncul pula citraan pemikiran dengan adanya
ungkapan /Tuhanku/ aku hanya kepunyaan-Mu/ aku tidak asli/ aku tak sejati/ aku
hanya mulut-Mu/. Pada ungkapan tersebut muncul kesan pemikiran yang terjadi
dalam pikiran si aku lirik. Kesan tersebut muncul yaitu dengan adanya pernyataan
si aku lirik bahwa dirinya hanya kepunyaan Tuhan melalui ungkapan aku hanya
kepunyaan-Mu. Aku tidak asli aku tak sejati aku hanya mulut-Mu merupakan
ungkapan yang menunjukkan bahwa hal tersebutlah yang muncul dalam pikiran si
aku lirik. Si aku lirik berpikir bahwa dia tidaklah asli dan bukanlah sesuatu yang
sejati, Tuhanlah yang asli dan sejati. Si aku lirik juga berpikir bahwa dia tidak
dapat melakukan atau mengatakan apapun dengan ungkapan aku hanya mulut-
Mu. Tuhanlah yang mengatur si aku lirik untuk dapat berkata-kata dan melakukan
semua yang dialaminya dalam kehidupan.
c. Gaya Bahasa Retoris
Gaya bahasa retoris yang terdapat pada puisi “0” adalah gaya bahasa
paralelisme dan hiperbola. Gaya bahasa paralelisme pada puisi tersebut tampak
pada kata /Tuhanku/. Paralelisme yang merupakan gaya bahasa perulangan dapat
dimaknai sebagai kesungguhan si aku lirik menyampaikan perasaan kepada
Tuhannya yaitu dengan mengulang kata Tuhanku sebanyak empat kali.
Selain paralelisme, penyair juga menggunakan gaya bahasa hiperbola
seperti tampak pada ungkapan /untuk meniru-Mu/ mendekati watak-Mu/ dan
menjadi hati-Mu./. Ungkapan tersebut mengandung hiperbola yang melebih-
lebihkan sesuatu. Kita dapat melihat terjadi peningkatan kualitas pada ungkapan
tersebut dari yang asalnya meniru-Mu, mendekati watak-Mu, sampai menjadi
hati-Mu. Pada ungkapan yang lain pun kita dapat melihat adanya hiperbola yaitu
ungkapan /aku hanya kepunyaan-Mu/ aku tidak asli/ aku tak sejati/ aku hanya
mulut-Mu/ dan ungkapan /jiwa menganga/ menunggu-Mu tiba/ dari dunia ke
dunia/ dari semesta ke semesta./.
d. Bahasa Kiasan
Bahasa kiasan yang digunakan dalam puisi “0" adalah metafora, seperti
tampak pada ungkapan /kususun 99 nafasku/. 99 nafasku yang dimaksud pada
puisi tersebut bukanlah nafas yang berjumlah 99 tetapi memiliki makna lain yaitu
si aku lirik berusaha menyusun kesempurnaan hidupnya dengan menggunakan
metafora 99 nafasku. Metafora juga dapat ditemukan pada ungkapan /ini hanya
cinta sunyi/. Cinta sunyi yang dimaksud bukan cinta yang sunyi tetapi memiliki
makna lain yaitu perasaaan cinta si aku lirik yang tidak diungkapkan melalui kata-
kata melainkan dalam diam dan penuh kesunyian. Ungkapan /jiwa menganga/ pun
menggunakan metafora karena memiliki makna lain yaitu si aku lirik siap
menerima apapun yang akan terjadi padanya dengan sepenuh hati, jiwa, dan
batinnya selama itu berasal dari Tuhannya.

Pemaknaan Puisi
a. Matriks
Matriks atau kata kunci puisi “0” adalah kususun 99ku. Dengan kata
kunci tersebut, makna yang terkandung dalam puisi tersebut menjadi jelas.
Kususun merupakan gabungan dua kata aku dan susun. Aku dimaknai sebagai si
aku lirik. Susun dimaknai sebagai upaya/usaha yang dilakukan oleh si aku lirik
dengan menentukan langkah-langkah yang akan ditempuhnya. 99ku dapat
dimaknai sebagai kesempurnaan hidup yang ingin ditempuh oleh si aku lirik.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, angka 99 merupakan angka yang mendekati
sempurna bila kita mengambil hitungan 100. Selain itu, Islam mengenal 99
sebagai jumlah asma/ nama Tuhan yang dikenal dengan asmaul husna yaitu nama-
nama Tuhan yang baik dan kesempurnaan sifat-sifat yang dimiliki oleh Tuhan.
Dengan demikian, makna kata kunci pada puisi tersebut adalah usaha yang
dilakukan oleh si aku lirik untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup
sesuai yang diharapkannya.
b. Pembacaan Heuristik
Tuhanku, ku (me[N])susun 99ku agar sampai pada 0 dan ku
(me[N])lahirkan kembali 1-ku sampai 99ku yang baru. Tuhanku, ku (me[N])susun
99 nafasku untuk meniru-Mu, mendekati watak-Mu, dan menjadi hati-Mu.
Tuhanku, ini bukan(lah) (sebuah) puisi bukan (pula) keindahan. Ini hanya(lah)
cinta (yang) sunyi, yang jadi (sangat) menggelikan karena aku
(me[N])ucapkan(nya). Tuhanku, aku hanya(lah) kepunyaan-Mu aku tidak(lah)
asli, aku tak sejati, aku hanya(lah) mulut-Mu. Jiwa(ku) menganga, menunggu-Mu
tiba dari dunia ke dunia dari semesta ke semesta.
Larik-larik puisi “0” menampakkan kelengkapan struktur setelah adanya
penambahan beberapa unsur. Unsur-unsur yang menjadi tambahan dalam puisi ini
di antaranya imbuhan (me[N], -nya), partikel (-lah), klitika (-ku), pelengkap
(sebuah, pula, sangat), dan konjungsi (yang). Dengan adanya unsur tambahan
tersebut usaha untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya menjadi
lebih mudah.
Dengan lengkapnya struktur pada larik puisi tersebut tampaklah makna
yang ada di dalamnya. Makna puisi tersebut adalah usaha si aku lirik untuk
mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup sesuai yang diharapkannya.
Kebaikan dan kesempurnaan hidup tersebut diusahakan dengan cara mendekati
dan mengenal Tuhan lebih dekat.
c. Pembacaan Retroaktif
Pada bait pertama muncul ungkapan /Tuhanku/ kususun 99ku/ agar
sampai pada 0/ dan kulahirkan kembali 1-ku/ sampai 99ku yang baru./. Ungkapan
/Tuhanku/ menunjukkan dengan jelas bahwa si aku lirik menyapa Tuhannya.
Pernyataan-pernyataan yang diungkapkan pada puisi ini ditujukan untuk
Tuhannya bukan untuk yang lain. Ungkapan /kususun 99ku/ menggambarkan
usaha si aku lirik untuk menyusun kebaikan dan kesempurnaan hidup dan
kehidupannya. Ungkapan /agar sampai pada 0/ menggambarkan bahwa dalam
menyusun kebaikan dan kesempurnaan hidupnya, si aku lirik tidak hanya
melakukannya sekali saja. Si aku lirik ketika telah mencapai satu kebaikan dan
kesempurnaan, dia kembali menyusun mulai dari nol lagi kebaikan dan
kesempurnaan yang lainnya. Ditambah dengan ungkapan /dan kulahirkan kembali
1-ku/ semakin jelas si aku lirik secara bertahap menyusun kembali kebaikan dan
kesempurnaan hidupnya. Diakhiri dengan ungkapan /sampai 99ku yang baru/,
semakin tampak jelas bahwa si aku lirik berusaha untuk mencapai kebaikan dan
kesempurnaan yang baru. Dari ungkapan-ungkapan tersebut maka jelaslah bahwa
si aku lirik menyampaikan pada Tuhannya bahwa si aku lirik berusaha mencapai
kebaikan dan kesempurnaan dalam hidup dan kehidupannya. Dalam usahanya
untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup dan kehidupannya tersebut, si
aku lirik melakukannya dengan penuh kesungguhan dan secara terus-menerus
tidak pernah berhenti.
Pada bait kedua muncul ungkapan /Tuhanku/ kususun 99 nafasku/ untuk
meniru-Mu/ mendekati watak-Mu/ dan menjadi hati-Mu/. Pada bait ini, si aku lirik
kembali menyapa Tuhannya dengan ungkapan /Tuhanku/. Ungkapan /kususun 99
nafasku/ mengandung makna bahwa si aku lirik berusaha menyusun kebaikan dan
kesempurnaan dalam hidup dan kehidupannya. Dalam usahanya menyusun
kebaikan dan kesempurnaan dalam hidup dan kehidupannya tersebut, si aku lirik
memiliki tujuan yaitu untuk dekat dengan Tuhannya bahkan si aku lirik sangat
ingin dekat dengan Tuhannya. Si aku lirik ingin meniru sifat-sifat yang dimiliki
oleh Tuhannya. Keinginan untuk dekat dengan Tuhannya tersebut diungkapkan
melalui /untuk meniru-Mu/ mendekati watak-Mu/ dan menjadi hati-Mu/.
Pada bait selanjutnya muncul ungkapan /Tuhanku/ ini bukan puisi/ bukan
keindahan/ ini hanya cinta sunyi/ yang jadi menggelikan/ karena kuucapkan/.
Ungkapan tersebut memiliki makna bahwa si aku lirik dalam mencintai Tuhannya
tidak dengan cara yang muluk-muluk, tidak dengan kata-kata indah, tidak pula
dengan hal-hal yang berlebihan, tetapi cukup dengan cinta yang sunyi. Di bagian
lain, si aku lirik juga merasa bahwa cinta sunyinya jadi menggelikan atau menjadi
hal yang lucu karena si aku lirik mengucapkannya melalui puisi ini.
Pada bait terakhir, terdapat ungkapan /Tuhanku/ aku hanya kepunyaan-
Mu/ aku tidak asli/ aku tak sejati/ aku hanya mulut-Mu/ jiwa menganga/
menunggu-Mu tiba/ dari dunia ke dunia/ dari semesta ke semesta/. Ungkapan
tersebut dapat dimaknai sebagai pengakuan atau pernyataan si aku lirik bahwa si
aku lirik hanyalah milik Tuhannya. Si aku lirik juga mengakui dan menyatakan
bahwa dirinya bukanlah sesuatu yang asli dan bukan pula sesuatu yang sejati. Si
aku lirik dalam melakukan apapun dalam kehidupannya selalu berdasarkan apa
yang diperintahkan Tuhannya. Kesiapan batin atau jiwa si aku lirik sangat terbuka
untuk bertemu dengan Tuhannya di manapun si aku lirik berada. Hal tersebut
dapat terlihat pada ungkapan terakhir puisi ini yaitu /jiwa menganga/ menunggu-
Mu tiba/ dari dunia ke dunia/ dari semesta ke semesta/.

Nilai Karakter
Setelah melakukan pengkajian semiotik terhadap puisi “0”, kita dapat
menemukan maknanya secara keseluruhan. Dari makna yang telah diperoleh, kita
dapat menemukan nilai karakter yang terkandung pada puisi tersebut. Adapun
nilai karakter yang terdapat pada puisi “0” di antaranya yaitu: religius, jujur,
disiplin, dan kerja keras.
Nilai religius dapat kita lihat dari hampir semua kata yang digunakan
pada puisi tersebut. Suasana religius sangat kental terasa pada puisi tersebut. Salah
satu di antaranya yaitu dengan munculnya kata Tuhanku sebanyak empat kali pada
puisi tersebut. Hal tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa puisi tersebut
bernilai religius. Ditambah lagi dengan munculnya ungkapan /meniru-Mu/
mendekati watak-Mu/ menjadi hati-Mu/, juga kata kepunyaan-Mu, mulut-Mu, dan
menunggu-Mu, semakin menambah suasana religius yang semakin kental.
Nilai jujur dapat kita lihat dari ungkapan /Tuhanku/ ini bukan puisi/
bukan keindahan/ ini hanya cinta sunyi/ yang jadi menggelikan/ karena
kuucapkan/ dan ungkapan /aku tidak asli/ aku tidak sejati/. Pernyataan atau
pengakuan tersebut dapat dimaknai sebagai kejujuran si aku lirik dalam menilai
keadaan dirinya. Si aku lirik menilai dirinya apa adanya tanpa ada yang ditambah-
tambahkan.
Nilai disiplin dan kerja keras yang terdapat pada puisi ini dapat dilihat
dari munculnya ungkapan /Tuhanku/ kususun 99ku/ agar sampai pada 0/ dan
kulahirkan kembali 1-ku/ sampai 99ku yang baru/ Tuhanku/ kususun 99 nafasku/
untuk meniru-Mu/ mendekati watak-Mu/ dan menjadi hati-Mu/ dan juga ungkapan
/jiwa menganga/ menunggu-Mu tiba/ dari dunia ke dunia/ dari semesta ke
semesta./. Ungkapan tersebut menunjukkan kedisiplinan dan kerja keras yang
dilakukan si aku lirik dalam menyusun kehidupannya. Si aku lirik melakukannya
secara bertahap dan penuh kesungguhan. Hal-hal yang dilakukan si aku lirik
secara bertahap tersebut merupakan nilai disiplin yang sangat jelas tampak pada
puisi tersebut dan kesungguhan si aku lirik dapat dijadikan sebagai nilai kerja
keras yang dilakukannya pada puisi tersebut.
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

1
Tuhanku
kuawali setiap langkahku
dengan asma-Mu
ampunilah kami
yang selalu merasa punya nama
yang tak kunjung tahu
bahwa segala sesuatu
akan hanya tinggal Satu.
Tuhanku
adapun di antara beribu mimpiku
cuma satu yang sejati
ialah di nafas-Mu
aku menyertai.
Tuhanku
jika haq bagi-Mu
perkenankan aku
tinggal di dalam diri-Mu
agar sesudah lahirku
yang ini
dan yang nanti
takkan mati.

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Nilai karakter puisi


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

2
Tuhanku
Engkaulah cahaya langit dan bumi
pasti, sebab siapa yang lain lagi?
tapi lihatlah
kami kejar cahaya
hanya karena diam-diam khawatir, akan tiada.
kami benci kegelapan
luput dari yang ia tawarkan.
Tuhanku betapa dangkal !
dan kedangkalan, sungguh
adalah kefakiran yang sebenarnya.
kami tak gentar pada apa pun
di bawah tangan-Mu, tapi Kau tahu
Tuhanku
kami sendiri yang menciptakan
ancaman-ancaman bagi hidup kami
kami sendiri yang menyulut api
yang membakar usia kami
kami sendiri yang membangun
kesempitan di tengah keluasan ini
kami sendiri yang membikin bumerang
yang menikam perut kami
serta perut anak-anak kami.
Tuhanku
pantaskah kami mohon ampunan
di hadapan kemurahan-Mu

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Nilai karakter puisi


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

3
Tuhanku
betapapun rasa malu
menghardik diriku
tapi inilah sembahyangku
memasrahkan jiwa yang dungu.

Tuhanku
kenyataan-Mu akan terus menegaskan
segala yang semu kepadaku
hari-hari akan makin melenyapkan
kesombongan keduniaanku
yang menipu.
Tuhanku
bimbinglah aku
memahami ilmu-Mu
bumi dan angkasa
ruang dan waktu
logam tanah air api
ilmu kapak Ibrahim dan tongkat Musa
badai dan samudera, 99 asmaul husna
ilmu masa silam
segala yang disimpan oleh
masa datang
cahaya Yusuf dan mantra Muhammad
ilmu para Nabi
yang menggerakkan dunia
dengan sepatah kata.

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Nilai karakter puisi


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

4
Tuhanku
sembahyang
bibirku
sembahyang
wajahku
sembahyang
telapakku
sembahyang
kulitku
sembahyang
dagingku
sembahyang
tulangku
sembahyang
uratku
sembahyang
ubun-ubunku
sembahyang
darahku
sembahyang
nafasku
sembahyang
ma’rifatku
sembahyang
fikirku
sembahyang
rasaku
sembahyang
hati jiwaku
sembahyang
sukmaku
sembahyang
heningku
sembahyang
Tuhanku

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
3. Nilai karakter puisi
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

5
Tuhanku
berdekatankah kita
sedang rasa teramat jauh
tapi berjauhkah kita
sedang rasa begini dekat.
seperti langit dan warna biru
seperti sepi menyeru
Kekasih
Kau kandung aku
kukandung Engkau
seperti mengandung mimpi
terendam di kepala
tapi sayup tak terhingga
hanya sunyi
mengajari kita
untuk
tak mendua.

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Nilai karakter puisi


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

8
Tuhanku
sekian banyak hal
wajib, dan telah kurelakan.
sekian harapan, sekian kenikmatan
sekian sumber, sekian kemungkinan.
Tuhanku
sekian banyak hal
kusaring dan kuikhlaskan.
sebab aku bukan milikku
sebab hanya ke hadirat-Mu
musti ditumpahkan segala sesuatu.
Tuhanku
sekian banyak hal
telah direlakan
oleh orang-orang-Mu,
sejarah menjadi asing
tapi apa gerangan sejarah, Kekasih?
ialah paket-peket kegagahan
dan kecengengan
berisi pedang serta sampah
dari perut para pemenang.
Tuhanku
sekali-kali
tidaklah semua itu
Kau kehendaki.

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Nilai karakter puisi


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

19
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
ajarilah bagaimana mendengarkan batu
membaca suara
menggenggam angin yang bisu
Tuhanku
kedunguan memberiku pengertian
buta mata menganugerahiku penglihatan
kelemahan menyimpan berlimpah kekuatan
jika aku tahu
terasa betapa tak tahu
waktu melihat
betapa penuh rahasia
gelap
yang dikandung cahaya
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
tak tidur di kereta waktu
lebur dalam ruang
karena setiap satu mengandung seribu
berguru kepada-Mu, Tuhanku
kuragukan setiap yang kutemu
kutimba ilmu dari yang paling dungu.

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Nilai karakter puisi


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

22
Tuhanku
duniaku menghutan
hutanku jadi taman
tamanku kering, kembali jadi hutan
tanpa pepohonan
Tuhanku
panas merambah
kucari tetumbuhan yang bertahan dari api
yang kami nyalakan sendiri
di mana?
bagai telapak tangan-Mu
bumi tak pernah selesai memperanakkan
tapi semua telah dimusnahkan
cintaku kepada-Mu
tinggal jiwa telanjang
Tuhanku
kalau Engkau mau
sekejap bisa tumbuh selaksa benih
buat esok pagi
segala banjir niscaya milik-Mu jua
tapi hari ini tetumbuhan malang melintang
binatang-binatang bercakaran
kawah Candradimuka
semoga tetap mengekalkan
satuku
pada-Mu.

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Nilai karakter puisi


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........
LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia


Kelas/ Semester : X/2
Penulis : Iman Budiman, S.Pd
Standar Kompetensi : Berbicara
Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui
diskusi
Kompetensi Dasar : - Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran
penginderaan, perasaan, pikiran, dan imajinasi
melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam,
sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
Indikator : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Tujuan Pembelajaran : - Menguraikan unsur, makna, dan nilai karakter puisi
- Mengemukakan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
- Menyimpulkan unsur, makna, dan nilai karakter
puisi
Pokok Bahasan : - Unsur puisi
- Makna puisi
- Nilai karakter puisi

KAJIAN SEMIOTIK DAN NILAI KARAKTER PUISI

Tugas/Perintah
1. Bacalah puisi berikut dengan teliti!

99
Tuhanku
inilah kata-kataku
bahasa paling wadag
dari gairah cintaku
untuk ketemu.
Tuhanku
betapa masih jauh
jarak antara kita
ketika masih kubutuhkan
ungkapan ungkapan.
Tuhanku
namun betapa pun
inilah sebagian
dari ilmu
yang Kau ajarkan.
Tuhanku
dari hari ke hari
terus kunanti
saat merdeka
dari tubuh ruang waktu ini
di mana asma-Mu
tak perlu kupanggil lagi
di mana senyum-Mu
langsung mengaliri
rohku ini.

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!


a. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat unsur-unsur yang terdapat pada puisi
tersebut!
b. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat makna yang terkandung pada puisi
tersebut!
c. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat nilai karakter yang terdapat pada
puisi tersebut!

Jawaban:
1. Unsur-unsur puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

2. Makna puisi:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

3. Nilai karakter puisi


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Kelompok : ….....……………….
Anggota : 1. …………….........
2. …………….........
3. …………….........
4. …………….........
5. …………….........

Anda mungkin juga menyukai