Anda di halaman 1dari 7

A.

JUDUL PENELITIAN
Analisis Puisi “Kau Bukan Sekedar Guru” Karya Muhammad Ichsan

B. LATAR BELAKANG MASALAH


Apresiasi sastra adalah suatu bentuk penghargaan dan penilaian yang didalamnya
terdapat kegiatan mengakrabi suatu karya sastra dengan pengenalan, pemahaman,
penghayatan, serta penerapan terhadap suatu karya sastra salah satunya adalah puisi.
Puisi merupakan bentuk karya sastra hasil dari ungkapan pikiran dan perasaan penyair
dengan penuh makna yang didalamnya terdapat struktur batin dan struktur fisik puisi.
Struktur fisik dan struktur batin ditelaah unsur-unsurnya. Kedua struktur itu harus
memiliki keterpaduan dalam mendukung totalitas puisi. Telaah ini menyangkut telaah
unsur-unsur puisi dan berusaha membedah puisi sampai ke unsur-unsur yang sekecil-
kecilnya. Ditelaah bagaimana struktur fisik digunakan untuk mengungkapkan struktur
batin dan bagaimana struktur batin dikemukakan.

C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pendekatan yang digunakan dalam puisi berjudul “Kau Bukan Sekedar Guru”
Karya Muhammad Ichsan?
2. Bagaimana struktur fisik dan struktur batin dalam puisi tersebut?

D. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan yang digunakan dalam puisi
“Kau Bukan Sekedar Guru” Karya Muhammad Ichsan dan untuk mengetahui struktur
fisik dan struktur batin dalam puisi tersebut.

E. KAJIAN PUSTAKA
Berdasarkan pencarian yang saya lakukan, sudah ada yang melakukan
penelitian dengan memakai pendekatan struktural seperti saya, tetapi dengan objek
yang berbeda. Analisis Struktural Antologi Puisi Hujan Lolos di Sela Jari Karya
Yudhiswara , penelitian itu dilakukan oleh Gunta Wirawan pada tahun 2016.
Berdasarkan pencarian yang saya lakukan, sudah ada yang melakukan
penelitian dengan memakai pendekatan struktural seperti saya, tetapi dengan objek
yang berbeda. Analisis puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” Karya Chairil Anwar dengan
Pendekatan Struktural, penelitian itu dilakukan oleh Dianti Sriayuni dan Megan Asri
Humaira pada tahun 2022.

F. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Apresiasi
Menurut Yus Rusyana(1982: 7) apresiasi berarti pengenalan nilai pada bidang
nilai-nilai yang lebih tinggi. Orang yang telah memiliki apresiasi tidak sekadar
yakin bahwa sesuatu itu dikehendaki sebagai perhitungan akalnya, tetapi benar-
benar menghasratkan sesuatu dan menjawab dengan sikap yang penuh kegairahan
terhadapnya. Hal ini senada dengan pendapat Boen S. Oemarjati(1991: 57) yang
menjelaskan kata apresiasi mengandung arti tanggapan sensitif terhadap sesuatu
atau pemahaman sensitif terhadap sesuatu.
Apresiasi berarti mengenal, memahami, menikmati dan menilai. Menurut
Herman J. Waluyo ( 2002: 44 ) apresiasi biasanya dikaitkan dengan seni. Apresiasi
puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan puisi, yaitu
mendengar atau membaca puisi dengan penghayatan yang sungguh-sungguh,
apresiasi puisi, mendeklamasikan, dan apresiasi resensi puisi. Dalam
penerapannya apresiasi memerlukan aktivitas, kreativitas, dan motivasi dalam
menunjukkan kemampuan atau potensi seseorang karena apresiasi merupakan
sebuah proses. Hal tersebut senada dengan pendapat A. Rozak Zaidan ( 2001: 21)
yang menyatakan bahwa apresiasi sastra itu berlangsung dalam suatu proses yang
mencakup pemahaman, penikmatan, dan penghayatan. Apresiasi berlangsung
melalui proses mengenal, memahami, menghayati, dan menilai dari suatu hal atau
karya yang ada dalam suatu kehidupan.
Menurut Suminto A. Sayuti ( 2002: 365) apresiasi merupakan hasil usaha
membaca dalam mencari dan menemukan nilai hakiki puisi lewat pemahaman dan
penafsiran sistematik yang dapat dinyatakan dalam bentuk tertulis. Melalui
kegiatan apresiasi itu, diharapkan timbul kegairahan dalam diri pembaca untuk
lebih memasuki dunia puisi, berbagai dunia yang juga menyediakan alternatif
pilihan untuk menghadapi permasalahan kehidupan yang sebenarnya. S. Parman
Natawijaya (1982: 1) mengungkapkan bahwa apresiasi adalah penghargaan dan
pemahaman atas sesuatu hasil seni atau budaya. Lebih lanjut, S Parman
Natawijaya menjelaskan bahwa sesuatu itu baik dan mengerti mengapa itu baik.
Dengan demikian, kegiatan apresiasi terhadap sesuatu itu membentuk suatu
pengalaman baru yang berkenaan dengan hal atau suatu peristiwa kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya membaca puisi.
Apresiasi puisi atau apresiasi sastra pada umumnya merupakan salah satu
bentuk penghargaan terhadap karya sastra (puisi). Sebagai penghargaan, maka
langkah pertama yang mesti dilakukan adalah pembacaan teks sastra (puisi) itu
sendiri. Jika apresiasi dilakukan dengan cara pembacaan penggalan-penggalan
teks, maka itu bukanlah apresiasi. Sebagai pelajaran sastra atau sebagai usaha
menyampaikan pengetahuan tentang sastra, hal itu boleh saja dilakukan. Tetapi
sebagai sebuah apresiasi, tindakan itu justru keliru dan merendahkan kekayaan
nilai-nilai yang terkandung di dalam karya yang bersangkutan. Masalahnya
bagaimana mungkin penghargaan terhadap karya sastra (puisi) dapat dilakukan
jika membaca karyanya itu sendiri secara utuh tidak dilakukan. Dengan demikian
langkah paling awal yang mesti dilakukan dalam apresiasi adalah pembacaan teks
sastra. Langkah kedua dalam apresiasi sastra (puisi) adalah penyisihan teori-teori
atau konsep-konsep baku mengenai pengertian, rumusan atau definisi.
Definisi pada hakekatnya dimaksudkan untuk memberikan pemahaman
abstrak mengenai apa yang didefinisikan. Apresiasi justru penghargaan terhadap
wujud konkret karyanya itu sendiri. Dengan demikian, apresiasi yang diawali
dengan pemberian apalagi jika kemudian dijadikan sebagai hapalan matidefinisi,
justru tidak hanya melanggar hakikat karya sastra itu sendiri, melainkan juga
memulainya dengan langkah yang dapat menyesatkan. Berpijak dari beberapa
pengertian dan pemaparan konsep teoristik di atas, pengertian apresiasi dapat
disimpulkan sebagai suatu usaha penghargaan untuk menemukan nilai–nilai lewat
mengenal, memahami, dan menghayati karya sastra puisi dalam suatu peristiwa
kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pengertian Apresiasi Puisi


Apresiasi puisi adalah proses seseorang memahami, menikmati, dan menilai
atau menghargai sebuah puisi yang dapat dilakukan dengan memahami aspek-
aspek yang membangun puisi atau dengan menggunakan sebuah pendekatan. Puisi
pada hakikatnya adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat,
dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias
(imajinatif). Kata-kata betul-betul terpilih agar memiliki kekuatan pengucapan dan
mampu mengatakan dan mengekspresikan dirinya secara intens (padat, sarat
muatan makna)
Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh diksi, rima, ritme, serta
penyusunan bait dan larik. Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra memiliki
aspek-aspek yang membangun puisi tersebut. Tarigan dalam bukunya yang
berjudul Prinsip-prinsip Dasar Sastra mengemukakan bahwa untuk menganalisis
puisi maka dapat dilakukan dari dua aspek yaitu aspek metode dan aspek hakikat.
Istilah aspek metode dan aspek hakikat puisi sinonim dengan istilah aspek fisik
dan aspek batin yang digunakan oleh Herman J. Waluyo. Memahami aspe- aspek
ini penting, karena untuk dapat mengapresiasi puisi haruslah mampu menganalisis
bagaimana aspek-aspek tersebut saling berkaitan untuk menyampaikan ide atau
gagasan penyair.
Aspek metode terdiri atas aspek diksi, rima, ritme, majas. Sedangkan aspek
hakikat terdiri atas nada, rasa, amanat, dan tema. Apabila kita mengkaji aspek-
aspek ini, maka kita akan sampai pada tujuan akhir yaitu menikmati puisi. Tema
adalah pokok persoalan yang ingin disampaikan oleh penyair, sedangkan amanat
adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan pokok persoalan yang ingin disampaikan
oleh penyair. Nada adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang
disampaikan, sedangkan rasa adalah sikap penyair terhadap para penikmat
karyanya (pembacanya). Diksi adalah pilihan kata yang digunakan penyair dalam
puisinya, sedangkan rima yaitu keindahan bunyi-bunyi akhir atau persajakan,
sedangkan ritme adalah musikalitas bunyi pada puisi. Majas yaitu penggunaan
gaya bahasa oleh penyair.
 Komponen Puisi
 Anatomi Puisi
Untuk memahami keindahan puisi, kita harus mampu menampilkan
hal-hal yang tak kelihatan. Ramuan suatu keindahan adalah tata bentuk. Tata
bentuk, pada dasarnya, menunjuk pada kepastian dan keterpaduan bentuk-
bentuk tersebut, itulah wujud pemahaman anatomi puisi.
Marjorie Boulton membagi anatomi puisi menjadi dua bagian, yaitu
bentuk fisik dan bentuk mental sebuah puisi. Sebenarnya sukar sekali
membedakan secara tegas bentuk fisik dengan bentuk mental sebuah puisi.
Sebab sebuah puisi haruslah keutuhan, yang tak mungkin dipahami dalam
penggalan- penggalan. Di sinilah kehati-hatian seorang guru puisi pada
pelibatan siswa dalam nuansa puisi seutuhnya. Berikut dipaparkan secara
rinci.
a. Bentuk Mental
Bentuk mental (hakikat) adalah inti dari suatu puisi. Bentuk mental
mengandung struktur kaidah, urutan logis, pola- pola asosiasi,
pemanfaatan citra yang berpengaruh. Pola-pola citra dan emosi. Segalanya
ini terkombinasi yang memungkinkan sebuah puisi yang baik
memantulkan kekuatan imajinasi pembaca. Aspek-aspek yang dapat
dilihat dari hakikat puisi adalah:
a) Tema /makna (sense), media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa
adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna,
baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Dalam
puisi Kau Bukan Sekedar Guru, penyair mengangkat tema
pendidikan. Penyair menceritakan bahwa ada seorang guru hebat
yang mampu memberikan semangat inspirasi untuk meraih mimpi
muridnya.
b) Nada(tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga
berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan
tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan
pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu
saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan
rendah pembaca, dan lain-lain. Dalam puisi Kau Bukan Sekedar
Guru, penyair dapat menyampaikan puisinya dengan lembut tetapi
penuh penegasan bahwasannya penyair memiliki seorang guru yang
hebat, serta suasana yang dirasakan adalah hening karena mengingat
masa lalu bersama gurunya serta bahagia karena didikan dari gurunya
dapat menumbuhkan semangat penyair dalam meraih mimpinya.
c) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang
terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya
dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar
belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan
dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan
pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair
memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi
lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman,
dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya. Dalam puisi Kau Bukan Sekedar Guru, penyair
merasakan kerinduan dengan penuh kebanggaan akan sosok seorang
guru hebat yang telah memberikan nasihat dan inspirasi untuk sebuah
mimpi.
d) Amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.
Dalam puisi Kau Bukan Sekedar Guru, amanat yang ingin penyair
sampaikan kepada pembaca adalah untuk selalu bangga kepada guru
yang sudah mendidik kita karena atas segala hal perjuangan yang
sudah di lakukan oleh guru kita mampu meraih cita-cita kita. Dan
ketika kita sudah sukses jangan pernah melupakan orang-orang yang
sudah memberikan nasihat, semangat serta ilmunya untuk kita, karena
mereka hadir dalam proses untuk meraih mimpi sehingga kita dapat
meraih mimpi tersebut dengan penuh kebanggaan. Jangan pernah
melupakan orang-orang yang telah berjasa untuk kehidupan kita.

b. Bentuk Fisik
Bentuk fisik (Metode) puisi adalah bentuk yang digunakan oleh
penyair untuk menyampaikan ide atau gagasan. Bentuk fisik mencakup
penampilannya di atas kertas dalam nada larik puisi. Baik nada larik yang
tertangkap ketika puisi itu dibacakan, maupun nada yang terdengar secara
mental saat kita menekuninya sendiri. Bentuk-bentuk tersebut adalah:
a) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang
tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga
baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi. Dalam puisi Kau Bukan Sekedar Guru,
penyair menyusun tipografi dengan konsisten menggunakan huruf
kapital di awal baris.
b) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam
puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-
kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus
dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata- kata dalam puisi erat
kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Dalam
puisi Kau Bukan Sekedar Guru, penyair memilih diksi dengan makna
denotatif dan konotatif.
Tak sekedar guru, Tetapi pendidik hebat
Kata “hebat” dalam kalimat ini memiliki makna yang sebenarnya
(denotatif).
Yang membuka cakrawala setiap murid
Kata “membuka cakrawala” dalam kalimat ini bukan berarti
membuka langit, melainkan bermakna membuka sebuah
pengetahuan yang luas (konotatif)
c) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan
merasakan seperti apa yang dialami penyair. Dalam puisi Kau Bukan
Sekedar Guru, penyair memunculkan imajinya secara keseluruhan
dimana ada imaji penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
Hanya berkendara vespa
Pada baris ini penyair mengajak pembaca untuk membayangkan
sebuah kendaraan vespa yang digunakan oleh seorang guru (imaji
penglihatan).
Nasihatmu masih membekas
Pada baris ini penyair mengajak pembaca untuk merasa
mendengarkan nasihat yang diucapkan oleh seorang guru sehingga
nasihat itu selalu diingat dan dikenang (imaji pendengaran).
Semangatmu menginspirasi
Pada baris ini penyair mengajak pembaca untuk merasakan semangat
yang diberikan dari seorang guru yang dapat menginspirasi muridnya
(imaji perasaan)
d) Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indra yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang. Dalam puisi Kau Bukan Sekedar Guru, penyair
menggunakan beberapa kata konkret, diantaranya yaitu:
Yang membuka cakrawala setiap murid
Cakrawala yang bermakna pada pengetahuan yang luas.
Dalam memori ingatku
Memori yang bermakna pada kesadaran untuk pengalaman di masa
lalu.
Hanya berkendara vespa
Vespa yang identik dengan sebuah kendaraan sederhana.
Dedikasimu melangitkan citaku
Melangitkan yang memiliki makna tinggi, bahwasannya dedikasi
yang diberikan oleh guru dapat menumbuhkan cita-cita muridnya.
e) Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi
tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya
bahasa disebut juga majas. Adapun macam-macam majas antara lain
metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme,
repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks,
satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks. Dalam puisi
Kau Bukan Sekedar Guru, penyair hanya menggunakan beberapa
majas saja di antaranya adalah majas hiperbola, majas litotes, dan
majas repetisi.
Dedikasimu melangitkan citaku
Majas hiperbola, adalah bahasa yang membandingkan sesuatu
dengan sesuatu lain yang memiliki kesan berlebihan.
Sosokmu memang sederhana, Hanya berkendara vespa
Majas litotes, adalah bahasa yang digunakan untuk tujuan
merendahkan diri dengan kenyataan yang justru tidak seperti itu.
Tak sekedar guru, Tetapi pendidik hebat
Majas repetisi, adalah bahasa yang tampaknya di ulangi dengan
tujuan sebagai penegasan.

G. METODEOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk
kualitatif. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang mengungkapkan,
menggambarkan, mendeskripsikan, menguraikan, dan memaparkan objek penelitian.
Adapun bentuk penelitian sastra ini adalah kualitatif, dikatakan demikian karena
sastra merupakan bentuk karya kreatif yang senantiasa berubah dan tidak tetap yang
harus diberikan penafsiran (Ratna, 2012). Penelitian kualitatif lebih banyak
mementingkan proses daripada hasil. Hal ini disebabkan pada hubungan dari bagian-
bagian unsur yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dengan suatu
proses.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini dalam analisis puisi adalah
pendekatan struktural. Pendekatan Struktural adalah suatu pendekatan yang bersifat
objektif serta adanya keterikatan antara unsur satu dengan unsur yang lain. Analisis
puisi dengan pendekatan struktural adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengetahui secara teliti, unsur apa saja yang ada dalam sebuah karya sastra (puisi).
Hal ini sangat tepat untuk melakukan penelitian dan mengungkapkan unsur-unsur
yang saling berkaitan secara struktural.
Sumber data dalam penelitian ini adalah buku antologi puisi karya Muhammad
Ichsan yang berjudul Kau Bukan Sekedar Guru, yang berjumlah 98 judul puisi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter. Alat
pengumpul datanya adalah peneliti sendiri sebagai instrument kunci dengan dibantu
kertas pencatat berisi data-data untuk mempermudah penyelesaian permasalahan
dalam penelitian ini. Langkah-langkah pengumpulan datanya adalah:
1) Membaca secara intensif puisi berjudul Kau Bukan Sekedar Guru karya
Muhammad Ichsan.
2) Mengidentifikasi bagian-bagian yang akan dianalisis.
3) Hasil identifikasi ditulis pada kertas catatan data
4) Mengklasifikasikan data berdasarkan tujuan penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menganalisis isi dari puisi berjudul Kau Bukan Sekedar Guru karya Muhammad
Ichsan dan menginterpretasikan data yang telah diklasifikasikan sesuai dengan tujuan
penelitian serta menarik kesimpulan akhir penelitian.

H. DAFTAR PUSTAKA
Gasong, D. (2019). Apresiasi Sastra Indonesia. Deepublish.
Ichsan, M. (2019). Antologi Puisi: Berdamai dengan Badai. Bogor: Unida Press.
Sriayuni, D., & Humaira, M. A. (2022). Analisis Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”
Karya Chairil Anwar dengan Pendekatan Struktural. KARIMAH
TAUHID, 1(4), 522-530.
Wirawan, G. (2017). Analisis Struktural Antologi Puisi Hujan Lolos di Sela Jari Karya
Yudhiswara. JP-BSI (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), 1(2),
39-44.

Anda mungkin juga menyukai