Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa, yang dimaksud “pikiran” disini

adalah pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran, dan semua kegiatan mental-mental

manusia. Secara etimologis sastra berasal dari bahasa Sansekerta, dibentuk dari akar

kata “Sas-“ yang berarti mengarahkan, mengajar, dan memberi petunjuk. Akhiran “-

tra” yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk. Secara harfiah kata sastra

berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su-(dari

bahasa Jawa) yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya.

Sumardjo dalam Zulfahnur (1996:8) menyatakan, “Sastra merupakan ungkapan

pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat dan

keyakinan dalam bentuk suatu gambaran yang membangkitkan pesona dengan alat

bahasa.” Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan sastra adalah suatu hasil karya

yang diciptakan oleh daya imajinasi manusia sebagai bentuk dari ungkapan

perasaannya.

Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas

pengertiannya dari pada karya fiksi. Karya sastra merupakan sebuah struktur

yang bermakna. Hal ini disebabkan karya sastra merupakan sistem tanda yang

mempunyai makna yang menggunakan media bahasa (Pradopo, 1987:121).

1
Selanjutnya Sugono, (2008:629) menyatakan, “Karya sastra dibagi menjadi tiga

bagian yaitu prosa, puisi dan lakon.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, karya sastra adalah hasil proses

ekspresi kreatif yang bersumber dari pikiran maupun perasaan pengarang yang

dituangkan dalam tulisan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat karya sastra yang baik adalah

karya sastra harus selalu memberikan kesan kepada pembacanya untuk berbuat yang

lebih baik. Karya sastra yang baik selalu mengajak pembaca untuk menjunjung nilai-

nilai yang terkandung di dalamnya. Bila perlu menerapkannya dalam kehidupan

pembaca.

Salah satu karya sastra adalah puisi. Kehadiran sebuah puisi merupakan

pernyataan seorang penyair. Pernyataan itu sendiri berisi pengalaman batinnya,

sebagai hasil proses kreatif terhadap suatu objek. Sayuti (2008:24) menyatakan,

“Puisi adalah karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa secara khas.” Edgar

Allan Poe dalam Tarigan (1984:4), membatasi “Puisi kata sebagai kreasi keindahan

yang berirama (the rhythymical creation of beauty). Ukuran satu-satunya untuk itu

adalah rasa. Dengan intelek ataupun kesadaran, puisi itu hanyalah memiliki

hubungan sekunder. Apabila tidak bersifat insidental, puisi itu tidaklah mempunyai

hubungan apapun, baik dengan kewajiban maupun dengan kebenaran.” Sementara

Coulter dalam Pasaribu (2015:3) menyatakan, “Kata puisi yang dalm bahasa

Inggrisnya “poetry”, erat berhubungan dengan poet dan poem. Kata poet berasal

2
dari kata Yunani yang berarti membuat, mencipta. Dari pendapat diatas dapat

disimpulkan bahwa unsur utama dari puisi adalah keselarasan atau keharmonisan.

Dalam memahami puisi, pembaca menemukan beberapa masalah dalam

mengkaji karya sastra puisi. Nurgiyantoro (1995 : 31-32) mengemukakan salah

satu penyebab sulitnya pembaca dalam menafsirkan karya sastra, dikarenakan

puisi merupakan sebuah struktur yang kompleks, unik, serta mengungkapkan

sesuatu secara tidak langsung (http://komak2.blogspot.com/2012/04/kode-pend-

bsi-0001-skripsi-analisis). Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis yang

mendalam.

Richard dalam Waluyo (1987:24) menyatakan, “Hakekat puisi untuk

mengganti bentuk batin atau isi puisi dan metode puisi untuk mengganti bentuk fisik

puisi. Diperinci pula bentuk batin yang meliputi perasaan (feeling), tema (sense),

nada (tone), dan amanat (intention). Sedangkan bentuk fisik atau metode puisi terdiri

atas diksi (diction), kata konkret (The concrete word), majas atau bahasa figuratif

(figurative Language), dan bunyi yang menghasilkan rima dan ritma (rhyme and

rhytm).”

Puisi sebagai salah satu karya sastra yang dibangun dari struktur fisik dan

struktur batin juga menampilkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca atau

penikmat sastra. Salah satu jenis nilai-nilai dalam puisi adalah nilai-nilai agama,

yang dewasa ini disebut nilai-nilai religius.

3
Menurut Soekadijo, (199:196) menyatakan, “Nilai religius adalah nilai-nilai

yang dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang oleh manusia

digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat

dikendalikannya.”

Pada kajian ini, puisi-puisi Abdul Hadi Widji Muthari terkenal karena

mengandung nilai religius. Oleh sebab itu, dia disebut pencipta puisi sufis. Puisi yang

ditulis berisikan tentang kesepian, kematian, dan waktu. Seiring dengan waktu, karya-

karyanya kian kuat diwarnai oleh tasawuf Islam. Dengan puisi yang ia tulis, dia

mengajak orang lain untuk mengalami pengalaman religius yang dia rasakan. Peneliti

tidak sekadar mengkaji hakekat puisi, namun mencoba mengungkap nilai-nilai

religius yang terkandung di dalamnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merasa tertarik untuk

mengkaji Analisis Hakekat Puisi dan Nilai-nilai Religius pada Puisi “Tuhan,

Kita Begitu Dekat dan Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari.

B. Rumusan Masalah

Dengan adanya pembatasan masalah, maka yang menjadi perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah hakekat puisi yang terdapat dalam puisi “Tuhan, kita

begitu dekat dan Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari?

4
2. Nilai-nilai religius apa saja yang terdapat dalam puisi “Tuhan, kita begitu

dekat dan Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan hakekat puisi yang terdapat dalam puisi “Tuhan, kita

begitu dekat dan Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari.

2. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai religius yang terdapat dalam puisi “Tuhan,

kita begitu dekat dan Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari.

D. Manfaat Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini diharapkan dapat berhasil mencapai tujuan

penelitian secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat

bermanfaat secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini

adalah :

a. Sebagai bahan informasi tentang sejauh mana pengetahuan tentang hakekat

puisi dan nilai-nilai religius dalam puisi.

b. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain terutama yang membahas

tentang hakekat puisi dan nilai-nilai religius puisi.

c. Dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan penelitian tentang masalah

yang diteliti.

5
d. Dapat memberikan kontribusi terhadap pembaca khususnya mahasiswa

program studi Pendidikan Bahasa Indonesia tentang hakekat puisi dan nilai-

nilai religius dalam puisi.

E. Definisi Istilah

Dalam pembatasan masalah ada beberapa istilah yang diperhatikan dengan

jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan dan pengertian ganda oleh pembaca.

Adapun istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan,

dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab,

duduk perkaranya, dan sebagainya) (Sugono, 2008 : 58).

2. Hakekat puisi adalah unsur-unsur batin yang membangun struktur dalam

puisi. Unsur-unsur ini meliputi: tema, perasaan, nada, dan amanat (Richards

dalam Tarigan, 1984:9).

3. Puisi adalah karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa secara khas

(Sayuti, 2008:24).

4. Nilai religius adalah nilai-nilai yang dapat dipandang sebagai kepercayaan

dan pola perilaku, yang oleh manusia digunakan untuk mengendalikan aspek

alam semesta yang tidak dapat dikendalikannya (Soekadijo, 1999:196).

5. Puisi “Tuhan, kita begitu dekat dan Meditasi” karya Abdul Hadi Widji

Muthari.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Apresiasi Sastra

Secara etimologi apresiasi berasal dari bahasa latin aprecation yang berarti

“mengindahkan” atau “menghargai.” Kata apresiasi juga diartikan sebagai usaha

memahami dan menilai karya sastra.

Tarigan (1984:236) menyatakan, “Apresiasi sastra adalah penaksiran kualitas

karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan

pengalaman yang jelas, sadar, serta kritik.” Selanjutnya Effendi dalam Aminuddin

(2000:35) menyatakan, “Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra

secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan

pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.”

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa apresiasi sastra

adalah kegiatan menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra tersebut

secara kritis sehingga tumbuh pengertian dan pengharapan pembaca terhadap karya

sastra.

7
B. Pengertian Puisi

Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa yunani “poisesi” yang berarti

penciptaan atau pembuatan. Coulter dalam Tarigan (1984 : 4) menyatakan, “Puisi

dalam bahasa Inggris adalah poetry yang erat hubungannya dengan kata poet yaitu

orang yang mencipta melalui imajinasinya.” Kosasih (2011:206) menyatakan, “Puisi

adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya

makna.” Hal ini dikatakan dengan lewat puisi pada dasarnya seseorang telah

menciptakan dunianya sendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana

tertentu, baik fisik maupun batiniah.

Puisi adalah karya sastra yang bersifat imajinatif dan bahasa sastra bersifat

konotatif karena banyak digunakan makna kias dan makna lambang (majas). Hal ini

disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di

dalam puisi. Slametmulyana dalam Waluyo (1987:23) menyatakan, “Puisi merupakan

bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya,

lebih jauh lagi dikemukakan bahwa pengulangan kata itu menghasilkan rima, ritma,

dan musikalitas”. Sedangkan Sayuti, (2008:24) menyatakan, “Puisi adalah karya

estetis yang memanfaatkan sarana bahasa secara khas.”

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah bentuk karya

sastra yang di dalamnya mengandung segi keindahan dan peluapan yang spontan dari

perasaan untuk mengekspresikan seni jiwa si pengarang.

8
C. Hakekat Puisi

Ada empat unsur batin puisi, yakni: tema (sense), perasaan penyair (feeling),

nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention) (Waluyo,

1987 : 106).

1. Tema (Sense)

Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair

dalam puisinya yang berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam puisinya.

Tema itulah yang menjadi kerangka pengembangan sebuah puisi. Jika landasan

awalnya tentang ketuhanan, maka keseluruhan struktur puisi itu tidak lepas dari

ungkapan-ungkapan atas eksistensi Tuhan. Demikian halnya jika yang dominan

adalah dorongan cinta dan kasih sayang, maka yang ungkapan-ungkapan

asmaralah yang akan lahir dalam puisinya itu.

Kosasih (2011:210) menyatakan, “Tema adalah pokok persoalan yang akan

diungkapkan oleh penyair. Pokok persoalan atau pokok pikiran itu begitu kuat

mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya.”

Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh

penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa

penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya (Waluyo, 1987:106).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah pokok

persoalan yang diungkapkan penyair menjadi kerangka pengembangan puisinya.

Secara umum, tema-tema di dalam puisi dikelompokan sebagai berikut:

9
a. Tema Ketuhanan

Puisi-puisi dengan tema Ketuhanan biasanya akan menunjukkan religious

experience atau pengalaman religi penyair (Waluyo, 1987:107).

b. Tema Kemanusiaan

Tema kemanusiaan bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat

manusia dan bermaksud meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia

memiliki harkat dan martabat yang sama (Waluyo, 1987 : 112).

c. Tema Patriotisme/ Kebangsaan

Puisi bertema ini berisikan gelora dan perasaan cinta penyair akan bangsa

dan tanah airnya. Puisi ini mungkin pula melukiskan perjuangan para

pahlawan dalam merebut kemerdekaan (Waluyo, 1987 : 115).

d. Tema Kedaulatan Rakyat

Dalam puisinya, penyair mengungkapkan sensitivitas dan perasaannya

untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat dan menentang sikap

kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa (Waluyo, 1987:115).

e. Tema Keadilan Sosial

Puisi yang bertema keadilan sosial menyuarakan penderitaan, kemiskinan, atau

kesengsaraan rakyat. Puisi- puisi demonstrasi yang terbit sekitar tahun 1966

banyak yang menyuarakan keadilan sosial (Waluyo, 1987:118).

10
2. Perasaan (Feeling)

Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair.

Ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan kepada kekasih,

kepada alam, atau sang Khalik. Jika penyair hendak mengagungkan keindahan alam,

maka sebagai sarana ekspresinya ia akan memanfaatkan majas serta diksi yang

mewakili dan memancarkan makna keindahan alam. Jika ekspresinya merupakan

kegelisahan dan kerinduan kepada sang Khalik, maka bahasa yang digunakan

cenderung bersifat perenungan akan eksistensinya dan hakikat keberadaan dirinya

sebagai hamba Tuhan (Kosasih, 2011:212).

Tentang bagaimana seorang penyair mengekspresikan bentuk perasaannya itu

antara lain, dapat dilihat dalam penggalan puisi berikut :

Hanyut aku Tuhanku


Dalam lautan kasih-Mu
Tuhan, bawalah aku
Meninggi ke langit rohani

Larik-larik di atas diambil dari puisi “Tuhan” karya Bahrum Rangkuti.

Puisi tersebut merupakan wujud kerinduan dan kegelisahan penyair untuk bertemu

sang Khalik. Kerinduan dan kegelisahan itu diekspresikannya melalui kata hanyut,

kasih, meninggi, dan langit ruhani (Waluyo, 1987:121).

11
3. Nada dan Suasana

Dalam menulis puisi, penulis memunyai sikap tertentu terhadap pembaca:

apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap

lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca

ini disebut nada puisi.Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi

itu. Suasana merupakan akibat yang ditimbulkan puisi itu terhadap jiwa pembaca.

Nada dan suasana puisi saling berhubungan dan menimbulkan suasana tertentu

terhadap pembaca. Nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana

iba hati pembaca, nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana

penuh pemberontakan bagi pembaca, nada religius dapat menimbulkan suasana

khusyuk (Waluyo, 1987:125).

Contoh puisi “Hendak Tinggi” karya Usman bernada sinis untuk mewakili

kesusasteraan Indonesia di masa Jepang:

Hendak Tinggi?

Mau Tinggi,
Di muka bumi???
Panjat kelapa
Sampai kepuncak!!!
Alangkah tinggi
Di muka bumi!!!

12
4. Amanat

Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita

memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang

mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata

yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Amanat yang

hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran

penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan

mereka yang berada dalam situasi demikian biasanya merasa bahwa menulis puisi

merupakan kebutuhan untuk berekspresi atau kebutuhan untuk berkomunikasi dan

disetiap karyanya pasti mengandung amanat yang berguna bagi pembaca (Waluyo,

1987 : 130).

Selanjutnya Kosasih (2011:211) menyatakan, “Amanat merupakan sesuatu

(pesan) yang disampaikan penyair dalam puisinya. Penyair mengungkapkan solusi

atau alternatif jawaban sebagai pemecahan terhadap tema yang disajikannya. Pesan-

pesan tersebut dihadirkan dalam ungkapan yang tersembunyi.”

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan

yang ingin disampaikan penyair kepada para pembaca lewat puisinya. Amanat

tersebut tersirat dalam kata-kata yang dirangkai dan juga dalam tema yang

diungkapkan.

Tema berbeda dengan amanat, tema berhubungan dengan arti karya sastra,

sedangkan amanat berhubungan dengan makna karya sastra (meaning dan

significance). Arti karya sastra bersifat lugas, obyektif, dan khusus, sedangkan makna

13
karya sastra bersifat kias, subyektif dan umum. Makna berhubungan dengan orang

perorangan, konsep seseorang, dan situasi dimana penyair mengimajinasikan

karyanya (Waluyo, 1987:130).

D. Nilai-Nilai Religius

Kuperman dalam Heri (2010:26) menyatakan, “Nilai adalah patokan normatif

yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara

tindakan alternatif.”

Sugono (2008:963) menyatakan, “Nilai ialah sesuatu atau hal-hal yang

penting atau berguna bagi kemanusiaan.”

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan pola

normatif yang menentukan sifat-sifat yang penting untuk menyempurnakan manusia

dengan lingkungan sekitarnya.

Setiadi (2006:119) menyatakan, “Nilai religius adalah nilai kerohanian

tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau

kayakinan manusia.” Sedangkan menurut Sugono (2007:111) menyatakan, “Nilai

religius adalah nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran

yang berkaitan denan etika, moral, atau agama.”

Dengan demikian, pengertian nilai religius dapat disimpulkan sesuatu yang

menjadi ukuran perbuatan seseorang yang dianggap baik dalam kehidupan

bermasyarakat yang disandarkan pada nilai ketuhanan.

14
Menurut Setiadi (2006:119), nilai-nilai kerohanian dapat dibedakan ke dalam

empat macam:

1. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
2. Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan
(esthetis, gevoel, rasa) manusia.
3. Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak
(will, wollen, karsa) manusia.
4. Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak.
Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan dan keyakinan manusia.

Setiap agama mengajarkan kebaikan kepada umatnya, karena nilai-nilai di

atas berlaku untuk semua agama. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan

umatnya untuk melakukan kebatilan, semua agama mengajarkan manusia untuk

saling mengasihi, tolong menolong, saling menghormati antar sesama. Ini sesuai

dengan makna agama itu sendiri.

Nilai-nilai religius itu lahir sebagai bentuk kesadaran pengarangnya akan

keterkaitan manusia secara vertikal dengan Tuhannya. Agama hanya sebatas aliran

dan ajaran-ajaran. Tetapi lebih luas dari itu, religius juga menyangkut hubungan-

hubungan yang dijalin dalam kehidupan manusia. Religius mencakup seluruh

hubungan dalam konsekuensi, yaitu antara manusia dengan penciptanya serta dengan

sesamanya dalam kehidupan sehari-hari.

15
E. Puisi “Tuhan kita begitu dekat dan Meditasi” karya Abdul Hadi Widji

Muthari

Tuhan, Kita Begitu Dekat


Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu

Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu

Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dengan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
Kini aku nyala
Pada lampu padammu
(Abdul Hadi Widji Muthari)

16
Meditasi

I
Kupeluk sinar bulan. Tubuhku kedinginan.
Di gerbang cahaya yang berkilauan akan segera nampak di depan kita sebuah gereja
tua. Ketika lonceng berbunyi beribu burung terbang ke sana hendak mensucikan diri.
Sebab selalu ditempuhnya jalan yang sama, selalu dinyanyikannya lagu yang sama
dan sesat di sarang yang sama.
Lalu kita dengar paduan suaranya. Seperti deru angin di pantai. “Demi Jesus, pahala
sorga dan kenikmatan, akan kami hapuskan dosa kami seluruhnya,” begitu nyanyian
mereka. “Tuhan, pujaan Ayub dan Yusuf, gembala Musa dan Muhammad –
bentangkanlah pada kami jalan yang benar dari aroma bintang dan buah-buahan.”
O, burung-burung, sudahkah kau baca Farid Attar?
Yerussalem dan Mekkah tidak seluas hati dan jiwa ini.
Pohon-pohon rindang lebat tumbuh juga dalam hatimu.
Nyanyikanlah itu sepanjang pagi sepanjang sore.

II
Di sini semenjak lama aku aku adalah seorang rahib yang mengheningkan
cipta dalam sebatang kayu.
Kebenaran kudapat dari embun dan mawar.
Abadi.
Seperti ciuman perempuan dan bintang-bintang.
Tapi perempuan tua ini selalu merayuku dan minta aku menyusu pula
hingga kering dan mandul teteknya.
Itulah dunia.

17
III
Akupun sudah letih naik turun candi, ke luar masuk gereja dan mesjid.
Tuhan makin sempit rasa kebangsaannya,
“Musa! Musa! Akulah tuhan orang Israel!” teriaknya
Di mesjid, di rumah sucinya yang lain ia berkata pula:
“Akulah hadiah seluruh dunia, tapi sinarku memancar di Arab.”
Aku termenung. Apa kekurangan orang Jawa?
Kunyanyiakn Bach dalam tembang kinanti dan kupulas Budha jadi
seorang dukun di Madura.
Aku menemu sinar di mata kakekku yang sudah mati.
Bila hari menahun dan kota jadi benua, aku akan bikin negeri di sebuah
flat karena aku pun adalah rumah-Nya.

IV
Bercakap-cakap dari pintu ke pintu. Bernyanyi dari pintu ke pintu. Mengetuknya
berkali-kali. Sudah lama aku tak tahu di mana Dia sebenarnya, di mesjid, di kuil
ataukah di gereja.
Pernah aku percaya benar pada cinta dan kebijaksanaan yang jauh dari kemauanku
sendiri. Kata mereka, “Berbaiklah kepada semua orang dan berjalanlah di jalan suci!”
Bagai seekor keledai aku pun melenggang membawa beban berisi hartanya dan
sampai di sebuah gurun.
Kafilah tidak bisa menunjukkan jalan lagi. Kemi berpisah tengah malam. Bintang-
bintang berloncatan gembira di langit yang tinggi. Tapi di tengah kelaparan dan panas
aku pun menjelma seekor singa. Aku tak mau lagi mendengarkan khotbah dan
nasehat. Sakramenku ialah ketiadaan. Sahabatku perobahan yang terus-menerus. Dan
kota suciku ialah hati. Kalau di menara itu nanti kuteriakkan azan cacing-cacing akan
berkumpul mendatangiku di waktu magrib bersembahyang berzikir mendoakan
ketentraman dunia yang baru.

18
V
Tidak. Sebaiknya kau datang saja di sore hari di saat aku bercermin.
Tapi jangan lagi mewujud atau menjelma.
Tuhan, siapakah namaMu yang sebenarNya? Dari manakah asalMu?
Apakah kebangsaanMu? Dan apa pula agamaMu?
Manusia begitu ajaib. Mereka pandai benar membuat ratusan teori
tentang Aku dengan susah payah. Tapi siapa Aku yang sebenarnya
Aku sendiri pun tidak pernah tahu siapa sebenarnya Aku, dari mana
dan sedang menuju ke mana.

(Abdul Hadi Widji Muthari)

19
F. Biografi Pengarang

Prof. Dr. Abdul Hadi W. M atau nama lengkapnya Abdul Hadi Wiji Muthari

(lahir di Sumenep, 24 Juni 1946; umur 69 tahun) adalah salah satu sastrawan,

budayawan dan ahli filsafat Indonesia. Ia dikenal melalui karya-karyanya yang

bernafaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dalam bidang kesusasteraan Melayu

Nusantara dan pandangan-pandangannya tentang Islam dan pluralisme.

1. Masa kecil

Abdul Hadi W. M terlahir dengan nama Abdul Hadi Wijaya. Ketika dewasa ia

mengubah nama Wijaya menjadi Wiji. Ia lahir dari garis keturunan peranakan

Tionghoa di wilayah Sumenep, Madura. Ayahnya, saudagar dan guru bahasa Jerman

bernama K. Abu Muthar, dan ibunya adalah putri keturunan Mangkunegaran bernama

20
RA Sumartiyah atau Martiyah. Mereka dikaruniai sepuluh orang anak dan Abdul

Hadi adalah putra ketiga, tetapi kedua kakaknya dan empat adiknya yang lain

meninggal dunia ketika masih kecil. Anak sulung dari empat bersaudara (semua laki-

laki) ini pada masa kecilnya sudah berkenalan dengan bacaan-bacaan yang berat dari

pemikir-pemikir seperti Plato, Sokrates, Imam Ghazali, Rabindranath Tagore, dan

Muhammad Iqbal. Sejak kecil pula ia telah mencintai puisi dan dunia tulis menulis.

Penulisannya dimatangkan terutama oleh karya-karya Amir Hamzah dan Chairil

Anwar. Bersama teman-temannya Zawawi Imron dan Ahmad Fudholi Zaini. Hadi

mendirikan sebuah pesantren di kota kelahirannya tahun 1990 yang diberi nama

"Pesantren An-Naba", yang terdiri dari masjid, asrama, dan sanggar seni tempat para

santri diajari sastra, seni rupa (berikut memahat dan mematung), desain, kaligrafi,

mengukir, keramik, musik, seni suara, dan drama.

2. Pendidikan

Pendidikan dasar dan sekolah menengah pertamanya diselesaikan di kota

kelahirannya. Ketika memasuki sekolah menengah atas, Abdul Hadi meninggalkan

kota kelahirannya, pergi ke Surabaya untuk menuntut ilmu di kota itu. Ia kemudian

menempuh pendidikan di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

hingga tingkat sarjana muda, lalu pindah ke studi Filsafat Barat di universitas yang

sama hingga tingkat doktoral, namun tidak diselesaikannya. Ia beralih ke Fakultas

Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung dan mengambil program studi Antropologi.

21
Selama setahun sejak 1973-1974 Hadi bermukim di Iowa, Amerika Serikat untuk

mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, lalu di Hamburg,

Jerman selama beberapa tahun untuk mendalami sastra dan filsafat. Pada tahun 1992

ia mendapatkan kesempatan studi dan mengambil gelar master dan doktor Filsafat

dari Universiti Sains Malaysia di Penang, Malaysia, di mana pada saat yang

bersamaan ia menjadi dosen di universitas tersebut. Sekembalinya ke Indonesia, Hadi

menerima tawaran dari teman lamanya Nurcholis Madjid untuk mengajar di

Universitas Paramadina, Jakarta, universitas yang sama yang mengukuhkannya

sebagai Guru Besar Falsafah dan Agama pada tahun 2008.

3. Karier

Abdul Hadi WM pada tahun 1970-an. Keterlibatannya dalam dunia jurnalistik

diawali sejak menjadi mahasiswa, di mana Hadi menjadi redaktur Gema Mahasiswa

(1967-1968) dan redaktur Mahasiswa Indonesia (1969-1974). Kemudian ia menjadi

Redaktur Pelaksana majalah Budaya Jaya (1977-1978), redaktur majalah Kamar

Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) (1979-1981), redaktur Balai Pustaka (1981-

1983) dan redaktur jurnal kebudayaan Ulumul Qur'an. Sejak 1979 sampai awal 1990-

an ia menjabat sebagai redaktur kebudayaan harian Berita Buana. Tahun 1982 ia

dilantik menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan ketika reformasi bergulir, dalam

pemilu multi partai 1999, atas desakan rekannya Dr. H. Hamzah Haz, Abdul Hadi

didesak maju sebagai wakil daerah wilayah pemilihan Jawa Timur dari Partai

Persatuan Pembangunan (PPP). Tahun 2000 ia dilantik menjadi anggota Lembaga

22
Sensor Film dan sampai saat ini dia menjabat Ketua Dewan Kurator Bayt al-Qur'an

dan Museum Istiqlal, Ketua Majlis Kebudayaan Muhammadiyah, anggota Dewan

Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan anggota Dewan Penasihat

PARMUSI (Persaudaraan Muslimin Indonesia). Keterlibatan Abdul Hadi WM dalam

lingkaran aktivis Muslim telah dimulai sejak ia menjadi anggota Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) selama menjadi mahasiswa di UGM, kemudian ikut merintis

lahirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada tahun 1964 bersama-sama

Amin Rais dan sahabatnya sesama penyair, Slamet Sukirnanto.

Sebagai pengajar, saat ini tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Falsafah

Universitas Paramadina, dosen luar biasa Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Indonesia, dan dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan The

Islamic College for Advanced Studies (ICAS) London kampus Jakarta.

Sebagai sastrawan, Hadi bersama sahabat-sahabatnya antara lain Taufik

Ismail, Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabar dan Leon Agusta menggerakkan

program Sastrawan Masuk Sekolah (SMS), di bawah naungan Departemen

Pendidikan Nasional dan Yayasan Indonesia, dengan sponsor dari The Ford

Foundation.

23
4. Karya

Sekitar tahun 1970-an, para pengamat menilainya sebagai pencipta puisi sufis.

Ia memang menulis tentang kesepian, kematian, dan waktu. Seiring dengan waktu,

karya-karyanya kian kuat diwarnai oleh tasawuf Islam. Orang sering

membandingkannya dengan sahabat karibnya Taufik Ismail, yang juga berpuisi

religius. Namun ia membantah. “Dengan tulisan, saya mengajak orang lain untuk

mengalami pengalaman religius yang saya rasakan. Sedang Taufik menekankan sisi

moralistisnya.”

Saat itu sejak 1970-an kecenderungan estetika Timur menguat dalam sastra

Indonesia kontemporeran, puitika sufistik yang dikembangkan Abdul Hadi menjadi

mainstream cukup dominan dan cukup banyak pengaruh dan pengikutnya. Tampak ia

ikut menafasi kebudayaan dengan puitika sufistik dan prinsip-prinsip seni Islami,ikut

mendorong masyarakat ke arah pencerahan sosial dan spiritual yang dianggap sebagai

penyeimbang pengaruh budaya Barat hedonis dan sekuler. Sampai saat ini Abdul

Hadi telah menulis beberapa buku penelitian filsafat di antaranya Kembali ke Akar

Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan Sufistik (Pustaka Firdaus, 1999),

Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya (Pustaka Firdaus, 1999), Tasawuf Yang

Tertindas, serta beberapa buku kumpulan puisi antara lain At Last We Meet Again,

Arjuna in Meditation (bersama Sutardji Calzoum Bachri dan Darmanto Yatman),

Laut Belum Pasang, Meditasi, Cermin, Tergantung pada Angin, Potret Panjang

24
Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Anak Laut Anak Angin, Madura: Luang

Prabhang dan Pembawa Matahari, sejumlah karya terjemahan sastra sufi dan sastra

dunia, terutama karya Iqbal, Rumi, Hafiz, Goethe, penyair sufi Persia dan penyair

modern Jepang. Selain itu, ia juga menulis beberapa buku dongeng anak-anak untuk

Balai Pustaka.

Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda,

Jepang, Jerman, Cina, Thailand, Arab, Bengali, Urdu, Korea dan Spanyol.

5. Penghargaan

Bulan Maret 2011, Hadi memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan

2010 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Menteri Kebudayaan dan

Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si

penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan

kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi

masyarakat, bangsa, dan negara. Pada tahun 2014, Abdul Hadi memperoleh Habibie

Award di bidang sastra dan kebudayaan.

Daftar penghargaan

a. Hadiah Puisi Terbaik II Majalah Sastra Horison (1969)

b. Hadiah Buku Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta (1978)

c. Anugerah Seni Pemerintah Republik Indonesia (1979)

25
d. S.E.A. Write Award, Bangkok, Thailand (1985)

e. Anugerah Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara) (2003)

f. Penghargaan Satyalancana Kebudayaan Pemerintah Republik Indonesia

(2010)

6. Kehidupan pribadi

Pada 25 November tahun 1978, ia menikah dengan wartawati dan pelukis

Tedjawati atau akrab dikenal sebagai Atiek Koentjoro. Atiek adalah saudara sepupu

budayawan Umar Kayam. Mereka dikarunia tiga orang putri yaitu Gayatri Wedotami

(atau juga dikenal sebagai Chen Chen, seorang cerpenis dan aktivis di bidang

perdamaian antar-iman), Dian Kuswandini (seorang jurnalis yang sekarang bermukim

di Paris), dan Ayusha Ayutthaya (seorang guru bahasa Mandarin). Saat ini Abdul

Hadi WM memperoleh tiga orang cucu, dua orang anak perempuan dari Gayatri dan

seorang dari Ayusha. Sewaktu masih tinggal di Jakarta, Abdul Hadi WM hidup

bertetangga dengan saudara sepupu ibunya, Soetarni, istri dari tokoh PKI Nyoto. Dari

sini keluarga Sutarni maupun keluarga Abdul Hadi WM menjadi dekat. Abdul Hadi

WM menyukai karya Bach, Beethoven, dan The Beatles. Selain membaca buku, ia

juga gemar berkebun.

26
7. Referensi

a. ^ "Profil Abdul Hadi W.M. di Taman Ismail Marzuki". Diakses tanggal 3

April 2011.

b. ^ "Majalah Tempo: Kesenian di Pesantren". Diakses tanggal 3 April 2011.

c. ^ "Harian Suara Karya - Pengukuhan Prof. Dr. Abdul Hadi W.M.". Diakses

tanggal 3 April 2011.

d. ^ "Sastra, Abdul Hadi W.M., dan Fenomena Puisi Sufistik". Diakses

tanggal 3 April 2011.

e. ^ "Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010". Diakses tanggal

3 April 2011.

8. Pranala luar

a. (Indonesia) Profil Abdul Hadi WM di situs web Taman Ismail Marzuki

b. (Indonesia) Profil singkat di Pusat Bahasa Diknas

c. (Indonesia) Era Muslim: Abdul Hadi WM: Islam itu Bukan Kebudayaan

Arab

d. (Indonesia) Wawancara dengan Republika

e. (Indonesia) Pengukuhan Guru Besar

27
G. Kerangka Berpikir

Untuk dapat memahami puisi, pembaca harus mampu menelaah isi yang

dibacanya. Dan untuk menelaah puisi, pembaca harus memiliki kemampuan

menganalisis. Sugono (2008 : 58) menyatakan, “Analisis adalah penyelidikan

terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui

keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya)”

Analisis sulit untuk dilakukan, terutama menganalisis karya sastra yang sifatnya fiksi

atau khayalan.

Karya sastra menampilkan permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam

kehidupan manusia yang berkaitan dengan makna (tata nilai) dari situasi sosial dan

historis yan terdapat dilingkungannya. Karya sastra yang baik harus mengajak

pembacanya menjunjung nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Bila perlu

menerapkannya dalam kehidupan pembaca. Karya sastra yang dimaksudkan dapat

berupa puisi, prosa, maupun lakon. Karya satra yang akan peneliti adalah puisi.

Sayuti (2008:24) menyatakan, “Puisi adalah karya estetis yang

memanfaatkan sarana bahasa secara khas.” Puisi mementingkan unsur keindahan

sehingga saat dibaca akan memengaruhi pembacanya. Puisi juga terbentuk dari dua

struktur yaitu struktur fisik dan batin. Richard dalam Waluyo (1987 : 24)

menyatakan, “Hakekat puisi disebut juga bentuk batin atau isi puisi, dan metode

disebut juga bentuk fisik puisi. Bentuk batin puisi meliputi perasaan (feeling), tema

(sense), nada (tone), dan amanat (intention). Sedangkan bentuk fisik atau metode

28
puisi terdiri atas diksi (diction), kata konkret (The concrete word), majas atau bahasa

figuratif (figurative Language), dan bunyi yang menghasilkan rima dan ritma (rhyme

and rhytm), serta tata wajah (tipografi).”

Pada kajian ini, struktur yang akan dianalisis adalah hakekat puisi dan nilai-

nilai religius dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Menurut Ary (1984 :

415), metode dekriptif digunakan untuk mendeskripsikan keadaan objek yang

menjadi perhatian dan mendukung objek penelitian tersebut. Kegiatan analisis

dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif agar diperoleh pembahasan yang

lebih mendalam tentang hakekat puisi dan nilai-nilai religius “Tuhan, Kita Begitu

Dekat dan Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari.

Setelah menganalisi puisi tersebut dari kedua strukturnya, kemudian peneliti

membandingkan analisis dari puisi tersebut serta menyimpulkan hasil analisis puisi

tersebut. Alur penelitian dapat dilihat dalam bagan dibawah ini :

29
Bagan 1

Kerangka Berpikir

Analisis Puisi

Hakekat Puisi Nilai-nilai Didaktis

Tema, Rasa, Nada, Nilai-nilai Religius


Amanat atau Tujuan

ANALISIS HAKEKAT DAN NILAI-NILAI RELIGIUS PADA PUISI


“TUHAN, KITA BEGITU DEKAT DAN MEDITASI”
KARYA ABDUL HADI WIDJI MUTHARI

30
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode merupakan cara yang dilakukan untuk memahami objek yang menjadi

sasaran suatu penelitian. Metode penelitian dibutuhkan untuk tujuan mempermudah

peneliti mengetahui dan memahami objek yang diteliti serta memperluas wawasan

tentang apa yang diteliti. Oleh karena itu, metode penelitian memegang peranan yang

penting dalam mencapai suatu tujuan penelitian. Hal di atas sejalan dengan pendapat

Ary, dkk. (1984:50) yang mengatakan bahwa, “Metode penelitian adalah strategi

umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna

menjawab persoalan yang dihadapi. Ini adalah rencana pemecahan bagi persoalan

yang sedang diselidiki.”

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif Ary

(1984: 415). Metode deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang suatu

gejala pada saat penelitian dilakukan. Dengan kata lain metode deskriptif digunakan

untuk mendeskripsikan keadaan objek yang menjadi pasal perhatian dan mendukung

objek penelitian tersebut. Kegiatan analisis dilakukan dengan menggunakan metode

deskriptif agar diperoleh pembahasan yang lebih mendalam tentang struktur yang

meliputi hakekat puisi dan nilai-nilai religius dalam puisi “Tuhan, kita begitu dekat”

dan “Meditasi” karya Abdul Hadi W.M.

31
Pendeskripsian data-data dilakukan dengan cara menunjukkan fakta-fakta yang

berhubungan atau menjelaskan unsur-unsur struktur tersebut yang terdapat dalam

puisi tersebut. Pendeskripsian seperti ini mendekati deskripsi yang dinyatakan bahwa

deskripsi dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung antara lain sugesti

renumerasi (dengan detail-detail komunikatif) atau impressing (dengan sebagian

detail) yang menunjukkan ciri-ciri yang menonjol.

Metode deskriptif analisis digunakan melalui tahap-tahap kegiatan berikut:

1. Membaca puisi “Tuhan, kita begitu dekat” dan “Meditasi” karya Abdul

Hadi W. M secara berulang-ulang.

2. Mengidentifikasi hakekat puisi dan nilai-nilai religius dalam puisi

“Tuhan, kita begitu dekat” dan “Meditasi” karya Abdul Hadi W. M.

3. Mengadakan analisis terhadap hakekat puisi dan nilai-nilai religius

dalam puisi “Tuhan, kita begitu dekat” dan “Meditasi” karya Abdul

Hadi W. M.

4. Merumuskan hasil analisis hakekat puisi dan nilai-nilai religius dalam

puisi “Tuhan, kita begitu dekat” dan “Meditasi” karya Abdul Hadi W.

M.

32
B. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih dua bulan terhitung dari Juli

2016 sampai bulan September 2016. Tempat penelitian yang digunakan untuk

mengumpulkan data pada penelitian ini adalah di Perpustakaan FKIP Universitas

HKBP Nommensen yang beralamat di Jalan Sangnaualuh No. 4 Pematangsiantar.

Alasan pemilihan perpustakaan sebagai tempat penelitian adalah karena,

penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

C. Data dan Sumber Data

Penelitian membutuhkan data valid baik dalam penelitian bidang apapun,

begitu juga dengan penelitian sastra. Penelitian sastra juga memerlukan data tetapi

dalam bentuk verbal, yaitu berujud kata, frasa atau kalimat. Data adalah keterangan

yang benar dan nyata.

Arikunto (2010 : 21-22) menyatakan, “Data yang dikumpulkan harus lengkap,

yaitu data primer dan data sekunder.” Data primer adalah data dalam bentuk verbal

atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan

oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian yang

berkenaan dengan variabel yang diteliti. Data sekunder adalah data yang diperoleh

dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, dan lain-lain).

33
Adapun data primer dan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

a. Data primer, yakni puisi berjudul “Tuhan, kita begitu dekat” dan “Meditasi”

karya Abdul Hadi W. M.

b. Data sekunder, meliputi kumpulan sajak, referensi berupa buku terkait unsur

fisik, batin, nilai religius, dan sumber lainnya yang terkait dengan data primer.

Sumber data diperoleh dari kumpulan sajak “Aku Ini Binatang Jalang” karya

Chairil Anwar. Secara khusus data yang dianalisis berupa kata-kata dan frase

yang terdapat pada setiap baris dan bait puisi tersebut.

D. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono, (2014:224) menyatakan, “Teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,

maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan.”

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kepustakaan (library research) . Metode kepustakaan ini digunakan untuk

mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti berbagai

kepustakaan. Hal ini dengan mencatat seluruh informasi yang ada hubungannya

34
dengan masalah yang diteliti di perpustakaan FKIP Universitas HKBP Nommensen

Pematangsiantar.

Melalui buku yang ada hubungannya dengan penelitian ini, maka akan

mempermudah peneliti untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan data yang berkaitan

dengan masalah yang dibahas untuk dianalisis selanjutnya.

Dalam penelitian ini tahap pengumpulan datanya yakni:

1) Menyiapkan data terkait hakekat puisi dan nilai-nilai religius “Tuhan, kita

begitu dekat” dan “Meditasi” Karya Abdul Hadi W. M.

2) Mengidentifikasi kata, frasa, kalimat dalam setiap baris yang merupakan

struktur fisik, batin dan nilai-nilai religius puisi “Tuhan, kita begitu dekat”

dan “Meditasi” Karya Abdul Hadi W. M. Adapun aspek hakekat puisi dan

nilai-nilai religius sebagai berikut:

a. Hakekat puisi meliputi;

1) Tema

2) Rasa

3) Nada

4) Amanat

b. Nilai-nilai religius.

3) Memberi deskripsi mengenai data-data yang sudah diidentifikasi. Deskripsi

tersebut ditulis di lembar pengumpul data.

35
4) Menarik kesimpulan siklus data reduction pada puisi “Tuhan, kita begitu

dekat” dan “Meditasi” Karya Abdul Hadi W. M.

5) Melakukan pengabsahan (verification) dari data yang sudah diperoleh pada

puisi “Tuhan, kita begitu dekat” dan “Meditasi” Karya Abdul Hadi W. M.

E. Teknik Analisis Data

Setelah merampungkan serangkaian kegiatan terkait pengumpulan data,

kegiatan berikutnya adalah analisis data. Analisis data bertujuan untuk

mengungkapkan proses pengorganisasian data dalam kategori dan satuan

uraian,sehingga dapat ditemukan pokok persoalan dan pada akhirnya dapat ditarik

kesimpulan yang dilengkapi dengan data-data pendukung. Sehubungan dengan hal

ini,maka teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis konteks

terhadap objek yang akan diteliti.

Teknik analisis data dalam penelitian ini yakni:

1. Membaca secara berulang-ulang puisi “Tuhan, kita begitu dekat” dan

“Meditasi.”

2. Menganalisis data primer yaitu puisi “Tuhan, kita begitu dekat” dan

“Meditasi.”

3. Mengaitkan data primer dengan hakekat puisi dan nilai-nilai religius yang

diidentifikasi oleh peneliti.

4. Menganalisis data sesuai kategori yakni yang berkategori hakekat puisi, dan

nilai-nilai religius puisi “Tuhan, kita begitu dekat” dan “Meditasi.”

36
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Puisi berbeda dari novel, drama, atau cerita pendek. Perbedaannya terletak

pada kepadatan komposisi dengan konvensi yang ketat, sehingga puisi tidak memberi

ruang gerak yang longgar kepada penyair dalam berkreasi secara bebas. Richard

dalam Waluyo (1987:24) mengemukakan, puisi terdiri atas dua struktur yaitu

struktur fisik (metode) dan struktur batin (Hakekat). Struktur batin puisi meliputi

perasaan (feeling), tema (sense), nada (tone), dan amanat (intention). Sedangkan

struktur fisik terdiri atas diksi (diction), kata konkret (The concrete word), majas atau

bahasa figuratif (figurative Language), bunyi yang menghasilkan rima dan ritma

(rhyme and rhytm) serta metrum dan juga tipografi. Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat

dan Meditasi” karya Abdul Hadi W. M ditulis dengan menggunakan dengan bahasa

yang padat, menggunakan gaya bahasa yang unik berkenaan dengan religiusitas Si

Pengarang, sehingga harus jeli memahaminya dan membuat pembaca tertarik untuk

membacanya.

Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” dan “Meditasi” dibangun dari Hakekat

Puisi serta menyajikan nilai-nilai religius. Bahasa dalam puisi ini merupakan

ekspresi jiwa atau ungkapan perasaan pengarang yang melahirkan aspek nilai

religius dari karya tersebut.

37
A. Larik Puisi Abdul Hadi Widji Muthari

Larik adalah baris, leret, deret dan bait yang berjumlah tertentu dalam puisi.

1. Tuhan, Kita Begitu Dekat

1. Tuhan
2. Kita begitu dekat
3. Sebagai api dengan panas
4. Aku panas dalam apimu

5. Tuhan
6. Kita begitu dekat
7. Seperti kain dengan kapas
8. Aku kapas dalam kainmu

9. Tuhan
10. Kita begitu dekat
11. Seperti angin dengan arahnya
12. Kita begitu dekat
13. Dalam gelap
14. Kini aku nyala
15. Pada lampu padammu
(Abdul Hadi Widji Muthari)

38
2. Meditasi

1. Kupeluk sinar bulan. Tubuhku kedinginan.


2. Di gerbang cahaya yang berkilauan akan segera nampak di depan kita sebuah
3. gereja tua. Ketika lonceng berbunyi beribu burung terbang ke sana hendak
4. mensucikan diri.
5. Sebab selalu ditempuhnya jalan yang sama, selalu dinyanyikannya lagu yang
6. sama dan sesat di sarang yang sama.
7. Lalu kita dengar paduan suaranya. Seperti deru angin di pantai. “Demi Jesus,
8. pahala sorga dan kenikmatan, akan kami hapuskan dosa kami seluruhnya,”
9. begitu nyanyian mereka. “Tuhan, pujaan Ayub dan Yusuf, gembala Musa dan
10. Muhammad – bentangkanlah pada kami jalan yang benar dari aroma bintang
11. dan buah-buahan.”
12. O, burung-burung, sudahkah kau baca Farid Attar?
13. Yerussalem dan Mekkah tidak seluas hati dan jiwa ini.
14. Pohon-pohon rindang lebat tumbuh juga dalam hatimu.
15. Nyanyikanlah itu sepanjang pagi sepanjang sore.

II
16. Di sini semenjak lama aku aku adalah seorang rahib yang mengheningkan
17. cipta dalam sebatang kayu.
18. Kebenaran kudapat dari embun dan mawar.
19. Abadi.
20. Seperti ciuman perempuan dan bintang-bintang.
21. Tapi perempuan tua ini selalu merayuku dan minta aku menyusu pula
22. hingga kering dan mandul teteknya.
23. Itulah dunia.

39
III
24. Akupun sudah letih naik turun candi, ke luar masuk gereja dan mesjid.
25. Tuhan makin sempit rasa kebangsaannya,
26. “Musa! Musa! Akulah tuhan orang Israel!” teriaknya
27. Di mesjid, di rumah sucinya yang lain ia berkata pula:
28. “Akulah hadiah seluruh dunia, tapi sinarku memancar di Arab.”
29. Aku termenung. Apa kekurangan orang Jawa?
30. Kunyanyiakn Bach dalam tembang kinanti dan kupulas Budha jadi
31. seorang dukun di Madura.
32. Aku menemu sinar di mata kakekku yang sudah mati.
33. Bila hari menahun dan kota jadi benua, aku akan bikin negeri di sebuah
34. flat karena aku pun adalah rumah-Nya.

IV
35. Bercakap-cakap dari pintu ke pintu. Bernyanyi dari pintu ke pintu.
36. Mengetuknya berkali-kali. Sudah lama aku tak tahu di mana Dia sebenarnya,
37. di mesjid, di kuil ataukah di gereja.
38. Pernah aku percaya benar pada cinta dan kebijaksanaan yang jauh dari
39. kemauanku sendiri. Kata mereka, “Berbaiklah kepada semua orang dan
40. berjalanlah di jalan suci!”
41. Bagai seekor keledai aku pun melenggang membawa beban berisi hartanya
42. dan sampai di sebuah gurun.
43. Kafilah tidak bisa menunjukkan jalan lagi. Kemi berpisah tengah malam.
44. Bintang-bintang berloncatan gembira di langit yang tinggi. Tapi di tengah
45. kelaparan dan panas aku pun menjelma seekor singa. Aku tak mau lagi
46. mendengarkan khotbah dan nasehat. Sakramenku ialah ketiadaan. Sahabatku
47. perobahan yang terus-menerus. Dan kota suciku ialah hati. Kalau di menara
48. itu nanti kuteriakkan azan cacing-cacing akan berkumpul mendatangiku di

40
49. waktu magrib bersembahyang berzikir mendoakan ketentraman dunia yang
baru.

V
50. Tidak. Sebaiknya kau datang saja di sore hari di saat aku bercermin.
51. Tapi jangan lagi mewujud atau menjelma.
52. Tuhan, siapakah namaMu yang sebenarNya? Dari manakah asalMu?
53. Apakah kebangsaanMu? Dan apa pula agamaMu?
54. Manusia begitu ajaib. Mereka pandai benar membuat ratusan teori
55. tentang Aku dengan susah payah. Tapi siapa Aku yang sebenarnya
56. Aku sendiri pun tidak pernah tahu siapa sebenarnya Aku, dari mana
57. dan sedang menuju ke mana.

(Abdul Hadi Widji Muthari)

B. Parafrase Puisi

Parafrase adalah pengungkapan kembali suatu tuturan bahasa ke dalam

bentuk bahasa lain tanpa mengubah pengertian. Pengungkapan kembali tersebut

bertujuan untuk menjelaskan makna yang tersembunyi. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, parafrase adalah penguraian kembali suatu teks (karangan dalam bentuk

susunan kata) yang lain, dengan maksud untuk dapat menjelaskan makna yang

tersembunyi. Larik puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” dan “Meditasi” merupakan

puisi yang bercerita tentang kereligiusitasan seorang legioner yang dapat kita contoh

dalam berinteraksi sehari-hari.

41
Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”
Oleh: Abdul Hadi Widji Muthari

Bait Larik Puisi Parafrase Puisi

1 Tuhan/ Pada bait ini menceritakan


tentang hubungan kedekatan
Kita begitu dekat/ dirinya dengan Tuhan yang ia
ibaratkan sebagai panas dalam
Sebagai api dengan panas/ api, yang kedua unsur tersebut
saling berketergantungan.
Aku panas dalam apimu/

2 Tuhan/ Pada bait ini menceritakan


kedekatannya dengan Tuhan yang
Kita begitu dekat/ ia ibaratkan sebagai kapas dalam
kain, yang artinya Tuhan selalu
Seperti kain dengan kapas/
jadi penuntun dan pelindung bagi
Aku kapas dalam kainmu setap langkah yag ia jalani

3 Tuhan/ Pada bait ini juga dijelaskan


bahwa ia selalu mengikuti setiap
Kita begitu dekat/ ajaran yang Tuhan ajarkan kepada
umatnya dan kini ia sudah
Seperti angin dengan arahnya/
menjadi pedoman bagi dunia.
Kita begitu dekat/
Dalam gelap/
Kini aku nyala/
Pada lampu padammu/

42
Puisi “Meditasi”
Oleh: Abdul Hadi Widji Muthari

Bait Larik Puisi Parafrase Puisi

1. Kupeluk sinar bulan. Tubuhku Pada bait ini menceritakan tentang


kedinginan/ sebuah rumah ibadah yang selalu
dipenuhi oleh jemaatnya ketika bunyi
Di gerbang cahaya yang lonceng sedang berbunyi tetapi
berkilauan akan segera nampak kehadiran mereka hanya dianggap
di depan kita sebuah sebagai simbolitas saja, karna mereka
gereja tua. Ketika lonceng menganggap ketika mereka hadir ke
berbunyi beribu burung terbang rumah ibadah tersebut maka setiap dosa
ke sana hendak mensucikan diri. mereka lakukan sepekan sebelumnya
Sebab selalu ditempuhnya jalan akan dihapuskan.
yang sama, selalu
dinyanyikannya lagu yang sama Didalam rumah ibadah tersebut juga
dan sesat di sarang yang sama/ terdapat kegiatan bernyanyi ia ditujukan
kepada Tuhan, tetapi mereka
Lalu kita dengar paduan menganggap nyanyian tersebut sebagai
suaranya. Seperti deru angin di tebusan dari setiap dosa yang mereka ia
pantai. “Demi Jesus, pahala sorga lakukan sebelumnya dan diberikan jalan
dan kenikmatan, akan kami kebenaran menuju pintu surga
hapuskan dosa kami seluruhnya,”
begitu nyanyian mereka. “Tuhan,
pujaan Ayub dan Yusuf, gembala
Musa dan Muhammad –
bentangkanlah pada kami jalan
yang benar dari aroma bintang
dan buah-buahan.”/
O, burung-burung, sudahkah kau
baca Farid Attar?/

Yerussalem dan Mekkah tidak


seluas hati dan jiwa ini./

Pohon-pohon rindang lebat


tumbuh juga dalam hatimu/

Nyanyikanlah itu sepanjang pagi


sepanjang sore/

43
Bait Larik Puisi Parafrase Puisi

2. Di sini semenjak lama aku aku Pada bait ini dijelaskan tentang
adalah seorang rahib yang Seseorang yang percaya pada ajaran
mengheningkan kuno, yang masih percaya pada sebatang
cipta dalam sebatang kayu/ pohon kayu, suatu hal yang gaib.
Kebenaran ia dapat dari alam, yang
Kebenaran kudapat dari embun menawarkan hari yang cerah dan bunga
dan mawar/ yang indah. Tetapi terkadang selalu saja
ada hal yang menggodanya untuk
Abadi/ berbuat hal yang hina, tetapi ia tak
menghiraukannya karna ia menganggap
Seperti ciuman perempuan dan cobaan memang selalu ada dalam dunia
bintang-bintang/

Tapi perempuan tua ini selalu


merayuku dan minta aku
menyusu pula
hingga kering dan mandul
teteknya/

Itulah dunia/

3. Akupun sudah letih naik turun Pada bait ini dijelaskan bahwa Ia sudah
candi, ke luar masuk gereja dan sering masuk kerumah ibadah dan ia
mesjid/ sudah etih dalam menjalaninya tetapi
hal yang sama selalu didapati didalam
Tuhan makin sempit rasa rumah ibadah selalu saja ajaran agama
kebangsaannya/ tertentu menganggap bahwa ajaran
agamanya lah yang paling benar .
“Musa! Musa! Akulah tuhan
orang Israel!” teriaknya/ Ia selalu termenung dan memikirkan
lantas apa salah para budaya jawa yang
Di mesjid, di rumah sucinya yang masih menganut ajaran kuno
lain ia berkata pula/
ia berjanji pada dirinya ketika dia sudah
“Akulah hadiah seluruh dunia,
dewasa kelak ia akan menjadikan negri
tapi sinarku memancar di Arab.”/
ini menjadi negri dengan sejuta gedung
karna ia juga mengangapp bahwa dia
Aku termenung. Apa kekurangan
sendiri adalah bait sucinya Allah
orang Jawa?/

44
Bait Larik Puisi Parafrase Puisi

Kunyanyiakn Bach dalam


tembang kinanti dan kupulas
Budha jadi
seorang dukun di Madura/

Aku menemu sinar di mata


kakekku yang sudah mati/

Bila hari menahun dan kota jadi


benua, aku akan bikin negeri di
sebuah
flat karena aku pun adalah
rumah-Nya./

4. Bercakap-cakap dari pintu ke Pada bait ini dijelaskan bahwa ia sering


pintu. Bernyanyi dari pintu ke mendengar suatu informasi tentang
pintu. Mengetuknya berkali-kali. Tuhan dari setiap pintu umah dan setiap
Sudah lama aku tak tahu di mana rumah ibadah, dan sesekali ia merenung
Dia sebenarnya, di mesjid, di kuil Dimanakah Tuhan sebenarnya?
ataukah di gereja/
Pernah ia mendengar dan percaya pada
Pernah aku percaya benar pada suatu ajaran yang mengajarkan tentang
cinta dan kebijaksanaan yang kebijaksanaan dan cinta.
jauh dari kemauanku sendiri.
Tetapi dalam kesehariannya ia melihat
Kata mereka, “Berbaiklah kepada
para umatnya malah bertindak
semua orang dan berjalanlah di
sebaliknya
jalan suci!”
Bagai seekor keledai aku pun
melenggang membawa beban dan ia berkomitmen untuk tidak akan
berisi hartanya dan sampai di pernah mendengar lagi setiap kotbah
sebuah gurun/ atau ajaran lagi.

Kafilah tidak bisa menunjukkan Ia hanya ingin kesendirian dan hanya


jalan lagi. Kemi berpisah tengah kebaikan yang selalu menjadi teman
malam. Bintang-bintang dalam setiap langkah yang ia jalani.
berloncatan gembira di langit
yang tinggi. Tapi di tengah
kelaparan dan panas aku pun
menjelma seekor singa. Aku tak
mau lagi mendengarkan khotbah

45
Bait Larik Puisi Parafrase Puisi

dan nasehat. Sakramenku ialah


ketiadaan. Sahabatku perobahan
yang terus-menerus/

Dan kota suciku ialah hati. Kalau


di menara itu nanti kuteriakkan
azan cacing-cacing akan
berkumpul mendatangiku di
waktu magrib bersembahyang
berzikir mendoakan ketentraman
dunia yang baru/

5. Tidak. Sebaiknya kau datang saja Pada bait ini dijelaskan bahwa ia selalu
di sore hari di saat aku bergumul dan penasaran ia bertanya
bercermin/ pada hatinya, siapakah sebenarnya
Tuhan, dari manakah asalnya dan dari
Tapi jangan lagi mewujud atau bangsa apakah Ia.
menjelma/ tetapi dalam pergumulannya itu ada
sesuatu yang menjawab pertanyaannya
Tuhan, siapakah namaMu yang
sebenarNya? Dari manakah Manusia memang selalu seperti itu
asalMu?/ mereka pandai dalam membuat banyak
teori tentang Aku.
Apakah kebangsaanMu? Dan apa
pula agamaMu?/

Manusia begitu ajaib. Mereka


pandai benar membuat ratusan
teori tentang Aku dengan susah
payah. Tapi siapa Aku yang
sebenarnya/

Aku sendiri pun tidak pernah


tahu siapa sebenarnya Aku, dari
mana dan sedang menuju ke
mana/

46
C. Analisis Hakekat Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”

Ada empat unsur hakekat puisi, yakni: tema (sense), perasaan penyair

(feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention)

(Waluyo, 1987:106).

1. Analisis Tema Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”

Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh

penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa

penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya (Waluyo, 1987:106).

Pada puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” karya Abdul Hadi Widji Muthari terdapat

tema “Ketuhanan, karena terdapat pada beberapa bait sang menyair mengatakan

“Tuhan, Kita Begitu Dekat.” Bait “Tuhan, Kita Begitu Dekat” dalam puisi tersebut

diulang tiga kali, hal ini menunjukkan bahwa antara penyair dan Tuhan telah terjalin

komunikasi yang erat. Kita dapat merasakan dekat atau tidaknya dengan Tuhan

ukuranya adalah selalu berbuat baik dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa pun,

karena merasa dirinya selalu diawasi Tuhan dimana saja ia berpijak. Hal ini terdapat

pada keseluruhan bait puisi yang bercerita tentang Tuhan telah terjalin komunikasi

yang erat dan terutama pada data :

1. Tuhan
2. Kita begitu dekat
3. Sebagai api dengan panas
4. Aku panas dalam apimu

47
5. Tuhan
6. Kita begitu dekat
7. Seperti kain dengan kapas
8. Aku kapas dalam kainmu

9. Tuhan
10. Kita begitu dekat
11. Seperti angin dengan arahnya
12. Kita begitu dekat
13. Dalam gelap
14. Kini aku nyala
15. Pada lampu padammu

2. Analisis Perasaan Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”

Menurut Waluyo (1987 : 121) mengemukakan, dalam menciptakan puisi,

penyair perlu menghayati puisi agar pada saat membacanya, pembaca juga dapat

menghayati puisi tersebut. Suasana hati atau perasaan penyair harus dapat ia

ekspresikan dengan jelas agar pesan tersampaikan kepada pembaca. Perasaan yang

terdapat dalam puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi Widji Muthari

adalah :

1. Tuhan
2. Kita begitu dekat
3. Aku panas dalam apimu
4. Seperti kain dengan kapas
5. Seperti angin dengan arahnya

Data di atas menampilkan sikap perasaan yang diungkapkan penyair kepada

Tuhan, ia merasa sangat dekat dengan Tuhan, ia menganggap hubungan dirinya

48
dengan Tuhan bagaikan hubungan sahabat. Karna pada larik pertama ia tidak sungkan

atau segan dengan mengucapkan nama Tuhan.

Larik keempat dan ketujuh pada puisi tersebut, sang penyair mengungkapkan

kedekatannya dengan Tuhan disetiap detik perjalanan hidupnya dan dimana pun dia

berada. Sang penyair juga mengungkapkan bahwa kedekannya dengan Tuhan tidak

dapat dipisahkan karena Tuhan merupakan pelindung bagi dirinya seperti pada larik

ketujuh. Dan kedekatannya dengan Tuhan sampai membuat jalan hidupnya lurus di

jalan Tuhan. Seperti dalam larik kesebelas yang berbunyi, “Seperti angin dengan

arahnya.”

3. Analisis Nada Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”

Waluyo, 1987:125) mengemukakan sikap penyair kepada pembaca disebut

nada puisi. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu.

Suasana merupakan akibat yang ditimbulkan puisi itu terhadap jiwa pembaca. Nada

dan suasana puisi saling berhubungan dan menimbulkan suasana tertentu terhadap

pembaca. Contohnya nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan

suasana iba hati pembaca.

Jika diperhatikan nada atau sikap penyair terhadap pembaca sesuai dengan

pokok pikiran yang disampaikan. Maka nada pada puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”

karya Abdul Hadi Widji Muthari adalah tenang dan tulus karena dia mengungkapkan

49
betapa dekatnya dia dengan Tuhannya. Seperti pada perumpamaan yang tuliskan pada

puisi di atas.

4. Analisis Amanat Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”

Menurut Kosasih (2011:211) menyatakan, “Amanat merupakan sesuatu

(pesan) yang disampaikan penyair dalam puisinya. Penyair mengungkapkan solusi

atau alternatif jawaban sebagai pemecahan terhadap tema yang disajikannya. Pesan-

pesan tersebut dihadirkan dalam ungkapan yang tersembunyi.” Setelah mengetahui

tema, rasa dan nada maka dapat diketahui bahwa yang menjadi amanat yang

disampaikan penyair melalui puisinya yang berjudul “Tuhan, Kita begitu dekat”

adalah hendaknya kita selalu meningkatkan rasa keimanan kepada Tuhan. Hubungan

kedekatan antara manusia dengan Tuhan dapat terjalin erat yang didasarkan pada

dimensi keimanan manusia kepada Tuhan. Hanya rasa keimananlah yang mampu

mendekatkan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Hal ini dapat dilihat pada

data:

1. Aku panas dalam apimu


2. Seperti kain dengan kapas
3. Seperti angin dengan arahnya

50
D. Analisis Nilai-Nilai Religius Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”

Menurut Setiadi (2006:119), nilai-nilai kerohanian dapat dibedakan ke dalam

tiga macam:

1. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
2. Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan
(esthetis, gevoel, rasa) manusia.
3. Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak
(will, wollen, karsa) manusia.

Puisi “Tuhan, kita begitu dekat” mengandung banyak nilai religius yakni nilai

keindahan dan nilai kebaikan terdapat pada data berkut:

9. Tuhan
10. Kita begitu dekat
11. Seperti angin dengan arahnya
12. Kita begitu dekat
13. Dalam gelap
14. Kini aku nyala
15. Pada lampu padammu

Data 9-15 mengandung nilai keindahan karena ini merupakan unsur luapan

perasaan yang diluapkan oleh si penyair dikarenakan kedekatannya dengan Tuhan

lewat perumpamaan-perumpamaan yang salaing berhubungan satu dengan yang lain.

51
E. Analisis Hakekat Puisi “Meditasi”

Ada empat unsur hakekat puisi, yakni: tema (sense), perasaan penyair

(feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention)

(Waluyo, 1987:106).

1. Analisis Tema Puisi “Meditasi”

Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh

penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa

penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya (Waluyo, 1987:106).

Pada puisi “Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari terdapat tema “Pemusatan

pikiran untuk mencapai Tuhan” karena terdapat beberapa bait sang penyair

mengatakan pencapaian Tuhan. Seperti pada baris berikut.

Pada baris pertama. Kupeluk sinar bulan. Tubuhku kedinginan. Kemudian

baris ketiga pada meditasi bait kedua, “Kebenaran ku dapat dari embun dan mawar.”

Serta pada bait ketiga baris kesembilan. “Aku menemu sinar dimata kakekku yang

sudah mati.” Kemudian baris kesepuluh hingga baris kesebelas, “bila hari menahun

dan kota jadi benua, aku akan bikin negri di sebuah flat karna aku pun adalah

rumahNya.”

52
2. Analisis Perasaan Puisi “Meditasi”

Perasaan merupakan suasana perasaan sang penyair yang diekspresikan dan

harus dihayati oleh pembaca. Pada puisi “Meditasi” sang penyair merasa untuk

mencapai Tuhan itu tidaklah mudah, pasti ada rintangan-rintangan yang harus

dihadapi, hal ini tercermin pada baris sebagai berikut:

Pada baris pertama dalam Meditasi bait III, “Aku pun sudah letih naik turun

candi, keluar masuk gereja dan mesjid.” Kemudian dinyanyikannya pada baris

ketujuh sampai baris kedelapan. “Kunyanyikan bach dalam tembang kinanti dan

kupulas budha jadi seorang dukun di madura.” Pada meditasi bait IV, “Bercakap-

cakap dari pintu ke pintu. Bernyanyi dari pintu ke pintu.” Baris kedua sampai baris

ketiga. “Mengetuknya berkali-kali. Sudah lama aku tak tau di mana dia sebenarnya,

di mesjid, dikuil ataukah di gereja.” Kemudian pada baris keempat hingga baris

kedelapan. “Kata mereka, berbaiklah kepada semua orang dan berjalanlah di jalan

suci!” terdapat perumpaan yakni dapat kita lihat pada kata “Bagai seekor keledai

akupun melenggang membawa beban berisi hartanya dan sampai disebuah gurun“

yakni si Aku di umpamakan sebagai seekor keledai. Baris kesembilan sampai

kesepuluh, “Kafilah tidak bisa menunjukkan jalan lagi. Kami berpisah tengah malam

bintang berloncatan gembira di langit yang tinggi.”

Pada bait V baris ketiga sampai kedelapan dapat kita lihat, “Tuhan, siapakah

namaMu yang sebenarnya? Dari manakah asalMu? Apakah kebangsaanMu? Dan

apa pula agamaMu? Manusia begitu ajaib. Mereka pandai benar membuat ratusan

53
teori tentang Aku dengan susah payah. Tapi siapa Aku yang sebenarnya Aku sendiri

pun tak pernah tau siapa sebenarnya Aku, dari mana dan sedang menuju kemana.”

3. Analisis Nada Puisi “Meditasi”

Jika diperhatikan nada atau sikap penyair terhadap pembaca sesuai dengan

pokok pikiran yang disampaikan maka nada pada puisi “Meditasi” karya Abdul Hadi

Widji Muthari adalah mengajak untuk terus bertanya tentang diri sendiri. Sedangkan

suasana, keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi merasakan kerisauan atau

kegalauan si pengujar sehingga membuat si pembaca merenungkan bahwa untuk

mencapai sebuah keimanan sangatlah sulit dan penuh liku. Seperti nada puisi ini

terdapat pada data.

Bait I

O, burung-burung, sudahkah kau baca Farid Attar ?


Yerussalem dan Mekkah tidak seluas hati dan jiwa ini
Pohon-pohon rindang lebat tumbuh juga dalam hatimu.
Nyanyikanlah itu sepanjang pagi sepanjang sore

Bait II

Seperti ciuman perempuan dan bintang-bintang


Tapi perempuan itu selalu merayuku dan minta aku menyusu pula
Hingga kering dan mandul leteknya.
Itulah dunia.

Bait IV

Pernahkah aku percaya benar pada cinta dan kebijaksanaan yang jauh
dari kemauanku sendiri. Kaa mereka, “Berbaiklah kepada semua orang
dan berjalanlah dijalan suci!” Bagai seekor keledai aku pun
melenggang membawa beban berisi hartanya dan sampai di sebuah gurun.

54
Bait V

Manusia begitu ajaib. Mereka pandai benar membuat ratusan teori tentang
Aku dengan susah payah. Tapi siapa aku sebenarnya
Aku sendiri pun tidak tau siapa sebenarnya Aku, dari mana
Dan sedang menuju ke mana.

4. Analisis Amanat Puisi “Meditasi”

Setelah mengetahui tema, rasa dan nada maka dapat diketahui bahwa yang

menjadi amanat yang disampaikan penyair melalui puisinya yang berjudul “Meditasi”

adalah pada bait kedua tergambar bagaimana ketergantungan penyair (manusia pada

umumnya) pada dunia (alam semesta). Ia mengibaratkan wanita sebagai dunia yang

seolah-olah mendorong agar terus dimanfaatkan dan dipergunakan sebagaimana

mestinya. Sebuah isyarat lain, bahwa pemanfaatan alam untuk kehidupan manusia

tanpa diimbangi dengan upaya pelestarian akan membuat alam murka dan kehabisan

sumber daya dan mandul. Sedangkan pada bait ketiga dan keempat tergambar

bagaimana penyair dengan intens mencari sandaran keimanannya. Ia mencari dari

satu teologi ke teologi lainnya.

55
F. Analisis Nilai-Nilai Religius Puisi “Meditasi” Karya Abdul Hadi Widji

Muthari

Menurut Setiadi (2006:119), nilai-nilai kerohanian dapat dibedakan ke dalam

tiga macam:

1. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
2. Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan
(esthetis, gevoel, rasa) manusia.
3. Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will,
wollen, karsa) manusia.

Puisi “Meditasi” mengandung banyak nilai religius yakni nilai kebaikan, nilai

kebenaran dan nilai keindahan yakni pada data :

1. Di gerbang cahaya yang berkilauan akan segera nampak di depan kita sebuah
2. Gereja tua. Ketika lonceng berbunyi beribu burung terbang ke sana hendak
3. Mensucikan diri.
34. Flat karena aku pun adalah rumah-Nya
38. Kemauanku sendiri. Kata mereka, “Berbaiklah kepada semua orang dan
39. Berjalanlah di jalan suci!”
46. Mendengarkan khotbah dan nasehat. Sakramenku ialah ketiadaan. Sahabatku
47. Perobahan yang terus-menerus. Dan kota suciku ialah hati. Kalau di menara
54. Manusia begitu ajaib. Mereka pandai benar membuat ratusan teori

Data puisi di atas menampilkan sebuah nilai tentang kebenaran, kebenaran ini

dituliskan berdasarkan realita yang dilihat dan disaksasikan bahwa ketika Di gerbang

cahaya yang berkilauan akan segera nampak di depan kita sebuah

gereja tua. Ketika lonceng berbunyi beribu burung terbang ke sana hendak

56
mensucikan diri burung-burung di atas digambarkan sebagai jemaat yang datang

kerumah ibadah hanya untuk menghapuskan dosanya begitupun dengan aku.

Begitupun dengan flat karena aku pun adalah rumah-Nya, data tersebut

menunjukkan bahwa sesungguhnya diri kita lah bait sucinya Allah dan Manusia

begitu ajaib. Mereka pandai benar membuat ratusan teori bahwa realita yang terjadi

manusia begitu pandai dalam berkomentar dengan banyak teori dalam mengeritik

kebaikan orang lain.

38. Kemauanku sendiri. Kata mereka, “Berbaiklah kepada semua orang dan

39. Berjalanlah di jalan suci!”

Data 38, dan 39 di atas mengandung nilai makna kebaikan. Dimana kita harus

menabur benih kebaikan kepada semua orang supaya benih yang kita tabur, dapat

berbuah dengan indah.

47. Perobahan yang terus-menerus. Dan kota suciku ialah hati. Kalau di menara

54. Manusia begitu ajaib. Mereka pandai benar membuat ratusan teori

Data 47 dan 54 di atas mengandung nilai yang bermakna keindahan. Karena

sesungguhnya hatilah yang memulai segalanya untuk menjadi indah.

57
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah peneliti menganalisis puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” dan

“Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari dari segi hakekat puisi dan nilai-nilai

religius maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Karya sastra

a. Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas

pengertiannya daripada karya fiksi. Karya sastra merupakan

sebuah struktur yang bermakna.

b. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang selalu memberikan

kesan kepada pembacanya untuk berbuat yang lebih baik atau yang

sesuai dengan ajaran agama.

c. Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra

2. Hakekat Puisi

a. Ada empat hakekat puisi, yakni: tema (sense), perasaan penyair

(feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan

amanat (intention).

b. Berdasarkan analisis hakekat puisi “Tuhan, Kita Begitu dekat” dan

“Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari, terdapat hakekat dalam

puisi tersebut yakni:

58
- Puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” bertemakan “Ketuhanan.” Tema

puisi “Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari adalah

“Pemusatan pikiran untuk mencapai Tuhan”

- Perasaan atau feeling puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” adalah ia

merasa sangat dekat dengan Tuhan, ia menganggap hubungan

dirinya dengan Tuhan bagaikan hubungan sahabat. Perasaan Puisi

“Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari adalah merasa untuk

mencapai Tuhan itu tidaklah mudah, pasti ada rintangan-

rintangan yang harus dihadapi.

- Nada yang terdapat dalam puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”

adalah tenang dan tulus karena dia mengungkapkan betapa

dekatnya dia dengan Tuhannya. Nada Puisi “Meditasi” karya

Abdul Hadi Widji Muthari adalah mengajak untuk terus bertanya

tentang diri sendiri.

- Amanat suatu tujuan yang ingin disampaikan. Amanat pada puisi

Tuhan, Kita Begitu Dekat” adalah hendaknya kita selalu

meningkatkan rasa keimanan kepada Tuhan. Hubungan kedekatan

antara manusia dengan Tuhan dapat terjalin erat yang didasarkan

pada dimensi keimanan manusia kepada Tuhan. Hanya rasa

keimananlah yang mampu mendekatkan hubungan antara manusia

dengan Tuhan. Amanat puisi “Meditasi” karya Abdul Hadi Widji

Muthari adalah tergambar bagaimana ketergantungan penyair

(manusia pada umumnya) pada dunia (alam semesta). Ia

59
mengibaratkan wanita sebagai dunia yang seolah-olah mendorong

agar terus dimanfaatkan dan dipergunakan sebagaimana

mestinya. Sebuah isyarat lain, bahwa pemanfaatan alam untuk

kehidupan manusia tanpa diimbangi dengan upaya pelestarian

akan membuat alam murka dan kehabisan sumber daya dan

mandul.

3. Nilai-nilai Religius

a. Nilai religius berkenaan dengan nilai, kebenaran, keindahan dan

kebaikan.

b. Berdasarkan analisis nilai-nilai religius puisi “Tuhan, Kita Begitu

Dekat” dan “Meditasi” karya Abdul Hadi Widji Muthari, terdapat nilai

kebenaran, keindahan dan nilai kebaikan.

B. Saran

1. Karya sastra perlu ditingkatkan sebagai salah satu usaha untuk

melestarikan dan memperhatikan budaya nasional.

2. Untuk mengajarkan bahasa indonesia terutama pengajaran sastra, guru

bahasa Indonesia harus lebih mengingatkan siswa dalam menggauli karya-

karya sastra dan tidak hanya berpatokan pada buku paket.

3. Pemahaman terhadap analisis hakekat puisi, dan nilai-nilai religius perlu

diajarkan dan latih kepada siswa lebih sungguh-sungguh agar siswa-siswi

dapat memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai positif dalam

kehidupannya.

60
4. Dalam mengajarkan apresiasi sastra guru hendaknya memperkenalkan

kepada anak didik, bahwa puisi sebagai salah satu karya sastra memiliki

struktur pembangun yakni struktur fisik dan struktur batin. Hal ini perlu

diperkenalkan karena merupakan salah satu hal yang perlu dikaji untuk

mengapresiasi sastra.

61

Anda mungkin juga menyukai