Pendahuluan
Puisi pada dasarnya merupakan bentuk dari karya sastra monolog yang terdiri
dari susunan kalimat dan memiliki bahasa yang indah serta memiliki makna yang
hadir secara tersurat dan tersirat. Menurut Luxemburg dikutip Wahyudi (2013:97)
menyebutkan puisi adalah teks-teks monolog yang isinya bukan pertama-tama
merupakan sebuah alur. Puisi merupakan hasil penafsiran penyair terhadap kehidupan
(Aisyah, 2007:2). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Kosasih (2012:97), puisi
adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna.
Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang
terkandung dalam karya sastra itu. Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam
puisi disebabkan oleh pemadatan segal unsur bahasa. Bahasa yang digunakannya
dalam puisi berbeda dengan yang digunakan sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa
yang ringkas, namun maknanya sangat kaya. Kata-kata yang digunakannya adalah
kata-kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian. Menurut
Herman J. Waluyo (2003:1), menyatakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan
bahasa yang didapatkan, dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan
pemilihan kata-kata kias (imajinatif).
1
Puisi adalah salah satu bentuk sastra yang memiliki struktur yang
membangunnya. Kedua struktur tersebut adalah struktur batin dan struktur fisik.
Struktur fisik dan struktur batin pada dasarnya bermanfaat untuk membangun puisi
secara keseluruhan. Mulai dari struktur batin yang membangun puisi dari dalam atau
secara tersurat sedangkan struktur fisik merupakan wujud tersirat dari puisi.
Struktur fisik puisi adalah metode puisi yang terdiri dari perwajahan puisi,
diksi, pengimajian, kata konkret, dan majas atau bahasa figuratif, yang mendukung
pendapat Waluyo, Siswanto (2013:102).
2
Hamzah dan Kiki Sulistyo sama sekali berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Sanagat berbeda karena dapat ditinjau dari struktur dan gaya penciptaan puisinya,
serta periode yang memengaruhi terciptanya puisi. Oleh karena itu, penelitian ini
perlu untuk dilakukan.
3
dikaji melalui diksi, citraan, kata konkret, bahasa figuratif, serta melalui
pemaparan unsur batin yang dikaji melalui tema, perasaan, nada, dan amanat.
Penelitian mengenai analisis struktur fisik dan struktur batin pada kumpulan
puisi Antologi puisi dan prosa Lirik Amir Hamzah, Ajip Rosidi dan Puisi di Ampenan
Apa Lagi Yang Kau Cari? Sepilih Puisi Karya Kiki Sulistyo ini diharapkan dapat
memberikan manfaat secara praktis maupun teoritis.
1. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembaca
dalam memahami puisi-puisi Amir Hamzah dan Kiki Sulistyo dalam
kumpulan puisi “Antologi puisi dan prosa Lirik Amir Hamzah” dan “ Puisi di
Ampenan Apa Lagi Yang Kau Cari? Sepilihan Puisi”.
2. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai model
pengajaran sastra khususnya puisi, dalam memahami puisi, serta dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepntingan dalam menganilisis sebuah
puisi.
4
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Stilistika
Stilistika jika dipahami berasal dari kata Style. Shipley dikutip Nurhayati
(2008:7) menyatakan kata Style, berasal dari kata latin Stylus yang berarti alat
(ujungnya tajam) yang digunakan untuk menulis di atas lembaran-lembaran (kertas)
berlapis lilin. Hingga pada akhirnya perkembangannya, kata stylus yang pada
awalnya memiliki arti sebagai alat tulis, berubah hingga memliki arti yang lebih
condong ke arah penelitian karya sastra. Penelitian tersebut berupa pendeskripsian
penulisan sebuah karya sastra.
Pada dasarnya stilistika adalah sebuah studi yang diaplikasikan pada sebuah
karya sastra. Stilistika biasanya berorientasi dengan cabang ilmu linguistik. Short dan
Christoper Candlin dikutip Nurhayati (2008:8) menyatakan Stylistics is a linguistics
approach to the study of literary texts. Artinya stilistika adalah pendekatan linguistik
yang digunakan dalam studi teks-teks sastra. Stilistika adalah ilmu kajian gaya yang
digunakan untuk menganalisis karya sastra (Keris Mas dikutip Nurhayati 2008:9).
Stylistic from and literary function (Leech dan Michael Short dikutip Nurhayati
2008:10). Stilistika merupakan studi yang menghubungkan antara bentuk linguistik
dengan fungsi sastra.
5
2.2 Sastra dan Puisi
Dengan demikian berdasarkan pendapat ahli, dapat diartikan jika sastra adalah
karya tulis yang lahir dari daya imajinasi. Daya imajinasi tersebut adalah salah satu
bentuk dari hasil pemikiran. Sama halnya dengan puisi yang juga merupakan hasil
dari hasil pemikiran. Sama halnya spesifikasi dari sastra itu sendiri (puisi merupakan
produksi dari pemikiran sastra yang imajinatif dalam bentuk karya tulis dengan
menggunakan bahasa yang indah)
2.3.1.1 Diksi
6
kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah betuk
karya sastra dengan sedikit kata-kata namun dapat memiliki banyak pengungkapan di
dalamnya. Pilihan kata akan sangat mempengaruhi ketepatan makna dan keselarasan
bunyi. Tarigan (2011:29) mengemukakan diksi adalah pilihan kata yang digunakan
oleh penyair. Pilihan kata yang tepat dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah,
efek, dan nada dalam suatu puisi.
Oleh sebab itu, penyair harus menentukan diksi yang digunakannya dengan
sangat cermat untuk mendapatkan kualitas puisi yang baik. Untuk mendapatkan
kepadatan dan intensitas serta agar selaras dengan sarana komunikasi puitis yang lain,
maka penyair memilih kata dengan secermat-cermatnya (Altenbernd dalam pradopo,
1993:54). Berdasarkan beberapa hal tersebut, diksi sangat penting bagi sebuah puisi.
Hal itu dikarenakan tanpa diksi puisi tidak akan tercipta dan dengan diksi puisi akan
menjadi indah.
Oleh karena itu, pencitraan dapat diartikan sebagai penggambaran dari bentuk
pengalaman Indrawi seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan penyair yang
disampaikan di dalam puisi ciptaannya. Bentuk penggambaran atau pencitraan
tersebut dapat berubah penggambaran objek yang dilihat, yang dilakukan yang
dirasakan, dan yang dipikirkan.
7
Meleleh air racun dosa”. Pada sajak tersebut seolah penyair melihat ada
sambal tomat dan melihat ada air racun yang meleleh.
b. Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau
menguraikan bunyi suara. Misalnya pada sajak Amir Hamzah, seperti
“Penghibur datang mengatur tembang. di layar kembang bertukar pandang,
hanya selagu, sepanjang dendang”. Pada sajak yang dicetak miring
merupakan penggunaan citraan pengelihatan karena hal-hal tersebut adalah
hal yang biasanya hanya dapat didengarkan seperti tembang, lagu, dan
dendang.
c. Citraan penciuman adalah pencitraan memberikan rangsangan terhadap indera
penciuman mengenai aroma suatu hal. Misalnya pada sajak W.S. Rendra,
seperti “tubuhmu menguapkan bau tanah”. Pada bagian sajak yang
dimiringkan merupakan jenis citraan penciuman karena menggambarkan
aroma seseorang.
d. Citraan pencecepan adalah jenis pencitraaan yang memberikan rangsangan
kepada indera perasa. Misalnya pada sajak Subagio Sastrowardojo, seperti
“Neraka adalah rasa pahit di mulut waktu bangun pagi”. Pada bagian sajak
tersebut mengungkapkan mengenai rasa pahit yang merupakan bagian dari
jenis citraan pencecapan.
e. Citraan gerak adalah pencitraan yang menggambarkan sesuatu yang tidak
bergerak, tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gerak
pada umumnya. Misalnya sajak Abdulhadi, seperti “bular perak bergetar,
suhupun melompat”. Kata bergetar dan melompat merupakan bentuk gerakan,
dan secara tidak langsung merupakan bagian dari citraan gerak.
8
para penikmat puisi adalah menggunakan kata-kata yang tepat, kata yang dapat
menyarankan suatu pengertian secara menyeluruh.
a. Simile
Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit (Keraf, 2007:138). Gaya bahasa
simile dikenal juga dengan istilah gaya bahasa perumpamaan. Gaya bahasa ini
mengungkapkan sesuatu dengan perbandingan ekplisit yang dinyatakan dengan kata
depan dan pengubung. Seperti layaknya, bagaikan, dan sebagainya. Contoh :
Wajahnya pucat bagaikan bulan kesiangan. Wajah yang pucat diibaratkan dengan
bulan yang kesiangan yang telah pudar sinarnya (pucat). Kadang-kadang diperoleh
persamaan tanpa menyebutkan objek pertama yang mau dibandingkan seperti :
9
b. Metafora
c. Personifikasi
10
d. Hiperbola
e. Hipokronisme
f. Alusio
Contoh lain: Memeberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya, engkau seperti
memberikan bunga kepada seekor kera.
g. Sinekdoke
11
a) Contoh sinekdoke pars pro toto: Lima ekor kambing telah dipotong pada
acara itu ( yang di potong dalam acara )
b) Contoh sinekdoke totem pro parte: Dalam pertandingan itu Indonesia
menang satu lawan Malaysia.
h. Sarkasme
i. Depersonifikasi
Gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tal bernyawa pada
manusia atau insan. Biasanya memanfaatkan katakata: kalau, sekiranya, jikalau,
misalkan, bila, seandainya, seumpama. Contoh: Kalau engkau jadi bunga, aku jadi
tangkainya. Contoh: Engkau bulanku, pelita malamku.
j. Metonomia
Kata metonomia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukan
perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian, metonomia adalah gaya
bahasa yang mempergunakan sebuah kata yang menyatakan suatu hal lain, karena
mempunyai pertalian yang sangat dekat. (Keraf, 2007: 142). Pengungkapan berupa
penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
Contohnya: Ibu pergi ke jakarta bersama Garuda. Maksudnya, ibu pergi ke jakarta
menggunakan layanan jasa pesawat udara yang bernama Garuda. Jika ada anak
sekolah yang diantar ibunya dengan mobil merek kuda. Bisa dikatakan: Ia pergi ke
sekolah naik kuda.
Contoh lain: Kemanapun ia pergi, ia tak pernah lepas dari Chairil Anwar (Chairil
Anwar adalah nama penyair pembaharu angkatan 1945).
12
k. Antonomasia
Gaya bahasa antonomasia menggunakan sifat sebagai nama diri atau nama
diri lain sebgai nama jenis. Contoh: Si crewet itu sudah datang! Si crewet untuk
menggantikan nama Ratna (atau nama yang lain) yang sifatnya cerewet. Contoh lain
adalah: Si Pandir, SI Cerdik, Sang Kancil, dan sebagainya.
l. Ironi
m. Sinisme
13