Anda di halaman 1dari 10

Analisi Semiotika dalam Puisi Mimbar Karya Taufik Ismail,

dengan Pendekatan Ferdinand De Saussure

Azizah Rachmayani
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta
Fakultas Adab dan Bahasa, Prodi Tadris Bahasa Indonesia
azizahr150602@gmail.com

Abstrak
Artikel ini membahas analisis semiotika pada puisi Mimbar karya Taufik Ismial.
Fokus pembahasan ini ialah aspek tanda yang muncul pada keseluruhan puisi.
Serta juga membahas struktur batin dan struktur lahir yang terdapat pada puisi
tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan berupa Teknik simak baca catat. Penelaahan
karya sastra menggunakan pendekatan semiotika Ferdinand De Saussure. Tujuan
penelitian adalah mendeskripsikan bentuk makna semiotika berdasarkan penanda
dan petanda pada puisi Mimbar karya Taufik Ismail.

Kata Kunci : Semiotika, Taufik Ismail, Ferdinand De Saussure

Abstract
This article discusses the semiotic analysis of the pulpit poem by Taufik Ismial.
The focus of this discussion is the aspect of signs that appear in the whole poem.
And also discusses the inner structure and outer structure contained in the poem.
This research uses descriptive qualitative method. The data collection technique
used was in the form of reading and note-taking techniques. The study of literary
works uses the semiotic approach of Ferdinand De Saussure. The purpose of the
study was to describe the form of semiotic meaning based on markers and
signifiers in the pulpit poem by Taufik Ismail.

Keywords : Semiotika, Taufik Ismail, Ferdinand De Saussure


Pendahuluan

Seseorang dalam mengekspresikan yang sedang mereka rasakan dengan


berbagai macam cara, ada yang dengan cara menyanyi, menggambar, menulils,
dan masih banyak lagi. Biasanya mereka akan menghasilkan sebuah karya yang
dimana karya tersebut menggambarkan suasna hati mereka, seperti saat seseorang
sedang jatuh cinta dan cara mengekspresikannya dengan menyanyi, maka lagu
yang mereka pilih adalah lagu-lagu yang bahagia, lagu yang menggambarkan
sedang jatuh cinta. Beda lagi jika ada seseorang yang sedang patah hati atau galau
dan cara mengekspresikannya dengan cara menulis, maka hasil tulisannya akan
mengandung unsur patah hati dan kesedihan. Cara pengekspresian menulis bisa
bermacam-macam hasilnya, seperti lirik lagu, sebuah cerita, puisi, caption, dan
masih banyak lagi. Sudah banyak musisi, penulis, serta sastrawan yang menulis
karyanya dengan menggambarkan saasana hatinya pada saat itu. Hasilnya pun,
tidak sembarangan. Karya mereka disukai banyak orang dan laris di masyarakat.

Salah satunya yaitu puisi karya (blablabla) atau biasa kita kenal dengan
nama Gus Mus. Gus Mus merupakan sastrawan terkenal di Indonesia, karya-
karyanya sudah dikenal oleh kalangan masyarakat. Karyanya yang paling dikenal
yaitu puisi. Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang memiliki
pernyataan sastra yang paling dalam. Kata-kata yang dimunculkan mengandung
pengertian yang mendalam, penuh makna, dan penuh akan simbol-simbol. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa puisi adalah ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.

Untuk menyampaikan sebuah pesan atau makna yang terkandung di dalam


karya sastra kita terkandung di dalam karya sastra kita membutuhkan tanda secara
konvemsional yang dipahami sebagai satu maksud yang sama. Mendeskripsikan
sebuah makna tersirat pada sebuah karya sastra khususnya pada puisi diperlukan
pendekatan untuk mendeskripsikan makna. Pendekatan tersebut ialah semiotika
yang merupakan ilmu tentang pengkajian tentang tanda-tanda. Menurut Santoso,
2013, Semiotik adalah pengkajian yang dapaat digunakan untuk mendeskripsikan
sebuah karya sastra dengan menggunakan penanda dan petanda sebagai acuannya.
Peneliti akan mendeskripsikan sebuah karya sastra khususnya puisi karya
Gus Mus. Pengkajian yang dilakukan menggunakan pendekatan Ferdinan De
Saussue. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik mendeskripsikan tanda-tanda
yang ada di dalam puisi, karena di dalam puisi bukan hanya berisikan kata kias
tetapi memiliki makna tersirat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
Pembacanya. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengkaji
hubungan antara penanda dan petanda sebagai acuan untuk mendeskripsikan suatu
makna pada puisi Gus Mus

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan semiotika model


Ferdinand De Saussure. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Data pada penelitian ini berupa kata, frasa, dan kalimat yang menunjukkan
penanda dan petanda pada puisi Gus Mus. Metode ini bertujuan menunjukkan
secara sistematis karakteristik objek penelitian secara faktual dan cermat. Metode
tersebut digunakan untuk menarasikan dan menuangkan berbagai pemaknaan
pesan yang terdapat di dalam puisi “Gandrung” karya Gus Mus dengan kalimat-
kalimatnya yang sangat kaya amakna tersirat. Sejalan dengan pendekatan
semiotik, pemaknaan pada penelitian ini tidak sematamata mengalihbahasakan,
tetapi juga terikat pada konvensi yang mencegah dari kesalahan penafsiran, juga
faktor dari diri penulis yang juga mempunyai kesan tersendiri dalam membaca
karya yang ditulisnya.

Hasil dan Pembahasan


Karya sastra adalah hasil karya yang menggunakan bahasa sebagai media
utama untuk menyampaikan suatu hal dengan komunikasi di mana pengarang
membuat karya untuk tujuan estetika. Karya sastra adalah hasil kontemplasi yang
merupakan penggabungan antara realitas kehidupan dengan imajinasi pengarang.
Hasil kontemplasi pengarang dapat menghasilakn karya yang dapat dibedakan
atas fiksi atau prosa naratif, drama, dan puisi.
Salah satu karya sastra adalah puisi. Puisi merupakan ungkapan perasaan,
curahan hati penyairnya menggunakan bahasa yang penuh dengan makna kias.
Proses pembuatan puisi dilalui dengan adanya pemikiran, ide, dan latar belakang
dari sang penyair. Puisi diartikan “membuat” dan “pembantu”, karena lewat puisi
pada dasarnya seseorang telah menciptakan sesuatu dunia tersendiri, yang
mungkin berisi pesan atau gambaran suasana–suasana tertentu, baik fisik maupun
batiniah.
Dalam puisi berjudul “Mimbar” karyanya Taufik Ismail terdapat beberapa
unur, diantaranya tutur lahir, tutur batin, dan semiotik.

1. Struktur Lahir
Struktur lahir atau disebut juga dengan struktur fisik. Dalam
struktru fisik ini, semua unsur yang ada di dalamnya erat kaitannya dengan
bahasa sebagai alat utama dalam mengekpresikan perasaan pengarangnya.
Struktur fisik merupakan struktur yang membangun puisi dari luar.
Struktur ini cenderung terlihat secara kasar mata. Menurut Hikmat, dkk,
terdiri dari wujud puisi, diksi, kata konkret, gaya bahasa, dan citraan.

Berikut adalah puisi Taufik Ismail berjudul ‘Mimbar’

Dari mimbar ini telah dibicarakan


Pikiran-pikiran dunia
Suara-suara kebebasan
Tanpa ketakutan

Dari mimbar ini diputar lagi


Sejarah kemanusiaan
Perkembangan teknologi
Tanpa ketakutan
Di kampus ini
Telah dipahatkan
Kemerdekaan

Segala despot dan tiran


Tidak dapat merobohkan
Mimbar kami.

Pada wujud puisi terdiri dari judul, isi, titimangsa. Judul di dalam
puisi diletakkan dibagain atas puisi. Judul ini kadang disambung dengan
subjudul yang di antaranya menuliskan tentang kepada siapa puisi itu
diajukan atau puisi tersebit menyangkut peristiwa apa. Pada penelitian kali
ini, judul puisi yang diambil oleh penulis yaitu ‘Mimbar’. Selanjutnya
yaitu isi puisi. Umumnya isi puisi terdiri dari baris dan bait puisi. Baris
merupakan satu deretan kata yang tersusun secara horizontal. Sementara
bait merupakan gabungan dari beberapa baris di dalam puisi yang tersusun
horizontal. Di dalam puisi ‘Mimar katya Taufik Ismaik’ ini memiliki 14
baris dan empat bait. Terakhir yaitu titimangsa. Titimangsa umumnya
menggambarkan dua aspek, tempat dan waktu puisi tersebut ditulis.
Namun, beberapa pengarang tidak menulis tempat mereka menulis puisi.
Pada puisi ‘Mimbar’ karya Taufik Ismail ini, penulis memberikan
titimangsa di bagian akhir puisi, yaitu pada tahun 1966.

2. Struktur batin
Struktur batin merupakan struktur yang membangun puisi dari
dalam. Struktur ini tidak terlihat secara kasat mata, namun menjadi sumber
dari ekspresi pengarang dalam menyampaikan gagasannya. Pada
umumnya struktur batin mneyangkut pada beberapa aspek, tema, nasa,
suasana, dan amanat. Menurut KBBI online, tema merupakan pola pikiran,
dasar cerita, yang dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan
sebagainya. Tema juga dapat diartikan sebagai ide pokok yang
dipersoalkan dalam sebuah karya (The Liang Gie:1975) Tema juga
merupakan sebuah gagasan dasar yang menopang sebuah karya yang
terkandung dalam teks sebagai struktur semantik serta menyangkut
persmaaan atau perbedaan (Nurgiyanto:2009). Oleh sebab itu, dalam
menentukan tema dalam sebuah teks bacaan tidak tertulis secara jelas,
namun kita dapat merasakan tema tersebut dari karya yang kita baca.
Tema pada puisi ini yaitu tentang politik. Karena menggambarkan suasna
dimana pada tahun tersebut, kebebasan untuk berbicara dibungkam oleh
pemerintah. Di sini para mahasiswa diberi kebebasan untuk berbicara
sebagai perwakilan suara masyarakat. Tanpa ketakutan, mereka berbicara
di atas mimbar.

Suasana menurut KBBI adalah keadaan sekitar sesuatu atau dalam


lingkungan, keadaan suatu peristiwa. Kita dapat merasakan suasana pada
sebuah karya saat kita menikmati karya tersebut, saat kita membaca,
mendengar, atau melihatnya. Pada puisi Mimbar karya Taufik Ismail
mengambil latar tahun 1996, dimana pada tahun tersebut masa orde baru
lahir dengan tujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Masa orde baru dicetuskan pertama kali oleh
pemerintahan Soeharto. Sehingga suasana yang muncul pada puisi karya
Taufik Ismail ini adalah semangat yang menggebu-gebu. Karena diberi
kebebasan untuk berbicara di depan umum. Sehingga masyarakat dengan
semangat memberikan pemikiran-pemikirannya.

Nada mneurut KBBI merupakan tinggi rendahnya bunyi dalam


lagu, music, dan sebagainya. Nada juga dapat diartikan sebagai ungkapan
keadaan jiwa atau suasana hati, makna tersembunyi dalam ucapan dan
sebagainya. Maka, nada dalam puisi merupakan sikap penyair atau penulis
puisi dalam menyampaikan puisi terhadap pembaca. Nada dalam sebuah
puisi berhubungan dengan tema dan perasaan penyair. Nada yang terdapat
pada puisi Mimbar karya Taufik Ismail menggunakan nada yang
semangat.

3. Semiotik
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda,
semiotic mempelajari system-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi
yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Khotimah,
2012). Setiap tanda mempunyai arti lebih dari satu, setiap satu arti dapat
ditafsirkan ke dalam banyak makna. Secara singkat semiotic dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tanda dan system tanda secara
sistematik, jadi terdapat dua hal yang berhubungan, yaitu yang menandai
dan ditandai, atau petanda dan arti petanda (Utomo&Erowati, 2014).
Petanda dan yang ditandai ialah dua hal yang selalu ada dalam sebuah
kajian semiotic dalam karya sastra manapun. Dalam penelitian ini
menggunakan pembahasan jenis semiotic penanda dan petanda. Penanda
merupakan elemen fisik dari sebuah tanda yang meliputi tanda, kata-kata,
iamge, dan suara. Saussure mengatakan penanda bunyi ynag bermakna
atau coretan yang bermakna, sedangkan petanda adalah acuan kedua dari
pemerolehan suatu tanda dalam semiotika. Petanda merupakan konsep
mutlak yang terdapat pada tanda fisik yang ada. Disetiap penanda yang
terdapat di dalam puisi diikuti dengan petandanya sebagai penaknaan dari
penanda yang ada, karena penanda dan petanda bagaikan dua sisi uang
keeping yang tidak dapat dipisahkan. Adapun pembahasan hasil penelitian
secara keseluruhan yaitu sebagai berikut.

No Aspek Penanda Aspek Petanda


.
1. Dari mimbar ini telah Larik tersebut telah
dibicarakan memberitahukan kepada kita
Pikiran-pikiran dunia bahwasanya dari mimbar
Suara-suara kebebasan (tempat untuk melahirkan
Tanpa ketakutan sebuah pikiran dan menyatakan
pendapat) tersebut kita dapat
memberikan suara-suara
kebabasan, suara pemikiran
kita tanpa adanya rasa
ketakutan. Hal tersebut
dikarenakan masa dimana orde
baru lahir, sehingga pemerintah
membuka telinga mereka untuk
menerima kritik, saran, serta
masukan untuk sistem
pemerintahan ke depan supaya
lebih baik lagi.
2. Dari mimbar ini diputar lagi Pada larik ini memberitahu kita
Sejarah kemanusiaan bahwa di mimbar, kita tidak
Perkembangan teknologi hanya mengemukakakn
Tanpa ketakutan pendapat kita saja, tapi di
mimbar tersebut kita juga dapat
berbicara mengenai sejarah
kemanusiaan, dimana sebelum
itu terjadi tragedy G30SPKI,
dan terjadi pembantaian
terhadap orang-orang yang
dituduh komunis di Indonesia,
dan sekitar setengah juga orang
dibantai.
3. Di kampus ini Larik ini memberitahu kita
Telah dipahatkan bahwasanya di lingkungan
kampus telah diukir
Kemerdekaan kemerdekaan. Kita telah
menemukan kata merdeka
setelah kejadian G30SPKI.
Dimana mahasiswa sebagai
perantara suara masyarakat
kepada pemerintah. Sehingga
mahaswa dengan leluasa dapat
memberikan suaranya dengan
bebas dan merdekat, tanpa ada
rasa ketakutan lagi.
4. Segala despot dan tiran Dalam larik ini ada kata yang
Tidak dapat merobohkan sangat menarik yaitu despot
Mimbar kami. (penguasa tunggal yang
berbuat sekehendak hati) dan
tiran (raja atau penguasa yang
lalim dan sewenang-wenang)
tidak akan bisa merobohkan
panggung aspirasi kita. Sekuat
apapun jabatan mereka, mereka
tidak akan bisa merobohkan
mimbar kami. Karena di
mimbar kami dapat
mengeluarlan aspirasi kami,
kami dapat berbicara dengan
bebas, dan dengan merdeka.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pemnahasan yang di atas, peneliti daoat
menarik kesimpulan bahwa dengan adanya fokus penelitian dan rumusan masalah
yang telah ditentukan. Analisis semiotic dalam puisi karya Taufik Ismail yang
berjudul ‘Mimbar’ mengenai bentuk makna berdasarkan penanda dan petanda.
Penelitian menemukan penandan dan petanda dari puisi karya Taufik Ismail yang
berjudul Mimbar, penullis memberitahukan kepada kita semua bahwa pada tahun
itu terdapat kebebasan berbicara di atas panggung, mahasiswa diberikan haknya
untuk menyampaikan pendapatnya, pemikirannya di atas panggung. Diberikan
kemerdekaan, dan tidak ada satupun yang dapat mengganggunya bahkan
pemerintah atau raja sekalipun.

Daftar Pustaka

Hamzah, A. A. (2019). Makna Puisi Wiji Thukul dalam Film “Istirahatlah Kata-
Kata” dengan Pendekatan Semiotika Ferdinand De Saussure. MUHARRIK:
Jurnal Dakwah Dan Sosial, 2(1), 15–31.
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/muharrik/article/view/59
Hikmat, A., Puspitasari, N. A., & Hidayatullah, S. (2005). Kajian Puisi. In Kajian
Puisi.
Karim, A. A., & Meliasanti, F. (2022). Religiositas Alam dalam Kumpulan Puisi
Hujan Meminang Badai Karya Tri Astoto Kodarie. Jurnal Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesia Undiksha, 12(1), 63.
https://doi.org/10.23887/jjpbs.v12i1.41424
Rahmadini, F. E., Maryatin, M., & Musdolifah, A. (2018). Kajian Semiotika Pada
Kumpulan Puisi Karya Mahasiswa Semester V Program Studi Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesia Angkatan Tahun 2014. Jurnal Basataka (JBT),
1(2), 41–46. https://doi.org/10.36277/basataka.v1i2.33
Safika, N. D. (2020). Analisis Semiotika dalam Puisi “Sajak Balsem untuk Gus
Mus” Karya Joko Pinurbo. 281, 281–292.

Anda mungkin juga menyukai