Anda di halaman 1dari 52

ANALISIS DIKSI DALAM KUMPULAN PUISI TAK PERNAH PERGI KARYA DELAPAN PENYAIR HASIF AMINI

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu pekerjaan manusia yang merupakan hasil kreasi dan

imajinasi seseorang dengan bahasa sebagai medianya. Lewat karya sastra seseorang dapat menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan bahkan keinginan yang ada pada dirinya. Dalam komunikasi, kata-kata disalurkan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa. Hal terpenting dari rangkaian kata-kata adalah pengertian yang tersirat di balik kata-kata yang digunakan. Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata mengandung makna bahwa tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Dengan kata lain kata adalah alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Semakin banyak kata yang dikuasai seseorang maka semakin banyak pula ide atau gagasan yang dapat diucapkan. Untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, gagasan, tidak hanya terbatas pada bahasa lisan saja, akan tetapi juga pada bahasa tulis. Salah satu wujud bahasa tulis adalah karya seseorang misalnya yang berupa puisi, yaitu sebuah karya sastra dengan bahasa yang dipadukan, dipersingkat, dan berirama dengan bunyi yang ada dan pemilihan kata yang imajinatif, emosional dan intelektual. Puisi Tak Pernah Pergi adalah kumpulan puisi yang menjadi objek pembahasan penulis sehingga penelitian ini berjudul "Analisis Unsur Diksi dalam kumpulan Puisi Tak Pernah Pergi".

Penelitian ini dilakukan dengan alasan bahwa kata digunakan dalam setiap proses interaksi. Sedangkan kata yang dibahas dalam penelitian ini adalah kata yang diungkapkan melalui tulisan yang tertuang menjadi sebuah karya sastra yang berupa puisi. Di samping itu, ada lagi sebuah alasan mengapa penelitian ini dilakukan, yaitu karena kata dalam puisi tidak hanya asal pakai tetapi penyair harus mampu menyaring atau menfilter kata-kata mana yang tepat buat hasil karyanya. Penelitian tentang diksi ini sudah pernah dilakukan sebelumnya, tetapi penelitian diksi yang dahulu lebih terfokus pada kata kongret dan kata abstrak, penelitian sebelumnya juga menargetkan pada objek yang berbeda yaitu novel Marahnya Merah karya Iwan Simatupang. Penelitian yang dilakukan sekarang jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya karena objek yang digunakan adalah puisi dan memfokuskan pada tiga unsur pembentukan, yaitu perbendaharaan kata, urutan kata, dan daya atau sugesti atau daya magis kata-kata yang ada di dalamnya. 1.2. Permasalahan

1.2.1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut, "Bagaimanakah Penggunaan Diksi Dalam Kumpulan Puisi Tak Pernah Pergi"?. 1.2.2. Penegasan Konsep Variabel Analisis penggunaan diksi puisi Tak Pernah Pergi merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan uraian tentang diksi (pilihan kata) yang dipakai oleh delapan penyair dalam kumpulan "Puisi Tak Pernah Pergi". Untuk menghindari salah tafsir dan kesalahan persepsi terhadap judul maka diperlukan adanya penegasan konsep variabel sebagai batasan operasional. Kata bukan alat

menggambarkan pengertian, kata adalah pengertian itu sendiri, kata harus bebas menentukan dirinya sendiri (dalam Atmazaki, 1993 : 20). Diksi dalam puisi merupakan sesuatu yang penting. Diksi yang akan dianalisis dalam penelitian ini meliputi : perbendaharaan kata, urutan kata dan daya sugesti. Ketiga unsur ini merupakan unsur pembentuk diksi yang diambil dari konsep Herman J Waluyo. 1.2.3. Deskripsi Masalah Diksi adalah pilihan kata yang mempunyai peranan sangat penting. Seseorang yang tidak menguasai diksi akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, sehingga kegiatan berkomunikasi tidak berjalan dengan efektif. Semakin baik orang memahami diksi maka semakin baik pula dalam mengungkapkan apa yang ada di dalam perasaannya. Diksi yang dibahas dalam penelitian ini adalah tiga unsur pembentuknya yaitu perbendaharaan kata, urutan kata dan daya sugesti. Perbendaharaan kata adalah salah satu faktor penting karena dapat digunakan sebagai sarana untuk kekuatan ekspresi, juga menunjukkan ciri khas dari penyair tersebut. Urutan kata adalah susunan kata-kata dari penyair yang tidak dapat dipindah-pindah tempatnya walaupun dengan pemindahan itu tidak akan mengubah makna dan artinya. Daya sugesti adalah kekuatan yang timbul lewat kata. Sugesti itu ditimbulkan oleh makna kata yang tepat untuk mewakili perasaan penyair. Kumpulan puisi Tak Pernah Pergi adalah sebuah buku yang di dalamnya berisi hasil karya dari beberapa penyair kurang lebih seratus dua puluh dua puisi antara lain. Ganjil, Pagar Sekolah, Toraja, Bantimurung, Goa Pattae, Perbatasan, Sebelum Perjamuan, Dalam Perjamuan, Selepas Jamuan, Ikan Sakti, dan Aku Clurit Laut, Sajak Yang Tak Selesai, Di Depan Stasiun Tanjung Karang, Badarsila, Dina vs Lelaki, Antara Aku dan Bulan, Pangeran

Surgai Walennae, Sajak Korek Api, Di Karet, Perempuan Yang Terlambat, Tertusuk Cinta Pada Sebatang Ilalang Kering, Surat Perempuan Kepada Kekasihnya, Negeri Hanyalah, Ranjang Uang, Litani Perjalanan, Keli Mati, Hujan Di Karang, Tepi Sampur, Selalu Kelesakkan Gelombang Mimpi, Tiba-Tiba Kutemukan Mayat Mimpiku Terapung, Bayangan, Kado Buat Masa Kecil, Sebelum Pulang, Santa Rosa 1, Santa Rosa 2, Kematian Ayah, Sejadah Terakhir, Percakapan Rahim 4, Membesuk Ibu Sakit, Dunia Yang Tumbuh, Ketika Senja Hari Menyanggahi Taman Suropati. Si, Ziarah Arus Sajarah, Merisik Senyap, Waktu Mati, Jam Berhenti, Dari Kopra Yang Sama, Stangkai Daun Dalam Surat Cinta, Mawar Laut, Sesudah Pembakaran, Bila Pelayaranku Sampai, Aku Menanam Diri, Santa Anna, Perempuan Pertama Tiba di Bulan, Kunjungan perdana ke Balian, Mencari Wanda di Lorong Kapal Sandar, Malam, Neraka, Perempuan, Ketiadaan, Concierto di Monona, Dalam Rimba Bayang-bayang, Bertutur Ketiak Salju, Di Altar Purbamu 1999, Tentang Kesetiaan, Barebba' Bulukumba1951, Kau Lautan Kata, Dalam Deru Waktu, Pada Suatu Hari Ketika Puisi Pergi, Mesias, Warna Angin, Derita Hujan, 11:37:56 7/08/2002, 10:59:03 7/08/2002, 11:22:46 7/08/2002, Airmata Laut, Arca Seorang Dewi, Ingin Selalu Kujumpai Engkau, Sajak dari Rumah Sakit Jiwa, Bulan Menjaring, Jalan, Museum, Perempuan Indian, Berhati-hatilah, Hai kau para Betina, Berhati-hatilah, Hai kau para Betina, Di Lembang, Tunduk Kehendak, Sajak Terakhir, Sungai, Kenangan pada Stasiun Perjumpaan, Asmarandana, Di bawah Bulan, Jakarta, Balda orang-orang Kalah, Hamzah Fansuri, Sebutir Bintang Yang Mengirim Cahaya, Negeri Mimpi, Akar Mati, Ia Pergi Ke Narramundi, Sungai Mengalir ke Air Mata, Hanya, dan Malam Kian Mendalam. Dalam pernyataan di atas jelas bahwa pemilihan dan penggunaan kata dalam puisi tidaklah sembarangan. Pemilihan kata dalam puisi disebut "diksi". Pemilihan kata adalah salah satu faktor penting dalam puisi karena dengan diksi atau pilihan kata itu penyair dapat

mengekspresikan apa yang ada dalam benaknya. Barfield mengemukakan bahwa, bila katakata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga akhirnya menimbulkan imajinasi estetik maka hasilnya disebut diksi (dalam Pradopo1991 : 45). Diksi mempunyai peranan penting dalam sebuah puisi, sehingga ada yang menyatakan bahwa diksi merupakan esensi penulisan puisi. Bahkan ada pula yang menyebutnya sebagai dasar bangunan setiap puisi, sehingga dikatakan pula bahwa diksi merupakan salah satu faktor penentu seberapa jauh seorang penyair mempunyai daya cipta yang asli. Jika penyair ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya secara padat dan intens, untuk hal ini ia memilih kata yang setepat-tepatnya yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya. Untuk mendapatkan kepadatan dan intensitas serta supaya selaras dengan sarana komunikasi puitis yang lain maka penyair memilih kata-kata dengan secermat-cermatnya (Altenberrd dalam Pradopo, 2005;54). Penyair mempertimbangkan perbedaan arti yang sekecil-kecilnya dengan cermat. Oleh karena itu untuk memahami dan menikmati puisi, penikmat atau pembaca tidak boleh mengabaikan perwujudannya yang penting, seperti perbendaharaan kata, urutan kata dan daya sugesti atau daya magis, karena kata-kata dalam puisi menentukan kualitas sebuah puisi. 1.2.4. Pembatasan Masalah Melihat luasnya masalah dalam penelitian ini, maka masalah yang telah dijabarkan di atas tidak akan dibahas keseluruhan. Berhubung peneliti membahas tiga aspek pembentuk diksi maka masalah akan dibatasi pada 8 (delapan) penyair di antaranya : Agus R Saryono, Budy Utami, Dami Ntoda, Dina Otabiani, Edy A Effendy, Mohtar Pabottinggi, Muhammad Subarkah dan Simon Hate. Adapun puisi yang akan diteliti antara : Sebelum Perjamuan, Dalam Perjamuan, Perempuan Terlambat, Surat Perempuan Kepada Kekasihnya, Kalimat, Hujan di

Karang, Bayangan, Kado Buat Mas Kecil, Sejadah Terakhir, Percakapan Rahim4, Kenadaan, Tentang Kesetiaan, Warna Angin, Darib Hujan, Sajak Terakhir, Sungai.

1.3. Tujuan Pembahasan Diksi ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan deskripsi yang objektif karena masingmasing pengarang berbeda dalam menyampaikan hasil karyanya serta dalam mengaplikasikan ketiga unsur diksi, yaitu perbendaharaan kata, urutan kata dan daya sugesti.

1.4. Asumsi Penelitian ini dilandasi oleh sejumlah anggapan dasar sebagai berikut : 1). Setiap penyair pasti menggunakan diksi dalam mengungkapkan pikiran, gagasan dan ide-idenya. 2). Kumpulan puisi "Puisi Tak Pernah Pergi" menyajikan diksi yang beranekaragam dan berbeda dengan kumpulan puisi yang lain.

1.5. Pentingnya Penelitian Pemilihan ini penting karena hasilnya bermanfaat bagi : 1). Pengajaran apresiasi sastra khususnya puisi agar lebih baik dan mencapai tujuan. 2). Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan wawasan keilmuan yang tidak diperoleh di bangku kuliah. 3). Pemilihan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji.

1.6. Alasan Pemilihan Judul 1). Alasan Objektif a. Kumpulan puisi ini mempunyai keunikan tersendiri tidak seperti kumpulan puisi lainnya. b. Unsur-unsur diksi yang ada di dalamnya tidak seperti kumpulan puisi pada biasanya, di sini penuh pemikiran yang sangat padat. 2). Alasan Subjektif a. Menurut peneliti judul ini belum pernah diteliti sebelumnya sehingga peneliti untuk meneliti diksi yang ada di dalam kumpulan puisi ini. b. Peneliti ingin menambah pengalaman secara luas tentang diksi.

1.7. Pengertian Istilah Dalam Judul 1). Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan atau perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara dan sebagainya) (dalam Moeliono, 1990 : 32).

2). Unsur adalah bagian terkecil dari suatu benda yang sudah tidak dapat dibagi lagi (Moeliono, 1990 : 993). 3). Diksi adalah pilihan kata yang bermakna tepat dan selaras (cocok penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan pokok pembicaraan, peristiwa dan khalayak pembaca atau pendengar (Moeliono, 1990 : 2005). 4). Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantera, rima serta penyusunan larik dan bait (Moeliono, 1990 : 107).

1.8. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebuah kumpulan puisi berjudul "Puisi Tak Pernah Pergi" karya beberapa penyair yang diterbitkan oleh penerbit Kompas tahun 2003.

1.9. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh hasil yang baik maka penulis memberikan kerangka/ komposisi penulisan yang pada dasarnya dibagi menjadi 4 bagian yaitu : Bab I Pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar yang terdiri dari : latar belakang, permasalahan yang terdiri dari rumusan masalah, penegasan konsep variabel, deskripsi masalah, dan batasan masalah, tujuan pembahasan, asumsi, alasan pemilihan judul, pentingnya penelitian, istilah dalam judul dan sistematika penulisan. Bab II berupa pembahasan keputusan pada bab ini akan diuraikan tentang diksi. Bab III berupa metodologi penelitian, pada bab ini akan diuraikan tentang metodologi yang digunakan. Bab IV berupa analisis terhadap kumpulan puisi yang diteliti yang ditinjau dari segi diksi.

Bab V berupa penutup, bab ini berisi simpulan terhadap hasil analisis kumpulan puisi dan saran serta di bagian akhir dicantumkan daftar pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Puisi Puisi berasal dari kata Yunani Poisis yang berarti perciptaan. Tetapi arti ini lama kelamaan semakin sempit ruang lingkupnya menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat yang tertentu dengan menggunakan irama, sejak dan kadang-kadang kata-kata kiasan. Dalam bahasa Inggris kata puisi ini adalah poetry yang erat berhubungan dengan kata. Poet dan Poem. Mengenai kata Poel ini Vercil C. Coulter memberi penjelasan bahwa Poet berasal dari kata Yunani yang berarti membuat, menciptakan, dalam bahasa Inggris Poet ini lama sekali disebut maker, dalam bahasa Yunani Poet ini berarti orang yang menciptakan melalui imajinasinya. (Coulter dalam Tarigan, 1993 : 4). Ralph Waldo Emerson memberi penjelasan bahwa Puisi merupakan upaya abadi untuk mengexpresikan jiwa (Blair dan Chandler dalam Tarigan, 1993 : 4). Selanjutnya pengarang terkenal Edgar Allan Poe membatasi puisi sebagai kreasi keindahan yang berirama, ada pula beberapa pengarang yang menghubungkan puisi dengan musik, John Dryden mengatakan bahwa Poetry is arhculate music dan Isaac Newton mengatakan bahwa puisi adalah nada yang penuh keaslian dan keselarasan, (Blair Chandler dalam Tarigan, 1993 : 5). Samuel Johson berpendapat bahwa puisi adalah peluapan spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya, dia bercikal dari emosi dan berpadu kembali dalam kedamaian Byron berpendapat bahwa puisi merupakan lava imajinasi yang letusannya mencegah timbulnya gempa bumi. Sedangkan Percy Byssche Shelle berpendapat bahwa puisi adalah rekaman dari soal-soal yang paling baik dan paling menyenangkan (Blair dan Chadler dalam Tarigan, 1993:5).

Kita lanjutkan kembali pembahasan tentang pengertian puisi Emily Dic Konson berpendapat yang berbunyi Bila daku membaca sebuah buku dan dia dapat membuat tubuhku begitu sejuk, tiada api tak dapat memanaskan tubuhku maka daku tahu bahwa itu adalah puisi di sini Emily Dic Kirson menilai dari sudut pandang perasaan. Menurut Slamet Mulyana (dalam Waluyo, 1987 : 23) puisi merupakan bentuk kesusasteraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya. Sedangkan Wijosoedarmo mengatakan puisi adalah karangan yang terikat oleh banyaknya baris dalam tiap bait, banyaknya kata dalam tiap baris, banyaknya suku kata dalam tiap baris adanya rima dan irama. Ditinjau dari bentuk bahasa puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan pertimbangan efek keindahan. Herbert Spencer (dalam Waluyo, 1987 : 23) dan H.B. Jassin (1965 : 40) mengatakan bahwa puisi adalah pengucapan dengan perasaan dalam pikiran dan perasaan seolah bersayap, sehingga boleh dikatakan puisi merupakan kelakuan manusia seutuhnya. Mc. Caulay, Hudson mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata berbagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan dasar bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, emosional dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individual dan sosialnya sehingga mampu membangkitkan pengalaman tertentu dalam diri pembaca atau pendengarnya. Walaupun pernyataan-pernyataan di atas telah menjawab pertanyaan apakah yang dimaksud puisi dan sedikit memberi batasan-batasan akan puisi namun jelaslah bagi kita betapa sukarnya memberi batasan yang tepat terhadap kata puisi tersebut. Namun demikian bukanlah suatu alasan

bagi kita untuk mengatakan bahwa tidaklah mungkin kita mendekati puisi itu dengan baik, sebab kita masih dapat melukiskan sifat-sifat utamanya tersebut, maka lebih terbukalah jalan bagi kita untuk mengerti, menikmati bahkan juga menilai puisi itu sendiri. 1.A. Richards, (dalam Tarigan, 1984 : 9), seorang kritikus sastra yang terkenal telah menunjukkan kepada kita bahwa suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi itu), perasaannya (yaitu sikap penyair terhadap bahan atau objeknya), nadanya (yaitu sikap penyair terhadap pembaca atau penikmatnya) dan amanat (yaitu maksud atau tujuan seorang penyair). Di atas telah disinggung tentang hakikat puisi, dan rasanya kurang lengkap bila tidak mengurangi tentang metode puisi karena keduanya mempunyai hubungan yang erat sekali. Kalau diperhatikan benar-benar maka jelaslah bagi kita bahwa pada umumnya para penyair mengatakan lebih banyak memilih kata-kata yang banyak mengandung makna dari pada mengkombinasikan kata-kata. Dengan kata lain, dengan kata-kata yang sedikit mungkin penyair ingin melukiskan atau mengatakan sesuatu dengan jelas dan meluas mungkin untuk memenuhi maksud yang telah diutarakan itu, maka mau tidak mau diperlukan suatu metode yang baik beserta sarana-sarana yang diperlukan. Untuk itu yang terpenting di antaranya adalah : diksi, imajinasi, kata majas, ritme dan rima. Diksi adalah pilihan kata yang dipakai oleh sang penyair. Diksi merupakan objek yang diteliti dalam riset ini. Imajinasi adalah usaha penyair untuk mempengaruhi para penikmatnya agar dapat melihat, merasakan, mendengarkan, menyentuh bahkan kalau perlu mengalami segala sesuatu yang terdapat dalam karyanya. Kata nyala adalah kata yang kongkrit dan khusus, bukan kata yang abstrak dan bersifat umum. Majas adalah bahasa kiasan atau gaya bahasa, sedangkan ritme atau irama adalah turun naiknya suara secara teratur, dan irama atau sajak adalah persamaan bunyi.

Demikianlah pembahasan tentang hakikat dan metode yang ada dalam puisi, dan sekarang peneliti akan mencoba mempresentasikan hubungan antara keduanya. Kalau kita teliti benar-benar maka jelaslah bahwa hakikat puisi dan metode puisi itu saling bergantung satu sama lain, yang satu tidak terpikirkan tanpa yang satunya lagi hubungan keduanya sama halnya dengan hubungan tubuh dan jiwa, hubungan jasmani dan rohani. Alton C. Morris (dalam Tarigan, 1984 : 41) mengatakan bahwa hakikat puisi dan metode puisi saling bergantung saling berhubungan satu sama lain, hubungannya itu bersifat organic bukan hanya hubungan yang bersifat mekanis. Setelah dibahas tentang hakikat dan metode puisi, maka pembahasan berikutnya yaitu tentang maksud dan tujuan, agar ada gambaran yang lebih jelas mengenai apa yang dimaksud. Terlebih dahulu akan kita dibicarakan perbedaan-perbedaan utama antara prosa dan puisi. Lucia B. Mirrielees (dalam Tarigan, 1984 : 42). Mengatakan bahwa perbedaan utama antara prosa dan puisi terletak dalam : (1). Maksud dan tujuan sang pengarang, (2). Bentuknya terutama sekali dalam ritme, rima dan pola-pola persajakan, (3). Hubungan dengan musik atau lagu, baik lagu kata maupun lagu kalimat, (4). Terpentingnya penjelasan yang terperinci terhadap pengertian setiap kata yang terdapat di dalamnya (5). Kuantitas majas, kata kias yang terdapat di dalamnya (6). Pemakaian refrensi, simbol serta implikasi-implikasi. Demikianlah perbedaan-perbedaan yang terdapat antara prosa dan puisi, maka maksud dan tujuan puisi adalah : (1). Bukan untuk menyatakan makna, tetapi justru untuk menyarankan, (2). Bukan untuk menceritakan tetapi melukiskan, (3). Bukan untuk menerangkan atau menjelaskan tetapi mengajak atau mendorong para pembaca berkreasi, (4). Bukan untuk berbicara tetapi berdendang atau berlagu, (5). Bukan untuk berdendang atau berlagu melulu tetapi justru membangun atau menimbulkan dendang atau lagu pada para penikmatnya (Mirrielees dalam Tarigan, 1993 : 43).

Pembahasan berikutnya adalah lahirnya sebuah puisi atau lahirnya sebuah karya A.E. Housmann (dalam Tarigan, 1984 : 44) mengatakan bahwa sesungguhnya puisi bagi saya seakanakan jauh lebih bersifat fisis ketimbang bersifat intelektual. Mr. Graves (dalam Tarigan, 1984 : 44) menyatakan bahwa puisi merupakan fusi dari ide-ide yang bertentangan. Sara Teasdale (dalam Tarigan, 1984 : 44) beranggapan bahwa puisi merupakan akibat atau review dari kegerakan atau ketegangan emosional sedangkan professor Prescott (dalam Tarigan, 1984 : 44) menganggap puisi itu sebagai penjelmaan dari suatu keadaan psikis yang hampir-hampir mendekati day-fream (yaitu pikiran-pikiran yang tidak-tidak terhadap hal-hal yang menyenangkan). Mengenai penciptaan puisi ini Stephen Spender (dalam Tarigan, 1984 : 47) mengemukakan pendapat serta menceritakan pengalaman pribadinya dalam sebuah makalah yang berjudul The Making Of Apoem yang mula-mula dimuat dalam Partisan Review pada musim panas tahun 1946. Dari uraiannya dapatlah ditarik kesimpulan bahwa dalam menciptakan sesuatu puisi diperlukan paling sedikit 5 hal yaitu : (1). Konsentrasi, (2). Inspirasi, (3). Karangan, (4). Keyakinan, (5). Lagu.

2.2. Pengertian Diksi Pilihan kata dan diksi tidak saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi soal perbendaharaan kata, urutan kata, dan daya sugesti. Adalah suatu kekeliruan yang besar untuk menganggap bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang sederhana, persoalan yang tidak perlu dibahas atau perlu dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya dengan wajar pada setiap manusia. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diksi adalah pilihan kata yang bermakna tepat dan selaras (cocok penggunaannya) untuk mengungkap gagasan dengan pokok bahasan, peristiwa dan khalayak pembaca atau pendengar (Moeliono, 1990 : 205). Selain itu ada juga yang

berpendapat bahwa diksi adalah kegiatan memilih kata setepat mungkin untuk mengungkapkan gagasan atau ide (dalam Hasanuddin W.S. 200 : 98). Peranan diksi dalam puisi sangat penting karena kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi, bahkan untuk jenis puisi imajis, seperti dinyatakan oleh Sapardi Djoko Darono kata tidak sekedar berperan sebagai sarana yang menghubungkan pembaca dan gagasan penyair, seperti peran kata dalam bahasa sehari-hari dan proses umumnya, dalam puisi imajis kata-kata sekaligus sebagai pendukung dan penghubung pembaca dunia intuisi penyair. Begitu pentingnya pilihan kata dalam puisi sehingga ada yang menyatakan bahwa diksi merupakan esensi penulisan sebuah puisi bahkan ada pula yang menyebutkan sebagai dasar bangunan setiap puisi sehingga dikatakan pula bahwa diksi merupakan faktor penentu seberapa jauh seorang penyakit mempunyai daya cipta yang asli. Kata-kata yang digunakan dalam dunia persajakan tidak seluruhnya bergantung pada makna denotative, tetapi lebih cenderung pada makna konotatif. Konotasi atau nilai kata inilah yang justru lebih banyak memberi efek bagi para penikmatanya. Uraian-uraian ilmiah biasanya lebih mementingkan denotasi, itulah sebabnya maka sering orang mengatakan bahwa bahasa ilmiah bersifat denotatif sedangkan bahasa sastra bersifat konotatif. Dalam puisi penempatan kata-kata sangat penting artinya dalam rangka menumbuhkan suasana puitik yang akan membawa pembaca kepada pemikiran dan pemahaman yang menyeluruh dan total. Beberapa penyair sering mempergunakan kata-kata biasa, yakni kata-kata sederhana yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata semacam ini dengan cepat dan tidak terlalu sukar dimengerti oleh pembaca karena kata-kata tersebut menampilkan efek kejelasan yang bersifat langsung, seperti, urutan kata dan daya sugesti, oleh karena itu penulis akan mendiskripsikan tentang tiga aspek dalam diksi tersebut.

2.2.1. Perbendaharaan Kata Perbendaharaan kata penyair di samping sangat penting untuk kekuatan ekspresi juga menentukan ciri khas penyair, di samping penyair, memilih kata berdasarkan makna yang akan disampaikan dan tingkat perasaan serta nuansa batinnya, juga dilatarbelakangi oleh faktor sosial budayanya. Suasana batin pengarang juga menentukan pilihan kata, artinya bila pengarang sedang marah maka dia akan menggunakan kata-kata yang keras (radikal), tetapi bila dia dalam keadaan bahagia akan memakai kata-kata yang cenderung puitis, intensitas perasaan penyair, kadar emosi, cinta, benci, haru dan sebagainya. Karena puisi dalam pembahasan ini ini adalah puisi tertulis, maka kedudukan kata itu sendiri sangat menentukan pada makna. Dalam puisi lisan, makna kata juga ditentukan oleh lagu, tekanan dan suara pada saat kata-kata itu dilaksanakan. Penyair sering kali memilih kata-kata khas yang maknanya hanya dapat dipahami setelah menelaah latar belakang penyairnya. Suradji Calzoum Bachri memilih kata-kata khas seperi : ngiauhuss, puss, sangsi, ngilu, anu, bajingan, pot, menka, sihka dan lain-lain. Kata yang dipilih Sutardji ini kurang pantas untuk puisi-puisi Indonesia karena dalam puisinya banyak kata-kata yang tidak bermakna diberi makna, kata-kata yang sudah bermakna diberi makna baru dan juga dipergunakan untuk mengungkapkan ungkapan yang bersifat estetis. Para Penyair religius kata-kata yang digunakan ditujukan untuk mengungkapkan perasaannya kepada Tuhan. Sebaliknya bagi penyair atheis ungkapan itu menimbulkan nada yang tidak begitu simpatik. Demikianlah pembahasan tentang perbendaharaan kata dalam puisi. Kata-kata dalam kehidupan sehari-hari dirasa masih kurang tepat untuk mewakili apa yang hendak dinyatakan,

maka dicari perbendaharaan kata dalam bahasa ibu atau kata-kata dari bahasa kuno. Banyak pula yang menggunakan kata-kata asing seperti : solitude, intermezzo serta kata-kata asing lainnya.

2.2.2. Urutan Kata Urutan kata dalam puisi bersifat baku, artinya urutan itu tidak dapat dipindah-pindah tempatnya, meskipun maknanya tidak berubah oleh perpindahan tempat itu. Cara menyusun urutan kata itu bersifat khas karena penyair yang satu berbeda caranya dari penyair yang lainnya. Dapat pula dinyatakan bahwa ada perbedaan tehnik menyusun urutan kata, baik urutan dalam tiap baris maupun urutan dalam suatu bait puisi. Sutardji Calzoum Bachri sangat gemar menyusun urutan kata-kata dalam puisinya, bahkan urutan kata itu ditempatkan begitu rapi sehingga membentuk gambar, maka puisinya sering disebut puisi grafis karena mementingkan efek visual dari penyusunan baris puisinya. Dalam puisi-puisi protesnya, Rendra menggunakan urutan kata yang dimulai dari nama orang, panggilan nama orang atau kata penghubung yang berfungsi mengikat seluruh bait puisi. Demikianlah urutan kata-kata dalam puisi yang disusun secara cermat oleh penyair, jika urutannya diubah maka akan terganggu keharmonisan komposisi kata-kata juga mendukung perasaan dan nada yang diinginkan penyair, jika urutan katanya diubah maka perasaan dan nada yang ditimbulkan akan berubah pula.

2.2.3. Daya Sugesti Dalam memilih kata-kata penyair mempertimbangkan daya sugesti karena makna kata dipandang sangat mewakili perasaan penyair karena ketepatan pilihan kata dan ketepatan penampatannya. Kata-kata itu seolah memancarkan daya gaib yang mampu memberikan sugesti pembaca untuk ikut sedih, terharu, bersemangat, marah dan sebagainya. Untuk mengesankan penghargaan yang tinggi pada kekasihnya, Rendra melukiskan kekasihnya itu

seperti bait puisi berikut ini : engkau putri duyung / tawananku / putri duyung dengan suara merdu lembut / bagai angin laut / mendesahlah bagiku. Untuk menyatakan persatuan yang erat antara dua keluarga, Amir Hamzah membuat perumpamaan dengan bagai rusa di puncak Tursina. Kata-kata Amir Hamzah ini dirasa lebih sugestif. Untuk mengungkapkan bahwa di malam lebaran itu penyair tidak merasa bahagia, maka Sitor Situmorang menulis : /malam lebaran / bulan di atas kuburan. Kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mensugesti pembaca. Bahasa puisi lebih bersifat konotatif dari pada bahasa prosa, hal ini antara lain diusahakan untuk mendapatkan daya sugesti itu sendiri.

2.3. Ragam Puisi Dilihat dari Bentuk dan Isinya Ragam puisi jika dilihat dari bentuk dan isinya terdiri dari beberapa jenis antara lain : 1). Puisi epic yakni suatu puisi yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan maupun sejarah. 2). Puisi naratif yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita dengan pelaku, perwatakan, seting maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita. 3). Puisi lirik yakni puisi yang berisi luapan bahwa individual penyair dengan segala macam endapan pengalaman, sikap maupun suasana batin yang melingkupnya. 4). Puisi dramatic yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang baik lewat kelakuan, dialog, maupun menolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu. 5). Puisi dedektif yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya terlampir explicit.

6). Puisi satirik yakni puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat. 7). Romance yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap sang kekasih. 8). Elegi yakni puisi yang berisi luapan rasa sedih seseorang 9). Ode yakni puisi yang berisi pujian terhadap orang yang memiliki jasa ataupun sikap kepahlawanan. 10). Himne yaitu puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta terhadap

bangsa ataupun tanah air.

2.4. Hubungan Kehidupan Pengarang dengan Gagasan dalam Puisinya Pembahasan tentang hubungan antara kehidupan pengarang atau penyair dengan gagasan yang terdapat dalam suatu puisi yang diciptakannya sangatlah luas. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode histories, artinya membaca biografinya, dorasa dia lahir, pendidikan apa saja yang telah ditempuh, setelah besar bertempat tinggal di mana, siapa istri dan berapa anaknya, kapan dia meninggal dan di mana dikuburkan. Setelah membahas uraian tentang hubungan antara kandungan makna dalam puisi dengan kehidupan pengarangnya akan timbul pertanyaan, apakah gagasan, kehidupan maupun ide-ide yang terdapat dalam puisi itu selalu identik dengan kehidupan penyairnya ? Jawabannya, tidak selalu ! puisi dapat mewadahi dan menggambarkan sesuatu yang sangat luas, dan bukan hanya cermin dari kehidupan penyairnya sendiri. Perlu juga diketahui bahwa pembahasan masalah hubungan antara kehidupan penyair atau pengarang dengan gagasan yang terkandung dalam puisi yang diciptakannya sedikit banyak akan mengalami ketimpang tindihan dengan pendekatan sosio psykologis, yang perlu diperhatikan di sini adalah dalam membahas masalah hubungan antara kehidupan penyair dengan gagasan dalam puisi yang diciptakan, pembaca hanya melihat kehidupan penyair itu sendiri sebagai pribadi, sedangkan dalam pendekatan sosio psykologi, pembahasan melihat keberadaan penyair itu sebagai bagian dari kelompok sosial masyarakat tertentu, melihat bagaimana perilaku kejiwaannya dalam menanggapinya serta melihat bagaimana hubungan dengan gagasan yang terkandung dalam puisi yang diciptakannya. Dari keseluruhan uraian di atas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara kehidupan seorang penyair dengan gagasan yang dituangkan dalam puisi yang

diciptakannya, sehingga dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa manfaat mempelajari biografi pengarang adalah untuk mengembangkan kemampuan apresiasi.

2.5. Kata dalam Puisi Berdasarkan bentuk dan isi, kata-kata dalam puisi dapat dibedakan antara: (1) Lambang, yakni bila kata-kata itu mengandung makna seperti makna dalam kamus (makna leksikal) sehingga acuan maknanya tidak menunjuk pada berbagai macam kemungkinan lain (makna denotative), (2) Utterance atau indice, yakni kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian. Kata jalang dalam baris puisi Chairil, Aku ini binatang jalang, telah berbeda maknanya dengan wanita jalang itu telah berjanji berubah nasibnya, dan (3) simbol, yakni bila kata-kata itu mengandung makna ganda (makna konotatif) sehingga untuk memahaminya seseorang harus menafsirkannya (interpretative) dengan melihat bagaimana hubungan makna kata tersebut dengan makna kata lainnya (analisis kontektual), sekaligus berusaha menemukan figur semantisnya lewat kaidah proyeksi, mengembalikan kata ataupun bentuk larik (kalimat) ke dalam bentuk yang lebih sederhana lewat pendekatan parafrastis. Lambang dalam puisi dapat berupa kata tugas, kata dasar, maupun kata bentukan. Sedangkan simbol dapat dibedakan antara (1) blank symbol, yakni bila simbol itu, meskipun acuan maknanya bersifat konotatif, pembaca tidak perlu menafsirkannya karena acuan maknanya sudah bersifat umum, misalnya tangan panjang, lembah duka, mata keranjang, (2) Natural symbol, yakni bila simbol menggunakan realitas alam, misalnya cemara pun gugur daun, ganggang menari, hutan kelabu dalam hujan, dan (3) Private symbol, yakni bila simbol itu secara khusus diciptakan dan digunakan penyairnya, misalnya aku ini binatang jalang, mengabut nyanyian,

lembar bumi yang fana. Batas antara private symbol dengan natural symbol dalam hal ini sering kali kabur.

BAB III METODE PENILITIAN

3.1.

Rancangan Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka dari itu sebelum kita

masuk terlalu jauh pada metode ini alangkah lebih baiknya bila kita mengetahui apa definisi dari penelitian kualitatif ini, yang disadur dari beberapa pendapat para ahli. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006 : 4) mendiskripsikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati, sedangkan Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2006 : 4) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari peristilahannya, tidak hanya itu saja Denzin dan Uncoln (dalam Moleong, 2006 : 5) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Terakhir adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektifnya di dalam dunia dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Dari kajian tentang definisi penelitian kualitatif yang sudah dijelaskan di atas dapat kita tarik sebuah benang merah bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi tindakan dll, secara holistic dan dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Kesimpulan di atas diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kekhasan penelitian kualitatif.

Setelah kita membahas tentang definisi penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh para ahli atau pakar alangkah baiknya kita mengalami ciri-ciri dari penelitian kualitatif ini, dalam hal ini ciri-ciri dari penelitian kualitatif, di antaranya adalah : a. Latar alamiah artinya penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau dari konteks dari suatu kebutuhan hal ini dilakukan karena antologi alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. b. Manusia sebagai alat artinya dalam penelitian ini, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpulan data utama. c. Analisis data secara induktif, mengapa secara induktif karena ada beberapa alasan di antaranya adalah dengan analisis yang demikian dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya. d. Bersifat diskriptif artinya berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipankutipan dan untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. e. Lebih mementingkan proses dari pada hasil artinya penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi proses dari pada hasil, hal ini disebabkan oleh bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. f. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus hal tersebut disebabkan oleh, penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh latar aksi antara peneliti dan fokus sebagai pokok masalah. g. Desain yang bersifat sementara artinya penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan, hal itu disebabkan karena kenyataankenyataan jarak di lapangan tidak dapat dibayangkan terlebih dahulu atau sebelumnya.

h. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif, karena metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden. i. Teori dasar (pembentukan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan, kemudian dikelompokkan) karena penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga ia berusaha untuk sejauh mungkin menjadi netral. j. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, maksudnya kriteria objektif gagal karena penelitian kualitatif justru memberi kesempatan intruksi antara peneliti responden dan peranan nilai. k. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama hasil penelitian bergantung pada hakekat dan kualitas hubungan antara pencari dan yang dicari (Moleong, 2005 : 4-8).

3.2.

Data Sumber Data Arikunto (1997 : 107) menegaskan bahwa yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah

subjek dari mana data dapat diperoleh, sedangkan menurut Lofland (dalam Moleong 1991 : 112) mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dari beberapa definisi di atas maka dapat dirumuskan bahwa sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Puisi Tak Pernah Pergi karya delapan penyair (2003) adapun data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu yang berupa kata-kata yang berkaitan dengan fokus kajian yakni analisis diksi yang meliputi perbendaharaan kata, urutan kata dan daya sugesti kata-kata.

3.3.

Fokus Kajian Menurut Moleong (2006 : 12) penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam

penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian hal tersebut disebabkan

oleh beberapa hal pertama, batas menentukan kenyataan jarak yang kemudian mempertajam fokus, kedua penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara peneliti dan fokus dengan kata lain bagaimana pun penetapan fokus sebagai pokok masalah penelitian pentingnya dalam usaha menemukan batas penelitian dalam hal itu dapatlah peneliti menemukan lokasi penelitian dalam hal ini fokus kajian terletak pada diksi yang meliputi tiga unsur perbendaharaan kata, urutan kata, daya sugesti. 3.4. Teknik Penelitian

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan judul yang telah ada, maka teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah teknik dokumentasi yaitu menyikapi sumber data sebagai sebuah dokumen. Menurut Arikunto (1997 : 206) metode dokumen yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya dibandingkan dengan metode lainnya maka metode ini agak tidak begitu sulit dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya belum berubah. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis menurut Moleong (1991 : 113) dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber data arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi, teknik dokumentasi dalam hal ini dilaksanakan dengan menggunakan pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis atau kategori yang akan dicari datanya.

3.4.2. Teknik Analisis Data

Analisis dalam kajian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan structural yang dikembangkan Tzuetan Todorov (dalam Amiruddin, 2004 : 122) yang dalam hal ini dibatasi pada sebuah aspek diksi. Dalam pendekatan Tzuetan Todoov ini meliputi tiga unsur yaitu : proyeksi, komentar, puitika. a. Proyeksi, di sini pembaca berusaha memahami unsur-unsur dari luar teks, tetapi yang secara kongruen atau secara luas dan bersama-sama menunjang kehadiran teks. b. Komentar di sini pembaca berusaha memahami isi dari paparan yang ada dalam teks itu sendiri. c. Puitika, dalam hal ini pembaca berusaha memahami kaeskri-kaedah abstrak yang secara intrinsic terdapat dalam teks sastra itu sendiri.

3.5.

Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan pola urutan kegiatan dalam suatu penelitian, pada bagian ini

dibahas tentang (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap penyelesaian. 3.5.1 Tahap Persiapan Persiapan dalam penelitian harus direncanakan secara terang karenanya dalam tahap persiapan ini, terdapat beberapa langkah yang dilakukan antara lain : (1) penentuan judul penelitian, (2) menyusun rancangan penelitian dengan judul Analisis Unsur Diksi dalam kumpulan puisi Puisi Tak Pernah Pergi karya Delapan Penyair, (3) mengkaji buku kepustakaan yang relevan dengan pokok bahasan, (4) menentukan data berdasarkan fokus kajian tentang diksi yang meliputi : perbendaharaan kata, urutan kata, dan daya sugesti katakata, (5) bersosialisasi dengan rekan-rekan untuk mencari data dan berkonsultasi pada dosen pembimbing.

3.5.2 Tahap Pelaksanaan Dalam tahap pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi : (1) pengumpulan data berdasarkan fokus kajian, (2) melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, (3) pengolahan data, (4) melakukan deskripsi secara kualitatif. 3.5.3 Tahap Penyelesaian Kegiatan yang dilakukan dalam tahap penyelesaian ini yaitu penyusunan laporan penelitian menjadi format yang berbentuk skripsi, format skripsi tersebut tersusun dengan sistematis sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Kepustakaan, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Analisis Data, Bab V Penutup.

Tabel 1 Panduan kodifikasi data telah penggunaan diksi dalam kumpulan Puisi Tak Pernah Pergi No Variabel/Sub Variabel a). Perbendaharaan kata Keterangan Merupakan salah satu pembentukan diksi, perbendaharaan kata ini untuk kekuatan ekspresi, dan ada beberapa faktor yang mempengaruhinya di antaranya perasaan penyair, kadar emosi, cinta, benci, rindu dan sebagainya. b). Urutan kata atau word order Salah satu dari tiga unsur pembentukan diksi, urutan kata ini bersifat buku, keberadaannya tidak bisa dirubah apalagi diganti dengan kata lain, karena akan menghilang daya estetiknya. c). Daya sugesti Unsur pembentukan diksi yang terakhir, daya sugesti ini yang diharapkan oleh sang penyair untuk dapat menggugah daya khayal sang pembaca, misalnya pada rasa sedih, terharu, bersemangat marah dan lainlain. DS UK Kode Data PK

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis Unsur Diksi Dalam Kumpulan Puisi Tak Pernah Pergi 4.1.1. Agus R. Sarjono ( Sebelum Perjamuan ) 1). Perbendaharaan Kata Dalam puisi yang berjudul Sebelum Perjamuan ini pengarang menggunakan bahasa/kata-kata yang sudah lazim dalam masyarakat, ada beberapa kata saja yang jarang disebutkan dalam masyarakat di antaranya adalah : Cakrawala dan Desir, pada umumnya kata-kata yang dipakai cenderung ringan dan mudah dimengerti oleh para pembaca, dalam puisi ini juga tidak menggunakan kata-kata asing, serta kata-kata yang ada di dalamnya sudah mempunyai arti yang tersendiri. 2). Urutan Kata Dalam puisi ini bila ditinjau dari urutan katanya penyair telah merangkai sehingga makna kata-kata dengan penuh perhitungan sehingga makna yang terdapat dalam puisi ini dengan mudah dipresentasikan, urutan katanya sederhana tapi sangat berperan dalam ketersampaian pesan. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah : kumasak sepenuh rindu, sepenuh mesra hingga mengepul segala salam dalam darah batinku Bila urutan kata di atas diubah/diganti dengan kata-kata yang lain maka sifat estetisnya akan berkurang dan pesan yang ada di dalamnya akan sulit dipresentasikan. 3). Daya Sugesti

Bila dilihat dari unsur yang ketiga yaitu daya sugesti, pengarang di sini menempatkan kata-kata yang melukiskan kekesalan sang penyair. Hal ini dapat kita lihat pada beberapa bait yang ada di dalamnya : Menyeduh teh dengan darah ku, menyiapkan meja dan perjamuan/tak kau lihat kesibukanku, tak kau ku letih lelah ku. Sendiri menyiapkan masakan di dapur, namun sungguh benar tak mampukah engkau dengar desirnya yang berdebur. Pengarang ingin menggambarkan rasa kekecewaannya karena selalu tidak diperhatikan.

4.1.2. Agus R. Sarjono (Dalam Perjamuan) 1). Perbendaharaan Kata. Dilihat dari perbendaharaan kata puisi yang berjudul Dalam Perjamuan, ini menggunakan kata-kata yang sedikit kreatif dari puisi sebelumnya. Pengarang mencoba memasukkan kata-kata yang baru dalam puisinya di antaranya adalah : bersendawa, beringsut dan berkesiur, kata-kata ini dapat menambah daya estetik pada puisi ini.

2). Urutan Kata Urutan kata pada puisi dalam perjamuan sangat melambangkan ciri khas si penyair. Hal ini dapat kita lihat di salah satu contoh yang ada dalam puisi itu adalah : / nasi dingin, masakan dingin, berkesiur juga suara angin, sayur basi, teh pun basi, apalagi yang mesti ditangisi / bila urutan kata di atas diubah maka maknanya juga akan berubah. Pengarang tentunya sudah memikirkan tentang urutan kata pada puisi di atas, maka dari itu puisi di atas dapat di presentasikan bila kita membaca dengan teliti. 3). Daya Sugesti Sama seperti puisi pertama, puisi di atas kata-katanya cendrung mengungkapkan rasa kekesalan, dan menceritakan bagaimana sakitnya bila seseorang merasa tidak dihargai, contoh tidak kongkrit dapat kita lihat pada beberapa kail yang ada di awal di antaranya adalah : / Engkat sudah kekenyangan dengan makanan lain, menu lain, perjamuan lain, kala kau datang ke mejaku hingga antara sungkan dan tak mengerti kau pandangi saja segala masakan yang terhidang di meja makan / / Sambil tak putus-putus bersendawa, kau sentuh juga dengan enggan satu dua makanan dan kau muntahkan lalu kau tertidur sambil mendengkur tinggal aku termangu sendiri bagai orang dungu /. 4.1.3. Budy Utamy ( Perempuan yang terlambat ) 1). Perbendaharaan Kata Perbendaharaan kata dalam puisi karya Budy Utamy di sini sangat kreatif karena selain memasukkan kata-kata yang baru, juga memasukkan kata-kata asing atau kata

serapan, dan di antara kata-kata tadi adalah : ngilu, ngambang, relief, reinkarnasi, satin, geleta juga telaga beberapa kata tadi adalah hasil dari kekreatifan sang pengarang karena pengarang di sini menginginkan sesuatu yang beda dengan karya-karya yang lain. 2). Urutan Kata Seperti yang telah dikatakan Waluyo dalam bukunya (Teori dan Apresiasi Puisi, 1987) bahwa urutan kata yang diciptakan penyair tidak bisa diubah atau bersifat baku, dalam puisi ini urutan kata-katanya juga tidak bisa dipindah atau diubah karena bila diubah maka maknanya tidak akan tersampaikan, di sini juga penempatan tanda bacanya sudah baik, salah satu contoh urutan kata terdapat pada beberapa bait-bait yang ada di dalamnya di antaranya adalah : / Di ujung jemari, masih tersiapan aibmu, melekat erat hari ke hari jangan sombong !, karena kau. Padaku pemuas laparku / bila kata Jemari di atas diubah dengan kata Jari maka maknanya akan sedikit berubah dan vasur estetisnya akan berkurang

3). Daya Sogesti Dalam puisi ini pengarang mencoba menggambarkan bagaimana kisah seorang wanita yang menginginkan dirinya tercabik kembali dan terlintas dalam dirinya, namun di sisi lain dia juga mempunyai cinta yang sejati , terdapat dalam kata-kata sang penyair di antaranya adalah: / Aku yang terbakar mimpi-mimpi liar., meregang birahi untuk tak menjamah kau diam, dingin, barapun redup / / Musim ini kuberi kau bertetes tetes cinta, simpanlah karena setelahnya hanya akan nafsu saja /

4.1.4. Budy Utamy (Surat Perempuan Kepada Kekasihnya) 1). Perbendaharaan Kata Kata-kata yang dipakai dalam puisi ini cenderung kata-kata yang sudah lumrah dipakai dalam lingkungan masyarakat, di dalamnya juga tidak terdapat kata-kata asing atau kata serapan, beberapa kata yang agak jarang digunakan hanya kata halimun selain itu tidak ada lagi kata-kata lain. 2). Urutan Kata Urutan kata dalam puisi ini lebih baik bila dibandingkan dengan perbendaharaannya, hal ini kita lihat bagaimana pengarang menempatkan kata-kata yang ada di dalamnya pada sebuah susunan kata : / Bersamamu; sehelai sepinggang seikat cinta, separca karangan / Bila kata-kata di atas diganti atau diubah maka apa yang menjadi amanat penyair tidak akan tersampaikan misalnya :

/ Bersamamu ; sehelai sebahu seutas cita, seperca karangan / kata-kata di atas terkesan rancu dan sulit untuk dipresentasikan oleh siapa yang membacanya. 3). Daya Sugesti Budy Utamy sebagai pengarang puisi ini mencoba menggambarkan seorang wanita yang tak berdaya ia menitipkan cintanya kepada seorang laki-laki tanpa ada rasa malu, karena cinta wanita dalam puisi ini abadi, tapi wanita tadi ragu apakah cintanya disambut oleh sang kekasih, dapat kita lihat dalam beberapa kata di antaranya : / ketika ku titip cinta padamu, bersamanya turun gerimis, dan halimun pudar awan ungu memayungi aku yang telanjang, di balur harap yang perlahan luntur mnjadi anak sungai mengalir mengikutimu, entah ke mana / / ketika ku berikan sekeping rindu padamu, kuberi pula sebutir mimpi, yang di dalamnya aku lelap, pulas abadi / / ketika ku titipkan cinta padamu, hujan jugakah di hatimu ?/

4.1.5. Dami N Toda (KALIMATI) 1). Perbendaharaan Kata Perbendaharaan kata yang digunakan Dami N Toda tergolong baik, karena dalam puisinya yang berjudul kali mati ada beberapa kata-kata yang belum pernah kita tahu sebelumnya. Di antaranya adalah : nanggar, rema, pekik, babil, menabuki, urat dan yang terakhir adalah kornet, en seklopedia. 2). Urutan Kata Urutan katanya tidak terlalu rumit, sama pada puisi-puisi yang lain karena Dami N Toda di sini ingin agar puisinya mudah dimengerti dan dipresentasikan, hanya ada beberapa kata yang diberi tanda kurung: (hapuskan air mata itu, regokkan pada peninggalan bakal datang). 3). Daya Sugesti Dalam puisi ini pengarang menceritakan kisah atau suasana tempat yang dalam hal ini kali yang kering tanpa sedikit pun air dan di sekitarnya banyak tumpukan sampahsampah dan pohon-pohon yang layu dan kering, tanpa merasa bersalah orang-orang di sekitarnya tetap tak memperdulikan keadaan tersebut. 4.1.6. Dami N Toda (Hujan di Karang) 1). Perbendaharaan Kata. Dalam puisi di atas kata-katanya berbeda dengan puisi sebelumnya. Di dalamnya tidak terdapat kata-kata yang spesial semuanya biasa digunakan dalam kehidupan seharihari dalam puisi ini pengarang menggunakan kata seefisien mungkin agar mudah dimengerti oleh pembaca. 2). Urutan Kata

Puisi yang berjudul Hujan di Karang bila di lihat dari urutan katanya mempunyai ciri khas dari penyair itu sendiri di antara urutan katanya adalah : / hujan tua, mati di karang, berkubut di pasir / dst dalam kata-kata yang terdapat dalam puisi ini tak bisa diubah tempat atau posisinya. Karena pengarang sudah memikirkannya dengan penuh pertimbangan agar puisi ini mudah dimengerti. 3). Daya sugesti Dalam puisinya di atas, Dami N Toda mencoba menggambarkan pada suatu kampung yang terkesan kumuh dan kotor, ada beberapa kata-kata yang menggambarkan tentang hal tersebut di antaranya adalah : / kampung nelayan amis anak telah lama salam tampayan / / bersaksi ternak mati di rumput kering / Karena daya sugesti juga berfungsi sebagai efek puitis, maka kata-kata di atas tidak dapat diganti dengan kata lain karena bila diganti kepuitisan yang ada dalam puisi di atas akan berkurang.

4.1.7. Dina Oktaviani ( Bayangan ) 1). Perbendaharaan Kata Dina Oktaviani dalam puisinya yang berjudul Bayangan tidak menggunakan katakata yang sulit, di dalamnya tidak ada kata serapan atau pun kata-kata asing, rata-rata semua kata dapat dimengerti oleh pembaca, kata-katanya cenderung ringan tanpa menyulitkan bagi sang pembaca. 2). Urutan Kata Bila dilihat dari urutan kata, puisi di atas tidak terdapat yang istimewa, artinya tidak seperti Sutarji yang dalam urutan katanya vareatif sehingga sutarji disebut pengarang puisi grafis, karena dalam puisinya terdapat bentuk-bentuk yang tidak biasanya, dalam puisi ini seperti halnya puisi-puisi yang biasa ditemukan. Tapi urutan katanya tidak dapat diubah atau baku. 3). Daya Sugesti Dalam puisinya Dina Oktaviani mencoba menceritakan tentang kisah seorang gadis kecil yang terpaksa menjadi wanita penghibur, tetapi si gadis menangis bila meratapi keadaannya, gambaran ini dapat kita lihat pada beberapa kata-kata yang ada di dalamnya. Diantaranya adalah : / Bertatapan dengan cermin, aku melihat bayi bunga, di tenggak kumbang berulang kali / / Aku mendengar desahan, yang tertahan di kerongkongan macam / / Aku melihat pasang mata, yang tak jadi-jadi direnagi ari mata sendiri / 4.1.8. Dina Oktaviani ( Kado Buat Masa Kecil ) 1). Perbendaharaan Kata

Seperti puisi yang pertama, puisi yang kedua ini tidak banyak variasi dalam katakatanya, semua kata sudah mempunyai makna sendiri-sendiri, tidak ada kata-kata yang diberi makna baru, kata asing juga kata serapan. 2). Urutan Kata Bila dianalisis dari urutan katanya maka puisi di atas mempunyai ciri khas yang mungkin hanya terdapat pada si pengarang, dapat kita lihat pada salah satu kata dalam puisi antara lain : / tetaplah terjaga, kecuali kau tak sanggup mernanamkan makna, di luar tangis dan colotehmu/ / tetaplah terbangun, kecuali kami tak mampu menanamkan makna, diluar tangis dan berkicaumu/ Kita bandingkan kalimat di atas, bila pengarang menggunakan kalimat kedua maka akan terjadi kerancuan di dalam puisinya dan pesan yang ada di dalamnya akan sangat sulit untuk dipresentasikan, maka dari itu pengarang sudah berpikir matang-matang tentang kata yang pertama, tujuannya tidak lain untuk memudahkan pembaca menafsirkan maksud yang ada di dalamnya. 3). Daya Sugesti Dalam puisi di atas menggambarkan tentang bagaimana pengorbanan seorang ibu dalam melahirkan buah hatinya.

4.1.9. Edy A EFFENDI ( Sajadah Terakhir ) 1). Perbendaharaan Kata

Puisi di atas yang berjudul Sajadah Terakhir merupakan puisi yang sangat atraktif dalam segi penggunaan kata-kata mengapa peneliti demikian karena memang di dalam puisi ini banyak kata-kata yang belum sering dipakai dan juga kata-kata asing di antaranya adalah : beranda, rum puerto rico, enamec, knonium, claude levistra us, rum martini que, Gramsci 2). Urutan Kata Sama seperti layaknya puisi-puisi yang lain urutan kata dalam puisi di atas sudah ditentukan oleh sang penyair dan bersifat baku tidak dapat diganti apalagi diubah karena dapat mengurangi unsur estetik yang ada di dalamnya. 3). Daya Sugesti Dalam puisi di atas pengarang mencoba menggambarkan tentang kisah hidupnya, bagaimana dia melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim, artinya dia sudah mengabaikan perintah sholat oleh tuhannya. Dia hanya mabuk tiap malam dia pergi ke tempat-tempat hiburan malam lebih dari waktu subuh tiba, tetapi akhirnya tokoh yang terdapat dalam puisi ini sadar bahwa dirinya telah salah dalam melangkah terlihat dalam beberapa kata-kata terakhir : / di simpang jalan, ketika sarung sembahyangku tak lagi bicara sepasang merpati terbang di atas lawan mematuk putik mengabarkan tentang hilang sumsunku yang kian mendayuh di tepi laut/

4.1.10.

Edy A EFFENDI (Percakapan Rahim 4)

1). Perbendaharaan Kata

Puisi karya EDY A EFFENDI yang berjudul Percakapan Rahim 4 ini bila ditinjau dari perbendaharaan katanya bisa dibilang lumayan, karena di sini pengarang memakai sedikit kata-kata asing yang digabung dengan kata-kata asli, kata-kata asing pada puisi ini adalah pada kata : Karbala dan najaf kemudian pada kata pompei. 2). Urutan Kata Bila dilihat dari urutan katanya dalam puisi yang berjudul Percakapan Rahim 4 ini pengarang boleh dikatakan mempunyai ciri khas. Dalam puisinya terdapat beberapa kata yang diulang, hal ini membuat suatu ciri khas tersendiri kepada pribadi penyair tersebut di antara kata-kata itu adalah : mimpi-mimpimu, jari-jemarimu, sudut-sudut, rumput-rumput, beberapa pengulangan kata di atas merupakan cara penyair untuk membuat puisinya terkesan lebih praktis dan memiliki nilai estetis yang tinggi, selain itu juga sebagai ciri khas dari jati diri si penyair. 3). Daya Sugesti Puisi ini menceritakan kisah perjalanan seorang dalam mengarungi hidup dengan suka dan duka tanpa mengeluh, bagi dirinya menjalani hidup dengan baik merupakan segala-galanya, hingga dia jatuh sakit dan akhirnya menutup matanya, kata-katanya yang menggambarkan perjuangan hidup, di antaranya adalah : / Aku arungi rahimmu di bawah cemara yang patah, memeriksa tubuh yang makin memerah, hinggap di akar-akar laut, menuju pembaringan tidurmu / Beberapa kalimat di atas mewakili apa yang ada dalam puisi ini, menceritakan apa yang terjadi pada seseorang, bisa saja ini merupakan pengalaman hidup sang pengarang itu sendiri.

4.1.11.

MOCHTAR PABOTTINGI (KETIADAAN)

1). Perbendaharaan Kata Puisi ketiadaan karya Mochtar Pabottingi bila dilihat dari perbendaharaan kata, dalam puisi ini penyair hanya menggunakan dua kata baru, satu kata asing dan satunya lagi kata yang diberi makna, menurut pengamatan yang diperoleh peneliti, kata ini adalah : oasis dan kata seguk oasis dari kata asing sedangkan seguk merupakan kata baru yang diberi makna oleh penyair karena bila dalam ejaan yang tepat kata sedu selalu berhubungan dengan kata sedan yang bila digabung akan menjadi sedu-sedan bukan seperti apa yang dikatakan penyair dalam puisinya yaitu : sedu-seguk. 2). Urutan Kata Bila ditinjau dari segi urutan katanya, pengarang termasuk salah satu penyair yang suka menggunakan pengulangan kata pada puisinya, kita dapat melihat pada beberapa bait dalam puisi ini. Pengulangan kata terjadi pada : Aku adalah kerinduan itu, dan pada kata yang terus di sini penyair sudah memikirkan bagaimana efek yang ditimbulkan dari pengulangan kata tersebut, dapat kita prediksikan bahwa tujuan penyair meletakkan pengulangan kata ini karena bermaksud membuat efek kepuitisan. 3). Daya Sugesti Dalam puisi ini pengarang mencoba melukiskan tentang kisah seseorang dalam mencari cinta sejati, dalam keadaan yang serba pas-pasan, sehingga dia sudah terbiasa oleh berbagai macam keadaan baik itu suka maupun duka. Dia yang sangat merindukan cinta sejati, ada beberapa bait puisi yang menyatakan bahwa dalam puisi ini berisi tentang kerinduan seseorang dan perjuangan seseorang mencari cinta sejati di antaranya adalah :

/ pada senja kita tak lagi terpana, pada sembilu kita tak lagi kelu / / Aku adalah kerinduan itu, yang terus meyimak bunyi pada angin, yang terus mencari sosok pada udara .. / Kata di atas dapat mewakili kita untuk sedikit dapat mempresentasikannya apa yang terkandung di dalam puisi tersebut.

4.1.12.

MOCHTAR PABOTTINGI (TENTANG KESETIAAN)

1). Pembendaharaan Kata Setelah membaca puisi di atas ini, dan ditinjau dari segi perbendaharaan kata, penyair di sini memiliki wawasan yang luas berkenaan dengan perbendaharaan kata kita lihat di beberapa diksi atau pilihan kata yang sengaja dipakai oleh penyair : Mao, Waikiki, rembang dan beberapa kata yang berhubungan dengan tempat, nama orang dan lain lain. 2). Urutan Kata Bila dilihat dari urutan katanya, puisi di atas sudah terkesan baik. Pengarang memilih dan menempatkan kata-katanya dengan baik sehingga apa yang tersirat di dalamnya akan sangat mudah untuk dipresentasikan. Beberapa kata-kata dapat kita analisis ketepatan penempatan katanya / Suatu hari myung, kau akan mengerti, tentang cinta yang lain, tetapi juga tentang kesetiaan yang tak pasti / / dan di luar burung burung terus berkicau / Bila makna di atas ada yang diubah atau dipindah maka maknanya akan berbeda dari makna asalnya, misalnya :

/ Suatu hari myung, kamu pasti mengerti tentang cinta yang lain, tetapi juga akan kesetiaan yang menggantung/ Makna ini sudah berbeda dari makna asalnya bila makna asalnya adalah tentang kesetiaan yang tak pasti dari seseorang, tetapi makna kedua adalah kesetiaan yang menggantung tak tahu arah dan tujuannya untuk siapa. 3). Daya Sugesti Dalam puisi ini penyair menceritakan sebuah pertualangan tentang seseorang. Dia yang rindu akan ayahnya, juga rindu pada negerinya tempat di mana ia dilahirkan, dia yang sangat setia menunggu kekasihnya kembali untuk hidup bersama dirinya. Walupun banyak orang yang berkata tak baik tentang hubungannya dengan sang kekasih. / Suatu hari, Myung, kau akan mengerti, tentang cerita yang lain, tetapi juga tentang kesetiaan yang tak pasti / Itu yang dapat ditangkap oleh peneliti tentang puisi di atas.

4.1.13.

MUHAMMAD SUBARKAH (WARNA ANGIN)

1). Perbendaharaan Kata Perbendaharaan kata pada puisi di atas bisa dikatakan baik, karena pengarang memasukkan beberapa kata yang jarang dipakai dalam kehidupan masyarakat sehari hari. Ada beberapa yang termasuk jarang digunakan di antaranya adalah : gerlap, gemersik, labirin, perkuku, bulir, saga dan gladiol. Kata-kata ini adalah kata kata yang jarang didengar oleh masyarakat tetapi oleh penyair digunakan dalam puisinya. 2). Urutan Kata

Ditinjau dari segi urutan kata penyair mempunyai hak tersendiri atas penempatan kata pada puisinya. Pada puisi ini urutan katanya disusun sedemikian rupa. Peletakan tanda baca koma, tanda petik dan tanda seru sudah ada pada tempatnya, beberapa urutan kata dan penempatan tanda baca dapat kita analisis pada bait terakhir : / Cahaya maha cahaya berhamburan, sembilan puluh sembilan matahari menyelingkuhi angin, bergumpalan warnanya menafsirkan Alif Allahku : Jadilah ! / 3). Daya Sugesti Puisi di atas menceritakan tentang bagaimana keindahan alam semesta, bagaimana angin yang berhembus mengitari alam yang indah, menceritakan tentang kekaguman pengarang pada Sang Pencipta yang telah menciptakan semuanya dengan sempurna. / Dan kirai wajah bulat langit berubah merah saga, bebatuan menarikan angin yang berhembus gemulai menorehkan goresan aneka rupa warna hingga rembulan surut berubah jingga/ / Cahaya maha cahaya berhamburan, sembilan puluh sembilan matahari menyelingkuhi angin, bergumpalan warnanya menafsirkan Alif Allahku : Jadilah ! / Kedua bait puisi di atas merupakan gambaran dari sang pengarang yang kagum akan alam semesta juga sang pencipta.

4.1.14.

MUHAMMAD SUBARKAH ( DERITA HUJAN )

1). Perbendaharaan Kata

Bila dianalisis dari perbendaharaan kata, pengarang cenderung menggunakan katakata yang lugas dan apa adanya beberapa kata seperti : merubahkan aorta, obade, ufuk dan lain-lainnya sengaja dipilih agar pembaca dapat dengan mudah memahami isi dari puisi di atas yang judul Derita Hujan pengarang juga memakai beberapa nama-nama dari nabi untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikirannya. 2). Urutan Kata Dalam urutan kata ini pengarang mencoba membuat suatu ciri khas tersendiri dapat kita lihat pada bait terakhir yang berbunyi : / Khidir-khidir di manakah engkau sembunyikan jolak, ubahlah Musa, telah lalai akan tongkatnya hingga tanah jadikan laut, air benamkan bumi dan Firaun bangkit kembali / Bait di atas merupakan salah satu dari keunikan penyair dalam memilih menempatkan kata-kata, pengarang sengaja menggunakan beberapa nama malaikat bila nama-nama tadi diubah maka unsur estetiknya akan hilang karena pengarang sudah memikirkan dengan matang dalam penempatan kata-katanya. 3). Daya Sugesti Dilihat dari unsur yang ketiga maka puisi ini mencoba menceritakan tentang dampak yang terjadi akibat hujan, badai gunung yang meletus dan bencana alam lainnya, semua bencana ini membuat kerusakan pada ekosistim dalam tata kehidupan serta mengisahkan duka yang benar-benar mendalam di setiap hati manusia. / Derita hujan melambaikan ladang-ladang, pepohonan menangisi akarnya, tebing lepas ikatnya, batu kehilangan duduknya, oh perawan, oh perawan, mengapa hujan merampas kesucian ? mengapa air membuat jejaka kehilangan sarang ? hujan kini

kacaukan musim sampai mata hari hanya bisa pulihkan masa demi sebuah peradaban yang kini bersiap tenggelam / Pada intinya penyair ingin mengingatkan bahwa betapa kejamnya akhir dari sebuah bencana alam yang hanya menyisakan duka yang dalam.

4.1.15.

Sajak Terakhir (Simon Hate)

1). Perbendaharaan Kata Dalam puisi karya Simon Hate ini perbendaharaan katanya cukup atraktif dan mempunyai keunikan yang dipakai oleh penyair di antaranya adalah : menganga dan istilah dua kata ini menggambarkan perbendaharaan kata yang dimiliki oleh penyair semakin banyak atau semakin luas. Perbehdaharaan kata penyair ini akan menambah daya kreatifitas seorang penyair. 2). Urutan Kata Bila dianalisis dari segi urutan katanya karya Simon Hate ini hampir mirip dengan puisi karya Mochtar Pabottingi, artinya di dalamnya terdapat beberapa pengulangan kata di antaranya adalah : mencabik-cabik dan mengunyah-nguyah. Pengulangan kata ini tentunya sudah dipikirkan oleh sang penyair serta penempatannyapun sudah pasti melalui proses pemikiran yang panjang, karena bila pengulangan kata ini dipindah atau dihapus maka dapat dipastikan makna yang ada di dalamnya akan sulit untuk dipresentasikan dan akan mengurangi daya estetis dari puisi tersebut. 3). Daya Sugesti Kata Daya Sugesti dalam puisi karya Simon Hate ini terletak pada baris ke 3 sampai dengan baris ke 13 karena pada baris ini pengarang membuncahkan semua apa yang ada dalam perasaannya. Penyair di sini menceritakan tentang karya-karyanya yang tidak pernah dihargai, dan selalu dicela. Pernyataan ini terdapat pada : Semua tingkah laku bila disaksikan mata tak kedip dan kata meluncur tersangkut di daun telinga menganga, selain perasaan kesal karena tidak pernah dihargai, penyair juga mencoba untuk memasukkan rasa sakit hatinya karena selalu tidak dihargai. Pernyataan di atas dapat kita lihat pada :

/Meredup kepada misteri mimpi yang akan membangkitkan nafsu, kembali betah hidup menikmati derita menjilat-jilat luka dan mengunyah sobekan hati yang dikoyak tangan yang menyebik setiap kali kita bergerak meraih angan-angan/

4.1.16.

Sungai (Simon Hate)

1). Perbendaharaan Kata Bila ditinjau dari segi perbendaharaan kata, puisi Sungai karya Simon Hate ini perbendaharaan kata tidak terlalu atraktif tetapai mempunyai daya kreatif tersendiri, panyair tidak terlalu banyak memakai kata-kata, tetapi menghemat kata dan tidak mengurangi daya estetis dalam puisinya, beberapa kata dapat kita lihat seperti : endapan, pengail, moyang. 2). Urutan Kata Dalam puisi ini urutan katanya sudah jelas melalui proses pemikiran yang panjang hal itu dapat kita lihat dari bait ke empat : /Bila rujuk bulan purnama, akan ku reguk semangkuk darah titisan moyang, terusan sejarah/ Pada kata di atas, kata yang seharusnya dipakai adalah kata titisan nenek moyang tapi penyair menghilangkan sebagian dari kata itu sehingga menimbulkan daya estetis yang cukup kuat karena penyair meletakkan kata titisan moyang setelah kata akan ku reguk semangkuk darah maka sudah jelaskah di sini, bahwa urutan kata dalam puisi ini cukup melalui proses panjang, sehingga kita dapat menikmati hasil kreasi sang penyair. 3). Daya Sugesti Kata Karya Simon Hate yang berjudul sungai ini menceritakan tentang keadaan alam yang tak terawat, pernyataan ini dapat kita lihat pada : /Dari dulu arus ke hilir sarat mengangkut cairan lumpur endapan jasad para leluhur/

Pernyataan di atas adalah pernyataan tentang keadaan alam yang tak terawat baik sungai, hutan dan sebagainya, dan janji untuk merawat tanah leluhur serta merawat tempat tinggal tak pernah ditepati, walaupun petuah sudah disampaikan kepada semua orang, di sini penyair merindukan keadaan alam yang bersih, aman dan tentram.

Anda mungkin juga menyukai