SOSIOLOGI SASTRA
Oleh:
SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
PENDAHULUAN
Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun
waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu.
Pengarang mengubah karyanya selaku seorang warga masyarakat pula ( Luxenburg, Bal, dan
Willem G. W. terjemahan Dick Hartoko. 1084: 23).Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan
antara sastra dan masyarakat dapat diteliti dengan cara:
Faktor – faktor di luar teks, gejala kontek sastra, teks itu tidak ditinjau. Penelitian ini
menfokuskan pada kedudukan pengarang dalam masyarakat, pembaca, penerbitan dan
seterusnya. Faktor-faktor konteks ini dipelajari oleh sosiologi sastra empiris yang tidak
dipelajari, yang tidak menggunakan pendekatan ilmu sastra.
Hal-hal yang bersangkutan dengan sastra diberi aturan dengan jelas, tetapi diteliti dengan
metode-metode dari ilmu sosiologi. Tentu saja ilmu sastra dapat mempergunakan hasil
sosiologi sastra, khususnya bila ingin meniti persepsi para pembaca.
Hubungan antara (aspek-aspek ) teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana system
masyarakat serta jaringan sosial dan karyanya, melainkan juga menilai pandangan pengarang.
Pendekatan sosiologi sastra jelas merupakan hubungan antara satra dan masyarakat,
literature is an exspreesion of society, artinya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat.
Maksudnya masyarakat mau tidak mau harus mencerminkan dan mengespresikan hidup
( Wellek and Werren, 1990: 110 ).
Sedangkan Sastra kontemporer sendiri adalah sebutan untuk karya sastra yang
berkembang di masa sekarang ini. Sastra kontemporer pada awalnya dianggap sebagai sastra
yang muncul mengobrak-abrik tatanan sastra terdahulu dengan alasan sastra kontemporer
tidak sesuai dengan konvensi-konvensi yang telah ditetapkan dalam sastra. Sastra
kontemporer juga dikatakan sebagai sastra yang memiliki sifat-sifat menyimpang dari sastra
yang berlaku pada umumnya.
Kelahiran sastra kontemporer merupakan gebrakan awal yang diusung oleh Sutardji
Calzoum Bachri. Pada dasarnya sastra kontemporer lahir karena adanya pergeseran nilai
kehidupan dan tatanan dalam masyarakat secara menyeluruh dan tidak dipengaruhi oleh
kebiasaan masyarakat di sekitarnya. Oleh sebab itu perlu ada penyampaian mengenai sastra
kontemporer kepada masyarakat yang lebih luas.
Secara teoretis penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk
pengembangan teori kebahagiaan, budaya, serta adat istiadat dan menambah informasi
khasanah penelitian kajian Sosiologi Sastra sebagai disiplin ilmu sastra yang memusatkan
perhatiannya pada gejala kebahasaan, budaya, adat istiadat di masyarakat. Agar mata kuliah
ini bisa berakhir sukses dengan nilai yang bagus perlu adanya banyak referensi dan banyak
praktek, salah satunya yakni dengan Praktek kuliah lapangan (PKL). Maka dari itu,
mahasiswa Sastra Indonesia berencana untuk mengadakan Praktek Kuliah lapangan untuk
menunjang mata kuliah Sosiologi Sastra.
PEMBAHASAN
JENIS KEGIATAN
Kuliah Tamu
Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan kami yang berkaitan dengan bidang kerja
atau jurusan yang kami tekuni. Kami berharap dengan adanya kegiatan kunjungan pameran ini
kami dapat meningkatkan keatifitas kami sehingga kami dapat menciptakan karya yang lebih
baik dari sebelumnya. Dengan melihat karya dari orang-orang yang lebih pandai dari kami,
tentunya kami akan belajar untuk dapat menjadi lebih baik.
Bagi saya pribadi, menulis puisi itu juga ngibadah. Mengapa demikian?
Sebab selama puisi yang ditulis, dan kemudian dibaca oleh pembacanya, lantas pembaca
itu merasa ada kebenaran yang ditulis penyairnya; apa lagi bisa mengubah perilaku pembaca
lebih baik, maka sang penyair dapat pahala. Dan jika pahala itu banyak jumlahnya, insya Allah
penyair masuk surga! Amin YRA!
Tapi menulis puisi bisa juga masuk neraka, jika puisi itu berisi soal yang tidak baik,
bahkan mengarah ke persoalan ajakan membenci orang lain, apalagi membenci Tuhan YME.
Sungguh, jangan menulis puisi semacam itu. Tulislah puisi berdasar intuisi kebeningan hati.
Beberapa waktu yang lalu, mungkin sepuluh tahun yang lalu, saya termasuk yang diolok-
olok secara guyonan oleh teman-teman di kompleks Balai Pemuda Surabaya, yang mengatakan
bahwa penyair yang paling awal masuk neraka, adalah Aming.
Padahal puisi itu, secara ide penulisan adalah karena banyaknya orang-orang masuk ke
plaza, hingga berjubel jumlahnya. Tepatnya, ketika Tunjungan Plaza Surabaya baru dibuka,
sekitar 1922. Sementara pada waktu itu harinya Jum’at, seakan mereka tidak lagi hirau akan
masjid yang mengumandangkan adzan sholat Jum’at, ajakan untuk bersholat jamaah. Plaza,
menurutku jadi semacam berhala baru. Sehingga banyak orang ikut berjamaah di dalamnya.
Lewat peristiwa itu, maka lahirlah puisi itu, yang secara komplit, bunyinya.
BERJAMAAH DI PLAZA
Berlipat-lipat jumlah
Hanya di plaza-plaza
Berlipat ganda?
Begitu indah
Surabaya, 1992
Setahun sebelumnya, 1991, saya juga menulis tentang kota Surabaya. Tentu beda lagi
peristiwa yang saya coba angkat ke dalam bentuk puisi. Ketika itu, kemarau nan panas, air
Kalimas susut, hitam, kotor, serta airnya berbuih sisa limbah industry. Seakan-akan Kalimas
menangis, tapi orang-orang tak peduli. Sementara mobil-mobil juga menebar polusi, juga pabrik-
pabrik menebar sesak udara kota. Orang-orang diam, anggota dewan diam, walikota diam. Dan
saya hanya bisa teriak lewat puisi. Surabaya Musim Kemarau, entah didengar atau tidak, saya
juga tidak peduli.
Kalimas merintih!
Harus ditimbang?
Musim dingin?
Surabaya, 1991
Dalam mengarungi perjalanan hidup di kota Surabaya, saya menangkap ada beberapa
persoalan yang terasa berubah pada individu manusianya. Ada yang suka angkuh, menjilat,
terbar maksiat, laku bejad, dan bahkan iklan-iklan yang terpampang di pinggir jalanan
berkejapan semalaman hanyalah palsu belaka. Bahkan di luar sana (Jakarta) ada juga anggota
Dewan yang mengajarkan tanpa aturan naik meja. Abad kian jumpalita, rakyat kian kesrakat.
Melihat ini semua, saya coba tuliskan puisi Surabaya Ajari Aku Tentang Benar.
Sebagai penyair yang muslim, saya tak lepas bicara soal bulan puasa, dan kebetulan saat
ini kita semua sedang berpuasa. Dalam bulan puasa ada yang namanya malam lailatul qodar. Di
mana, jika seseorang mendapatkan lailatul qodar, maka pahalanya adalah seribu bulan. Lantas
saya coba puisikan, yang saya sendiri bertanya di penghujung sajak, adakah?
Canggu, 19/8/2010
Sebenarnya, saya tak hanya menulis puisi, tapi juga geguritan (puisi berbahasa Jawa). Hal
ini saya lakukan, karena saya dilahirkan Jawa, dan merasa tidak Jawa ketika tidak ikut menulis
bahasa Jawa. Di samping itu, saya juga lama berkawan dan ikut jadi pengurus Paguyuban
Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS), sehingga merasa perlu ikut menulis sastra Jawa.
Berikut ini contoh tulisan geguritan yang saya pernah saya tulis.
Kegiatan ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi kami dalam mempelajari hal-hal baru
untuk menjadikan kami lebih maju. Kegiatan ini juga menunjukan kalau kami adalah anakmuda
yang masih sangat perduli dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat semacam ini. Dan
tentunya masih banyak manfaat lain yang sangat menguntungkan bagi kami.
PENUTUP
Setelah melakukan kunjungan pameran tersebut, saya mengetahui betapa sangat
bermanfaatnya pelajaran kejuruan yang telah kami dapatkan dari guru di sekolah. Kami atas
nama penyusun, ingin meningkatkan pengetahuan yang berkaitan dengan bidang kompetensi
kami. Kami menyadari bahwa tak mudah untuk menjadi seorang yang profesional dibidangnya.
Seorang desainer grafis tidak hanya harus bisa membuat desain saja, tetapi ia juga harus bisa
menciptakan karya kreatif dan inovatif yang dapat menyenangkan bagi penikmat seni agar
karyanya dapat diterima di masyarakat. Dan untuk mewujudkannya kita harus mempuyai
kreatifitas dan kegigihan yang tinggi.