Anda di halaman 1dari 10

Makalah

Sejarah sastra angkatan 90 an


Dosen
Dra Adelina Ginting

Oleh:
Devida Habeahan 180920015
Nurhamidah 180920008
Sukacita Tarigan 180920009

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SU


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang


Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa
disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan


para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Daftar Isi
1. Kata Pengantar ..........................................................................................i
2. Daftar Isi ....................................................................................................ii
3. BAB I .........................................................................................................1
a. Latar Belakang Masalah ......................................................................1
b. Rumusan Masalah ...............................................................................1
4. BAB II PEMBAHASAN................................................................................2
a. Latar Belakang Sastra Angkatan 90.................................................2-3
b. Ciri-ciri Sastra Angkatan 90 ................................................................3
c. Pengarang dan Karyanya pada Angkatan 90 .................................3-4
d. kumpulan cerpen pada angkatan 90 .................................................4
e. Pelopor Angkatan 90 ..........................................................................4
f. Perdebatan yang Terjadi pada ngkatan 90 ........................................5
5. BAB III PENUTUP ......................................................................................6
a. Simpulan ..............................................................................................6
b. Saran ....................................................................................................6
6. Daftar Pustaka ..........................................................................................7
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan tulisan indah, baik yang ditulis oleh pengarang dalam kurun
waktu tertentu maupun pengarang pada zaman sekarang. Selain itu juga sastra dapat
dipandang sebagai gejala sosial, karena menurut Sangidu (2005:41) karya sastra
merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap dunia (realita sosial) yang
dihadapinya.
Dalam Bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk pada
“kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Sastra biasa dibagi sastra tertulis atau sastra lisan. Sastra sebagai pengalaman batin,
memperluas emosi pembaca, juga sebagai media pendidikan/ pengajaran dan
memberikan inspirasi. Karya sastra sebagai hak cipta manusia selain memberikan
hiburan dengan nilai baik, nilai keindahan, susunan adat istiadat, suatu keyakinan dan
pandangan hidup orang lain atau masyarakat melalui karya sastra.
Masalah angkatan dalam sastra indonesia hingga kini masih tetap di perdebatkan.
Perbedaan kriteria atau titik tolak pandangan dalam membuat penggolongan angkatan
ini, menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Masalahnya menjadi semakin sulit,
karena kriterianya tidak saja berdasarkan perurutan waktu, tetapi juga berdasarkan
“nilai-nilai” tertentu. Bakri Siregar mencoba menjelaskan masalah ini.dia juga melihat
telah lahir suatu angkatan baru dalam sastra indonesia, yang dalam penampilannya di
tandai oleh protes sosial yang ditunjukan kepada penolakan otoritas total dalam semua
bidang. Secara instrinsik hal ini diwujudkan dalam penolakan wawasan estetika dari
angkatan sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah


Karya sastra memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan sosial
masyarakat karena sastra menyajikan gambaran kehidupan itu sendiri sebagian besar
terdiri dari kenyataan sosial. Kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat dengan
orang-orang, antar manusia, antar peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.

Fokus Masalah dalam makalah ini, kami memberikan batasan masalah sehingga
tidak menyimpang dari apa yang telah menjadi pokok bahasan. Mengacu kepada latar
belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi angkatan

1. Apa saja ciri-ciri dari angkatan ’90?


2. siapa saja pengarang serta hasil karyanya pada angkatan ’90?
3. Siapa pelopor angkatan ’90?
4. Bagaimana perdebatan yang terjadi pada masa angkatan 90?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Sastra Angkatan 90


Pembicaraan kali ini mengenai karya sastra angkatan 90. Karya sastra di
Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1990, ditandai dengan banyaknya roman
percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut. Karya sastra
Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan
umum. Persoalan sejarah memang memegang peranan penting disini. Angkatan 90-an
memberikan nafas, terutama surealisme pembongkaran bahasa dan mulai memunculkan
masalah gender.
Memasuki era angkatan 90an penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran. Dengan
ditemukannnya percetakan, maka karya sastra jadi bersifat individual : seorang
pengarang menulis secara pribadi kemudian sampai juga secara pribadi ketangan
pembacanya yang menikmatinya secara pribadi pula.
Sebetulnya pada angkatan 90 ini belum benar-benar dikatakan sebagai
angkatan, namun karena banyak pengarang yang menciptakan suatu karya-karya pada
tahun 90an disebutkan bahwa adanya angkatan 90 itu. Generasi 1990-an memang hanya
menjadi pencatat peristiwa-peristiwa ketika fenomena “di luar” tengah diterjang badai
kesemarakan beragama, sempitnya ruang artikulasi publik dan lahirnya generasi yang
gamang, para penyair mengusung peristiwa “luar” itu ke dalam kamar puisinya. Maka
sangat tidak mungkin menciptakan sebuah angkatan tanpa adanya perambahan estetika
dari sebuah generasi yang selalu mengklaim dirinya menjaga wilayah kata-kata.
Di samping menampilkan sanjak-sanjak peduli bangsa (istilah yang diusung
rubrik budaya Republika) dan karya-karya reformasi yang anti penindasan, gandrung
keadilan, berbahasa kebenaran, muncul pula fenomena kesetaraan gender yang
mengarah ke woman libs sebagaimana tercermin dalam karya-karya Ayu Utami dari
Komunitas Sastra/Teater Utan Kayu, Jenar Mahesa Ayu, Dewi Lestari. Pada era yang
bersamaan berkibar bendera Forum Lingkar Pena (FLP) dengan tokohnya HTR (Helvy
Tiana Rosa) yang berobsesi mengusung Sastra Pencerahan, Menulis Bisa Bikin Kaya.
Masa Pemapanan dapat mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1965-1998
dengan alasan pada masa itu terjadi pemapanan berbagai aspek kehidupan sosial,
ekonomi, politik, pers, dan pendidikan yang dampaknya tampak pada bidang sastra.
Pada masa itu ilmu sastra Indonesia tampak semakin mapan di fakultas sastra, penelitian
makin merak dimana-mana, dan penerbitan pun terbilang berlimpah ruah. Memang ada
juga pembatasan dan penekanan disana-sini , tetapi secara keseluruhan berkembang
mapan.
Masa Pembebasan dapat mewadahi kehidupan sastra Indonesia selepas
reformasi Mei 1998 dengan alasan telah terjadi kebebasan bersastra yang hasilnya
masih harus masih diuji oleh sejarah sebagai contoh, roman-roman Pramoedya Ananta
Toer dan sejumlah “sastra perlawanan” yang sulit terbit pada masa sebelumnya ternyata
sekarang dapat diterbitkan tanpa ketakutan apapun.

B. Ciri-ciri Angkatan 90
1. Kecendrungan dominan dari penyairnya yaitu lebih menyodorkan unsur asketik di
antara kerumunan tema-tema sosial yang menghinggapi generasi penyair 90-an.
2. Semakin banyak karya-karya sastra yang diterbitkan tanpa ketakutan apapun.
3. Ditandai dengan banyaknya roman percintaan.
4. Mulai memunculkan masalah gender.
5. Mulai muncul sastrawan wanita yang menonjol.

C. Pengarang dan Karyanya pada Angkatan 90


No. Pengarang Karya
1. Ayu Utami • Saman (1998) Larung (2001)
2. Jenar Mahesa Ayu • Mereka Bilang Saya Monyet
3. Ahmadun Yosi Herfanda
• Sajak Penari (1990)
• Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
• Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
• Sembahyang Rumputan (1997)

4. Hilman Hariwijaya
• Olga Sepatu Roda(1992)
• Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)

5. Dorothea Rosa Herliany


• Matahari yang Mengalir (1990)
• Kepompong Sunyi(1993)
• Nikah Ilalang (1995)
• Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)

6. Gustaf Rizal
• Segi Empat Patah Sisi(1990)
• Segi Tiga Lepas Kaki(1991)
• Ben (1992)
• Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)

Ada pula kumpulan cerpen pada angkatan 90 ini diantaranya :


1. Kado Istimewa (pilihan kompas, 1992)
2. Laki-laki yang Kawin dengan Peri (pilihan kompas, 1995)
3. Lampor (pilihan kompas, 1994)
4. Menjelang Pagi (Ratna Indraswari Ibrahim, 1994), dan lain-lain.[5]
d. Pelopor Angkatan 90
Ayu Utami adalah salah satu pelopor atau tokoh yang paling populer pada angkatan 90
dengan karyanya Saman diantaranya yang memenangkan sayembara penulisanroman
dewan Kesenian Jakarta 1998.
Sedikit singkat mengenai Ayu Utami, Justina Ayu Utami (lahir di Bogor,Jawa
Barat, 21 November 1968; umur 43 tahun) adalah aktivis jurnalis dan novelis Indonesia,
ia besar di Jakarta dan menamatkan kuliah di Fakultas SastraUniversitas Indonesia.
Ia pernah menjadi wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan
D&R. Tak lama setelah penutupanTempo, Editor dan Detik di masa Orde Baru, ia ikut
mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. Kini ia bekerja
di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Novelnya yang pertama, Saman,
mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru
dalam sastra Indonesia.
Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman memenangi sayembara
penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga tahun Saman terjual
55 ribu eksemplar. Berkat Saman pula, Ayu mendapat Prince Claus Award 2000 dari
Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai
misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Akhir
2001, ia meluncurkan novel Larungnya.

Perdebatan yang Terjadi pada Angkatan 90

Pada tahun 1994, tiga media cetak ditutup Pemerintah: Tempo,Editor, dan Detik.
Inilah yang merangsang insiatif untuk membangun Komunitas Utan Kayu. Maka
berdirilah Institut Studi Arus Informasi (1995) dan Galeri Lontar (1996) di sebuah
kompleks bekas rumah-toko di Jalan Utan Kayu 68-H Jakarta Timur. Menyusul
kemudian, Teater Utan Kayu (1997).
Ketika dulu banyak perdebatan antar individu, kini perdebatan itu tertuang
dalam sebuah komunitas-komunitas. Perdebatan itu sekarang milik Komunitas Utan
Kayu (KUK) atau lebih khusus kepada Teater Utan Kayu (TUK) dengan Komunitas
Ode Kampung (KOK).
TUK yang dihuni seniman tenar (Nirwan Dewanto, Sitok Srengenge, Goenawan
Mohamad, Ayu Utami, dan Eko Endarmoko) menjadi pengendali sekaligus aset
terpenting dalam keberadaan komunitas ini. Mereka menghasilkan sebuah eksklusivitas
tanpa merambah sastra komunitas lain. Banyak karya sastra yang dihasilkan dari
komunitas ini, dengan gaya yang begitu bebas. Memakai gaya yang dulu dianggap
begitu tabu, kini dipergunakan dengan lantang dan santainya. Salah satu tokohnya, Ayu
Utami, yang terlihat dalam novel Saman dan Larung. Dalam novel ini Ayu
menggunakan kebebasan dalam bersastra hingga menggunakan bahasa yang vulgar.
Goenawan Mohamad menganggapnya sebagai suatu risiko dalam kesusastraan
Indonesia modern. Akibat yang harus ditanggung jika sastra kita ingin menuju pada
tahap modern.
Perdebatan antara KUK dengan TUK-nya dan KOK dengan Boemipoetra-nya
hanyalah sebagai perdebatan sastra bocah. Perdebatan yang dikeluarkan bukan bersifat
membangun, tidak seperti yang dilakukan oleh tahun-tahun dulu. Ketika itu perdebatan
pertama yang muncul antara STA dan Armijn Pane adalah mencakup hal dasar, yaitu
dasar budaya bangsa kita: barat atau timur.
Pada majalah Recak dapat diketahui bahwa letak perdebatan ini karena
ketidaksenangan Saut Situmoranng melihat Goenawan Mohamad memanfaatkan mitos
baru tentang TUK yang mulai menggeser keberadaan Horizon dan TIM untuk
mendominasi dunia sastra Indonesia dalam memenuhi ambisi ekstraliterer mereka. Hal
tersebut dimulai dengan skandal menangnya novel Saman di Sayembara Roman Dewan
Kesenian Jakarta 1998. Setelah itu penghargaan kepada Ayu Utami dari Prince Claus
Award karena karyanya dianggap meluaskan batas penulisan dalam masyarakat. Dalam
Saman, Ayu Utami tidak sungkan-sungkan membahas masalah seks. Tapi mungkin
zamannya sudah berubah, kini masalah seks sudah bukan merupakan hal yang tabu
untuk diungkapkan. Ironis, bahwa yang mengungkap secara detail dan sedikit jorok
dalam novel ini adalah justru seorang wanita yaitu Ayu Utami.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Pada akhir bab ini kami pemakalah menarik kesimpulan bahwa salah satu
pelopor pada angkatan 90 ini Ayu Utami dengan karyanya “Saman”. Karya-karya
populer yang berkembang menunjukan adanya peningkatan kemajuan sastra dari massa
pembacanya.[6]
Sebetulnya angkatan 90 ini masih diragukan apakah ini merupakan angkatan
atau bukan, kerena menurut kami angkatan 90 banyak berbau dengan angkatan 2000
atau angkatan reformasi. Seperti pada angkatan-angkatan sebelumnya bahwasanya
angkatan 90 ini pun penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran dengan sastrawan wanita
yang menonjol.
Selain itu, Pada masa itu ilmu sastra Indonesia tampak semakin mapan,
penelitian makin merak dimana-mana, dan penerbitan pun terbilang berlimpah ruah.
Karya-karya yang sulit terbit pada masa sebelumnya ternyata pada angkatan ini dapat
diterbitkan tanpa ketakutan apapun.
DAFTAR PUSTAKA

Budianta, Melani dkk, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2003).


Kratz, E. Ulrich, Sejarah Sastra Indonesia Abad XX, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2000).
K.S, Yudhiyono, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007).
Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988).
Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 15.
E. Ulrich Kratz, Sejarah Sastra Indonesia Abad XX, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2000), hal. 697.
Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988), h. 146.
Yudiono K.S., Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), h. 53.
Yudhiyono K.S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), h.248.
E. Ulrich Kratz, Sejarah Sastra Indonesia Abad XX, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,
2000), hal. 687.

Anda mungkin juga menyukai