Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS STRUKTURAL - SEMIOTIKA MAKNA SAJAK KARYA

ABDUL WAHID B.S PADA BUKU BIANGLALA

Faridatulkhoiriyah47605@gmail.com
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Islam Islam Negeri (IAIN) Purwokerto

ABSTRAK
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna yang terkandung dalam
sajak, mengetahui makna sentral (tema) sajak, serta mengetahui unsur pembentuk
pada puisi karya Abdul Wahid B.S. penelitian ini sebagai penyelesaian tugas pra-
UAS dan ketertarikan penulis terhadap sastra Indonesia. Dibalik keindahan
susunan katanya tersimpan makna yang hendak disampaikan penyair terhadap
pembaca/pendengar. Metode yang digunakan adalah pendekatan melalui analisis-
semiotik. Hasil temuannya adalah sebagai berikut: dapat dipahami bahwa makna
yang terdapat pada 3 sajak Abdul Wachid B.S. yang pertama merupakan
ungkapannya kepada sang cucu dalam sajak “potret” dengan makna sentral (tema)
kasih sayang. Kedua pada sajak “mata” yang memiliki makna bahwa kita harus
selalu berpikir positif dengan bertema perjuangan hidup. Dan ketiga, sajak “kue
lumpur” yang menceritakan mengenai musibah yang dialami keluarga si penulis,
demgan mengangkat tema kesedihan. Sedih kala mengingat peristiwa tersebut.

Kata kunci: analisis semiotik, structural semiotik.

1
PENDAHULUAN
Di era sekarang ini, karya sastra semakin menunjukkan eksistensinya dan semakin
mendapat apresiasi dari masyarakat. Cara mereka mengapresiasi berbeda-beda
mulai dari membaca karya dan ada pula yang justru terjun kedalam dunia
kepenulisan. Sastra merupakan jenis penulisan yang mempersepsikan objek
dengan menggunakan daya imajinasi si penulis. Penulisan sastra yaitu
menggunakan cara subjektivitas yang tetap berangakat dari objek. Karya sastra
berdasarkan genre terdiri atas prosa, puisi, dan drama. Puisi merupakan salah satu
sastra yang banyak diapresiasi. Puisi merupakan sastra yang tercipta oleh
permainan kata berdasarkan ungkapan perasaan penulisnya. Hudson (dalam
Sutejo dan Kasnadi, 2009:2). menyatakan bahwa puisi merupakan salah satu
cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai medium penyampaian untuk
membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis
dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya.
Puisi merupakan salah satu sarana untuk berekspresi, tidak peduli orang dewasa
atau anak-anak (Nurgiyantoro, 2006, hlm. 203). Dalam berekspresi tentu
membutuhkan media. Sekarang ini banyak orang yang menggunakan puisi
sebagai media mengekspresikan perasannya. Karena puisi menjadi media bagi
anak-anak dan orang dewasa, maka tema dari puisi juga sangat beragam
tergantung oleh penciptanya. Mulai dari tema perjuangan, ketuhanan, cinta, kritik
sosial hingga demokrasi dan politik.
Dalam penulisan puisi ada beberapa kriteria yang perlu kita ketahui. Pertama,
puisi tidak boleh plagiasi. Kedua, puisi tidak boleh generalisasi. Ketiga, puisi
tidak boleh bersifat ceramah. Keempat, puisi tidak boleh bersifat umum. Ketidak
umuman sajak menjadikan terjadinya pergeseran makna. Makna sebenarnya yang
disampaikan penulis bukanlah yang tertulis oleh penulis, maka untuk mendapat
makna yang sebenarnya kita perlu menelaah terlebih dahulu sajak yang kita baca
Menurut Wachid (2018:63) “ Bahasa sajak bermakna pretable dan sangat
konotatif sehingga menjadikan bahasa di dalam sajak tidak terikat pada perjanjian
bahwa kata “udara” harus mengandung O2 atau kata “rambut” dalam karya
“rambut” milik D. Zawawi Imron tidak harus semakna dengan yang ada dalam
“Sajak Putih” karya Chairil Anwar”.
Perbedaan makna terjadi karena subjektivitas yang berhubungan dengan objek
tertentu antar satu penulis dengan penulis yang lain. Tetapi subjektivitas justru
menjadi suatu hal yang penting dalam puisi sebagai kekhasannya. Sajak yang
dibuat penyair melalui pencarian ide, tema, dan objek didasari oleh dirinya sendiri

2
tanpa adanya paksaan sehingga menghasilkan karya yang nikmat saat dibaca dan
diresapi.
hoerip (dalam Wachid, 2018:62) “Kata dan kombinasi kata-kata yang digunakan
penyair menjadi berubah sama sekali bila dibandingkan dengan kata dan
kombinasi kata-kata keseharian di luar sajak”. kata-kata yang di gunakan dalam
menulis puisi dibuat secara mendalam. Penulis mencoba memadukan bentuk dan
isi puisi sedemikin rupa untuk menyampaikan pesan kepada pembaca. Perpaduan
antar kata dibuat seindah dan serapi mungkin, tetapi tidak keluar dari pesan yang
ingin disampaikan. Perpaduan antar diksi pada puisi akan memberikan gaya
bahasa memiliki makna tersendiri, yang luas sehingga menimbulkan banyak
penafsiran.
Gaya bahasa merupakan salah satu hal penting dalam pembuatan puisi. Gaya
bahasa dapat dihasilkan dari kombinasi diksi sehingga menghasilkan karya yang
indah. Muljana (dalam pradopo, 2005:93) mengemukakan bahwa “gaya bahasa
ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup
dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati
pembaca”. Gaya bahasa memiliki makna tersendiri, maka untuk dapat memahami
makna puisi, diperlukan membaca hingga akhir dan menentukan makna dari gaya
bahasanya terlebih dahulu.
Dalam memahami makna puisi diperlukan analisis yang mendalam. Untuk
mencapai makna puisi diperlukan mengetahui isi sajak, tidak bisa dilihat dari
kepuitisannya saja. Disini lah diperlukan adanya analisis struktural semiotik. Hal
ini karena analisis semiotik dirasa bisa mengupas makna secara mendalam. Untuk
mengupas sampai ke tataran makna sebab strukturalisme, A. Theuuw(dalam
Wachid, 2018:14) mengatakan, hanya dapat mengungkap unsur kepuitisannya
saja sehingga melepaskan karya sastra dari sejarah sastra ataupun sosial
budayanya. Padahal, semestinya ada hubungan timbal balik antara karya sastra
dengan konvensi sastra, semesta, tata nilai sosial, dalam wujud semiotik.
Analisis struktural semiotik beranggapan bahwa puisi merupakan satu kesatuan
struktur ketandaan yang bermakna. Pemaknaan puisi dalam hal ini menggunakan
metode riffaterre yang disesuaikan. Setidaknya ada 4 hal penting dalam
pemaknaan puisi. (1) puisi merupakan ekspresi tidak langsung, memiliki makna
lain dari yang diungkapkan, (2) pembacaan heuristik dan pembacaan retroaktif
atau hermeneutik, (3) matriks, model, dan varian-varian, (4) hipogram.
Puisi sebagai ketidak langsungan memiliki 3 pengartian. Pertama, penyimpangan
arti, kedua penggantian arti, dan ketiga penciptaan arti. Penggantian arti ialah
penggunaan kiasan sebagai penggantian nama benda ke dalam bahasa puisi.
Penyimpangan arti adalah akibat dari pemaknaan ganda, linguitik tidak bermakna,

3
dan penggunaan bahasa yang terbalik. Penciptaan arti adalah pengorganisasian
teks sehingga menimbulkan makna sekalipun secara linguistik tidak bermakna.
Pembacaan heuristic adalah pembacaan yang di dasarkan kepada system dan
konversi bahasa. Sedangkan pembacaan hermeunetik merupakan pembacaan
berdasar konvensi sastra.
Matriks adalah konsep yang tidak muncul dalam teks. Model merupakan teks
puisi secara keseluruhan. Varian merupakan bentuk transformasi dari model.
Hipogram merupakan landasan terciptanya teks(karya) baru.

B. RUMUSAN MASALAH
1. apakah makna yang terkandung dalam puisi Abdul Wachid B.S. ?
2. tema apa yang terdapat pada puisi Abdul Wachid B.S. ?
3. unsur apa saja yang terdapat dalam puisi Abdul Wachid B.S. ?

C. TEORI DAN METODE


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif karena
menggunakan sumber data tertulis, yakni buku dan referensi dengan model
analisis struktur semiotika. Proses penelitian dilakukan sesuai prosedur yang ada
dan disesuaikan dengan tujuan penelitian ini.
Penelitian diawali dengan penentuan studi pustaka, menyiapkan konsep, teori dan
metode. Kemudian, pemilihan puisi sebagai objek penelitian untuk dianalisis serta
mencari referensi yang berkaitan dengan aspek yang akan diteliti. Setelah itu,
berlanjut ke rumusan masalah dengan menggunakan pertanyaan untuk
mempermudah peneliti menentukan alur penelitian. Peneliti kemudian
menentukan data yang dibutuhkan untuk kepentingan penelitian ini. Setelah data
terkumpul, data (sajak Abdul Wachid B.S.) dianalisis menggunakan struktur
semiotika. Dalam penelitin ini, metode yang digunakan hanya 2 metode dari 4
metode yang di jabarkan riffaterre yaitu aspek ketidak langsungan dan aspek
pembacaan semiotik (pembacaan heurmeneutik dan pembacaan heuristik).
Terakhir, hasil analisis di jadikan sebagai jawaban rumusan masalah, kemudian
dibuat kesimpulan.

4
D. PEMBAHASAN
1. pembacaan heurmeneustik dan heuristik
POTRET
Sedang kupasang pigura masakecilku
Dan aku bercermin kepadanya
Dan kujumpai gelak tawa
Dan sedusedan menepi ke batas pagi

Sampai matahari terbit dari bigkai potret ini


Dan kini senyuman cucuku mengekalkan
Itu semua ke dalam tatap matanya yang
Begitu kejora kepada dunia

Puisi ini mengungkapkan perasaan penulis mengenai sang cucu yang


mengingatkan penulis kepada masa lalunya dilihat dari kalimat “sedang kupasang
pigura masa kecilku, dan aku bercermin kepadanya”. Saat penulis menatap sang
cucu perasaan sedih pun sirna dari hatinya. Hal ini Nampak pada kalimat “dan
sedusedan menepi ke batas pagi”. Tetapi sejatinya dalam puisi ini objeknya adalah
sang cucu, bukan penulis. Terlihat dari kalimat “dan kini senyuman cucuku
mengekalkan/tatap matanya yang begitu kejora kepada dunia”.
Makna sentral (tema) yang terdapat dalam sajak diatas adalah kasih sayang. Kasih
sayang di sini di peruntukkan kepada sang cucu.

5
MATA
Tak ada lagi ketakutan dalam mataku
Tersebab semua pandangan
Adalah matamu yang indah, yang
Cahayanya melebihi matahari

Menjelma mata harihari

Yang kadang melelehkan hujan


Yang ketika mengerjap
Batas siang dan malam
Menjadi cakrawala hatinurani

Dalam puisi tersebut bermakna bahwa perjuangan hidup ke depannya harus selalu
di pandang dengan pandangan yang positif. Dan pemikiran itu harus di terapkan
setiap hari. Baik dalam keadaan susah, sedih, gelisah, diwaktu sore hari. Semua
itu harus dilalui dengan tabah dan lapang dada.

Tema sajak di atas adalah tentang semangat. Dalam sajak tersebut penulis
menyampaikan bahwa apapun yang terjadi kita harus mengambil hikmahnya dan
menerima lapang dada.

6
KUE LUMPUR

Tidak ada lumpur yang


Ada hanyalah lumpur di dalam angan
Padahal adonan tepung terigu, kentang
Santan mengentalkan kenangan

Margarine, telur
Gula, garam, vanili yang mengatur
Harum senyum seorang nenek manis
Seperti sebuah kelapa bercampur kismis

Tetapi setiap aku memakan kue ini


Terbayang rumah kakekku yang
Terendam di dalam kue lumpur, kini
Kenangan mengentalkan suara mengaji

Dalam sajak diatas, terdapat larik “yang ada hanyalah lumpur dalam angan”. Larik
tersebut menyiratkan kepada ingatan mengenai sesuatu yang kurang baik dialami
oleh penulis. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut pada kalimat “terbayang rumah
kakekku/yang terendam di dalam kue lumpur”. Dalam kalimat tersebut penulis
mengungkapkan bahwa suatu hal yang tidak menyenangkan adalah musibah yang
menyebabkan rumah kakeknya tertimbun tanah.

Makna sentral (tema) yang ada dalam sajak di atas adalah sedih, karena penulis
menceritakan mengenai kisah yang menimpa kakeknya.

2. Penyebab terjadinya ketidaklangsungan ekspresi

7
Riffaterre (dalam Wachid, 2018:75) mengatakan bahwa puisi itu menyatukan
sesuatu secara tidak langsung, yaitu menyatakan sesuatu yang berarti yang lain.
Puisi tidak pernah luput dari bahasa kiasan. disini akan dianalisis 3 sajak karya
Abdul Wachid B.S. yakni sajak “potret”, “mata”, dan “kue lumpur”.
A) Potret
Pada sajak “potret” bentukan citraan pada bait 1 mula-mula sebagai lanskap biasa,
tetapi selanjutnya mulai muncul metaforik sebagai lambang, seperti “menepi ke
batas pagi”, “matahari”, dan kata “kejora” yang juga menjadi lambang. Kemudian
di dalam sajak “potret” karya Abdul Wachid B.S. tersebut terdapat pula larik yang
berbunyi “begitu kejora kepada dunia”. “Kejora” dan “dunia” merupakan 2 hal
yang berbeda dan memiliki sifat yang hampir sama, dibaurkan menjadi 1 kesatuan
dalam sajak ini.
B) Mata
Dalam sajak “mata” karya Abdul Wachid B.S. didapati majas metafora seperti
pada larik “adalah matamu yang indah”, majas hiperbola seperti larik “cahayanya
melebihi matahari”. Larik “dan kadang melelehkan hujan” merupakan majas
asosiasi. Dan larik “batas siang dan malam” adalah sebuah lambang. Dan kata
“hujan” dalam sajak ini tidak bermakna air yang jatuh dari langit dan “mata” tidak
harus bermakna alat indera.
C) Kue Lumpur
pada sajak ini terdapat kata “lumpur” yang menjadi lambang dari “longsor”. Bait
awal dari sajak “kue lumpur” merupakan simbol. Terdapat pula majas di
dalamnya seperti pada kalimat “santan mengentalkan kenangan”, “harum senyum
seorang nenek manis”, dan kalimat “kenangan mengantalkan suara mengaji”.

KESIMPULAN

8
Dari pembahasan diatas, dapat dipahami bahwa makna yang terdapat pada 3 sajak
Abdul Wachid B.S. yang pertama merupakan ungkapannya kepada sang cucu
dalam sajak “potret” dengan makna sentral (tema) kasih sayang. Kedua pada sajak
“mata” yang memiliki makna bahwa kita harus selalu berpikir positif dengan
bertema perjuangan hidup. Dan ketiga, sajak “kue lumpur” yang menceritakan
mengenai musibah yang dialami keluarga si penulis, demgan mengangkat tema
kesedihan. Sedih kala mengingat peristiwa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Wachid, abdul. 2020. Biyanglala. Yogyakarta. CV cinta buku.
Wachid, adbdul. 2018. Analisis Struktural Semiotik. Yogyakarta. CV cinta buku.

9
Wachid, abdul dkk. 2017. Creative writing. Purbalingga. SKSP.
Wachid, abdul dan heru kurniawan. 2019. Kemahiran Berbahasa Indonesia.
Yogyakarta. CV cinta buku.
https://semnas.untidar.ac.id/wph-content/uploads/2018/02/page-131-136-
theresia.pdf . Diakses pada tanggal 21 November 2020.

10

Anda mungkin juga menyukai