DISERTASI
OLEH :
B AZ N AR ALI
118107015
BAB I
PENDAHULUAN
nama, metafora atau bahasa kiasan, sinekdoke atau bahasa kiasan, refetisi atau
perulangan, simbol. Dalam penelitian ini, tidak semua bahasa figuratif yang
dibahas.
5. Bahasa Sasaran adalah bentuk hasil terjemahan
6. Larik adalah baris di dalam sajak atau puisi. Larik juga sama maknanya
dengan lerek, deret. Baris menurut istilah di dalam KBBI bermaksa deretan
huruf pada tulisan atau cetakan.
7. Penerjemahan penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran. Selain itu, dalam penerjemahan terjadi penggantian
bentuk bahasa sumber dengan bentuk bahasa sasaran atau pengungkapan
kembali pesan dari bahasa sumber di dalam bahasa sasaran dengan padanan
terdekat dan wajar, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya
bahasa.
8. Terjemahan merupakan pengkajian tentang leksikon, struktur gramatikal,
situasi kornunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber, dianalisa
untuk mendapatkan maksud dengan tepat, dan kemudian merekonstruksi
persamaan arti dengan rnenggunakan struktur gramatikal dan leksikon yang
sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya .
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Puisi
Puisi adalah salah satu karya sastra yang mempunyai kata-kata kias
(imajinatif) dan jika dibaca iamenghasilkan bunyi berirama. Menurut Tarigan
dalam buku Kinayati Djojosuroto, puisi secara etimologi berasal dari bahasa
yunani yaitu poesis yang berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris disebut poetry
yang berarti puisi, poet berarti penyair, dan poem berarti syair. Arti seperti ini
kemudian dipersempit menjadi hasil karya sastra yang kata-katanya disusun
menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, dan kata-kata kiasan.
Amal. (2005: 116) menyatakan masyarakat Yunani memahami puisi sebagai seni
menciptakan bahasa yang berbeda dari pemakaian bahasa sehari-hari. Selanjutnya
Kennedy, (2002) menambahkan bahwa katapuisi memiliki tiga arti utama, yaitu :
36
a) Puisi adalah karya sastra yang mengandung puisi (atau dalam bentuk
prosayang berirama), yang kemudian disebut dengan syair.
b) Puisi adalah seni dalam membuat puisi dalam menyusun syair.
c) Puisi adalah keistimewaan dari sebuah tulisan yang mampu menyentuh,
mempesona dan membangkitkan semangat.
Sejalan dengan pendapat di atas, Amalia. (2007: 4) juga berpendapat bahwa
istilah syair berasal dari bahasa Yunani kuno poima (dalam bahasa Latin poema)
yang berarti hasil karya, benda yang dibangun. Kata tersebut seperti halnya
poisis kreasi, puisi dan poits berasal dari kata kerja poein membuat,
membangun.
Seperti yang dikemukakan oleh Wirjososoedarmo, (1984:51) dalam buku
Pengkajian Puisi karya Rachmat Djoko Pradopo, bahwa puisi itu adalah karangan
yang terikat dengan: 1) banyak baris dalam tiap bait; 2) banyak kata dalam tiap
baris; 3) banyak suku kata dalam tiap baris; 4) rima; 5) dan irama. Penyair
memilih dan menyusun kata-kata sekaligus memikirkan bunyi yang merdu dalam
puisinya. Shelley dalam Pradopo (2007:6) mengemukakan bahwa puisi adalah
rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Misalnya saja peristiwa-
peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti
kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena
kematian orang yang sangat dicintai. Hal itu merupakan detik-detik yang paling
indah untuk direkam dalam kehidupan manusia.
(1995) mencatat beberapa pendapat para penyair dunia sebagai berikut :
1. William Wordsworth mendefinisikan puisi sebagai peluapan yang
spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya; dia memperoleh
rasanya dari emosi, atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam
kedamaian.
2. Byron mendefinisikan puisi sebagai lava imajinasi yang letusannya
mencegah timbul gempa bumi.
3. Emily Dickenson menyatakan kalau aku membaca sesuatu dan dia
membuat tubuhku begitu sejuk sehingga tiada api yang dapat
memanaskan aku, maka aku tahu bahwa itu adalah puisi. Hanya dengan
cara inilah aku mengenal puisi.
Watts Dunton menyatakan puisi adalah ekspresi yang konkret dan bersifat
artistik dari pikiran manusia secara emosional dan berirama.
2.1.1 Bahasa Puisi
Bahasa puisi sebagai salah satu unsur dalam struktur karya yang memiliki
bagian-bagian antara lain; diksi, citraan, bahasa kiasan (bahasa figurative) dan
sarana retorika (Alternbernd dalam Sukamti Suratidja, 1990:241). Telah
disampaikan di atas, bahwa selain sarana retorika, dalam bahasa puisi juga dikenal
bahasa kiasan atau figurative language yang menyebabkan sajak menjadi
menarik, menimbulkan kesegaran, terasa hidup dan terutama menimbulkan
kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan menjelaskan atau mempersamakan
suatu hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup.
sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra
namun tetap mempengaruhi karya sastra sebagai karya seni (Priyatni, 2010).
A. Unsur Intrinsik
1. Priyatni (2010:67) menyebutkan bahwa unsur intrinsik puisi terdiri dari judul,
diksi, imaji, bahasa figuratif, bunyi, rima, ritme dan tema. Atmazaki (1991 :
70) dan Pradopo (2009 :100) menambahkan aspek tata bahasa dan tipografi
dalam sajak sebagai salah satu unsur intrinsik puisi. Berbeda dengan Waluyo
(dalam Supendi, 2008 :12) yang berpendapat bahwa puisi dibangun oleh unsur
pokok yakni unsur batin dan unsur fisik. Unsur batin puisi terdiri dari tema,
nada, perasaan dan amanat sedangkan unsur fisik terdiri dari diksi,
pengimajinasian, kata konkret, majas, versifikasi dan tipografi puisi. Berikut
ini adalah pengertian mengenai unsur-unsur tersebut.
B. Unsur Ekstrinsik
Priyatni (2010: 74-78) mengungkapkan bahwa unsur ekstrinsik puisi
terdiri dari aspek historis, aspek psikologis, aspek filsafat, aspek sosiologis dan
aspek religius. Wellek dan Warren (1989: 77-134) yang telah membahas unsur
ekstrinsik jauh sebelumnya, menambah aspek biografi sebagai unsur ekstrinsik
sebuah karya.
bahasa figuratif (figurative language) atau bahasa kiasan. Bahasa figuratif atau
kiasan merupakan penyimpangan dari bahasa yang digunakan sehari-hari,
penyimpangan dari bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan
penyimpangan susunan (rangkaian) kata-kata supaya memperoleh efek tertentu
atau makna khusus (Abrams,1981:63)
Egudu (1979:70) dalam Teilanyo (2007) menyatakan bahwa bahasa
figuratif atau bahasa kiasan adalah one of the features that gives literature its
distinctiveness in the form of the suggestion or indirection, and imagination or
invention that characterise its method of expression. It also constitutes a great
part of the intellectual pleasure that literature affords us. Hal ini berarti
bahwa bahasa figuratif merupakan salah satu fitur yang membuat karya sastra
berbeda yang ditulis dalam bentuk saran atau imajinasi sebagai ciri-ciri metode
ekspresinya.
a. Simile
Simile adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan
yang sengaja kita anggap sama. Kata simile berasal dari bahasa Latin yang
bermakna seperti. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian
kata: seperti, ibarat, sebagai, bak, umpama, laksana, penaka, dan serupa Tarigan
(1985:9-10). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Pradopo (2007:62), majas
perbandingan atau simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan
hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: seperti, bagai,
sebagai, bak, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se dan kata-kata
pembanding lain. Menjelaskan pula bahwa majas perbandingan dapat dikatakan
sebagai wujud bahasa kiasan yang paling sederhana dan paling banyak digunakan,
misalnya, Oh cintaku seperti mawar mawar merah.
b. Personifikasi
Contoh:
Personifikasi berasal dari bahasa Latin persona yang berarti actor's mask,
character acted a human being; dalam bentuk verbanya ialah personare yang
berarti to sound through (Larson, 1984). Personifikasi merupakan gambaran
terhadap objek-objek atau ide-ide abstrak yang diperlakukan seperti manusia atau
yang bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia (memanusiakan alam,
binatang, dan tumbuh-tumbuhan). Mempergunakan gaya bahasa personifikasi,
kita dapat memberikan ciri-ciriatau kualitas, yaitu kualitas pribadi orang-orang
terhadap benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan-gagasan
Tarigan (1985:17).
40
c. Metonimi.
Metonimia adalah majas yang menggunakan ciri atau lebel dari sebuah
benda untuk menggantikan benda tersebut.
Contoh:
b) Setiap pagi Ayah selalu menghirup kapal api. (maksudnya kopi kapal api)
d. Metafora
Contoh :
e. Sinekdok
Sinekdok atau bahasa kiasan Sinekdokhe adalah majas yang menyebutkan
bagian untuk menggantikan benda secara keseluruhan atau sebaliknya. Majas
sinekdokhe terdiri atas dua bentuk berikut.
Contoh:
(a) Dalam pertandingan final bulu tangkis Rt.03 melawan Rt. 07.
Yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri,berasal
dari bahasa Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama
Jakobson (1976:62). Bahasa figuratif ini mempergunakan sebagian dari sesuatu
hal untuk menyatakan keseluruhannya atau mempergunakan keseluruhan untuk
menyatakan sebagian. Misalnya twenty summers untuk menyatakan 20 tahun
atau ten hands untuk menyatakan 10 orang atau tidak ada yang berpikir yang
saya temui di sana. Maksud yang berpikir ialah manusia.
f. Alegori
42
Menikah itu seperti mengarungi bahtera rapuh di tengah lautan yang penuh
akan riak ombak dan hal menegangkan lainnya. Jika kita tak berhati-hati, bisa
salah arah dan tak tahu jalan pulang. Atau, jika kurang kuat, kapal bisa saja hancur
lebih diterjang ombak ganas di laut. Menguatkan kapal dan memperbaharui
kualitas nahkoda adalah jalan terbaik untuk bertahan.
A. Pemajasan
Pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan
yang maknanya tidak menunjuk pada makna harafiah kata-kata yang
mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat.
Dengan demikian, pemajasan merupakan gaya yang sengaja mendayagunakan
penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias. Dalam memahami bahasa kias,
kadang-kadang memerlukan perhatian yang khusus untuk menangkap pesan
pengarang. Penggunaan bentuk-bentuk kiasan dalam kesusastraan, dengan
demikian merupakan salah satu bentuk penyimpangan kebahasaan, yaitu
penyimpangan makna. Keraf (2007), via Nurgiyantoro (2005: 298) membedakan
gaya bahasa retoris dan kiasan. Gaya retoris adalah gaya bahasa yang maknanya
harus diartikan menurut nilai lahirnya. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa
yang mengandung unsur kelangsungan makna. Sebaliknya, gaya bahasa kiasan
adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna
kata-kata yang membentuknya
B. Penyiasatan Struktur
Keefektifan sebuah wacana sangat dipengaruhi oleh bangunan struktur
kalimat secara keseluruhan, bukan semata-mata oleh sejumlah bangunan dengan
gaya tertentu. (Nurgiyantoro, 2009: 300). Pembicaraan tentang struktur kalimat
sebagai bagian retorika lebih ditujukkan pada bangunan struktur kalimat yang
menonjol, yaitu bentuk penyimpangan yang sengaja disusun secara demikian oleh
penulisnya untuk memperoleh efek tertentu, khususnya efek estetis. Bentuk
penyimpangan tersebut lebih dikenal dengan penyiasatan struktur. Ada bermacam
gaya bahasa yang terlahir dari penyiasatan struktur kalimat
Repetisi Adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat
yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Dalam bagian ini, hanya akan dibicarakan repetisi yang berbentuk kata atau frasa
atau klausa. Karena nilainya dianggap tinggi, maka dalam oratori timbullah
bermacam-macam variasi repetisi. Misalnya:
2. Klimaks
Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik.
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran
44
3. Antitesis
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan
yang bertentangan, dengan mempergunakan katakata atau kelompok kata yang
berlawanan. Gaya bahasa ini timbul dari kalimat yang berimbang. Contohnya:
a) Mereka sudah kelihangan banyak harta bendanya, tetapi mereka juga telah
banyak memperoleh keuntunganya daripadanya.
b) Kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semuanya mempunyai kewajiban terhadap
keamanan bangsa dan negara.
2.1.7 Diksi
Diksi berasal dari bahasa Latin dicere, dictum yang berarti to say. Diksi
berarti pemilihan dan penyusunan kata-kata dalam tuturan atau tulisan (Scott,
1980:107).
Pada hakikatnya penyair ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya
secara padat dan intens. Oleh sebab itu, ia memilih kata-kata yang setepat-
tepatnya yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya. Untuk mendapatkan
kepadatan dan intensitas serta agar selaras dengan sarana komunikasi puitis yang
lain, maka penyair memilih kata-kata dengan secermat-cermatnya (Altenbernd
dalam Pradopo, 1993:54).
Diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen
Pendidikan Indonesia adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam
penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
(seperti yang diharapkan). Diksi adalah pilihan kata pengarang untuk
menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata
melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa
tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan
individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.
"Imagery in poetry is an appeal to senses through words. Through the senses the
emotions and intellect of the reader can be swiftly stirried; consequently, poetry
makes much use of-imagery. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa citraan
dalam puisi merupakan daya penarik indera melalui kata-kata. Melalui indera
tersebut emosi dan intelek pembaca dapat dikobarkan dengan cepat. Oleh karena
itu, wajar saja jika puisi banyak menggunakan citraan. Namun ditambahkan
pula oleh Burton bahwa tidak berarti semua puisi yang bagus harus mengandung
citraan.
Selain citraan di atas, ada pula ahli sastra yang menambahkan jenis citraan
lain, yaitu:
1. Citraan perasaan
47
2. Citraan intelektual
Citraan intelektual adalah citraan yang dihasilkan oleh/dengan asosiasi-
asosiasi intelektual.
2.1.9 Stilistika
Bahasa merupakan sarana penyampaikan pesan. Sastra menyampaikan
pesan secara indah. Oleh karena itu, bahasa dan sastra merupakan dua hal
berkaitan erat. Sementara itu, ilmu tentang bahasa dalam sastra disebut stilistika.
Secara sederhana, stilitistika dimaknai sebagai ilmu tentang penggunaan bahasa
dan gaya bahasa di dalam karya sastra sehingga bahasa merupakan bahan utama
kajian stilistika. Kajian stilistika akan selalu terkait dengan bahasa secara
menyeluruh terhadap sastra khususnya, meskipun sebenarnya stilistika dapat
ditujukan pada beberapa ragam penggunaan bahasa yang tidak terbatas pada sastra
saja. Pengkajian terhadap stilistika akan membantu pemahaman terhadap karya
sastra sekaligus menyadarkan bahwa pengarang dalam memanfaatkan bahasa
sebagai sarana mengungkapkan makna. Analisis stilistika karya sastra berfungsi
untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi dan maknanya.
Analisis stilistika berusaha mengganti subjektivitas dan impresionisme yang
digunakan oleh kritikus sastra sebagai pedoman dalam mengkaji karya sastra
dengan suatu pengkajian yang lebih objektif dan ilmiah. Secara etimologis
stylistic berkaitan dengan style. Arti style adalah gaya.
Lebih lanjut, peneliti menemukan bahwa bahasa puitis gaya MHS bukan
hanya mencakup puisi melainkan juga mencakup dan memperkenalkan bahasa
mencintai alam keindahan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang mengandung
prinsip keseimbangan antara alam dan manusia. Dia menuliskan puisi-puisinya
tentang manusia dan alam secara puitis, dan dia juga memiliki hubungan yang
sangat dekat dengan alam, sebagaimana dia sebutkan dalam anthology (kumpulan
puisinya) an emerald hill by the sea (2006).
As a poet I observe and drift along on yearly rhythms, am
drenched or parched by seasons, stopped short by butterflies,
king fishers or monitor lizards; my days are ornamented by
angsana, Morinda and saga, flame of the forest and also a
hundred flowers that were planted or have grown were before I
set foot here. In all of these I read qualities, characters,
personalities, and meanings of rocks leaves, flowers, insects,
and animals. (Muhammad, 2011: xi).
48
Bagi MHS, unsur-unsur alam begitu terbiasa dengan dirinya, dan menjadi
bahagian dari kehidupanya. Alam memiliki semengat dan hal ini menjadi
jembatan yang menghubungkan MHS kepada alam. Dengan hubungan dekat ini,
dia menuliskan sejumlah puisi mengagumkan dengan cara mencerminkan dimensi
alam, kemanusiaan dan agama Islam. Dan dimensi ini juga merupakan
pengetahuannya yang paling dalam tentang sentuhan dan perasaan terhadap unsur-
unsur alam. Singkat kata, dia telah membentuk arti pengetahuannya yang terdalam
terhadap alam dan menunjukkan etika ekologinya yang menyeluruh.
Hal yang harus dipahami dalam penerjemahan adalah bahwa yang dialihkan
adalah pesan (message) yang terdapat dalam teks Bahasa Sumber sehingga teks
Bahasa Sasaran (TSa) yang dihasilkan dikatakan sepadan (equivalent). Menurut
Catford (1980:73-74), kesepadanan pesan merupakan hal yang harus
diprioritaskan dalam penerjemahan.
Karya sastra, dalam hal ini puisi, merupakan karya seni yang dikarang
menurut standar bahasa kesusasteraan yang menggunakan kata-kata yang indah,
majas, dan gaya cerita yang menarik. Puisi adalah hasil ciptaan yang berasal dari
imajinasi pengarang dan dituliskan dengan bentuk dan bahasa yang menarik
supaya dapat menyampaikan pesan moral pengarang. Karya sastra juga dapat
berbentuk prosa dan drama. Namun, puisi merupakan bentuk karya sastra yang
ditulis dalam bait-bait dengan aturan-aturan tertentu untuk menciptakan
keindahan.
Disini Peneliti mengutip pendapat Newmark (1981), masalah-masalah yang
dihadapi penerjemah dalam menerjemahkan karya sastra adalah pengaruh budaya
sumber (TSu) dan pesan, moral yang ingin disampaikan oleh penyair aslinya.
Pengaruh TSu berupa aturan-aturan kebahasaan dalam TSu, majas, latar dan tema.
Sementara itu, berkaitan dengan pesan moral penerjemah dapat menemukan
beberapa kesulitan karena pesan moral terintegrasi dalam kekhususan pengarang.
Sebagai salah satu bentuk karya sastra, puisi memiliki kekhususan dalam
pemilihan kata Newmark, (1988:163). Tidak seperti kata-kata dalam prosa yang
bersifat deskriptif, kata-kata dalam puisi memiliki makna yang sangat padat
Newmark, (1988:163). Kata dalam puisi merupakan unit makna yang sangat
penting, demikian juga baris-baris puisi. Begitu padatnya makna kata dalam puisi
membuat sebuah kata dalam puisi dapat memiliki bermacam-macam arti.
Contohnya, kata the sun dalam bahasa puisi berbahasa Inggris tersebut tidak
selalu dapat diartikan matahari, melainkan kadang-kadang harus diartikan
energi atau sesuatu yang memberikan tenaga atau kekuatan. Seterusnya,
Penelti mencermati bahwa latar belakang kehidupan penyair dan kondisi geografis
tempat tinggalnya seringkali menambah padatnya makna sebuah kata dalam puisi.
Contohnya lagi, kata kemarau bagi penulis yang tinggal di daerah kering akan
dikonotasikan sebagai bencana, tetapi oleh penulis yang berasal dari daerah
dengan curah hujan tinggi akan dikonotasikan sebagai anugerah Tuhan yang
besar.
Sebagai salah satu jenis karya sastra, kumpulan puisi bulan Januari ini (an
emerald hill by the sea) merupakan salah satu target penerjemahan yang penting
karena karya sastra dapat memainkan peran penting dalam upaya
menyebarluaskan nilai-nilai kemanusiaan, agama, keadilan sosial dan perdamaian.
Karya sastra secara umum mengungkapkan pikiran, perasaan, atau ide pengarang
49
Diagram 1.
Stilistika
Untuk menganalisis objek penelitian ini, stilistika lebih banyak
menggunakan prinsip-prinsip linguistik dari pada prinsip-prinsip kritika sastra ini
ditunjukkan oleh garis lurus yang menghubungkan stilistika dengan linguistik, dan
oleh garis lainnya yang menghubungkan stilistika dengan kritik sastra. Konsep-
konsep linguistik modern digunakan untuk mengidentifikasi fitur stilistika, atau
fitur formal, yang merupakan fitur pembeda (distinctive features) bagi sebuah
karya sastra, seorang sastrawan, atau suatu tradisi sastra pada era tertentu
Pada dasarnya pengertian stilistika yang pernah dikemukakan dalam
berbagai literatur mengandung dua pemahaman jalan pemikiran yang berbeda.
Pada satu sisi, ada yang menekankan kepada aspek struktur gramatikalnya
dengan memberikan contoh-contoh analisis linguistik terhadap karya sastra yang
diamati sementara tidak kalah banyaknya yang mengingatkan bahwa stilistika
yang mempunyai pertalian dengan aspek-aspek sastra.
yang sepadan bisa saja maknanya berbeda. Seperti pendapat Mounin dalam
Newmark (1988:3) translation cannot simply reproduce, or be, the original
berarti proses penerjemahan tidak dapat dianggap semata-mata menyampaikan
ulang dan mempertahankan bentuk asli semata dari teks sumber, namun banyak
aspek yang harus dipertimbangkan penerjemah untuk mencapai kesepadanan.
Dari definisi dan penjelasan terakhir diperoleh pengertian bahwa
penerjemahan dapat dilakukan secara tulis maupun lisan (alih bahasa). Namun
satu hal utama yang harus diperhatikan dalam pengalihan pesan tersebut
penerjemah harus mempertahankan pesan/amanat yang terdapat dalam Bsu
dengan mereproduksi padanan alami terdekat dalam Bsa dan tetap
mempertahankan gaya bahasa (language style) dalam mengungkapkan pesan
tersebut ke dalam Bsa.
Gambar
Gambar2.2
1. Metode
Metode Penerjemahan
Penerjemahan (Newmark,
(Newmark, 1988:45)
1988)
1 SL writer
9 The truth (the facts of the matter) 5 TL relationship
2 SL norm
6 TL norm
3 SL culture
7 TL culture
4 SL setting and
tradition 8 TL setting and
tradition
55
TEXT
10 Translator
Sekaitan dengan hal itu, Pardede (2009) juga menyampaikan bahwa puisi
mempunyai nilai-nilai estetik dan nilai-nilai ekspresif. Nilai estetik atau nilai
keindahan sebagai sarana yang digunakan penyair untuk menyampaikan
keindahan puisi melalui penggunaan diksi (pemilihan kata), metafora, imageri
dan bahasa figuratif. Sedangkan nilai ekspresif sebagai sarana penyampaian
pikiran dan emosi pengarang melalui struktur, rima, dan pelafalan.
Hal yang terpenting dari pendekatan Levin ini adalah ia tidak menerapkan
analisisnya ke dalam interpretasi soneta Shakespeare yang diuraikannya. Dia
hanya tertarik kepada analisis bagaimana bahasa dalam sebuah puisi disusun.
Levin mengungkapkan The analysis is therefore not an attemp at a fullscale
-interpretation; it is an attempt to reveal the role that couplings play in the total
Menurut Newmark (1988) dari beberapa cara penerjemahan di atas hanya
ada dua cara yang memenuhi syarat fungsi penerjemahan yaitu: akurasi dan
ekonomi. Dua metode tersebut adalah tejemahan semantis dan komunikatif. Yang
pertama dianggap sebagai cara terbaik dalam menterjemahkan puisi karena
biasanya dipakai untuk teks-teks yang ekspresif (untuk menginterpretasi),
sementara yang kedua untuk teks informatif dan vokatif (untuk menjelaskan).
Apresiasi
Sastra
Proses A B Proses mencari
mencari bukti-bukti
fungsi linguistik
Deskripsi
Gambar
Diagram2.5 Penelitian Stilistika
4. Penelitian Stilistika
Linguistik
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pengantar
Bab ini berhubungan dengan metode penelitian yang digunakan dalam
menganalisis hasil terjemahan puisi Sebutir Zamrud di Deru Selat ke dalam An
Emerald Hill by the Sea yang mencakup, metode penelitian, data dan sumber data,
pengumpulan data, analisis data dan keabsahan penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif karena data-data
yang dianalisis bukan angka-angka, jadi tidak berupa teks puisi-puisi bahasa
melayu yang dituliskan oleh pengarang MHS Sebutir Zamrud di Deru Selat.
Diterjemahkan kedalam bentuk puisi dalam bahasa inggris yang berjudul an
emerald hill by the sea.
29
61
Data Display
Data Collection
Data Reduction
Conclusion Drawing &
Verifying
BAB IV
ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN TEKS PUISI
kedua terdiri dari tujuh larik. Puisi dengan judul sehelai daun tua diterjemahkan
menjadi old leaf memiliki tiga bait, dimana bait pertama terdiri dari empat larik,
bait ke dua terdiri dari enam larik, bait ke tiga terdiri dari enam larik.
Puisi dengan judul teduh sena diterjemahkan menjadi shade of the
angsana memiliki lima bait dimana bait pertama terdiri dari empat larik, bati ke
dua terdiri dari lima larik, bait ke tiga terdiri dari lima larik, bait ke empat terdiri
dari dua larik, dan bait ke limanya terdiri dari tiga larik. Judul sekiranya
diterjemahkan menjadi ifmemiliki empat bait puisi.
Bait pertama terdiri dari empat larik, bait kedua terdiri dari empat larik,
bait ke tiga terdiri dari empat larik, dan bait ke lima terdiri dari empat larik. Puisi
dengan tema sebiji benih ditanam diterjemahkan menjadi a seed sown
memiliki empat buah bait dimana bait pertama terdiri dari tiga larik, bait ke dua
terdiri dari empat larik., bait ke tiga terdiri dari tiga larik dan bait ke empat terdiri
dari dua larik. Judul tualang diterjemahkan menjadi tualang memiliki tiga
buah bait dengan bait pertama terdiri dari lima larik, bait ke dua terdiri dari tiga
larik, bait ke tiga terdiri dari delapan larik.
Dengan demikian, secara keseluruhan larik pada teks sumber tersebut
berjumlah 174 larik. Sebelum membahas teknik penerjemahan yang diterapkan
oleh penerjemah, penulis ingin melakukan perbandingan kosakata mengingat
bahasa sumber merupakan bahasa melayu yang secara definisi memiliki sedikit
perbedaan dengan bahasa Indonesia dan konteks budaya Indonesia.
ungkapan dari bahasa sumber, baik sebagai peminjaman murni (pure borrowing)
atau peminjaman yang telah dinaturalisasikan (naturalized borrowing),
sebagaimana terlampir berikut.
Larik 38
BSu: mesepat di tepi kolam
BSa: the mesepat by the pond
Pada larik ke 38, klausa mesepat di tepi kolam diterjemahkan oleh penulis
puisi tersebut menjadi the mesepat by the pond. Kata mesepat disini tidak
dapat diterjemahkan sehingga penerjemah mengambil langkah untuk menerapkan
teknik peminjaman kata tersebut. Hal ini, menurut peneliti tidak dapat dibaca oleh
pembaca sasaran mengingat kata mesepat sendiri belum lazim dipakai.
Teknik kalke (calque) ini relatif aman digunakan untuk menerjemahkan kata
atau istilah puisi bahasa sumber namun tidak semua kata atau istilah dapat
diterjemahkan dengan teknik ini, sebagaimana terlihat pada larik 4, klausa yang
meminum diterjemahkan menjadi that sips dengan menggunakan teknik kalke
ini oleh karena penerjemah membuat perbandingan jumlah kata yang sama baik di
BSu dan juga di BSa sebagai tujuan untuk mempertahankan keaslian puisi di
bahasa sumber saat diterjemahkan kedalam bahasa sasaran. Disamping itu,
penerjemahan ini sudah lazim digunakan dalam BSa, sehingga penggunaan teknik
kalke ini dinilai tepat.
Larik 6
BSu: menyusun warna
BSa: arranges colours
Selanjutnya pada larik 6, klausa menyusun warna diterjemahkan menjadi
arranges colours dan jelas terlihat jumlah kata di BSu berimbang dengan
jumlah kata di BSa sebab penerjemah disini juga mempertahankan jumlah kata di
Bsu yang berjumlah 2 kata sehingga kelihatan tetap membawa keaslian puisi Bsu
di BSa.
Tabel 4.5 Penerapan Teknik Penerjemahan Harfiah
No. No.Dat Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
68
a
1. L 16 dan mengencang kubah and brace the dome of the
langit sky
Larik 31
BSu: bebaru tidak silu pada kemarau
BSa: the hibiscus of the sea is not shy of the drought
Pada larik 31, kata bebaru diterjemahkan menjadi the hibiscus of the
sea. Makna hibiscus sebenarnya hampir sama dengan bebaru namun dalam hal
ini penerjemah menambahkan kata of the sea sebagai keterangan spesifikasi
lebih mendalam terhadap padanan kata hibiscus tersebut. Maka teknik yang
diterapkannya adalah teknik partikularisasi.
tidak menerjemahkan kata jiran dalam bahasa sasaran dan memutuskan untuk
meninggalkannya. Hal ini, menurut hemat peneliti, akan mengurangi makna
bahasa sumber.
Larik 35
BSu: maka diarahkan ranting ke kolam
BSa: its branches lean to face the pond
Pada klausa ini, kata diarahkan pada bahasa sumber diterjemahkan
menjadi lean to face. Pada bahasa sumber bentuk klausa berupa klausa pasif
dan terjadi perbubahan bentuk menjadi klausa aktif, namun tidak terjadi
perubahan makna.
Teknik
No T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T1
1 Adaptasi - - - - - - - - - - - -
2 Amplifikasi - 1 - - 1 1 1 - - - - -
3 Peminjaman - - - - 1 1 - - - - - -
4 Kalke 8 5 2 1 8 1 7 5 2 4 2 1
5 Kompensasi - - - - - - - - - - - -
6 Deskripsi - - - - - - - - - - - -
7 Kreasi diskursif - - - - - - - - - - - -
8 Kesapadanan Lazim - - - - - - - - - - - -
9 Generalisasi - - - - - - - - - - - -
10 Amplifikasi linguistik - - - - - - - - - - - -
11 Kompresi linguistik - - - - - - - - - - - -
12 Penerjemahan harfiah 1 4 7 2 9 6 6 3 14 12 12 9
13 Modulasi - 1 - 1 1 1 1 - - 1 - -
71
14 Partikularisasi - - - 1 1 - - - - - - -
15 Reduksi - - - 1 1 1 - - - - - 1
16 Substitusi - - - - - - - - - - - -
17 Variasi - - - - - - - - - - - -
18 Transposisi - 1 - 1 - - - 2 - 2 2 1
Jumlah Total 9 12 9 7 22 11 15 10 16 19 16 1
100
90
80
70
60
50 92
40
30 48
20
10 8 5 12
4 3 2
0
Tabel 5.1 Judul puisi pada buku Sebutir Zamrud Di Deru Selat
1. Majas Personifikasi
Bait pertama dan bait kedua dalam bahasa sumber maupun bahasa
sasaran menggunakan gaya bahasa personifikasi. Gaya bahasa ini dipilih
sebagai personifikasi suasana negeri Malaysia di saat hujan gerimis di
waktu subuh yang menimbulkan pelangi yang tidak bertahan lama,
sebagaimana dijelaskan dalam larik-lariknya yakni gerimis subuh
melahirkan pelangi lemah (the dawn drizzle gives birth to a feeble
rainbow) dalam larik 1 dan 2 sebagai berikut:
Larik 1 dan
TSu : gerimis subuh melahirkan pelangi lemah,
TSa : the dawn drizzle gives birth to a feeble rainbow
Penggunaan kata melahirkan diterjemahkan menjadi gives birth
lazimnya dipakai untuk menerangkan keadaan manusia maupun hewan.
Namun dalam konteks ini, pengarang puisi menggunakannya untuk
memadankan dengan alam yaitu pelangi diterjemahkan menjadi
rainbow. Maka jenis majas yang digunakan adalah personafikasi. Hal ini
sesuai dengan definisi personafikasi yaitu kalimat yang menggunakan kata
atau frasa yang seharusnya ditujukan untuk manusia namun digunakan
untuk alam.
Maka dari itu, fungsi penggunaan gaya bahasa personifikasi pada
puisi gerimis tahun yang diterjemahkan menjadi dawn drizzle pada L1
adalah untuk mengintensifkan makna dan memperkuat keaslian puisi
Melayu tersebut.
Dalam majas ini, gerimis subuh diterjemahkan menjadi dawn
drizzle pada L1 diibaratkan melahirkan penerjemahannya adalah birth
to pada L1 pelangi yang lemah (kenikmatan atau kepuasan yang tidak
bertahan lama). Disini verba melahirkan yang artinya birth to pada L1
secara leksikal berkolokasi dengan makhluk hidup, karena citra dalam
verba melahirkan diartikan birth to pada L1 direproduksi menjadi citra
yang sama melalui verba gives birth to. Larik 3 dan 4 tergolong dalam
majas personafikasi adalah sebagai berikut:
2. Majas Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi, yaitu bahasa kiasan yang
mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat
berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. (Pradopo, 2007:75).
Dalam puisi ini gaya personifikasi dapat dilihat pada larik 12 dan 13:
Larik 3 dan 4
TSu: bunganya melorek kemarau dan mengencang kubah
langit
TSa: its blossoms mark the drought with strokes and brace the
dome of the sky.
Majas personafikasi tersebut di atas terlihat pada larik ke 3 dan 4
yang menggunakan kata melorekditerjemahkan menjadi mark dan
mengencang diterjemahkan menjadi brace. Seyogyanya kata melorek
dan mengencang dilakukan oleh manusia namun dalam konteks puisi
ini, penyair memadankannya dengan bunga sebagai subjek kalimat
tersebut.
75
Sepenggal kalimat puisi di atas antara larik satu, dua, dan tiga yang
merupakan kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, seperti
semarak api bercermin matahari diterjemahkan menjadi flame of the
forest reflects the sun yakni musim kemarau yang berasal dari sinar
matahari yang sangat panas, dan selanjutnya dipertegas dengan larik-larik
berikut bunganya melorek kemarau dan mengencong kubah langit
diterjemahkan menjadi its blossoms mark the drought with strokes and
brace the dome of the sky pada L3 dan L4 berarti panasnya sinar matahari
menandai datangnya musim kemarau dan menahan hawa sejuk dari langit.
Personafikasi dapat ditemukan pada larik 5 dan 6 di bawah ini:
Latik 5 dan 6
TSu: batang menggeliat bangun dari sejuk
TSa: the trunk stretches waking from the cold
Pada Larik 5 dan 6 diatas menggeliat diterjemahkan menjadi
stretches penyair menggambarkan situasi dimana keadaan sejuk mulai
berubah menjadi panas dan juga dipertegas dengan larik-larik berikut
daun tipis seperti ikal bayi diterjemahkan menjadi leaves as fine as a
babys curls. Selanjutnya pada larik ke 10 juga ditemukan majas
personafikasi:
3. Majas Simile:
Majas Simile terdapat pada larik ke 7 sebagai berikut:
Larik 7
TSu: daun tipis seperti ikal bayi
TSa: leaves as fine as a babys curls
Penggunaan kata seperti diterjemahkan menjadi as fine as pada
larik di atas jelas terlihat merupakan majas simile yang lariknya
dinyatakan secara tersurat dengan kata seperti, ibarat, seumpama, laksana,
dan sebagainya seperti yang terdapat pada larik 8 dan 9
5.1.3 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Pucuk Kecil Berlipat Malu
Puisi ini terdiri atas dua bait. Ribut hujan merupakan simbol yang
menandakan kekuatan yang datang dari Tuhan terhadap semua manusia
dan bila saatnya datang segala kenikmatan pasti akan sirna, yang
dilambangkan dengan simbol daun. Puisi ini mengungkapkan masa
pertumbuhan manusia dari muda menjadi tua di muka bumi ini di tanah
jauh diterjemahkan menjadi in a distant land yang dan akhirnya kembali
kepada Sang Pencipta (langit). Namun, manusia sebelum mati, mereka
telah meninggalkan pewaris atau penerusnya (benih sudah digantung
diranting) yang masih awam terhadap kehidupan pucuk kecil berlipat
malu diterjemahkan menjadi little shoots fold up bashfully yang pada
daya tarik kehidupan dunia membawanya bergairah dan belajar dari kaum
tua yang sudah banyak mengalami susah dan senang tentang kehidupan
dan bermata hijau dibelakang sedahan daun kering diterjemahkan
menjadi green-eyed beneath a branch of dried leaves.
Tabel 5.4 Data 3: Pucuk Kecil Berlipat Malu (little shoots fold up bashfully)
76
2. Majas Personifikasi
Majas personafikasi terdapat pada larik ke 3 di bawah ini:
Larik 3
TSu: menelanjang diri dan langit
TSa: stripping naked itself and the sky
Personifikasi ini dapat dilihat pada bait pertama ribut hujan menanggalkan
semua daunnya diterjemahkan menjadi the rain storm plucks away all its leaves
yakni datangnya cobaan dari Tuhan Semesta Alam dan dipertegas dengan larik-
larik berikut menelanjang diri dan langit diterjemahkan menjadi stripping
naked itself and the sky pada L3 yakni tiada daya dan upaya yang dapat
dilakukan selain berserah diri kepada-Nya.
Puisi ini terdiri atas dua bait. Makna puisi tersebut menceritakan
seseorang yang berpengalaman dalam menghadapi hidup dan kehidupan.
Di saat itu juga masalah perlahan pergi dan hilang karena pengalaman
hidup telah menjadi soko guru baginya. Pengarang mengingatkan kepada
keluarganya untuk saling tolong menolong dan tidak melupakan waktu-
waktu bersama dalam keluarga dan tetangga yang memerlukan
pertolongan. Kebijaksanaan mengajarkan pengalaman hidupnya untuk
mencari makna perjuangan hidup dalam waktu susah, tahun demi tahun.
2. Personafikasi
Larik 1 di bawah ini merupakan majas personafikasi:
Larik 1
TSu: bebaru tidak silu pada kemarau
TSa: the hibiscus of the sea is not shy of the drought
Pada larik 1 bebaru diterjemahkan menjadi the hibiscus of the sea.
Dalam konteks ini, yang memiliki sifat manusia adalah bebaru yang
mempunyai makna tidak akan memberhentikan kegiatan walaupun dalam
keadaan kemarau. Bebaru dalam bahasa melayu malaysia adalah
tumbuhan atau pokok yang berbunga yang tidak akan memiliki masa akhir
dalam kehidupannya.
1. Majas Metafora
Dalam puisi tersebut terdapat baris mesepat di tepi kolam
diterjemahkan menjadi the mesepat by the pond pada judul. Mesepat di
tepi kolam merupakan lambang atau semacam jenis tumbuhan air yang
dimaksudkan dengan pertahanan hidup atau dengan perkataan lain
perjuangan hidup bagi pengarang/penyair yang tetap dapat belajar hidup
dari alam dan lingkungan sebagaimana dilanjutkan dengan baris berikut
juga menghirup hidup dari langit diterjemahkan menjadi sips life from
79
the sky too pada L2, yakni mendapatkan kehidupan dan pertolongan dari
Tuhan Semesta Alam. Majas metafora terdapat pada larik 5 di bawah ini:
Larik 5
TSu: akarnya tertanam dalam basah dunia.
TSa: its roots are planted in a wet world
Larik akarnya terbenam dalam basah dunia diterjemahkan menjadi
its roots are planted in a wet world pada L5 merupakan sumber
kehidupan yang sudah menjadi jaminan dari Sang Pencipta, karena selalu
memanjatkan doa untuk meminta pertolongan dari-Nya yang dipertegas
dengan larik berikut. Metafora juga terdapat pada Larik 6 dan 7 di bawah
ini:
2. Majas Personafikasi
Dalam data ke 5, terdapat beberapa larik yang tergolong ke dalam
majas personafikasi pada larik 1 dan 2:
Larik 1 dan 2
TSu : mesepat di tepi kolam juga menghirup hidup dari langit,
TSa: the mesepat by the pond sips life from the sky too,
Kata menghirup diterjemahkan menjadi sips pada larik di atas
merupakan verba yang biasa dilakukan oleh manusia. Secara literal,
mesepat dalam bahasa Melayu Malaysia adalah sejenis tumbuhan. Dalam
konteks ini penyair menggambarkan seolah olah tumbuhan tersebut hidup
dengan menghirup oksigen dari langit. Kata menghirup disini jika
dipadanankan dengan alam maka terdengar kurang lazim. Namun dalam
bahasa puisi, hal ini dapat berterima.
b. Majas Personafikasi
Pada data 5, ditemukan majas personafikasi pada larik ke 1 dan 2
yaitu angin berprahara di awan yang diterjemahkan menjadi wild
tempests in the clouds.
Larik 1 dan 2
Tsu: angin berprahara di awan, berkejar di pucuk sena dan
kerayung
Tsa: wild tempests in the clouds, pursue shoots in canopies of
angsana and kerayung
Lazimnya kata prahara diterjemahkan menjadi tempests
disandingkan dengan manusia. Kata berprahara bermakna rebut dengan
sesuatu. Namun pada larik ini penyair menyandingkan kata tersebut
dengan angin yang secara nyata angin adalah alam dan tidak bisa
melakukan kegiatan berprahara. Larik ini maksudnya tanda-tanda
perubahan kehidupan telah datang dari keadaan sulit menjadi keadaan yang
membahagiakan.
c. Majas Metonimi
Pada teks ke 6 tersebut ditemukan satu larik yang tergolong kedalam
majas metonimi. Metonimi merupakan majas tersebut merupakan hasil
penemuan, pemilik untuk barang, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat,
isi untuk menyataan kulitnya, dan sebagainya. Pada bait ke tiga dalam teks
tersebut terdapat klausa sebagai berikut pada larik 10 dan 11 di bawah ini:
Larik 10 dan 11
TSu: kerana ungunya menitiskan hidup hijau
TSa: for its violet hues drip with green life
Majas diatas kerana diterjemahkan menjadi for bermaksud bahwa
sang penyair menunggu pergantian hari. Sebab warna ungu berarti merah
bercampur biru yang terjadi terbenamnya matahari. Larik tersebut
bermakna bahwa adanya tanda cobaan dan kesulitan hidup yang datang
dari Semesta Alam akan berubah menjadi yang membahagiakan.
Puisi ini terdiri atas satu bait. Makna puisi ini menceritakan
kesabaran dalam menghadapi hidup dan kehidupan. Disini penyair
mengkiaskan kesabaran dalam menghadapi hidup dan kehidupan dengan
larik puisinya taufan dan prahara yang diterjemahkan juga dengan bahasa
sasaran secara harfiah menjadi typhoon and tempest.
Puisi ini menceritakan keadaan seseorang yang menunggu datangnya
kebahagian hidup dari Tuhan Semesta Alam ketika cobaan dan kesulitan
datang menerpa kehidupanya namun beliau bersabar dalam menghadapi
segala cobaan dan kesulitan yang datang darinya.
1. Majas Personafikasi
Dalam puisi tersebut terdapat larik-larik yang metafora taufan dan
prahara berlagak ganas pemangsa diterjemahkan menjadi typhoon and
tempest like violet predators pada L1 dan L2 larik ini menggunakan majas
personifikasi dimana kata berlagak diterjemahkan menjadi like pada L2
menghiasi awal pembuka puisi, meskipun di larik-larik berikutnya terlihat
didominasi dengan majas metafora.
Larik 1 dan 2
TSu: taufan dan prahara berlagak ganas pemangsa
TSa: typhoon and tempest like violet predators
Kedua larik 1 dan 2 diatas memiliki makna bahwa seolah-olah angin
tersebut memiliki kuasa untuk memangsa manusia. Penggunaan kata
berlagak diterjemahkan menjadi like disini lazimnya digunakan untuk
mengungkapkan sifat manusia yang angkuh dan tiada tandingannya.
Dalam bait tersebut, penyair menggunakan kata berlagak diterjemahkan
menjadi like dipadankan dengan alam yaitu taufan dan prahara
typhoon and tempest.
2. Majas Metafora
Selanjutnya, pada larik-larik terakhir, kalau kita bersabar dan berakit
saja di tali arus yang merenggang laut maka kita akan dibersihkan
diperkaya dan sedia memperlakukannya seperti yang terlihat pada larik ke
6 dan 7 di bawah ini:
Larik 6 dan 7
TSu: kalau kita bersabar dan berakit saja di tali arus yang
merenggang laut
TSa: if we are patient and raft down the current drift that stretches
the horizon
82
Tabel 5.9 Data 8: Berguru Pada Pohon (make the tree your teacher)
Teks Sumber Teks Sasaran
L5 dari alam purba L5 from ancient worlds
L6 hilirlah sungai waktu- L6 the river of time flows
upstream-
Dalam data 9 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara lain majas
metafora, majas alegori, majas personafikasi.
1. Majas Metafora
Dalam puisi tersebut terdapat larik-larik dibait pertama yang
berbunyi sehelai daun tua dikeringkan zat hidupnya melayang ke kulit
tanah dan tersandar pada perdunya diterjemahkan menjadi an old leaf
dried of its life-essence glides down to the skin of the earth and rest on its
trunk pada L1, L2, L3 dan L4. Dalam larik-larik ini, kata sehelai daun tua
dikiaskan dengan persamaan pada anak manusia yang telah mengalami
masa tua dan tak dapat berbuat apapun lagi untuk menghidupi
keluarganya.
Selanjutnya pada larik-larik di bait kedua, pada saat akhirnya,
sehelai daun menggalur tapak dari pucuk pucat yang menggelepar dengan
tari hujan menakung matahari dalam lengkung buat hari ini dan esok
diterjemahkan menjadi in its final moments, a leaf traces footprints from
a pale shoot, that flaps in a rain dance, holding the sun in an arcfor today
and tomorrow pada L5, L6, L7, L8, L9 dan L10. Di larik-larik pada bait
kedua ini, lahirlah penerus keluarga yang akan meneruskan kelangsungan
hidup dan kehidupan sebagai pelindung untuk hari ini dan hari esok. Majas
metafora terdapat pada larik 101 di bawah ini:
Larik 1
84
2. Majas Alegori
Alegori adalah suatu majas yang menyatakan dengan cara lain,
melalui kiasan atau penggambaran. Biasanya dengan cara menggambarkan
atau mengiaskan sesuatu melalui karakter alam atau apa yang ada di alam.
Majas alaegori pada data 9 terdapat pada larik ke 11, 12, 13, dan 14 di
bawah ini:
Larik 11,12,13 dan 14
TSu: semusim tugas menganugerah tujuan tapi hidup itu bundar
yang tiba di hujung sayung jatuh kembali pada tanah lahir,
TSa: a season of selflessness bestows purpose but life is cyclical that
which arrives at the narrow end falls back to the earth of its
birth
Majas alegori di atas merupakan satu ungkapan yang
menggambarkan bahwa walaupun seseorang berhasil di negeri orang
namun pada akhirnya akan kembali ke tanah tempat kelahirannya
sebagaimana di tulis penyair pada frasa kembali pada tanah lahir
diterjemahkan menjadi falls back to the earth of its birth. Ibarat seorang
perantau yang melakukan tugas tidak selalu sukses karena roda kehidupan
itu berputar sebagaimana penyair menuliskannya pada larik di atas dengan
frasa hidup itu bundar diterjemahkan menjadi life is cyclical.
3. Majas Personafikasi
Pada data ke 9 ditemukan larik yang tergolong kedalam majas
personafikasi.:
Larik 3
TSu: melayang ke kulit tanah
Tsa: glides down to the skin of the earth
Pada larik 3 diatas, frasa kulit tanah diterjemahkan menjadi the
skin of the earth merupakan penggunaan majas personafikasi. Kata kulit
biasanya disandingkan dengan kata tangan atau bagian tubuh manusia.
Namun dalam larik ini penyair menggunakannya dengan dipadankan
kepada tanah. Selanjutnya, majas personafikasi juga ditemukan pada larik
8:
1. Majas Metafora
Dalam puisi tersebut terdapat larik-larik dibait pertama yang
tergolong dalam majas metafora seperti yang terdapat pada larik 1 dan 2 di
bawah ini:
Larik 1 dan 2
TSu: seorang pelajar berpayung bayang hijau,
TSa: a student shelters in the green shadow,
Larik diatas merupakan ungkapan bahwa kiasan frasa bayang hijau
diterjemahkan menjadi green shadow menggambarkan bayangan yang
ditimbulkan oleh pohon yang ada. Dalam larik-larik ini, kata seorang
pelajar berpayung bayang hijau student shelters in the green shadow
dikiaskan dengan persamaan pada anak manusia yang belum
berpengalaman dalam hidup dan kehidupan dilindungi oleh orang tua dan
sanak keluarganya sehingga dia dapat bersabar dalam menjalani hidup dan
kehidupannya, sebagaimana dipertegas dengan larik 3 berikut ini:
Puisi ini terdiri atas empat bait. Makna puisi ini tentang nasehat
kehidupan. Disini penyair lebih banyak menggunakan bahasa pengandaian
tentang nasehat kehidupan dengan larik puisinya sekiranya yang
diterjemahkan juga dengan bahasa sasaran secara harfiah menjadi (if)
pada judul.
Penyair mengkiaskan kehidupan di dunia ini sepenuhnya bergantung
pada alam dan lingkungan dan sudah selayaknya manusia menjaga dan
melestarikannya sepanjang kehidupan mereka, sebaliknya kehidupan
manusia di dunia ini akan hancur dan musnah bila mereka merusak dan
tidak memperhatikan hikmah disebalik penciptaan alam dan lingkungan
oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia akan merasakan kesengsaraan hidup karena perilaku
mereka yang menyimpang dari apa yang dicerminkan oleh alam itu
sendiri. Dan juga akan merusak kehidupan makhluk lainnya di muka bumi
ini, manusia menurut MHS seharusnya belajar dari alam dan lingkungan
supaya dapat mengambil sejumlah pelajaran penting dalam menjalani
hidup dan kehidupan mereka kelak. Manusia juga akan hancur dan binasa
karena ketamakan mereka dalam memanfaatkan sumber daya alam yang
akan diwariskan kepada generasi penerusnya. Maka dari itu, tidak ada kata
terlambat untuk menjaga dan melestarikan sumber daya alam itu sebelum
kebinasaan datang meluluhlantakan segala sendi kehidupan manusia di
muka bumi.
Tabel 5.12 Data 11: Sekiranya (if)
Teks Sumber Teks Sasaran
L1 sekiranya batu itu retak L1 if this rock breaks
L2 sungai akan longlai L2 the river will run listless
L3 nafas tanah tersesak L3 the earts breath stifled
L4 manusia dilemaskan L4 and man will be drowned
keringnya. inhis drought.
Dalam data 11 ditemukan hanya satu jenis majas, yaitu majas simile:
1. Majas Simile
Majas simile adalah ungkapan yang dinyatakan secara eksplisit
dengan kata depan dan penghubung. Penyair memperoleh inspiurasi yang
berasal dari kehidupan tersebut yang mencakup sesuatu yang bernuansa
alam atau natural karena keindahan yang diugkapkan, sepakat bahwa
keindahan mengacu pada alam atau yang mempunyai unsur unsur nautral,
sehingga gaya bahasa personafikasi memanusiakan unsur alam yang ada
pada larik larik 1, 2, 3 dan 4:
1. Majas Metafora
Majas metafora pada larik ke 12 dapat ditemukan pada larik 2 di
bawah ini:
Larik 2
TSu: sebiji benih ditanam, berbalut cita-cita
TSa: a seed sown, wrapped in wishes
Larik-larik berbalut cita-cita diterjemahkan menjadi wrapped in
wishes ini mengkiaskan makna bahwa seorang calon penerus dipersiapkan
dalam keadaan yang sulit demi menyelamatkan kelangsungan keluarga
dengan cara memberikan sejumlah dukungan. Pada larik 3 di bawah:
2. Majas Personafikasi
Dalam puisi ke 12 ini, terdapat satu larik yang tergolong ke dalam
jenis majas personafikasi seperti yang terdapat pada larik 12:
88
Larik 12
TSu: ranting masa depan pun mencari puncak.
TSa: then twigs of the future seek the summit
Dalam larik-larik terakhir di bait keempat ini, sang penerus akan
melahirkan penerus-penerus selanjutnya demi mempertahankan
kelangsungan hidup dan kehidupan keluarga besar. Frasa ranting masa
depan diterjemahkan menjadi twigs of the future pada larik di atas
dipadankan dengan verba mencari diterjemahkan menjadi seek sebagai
predikat pada kalimat tersebut. Sebagaimana ciri-ciri majas personafikasi
adalah perumpamaan benda yang bukan manusia melakukan pekerjaan
atau aktifitas yang sifatnya dilakukan oleh manusia.
b. Majas Personafikasi
Pada data ke 13 ini, terdapat beberapa larik tergolong majas
personafikasi, yaitu pada larik ke 10 di bawah ini:
Larik 10
TSu: dan gerimis lari
TSa: and fleezing drizzle
Pada larik di atas penggunaan kata lari diterjemahkan menjadi
fleezing disandingkan dengan kata gerimis diterjemahkan menjadi
drizzle sebagai subjeknya. Gerimis seolah-olah melakukan perilaku
manusia yaitu berlari. Dalam konteks ini, penyair menggunakan majas
personafikasi untuk menggambarkan keadaan dimana hujan turun rintik
rintik dan memakan waktu.
c. Majas Alegori
Pada puisi ke 13 terdapat larik yang tergolong pada majas alegori
antara lain larik 14, 15 dan 16 di bawah ini:
Larik 14, 15 dan 16
TSu: gugus kembang yang meningkah gendang angin dan besar
berpapan seperti sepuluh dasa warsa yang lalu.
TSa: bouquets of blooms that dance to wind drums and they grow
into great planks, ten decades old.
Alegori adalah suatu majas yang menyatakan dengan cara lain,
melalui kiasan atau penggambaran. Biasanya dengan cara menggambarkan
atau mengiaskan sesuatu melalui karakter alam atau apa yang ada di alam.
Penyair menggunakan kata angin diterjemahkan menjadi wind untuk
memasukkan unsur puitis. Dalam kamus Melayu Malaysia, kata
meningkah diterjemahkan menjadi dance di atas bermakna bersahut-
sahutan. Dalam konteks larik di atas penyair mencoba menyampaikan
pesan bahwa seiring berkembangnya zaman manusia berkembang
bagaikan kehidupan seratus tahun yang lalu.
a. Simile
Dalam data penelitian ditemukan ekspresi figuratif Simile yang
membandingan dua benda dengan menggunakan kata sambung seperti
(like), sebagai (asas ), lebih dari ( is morethan). Dalam bahasa Inggris
kata sambung demikian adalah like, seem, as dan than. Dua hal yang
diperbandingkan tersebut bisa berbeda sesuai budaya bahasanya. Contoh
ekspresi figuratif simile adalah sebagai berikut.
Tabel 5.15 Simile
90
No. Jumlah
Data
TSu Simile Kata
16 Leaves as fine as a babys curls. asas 1
17-18 none is more beautiful than sparklers. morethan 1
131- 134 if this rock breaks 1
the river will run listless the earts breath if
stifled and man will be drowned in his
drought
135 - if the trees collapse the bamboo is if 1
138 cleared, the sky is flushed if the earth lay
dried up
139 - if the earth lay dried up crows collapse if 1
142 beside garbage and maggot-infested
carsasses man will be wretched
143- 146 if the earth heats up grass dries banks if 1
break man will be buried in his greed
TO TAL 6 6
Dari 174larik terjemahan LS dan MSY ditemukan hanya 4 buah larik yang
mengandung gaya bahas Simile sebagaimana tertera dalam tabel diatas. Disini,
penerjemah terlihat tidak terlalu menonjolkan gaya bahasa perbandingan tersebut
(2,13%) dalam penerjemahan puisinya yang berjumlah 13 buah puisi.
b. Personifikasi
Ekspresi figuratif personifikasi termasuk jenis gaya bahasa yang
banyak dikenal pengarang puisi dewasa ini, yakni gaya bahasa yang
mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup atau dengan
perkataan lain,ataumajas yang melukiskan suatu benda dengan
memberikan sifat-sifat manusia kepada benda, sehingga benda mati
seolah-olah hidup. Penerjemah LS dan MSY menonjolkan gaya bahasa
dalam bentuk ekspresifiguratif personifikasi dengan topik yang bersifat
non-nomina dipakai dengan predikat atau verba yang lazim dipakai untuk
nomina, seperti: a) gives birth (melakukan pekerjaan) b) sips (bersifat
seperti yang terjadi pada Nomina) dan c) arranges (melakukan kegiatan
yang biasa dilakukan Nomina). Contoh ekspresi figuratif personifikasi
ditemukan dalam tabel 6.5 sebagai berikut.
Dari hasil analisis 174 larik terjemahan dari LS dan MSY peneliti
juga menemukan 45 larik yang tergolong kedalam majas personifikasi
yang mengandung unsur-unsur sifat manusia.
c. Metonimi
Ekspresi figuratif metonimi digunakan penerjemah gaya bahasa yang
mempergunakan kata untuk menyatakan suatu hal lain, yang mempunyai
pertalian yang sangat dekat.
a. Metonimi berdasarkan atribut tempat, seperti: the mesepat by the pond,an
ancient tualang sebagai sebutan untuk pohon yang lazim tumbuh di kolam
ataupun danau.
b. Metonimi berdasarkan atribut waktu.
c. Metonimi berdasarkan unsurnya.
d. Metonimi berdasarkan penemu dan pencipta.
Metonimi merupakan sebutan pengganti untuk sebuah objek atau
perbuatan dengan atribut yang melekat pada objek atau perbuatan yang
bersangkutan, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.
d. Metafora
Ekspresi figuratif metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda
tertentu dengan benda lain yang mempunyai sifat sama dan gaya bahasa ini adalah
salah satu jenis yang banyak didapati dan selalu berkembang. Salah satu unsur
metafora adalah kemiripan dan kesamaan tanggapan pancaindra.Struktur metafora
utama ialah (1) topik yang dibicarakan; (2) citra atau topik kedua; dan (3) titik
kemiripan atau kesamaan. Hubungan antara topik atau citra dapat bersifat objektif
dan juga emotif.
sun forest
20-21 even the drought is the canopys 4
discoloured by a crimson curve,
future. a crimson
future
22 the rain storm plucks away all plucks away 1
its leaves
26 awaiting maturity to be maturity to be 2
reborn. reborn.
42 its roots are planted in a wet a wet world 1
world
43-44 large leaves shield the sky large leaves, 3
protecting the dampness the dampness
45,46,47 dry bamboo dust-drowned dust-drowned 3
asleep in the heat of the field asleep
48-50 the self-introspective bamboo the self- 2
silently gathers in groves, introspective
bamboo
65-66 seasons are renewed sunlight the swaying of 2
is cherished by the swaying of branches,
branches
116-120 there he gathers the chill in the chill in his 2
his cupped hands because he cupped hands,
is kin in a large clan to which a large clan
all belong.
121-125 so he taste the air that is returns the 2
purified by leaves, and returns essence of
the essence of breath awaited breath, his
by his green sister. green sister
126-127 the dome of cool fragrances is the dome of 4
a pleasant shared shelter. cool
fragrances, a
pleasant
shared shelter
128-130 from here the yellow of the The yellow of 3
angsana is lodged in his hair. the angsana,
his hair
147-148 a small hole scrape a seed scrape, sown, 5
sown, wrapped in wishes wrapped,
sprinkled,
awaited
149 sprinkled with water, rain is sprinkled 2
150-153 planting cultivates planting gathering the 2
94
e. Sinekdoke
Dalam puisi judul Emerald Hill by the Sea ini tidak ditemukan
majas sinekdot.
f. Alegori
Dalam puisi ini, terdapat beberapa larik yang tergolong dalam
majas alegori. Secara etimologi, alegori adalah suatu majas yang
menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
95
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Metafora Metonimi Personafikasi Simile Alegori
kondisi ini tidak dapat bertahan lama, dan keadaan ini digambarkan
dengan pelangi lemah diterjemahkan menjadi a feeble rainbow.
bergairah dan belajar dari kaum tua yang sudah banyak mengalami susah
dan senang tentang kehidupan yang digambarkan pada green-eyed
beneath a branch of dried leaves bermata hijau dibelakang sedahan daun
kering.
the angsana' menceritakan suatu kisah tentang seorang pelajar dan sebuah pohon,
sebagaimana ditemukan di data 10 di atas.
Pohon besar angsana, nama ilmiahnya pterocarpus indicus, dengan
tinggi 30-40 meter dan diameter batangnya sekitar 2 meter, telah menjadi
tempat berlindung pelajar tersebut dari panas yang menyengat
sebagaimana tertulis pada larik seorang pelajar berpayung bayang hijau
diterjemahkan menjadi a student shelters in the green shadow. Sang
pelajar akrab dengan pohon itu dan dengan hubungan ini dia dapat
mencium aroma wangi pohon angsana.
Seterusnya, pohon angsana bukan hanya melindungi dia dari panas
matahari tetapi juga memberikan udara segar yang dia hirup dari
dedaunannya melalui proses potosintesis. Sebaliknya, selama proses
bernafas, sang pelajar mengeluarkan karbon dioksida yang menjadi salah
satu komponen bagi daun pohon angsana untuk melakukan proses
potosintesis sebagaimana digambarkan pada larik maka dicicipnya udara
yang disucikan daun, dan mengembalikan zat nafas yang ditunggu saudara
hijaunya diterjemahkan menjadi so he taste the air that is purified by
leaves, and returns the essence of breath awaited by his green sister.
Hubungan dua arah yang tidak terkotori dengan unsur-unsur negative
seperti nafsu dan birahi, akan bertahan dan ketahanan ini akan berkontribusi
kepada arti pertumbuhan yang berkesinambungan.
sesuatu yang pahit, asam, asin, manis dan lain-lain walaupun dalam larik tersebut
maksud tidak dapat dirasakan rasanya secara langsung dengan indra peraba
manusia. Hanya saja kata manis menambah keindahan aspek puitis yang
terdapat di dalamnya.
Pada bait kedua dari puisi itu, kita mendapati penggambaran tentang langit
(sky) yang melambangkan sifat yang aktif, jantan, dan spirit. dan disusul baris
kedua, warna (colours) yakni suasana kehidupan dan disusul baris ketiga tentang
hari (day) yakni suasana bekerja yang menjadi berkelip atau cerah dan indah
dengan adanya pelangi di tempat penyair menuliskan puisinya.
Dari ketiga belas puisi yang dianalisis diperoleh gambaran bahwa
Salleh sangat dekat dengan alam dan lingkungan. Ketiga belas puisinya
tersebut menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan alam atau ia
menjadikan alam dan lingkungan sebagai pembanding, penjelas atau
hanya sekedar pendukung suasana yang tidak berhubungan langsung
dengan subject matter puisi. Objek-objek alam yang digunakan Salleh
tersebut ialah angin, tembakau, bendungan, gerbang langit, mentari muda,
subuh merah, dan warna malam, bukit, bulan, gunung, dan awan, pohonan,
langit, pucuk-pucuk daun, bulan, bumi, batu, langit, sawah, bambu, dan
dunia.
105
BAB VI
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
6.1 Temuan
6.1.1 Teknik Terjemahan
Dari total 174 data teknik penerjemahan yang dominan diterapkan
adalah teknik penerjemahan harfiah, yaitu sebanyak 92 data atau 52,87%,
diikuti teknik kalke sebanyak 48 data atau 27,5%, amplifikasi 4 data atau
2,29%, reduksi sebanyak 5 data atau 2,87% dan juga transposisi 12 data
atau 6,89%, peminjaman sebanyak 3 data atau 1,72%, modulasi sebanyak
8 data atau 4,59%, partikularisasi sebanyak 2 data atau 1,14%.
6.1.2 Figuratif
Bahasa figuratif yang digunakan terhadap 174 data teknik
penerjemahan adalah mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa,
yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna, yang digunakan
untuk mengkiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain
supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan lebih hidup.
Maksudnya untuk menyatakan suatu makna dengan cara yang tidak biasa
atau tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya.
Pada puisi sebutir jamrud di deru selat digunakan bahasa figuratif
yang merupakan cara pengarang dalam memanfaatkan bahasa untuk
memperoleh efek estetis dengan pengungkapan gagasan secara kiasan dan
menyarankan artinya terhadap makna literal. Analisis tersebut merupakan
sarana sastra yang dipandang representatif dalam mendukung gagasan
pengarang,
Penggunaan bahasa figuratif (kiasan) dapat membuat suatu karya
sastra terhadap 174 data dan terasa lebih hidup, variatif, dan bermakna
estetik.
Bahasa figuratif atau bahasa kiasan yang digunakan terhadap 174
data puisi diatas adalah untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang
tidak biasa tersebut yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna.
Bahasa figuratif mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal
lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan lebih hidup.
Maksudnya, untuk menyatakan suatu makna dengan cara yang tidak biasa
atau tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya.
6.1.4 Diksi
Pada puisi sebutir jamrud di deru selat adalah dengan
mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya, atas hal
tersebut adalah dipahami arti kata yang harus dipilih setepatnya. Pemilihan
kata tersebut disebut pada diksi dinyatakan bahwa sastrawan harus cermat
dalam memilih kata-kata, sebab kata-kata yang ditulis harus pahami
maknanya. Oleh sebab itu juga harus diketahui urutan katanya dan
kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut.
Diksi (diction) pada puisi sebutir jamrud di deru selat dapat
diartikan sebagai pemilihan kata yang dilakukan pengarang untuk
menciptakan efek makna tertentu, berupa penggunaan kata-kata, kosakata-
kosakatanya. Kata merupakan unsur bahasa yang paling esensial dalam
karya sastra. Angan, dan perasaan bahwa pengertian tersirat dalam sebuah
kata itu mengandung makna, maksudnya tiap kata mengungkapkan sebuah
gagasan atau sebuah ide.
107
6.1.6 Stilistika
Stilistika adalah ilmu tentang gaya, sedangkan style secara umum
adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu dapat diungkapkan
dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai
secara maksimal. stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan
108
6.2 Pembahasan
6.2.1 Terjemahan
Berdasarkan analisis penggunaan strategi penerjemahan dan
interpretasi di atas, dapat diungkapkan bahwa penerjemah, Muhammad
Haji Salleh lebih mengutamakan strategi penerjemahan majas menjadi
majas, dengan memperhatikan dan memusatkan kepada keakuratan
leksikal dan sintaksis.
Dari 13 puisi, semua liriknya mengandung unsur kiasan yang
diterjemahkan kedalam bahasa Inggeris. Hal ini dilakukan penerjemah
karena penerjemahan majas yang dilakukan merupakan bagian dari
penerjemahan puitika-teks yang mengutamakan penggunaan ungkapan
yang singkat, padat, dan sekaligus menarik. Oleh karena itu,
keberadaannya sedapat mungkin dipertahankan dalam puisi terjemahan
ini.
Mayoritas majas Bahasa Sumber dapat dialihkan menjadi majas
yang sama ke Bahasa Sasaran karena penerjemah dapat menemukan dan
mereproduksi citra atau tenor yang sepadan dalam Bahasa Sasaran. Akan
tetapi, karena perbedaan nilai-nilai budaya Bahasa Sumber dan Bahasa
Sasaran, citra sebagian majas tidak dapat ditemukan dalam Bahasa
Sasaran, sehingga penerjemah melakukan penggantian dengan citra
standar yang berterima dalam Bahasa Sasaran melalui strategi deskriptif.
109
Selain itu, ada juga majas Bahasa Sumber yang citranya tidak dapat
ditemukan penerjemah dalam Bahasa Sasaran. Akibatnya, penerjemah
mengalihkan citra majas tersebut menjadi ungkapan bermakna harfiah
dalam Bahasa Sasaran.
Hasil penelitian pada data di atas memperlihatkan bahwa
penerjemah mengutamakan strategi penerjemahan yang mengalihkan
majas menjadi majas. Penerjemah lebih memprioritaskan penggunaan
strategi deskriptif. Temuan ini selaras dengan pendapat Reis (dalam
Venuti, 2004, h. 167) yang menekankan pentingnya mengalihkan unsur-
unsur estetik dan artistik teks-teks ekspresif ke dalam Bahasa Sasaran
dengan cara menerjemahkan teks tersebut ke dalam tipe yang sama.
Dari hal-hal yang sangat berguna di atas, terdapat pula hal-hal yang
kurang baik untuk digunakan, sehingga berdampak buruk atau negatif
terhadap proses penerjemahan dan produk yang dihasilkan.
6.2.2 Figuratif
Untuk mendapatkan unsur kepuitisan maka penyair
menggunakan bahasa figuratif. Bahasa figuratif pada dasarnya digunakan
oleh penyair untuk memperoleh dan menciptakan citraan (imagery)
dengan demikian bahwa bahasa figuratif tersebut mengiaskan atau
mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi
jelas, lebih menarik, dan lebih hidup.
Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara citraan dengan
bahasa fiiguratif. Misalnya 'twenty summers' untuk menyatakan 20 tahun
atau 'ten hands' untuk menyatakan 10 orang Berikut adalah sejumlah bait
sajak Muhammad Haji Salleh lainnya, dengan beberapa majas (metafora,
persoifikasi, paradoks dan simile) yang segar dan mengagumkan sebagai
berikut:
the dawn drizzle gives birth to a feeble rainbow that sips at the surface of an
obscure pond. (Puisi dawn drizzle, bait 1 : baris 1-5)
Majas dalam sajak ini pada bait pertama tersembunyi dalam logika
yang terbalik,maksudnya suasana yang menimbulkan keceriaan saat
datangnya hujan gerimis di waktu subuh yang menimbulkan pelangi.
a. Plantingcultivates, plantingmakes flowers bloom, planting is harvesting,
planting is gathering the years.
(Sajaka seed sown, bait 2 : baris 1-4)
Majas dalam sajak ini pada bait kedua tersembunyi dalam logika yang
terbalik, maksudnya belajar dan bekerja itu adalah suatu tujuan mulia demi
meraih masa depan dan keberhasilan dalam kehidupan di dunia.
b. the hibiscus of the sea is not shy of the drought because water is its sister,
(Sajakhibiscus of the sea, bait 1 : baris 1-2)
Majas dalam sajak ini pada bait pertama baris pertama dan kedua
tersembunyi dalam logika yang terbalik, dengan arti seorang manusia yang
sudah mapan dan berpengalaman dalam menjalani kehidupan tidak ragu dan
risau dalam menghadapi cobaan atau masa-masa sulit.
Tabel
Bahasa Kiasan dalam Sajak An Emerald Hill by the Sea
(judul)
Metonimi -tualang -tualang
-mesepat -mesepat
-angsana -angsana
-kerayung -kerayung
6.2.4 Diksi
Dalam analisis diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang
biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair
mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif atau
maknasebenarnya, maupun konotatif atau makna kiasan sehingga kata-
kata yang dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya.
Dalam bait pertama, penyair Muhammad Haji Salleh
menggambarkan kondisi negerinya yang seharusnya dipenuhi dengan
keindahan dan kenyamanan alam dan lingkungan, tetapi sayang Malaysia
yang seharusnya nyaman dan indah dengan berbagai peristiwa alam tetapi
telah berubah.
Pada bait pertama, penyair masih memilih padanan kata yang
mengambarkan kondisi keindahan alam, karena jalan sepi, dihiasi dengan
langit berlapis yang tidak biru tetapi berubah menjadi ungu. Perubahan ini
disebabkan karena pelangi yang terbentuk disaat hujan gerimis di waktu
subuh tidak dapat bertahan lama, meskipun suasananya ceria dan indah,
kondisi ini tidak dapat bertahan lama, dan keadaan ini digambarkan
dengan a feeble rainbow.
Gaya bahasa secara keseluruhan baik bait pertama maupun kedua adalah gaya
bahasa personifikasi. Gaya bahasa ini dipilih sebagai illustrasi suasana negeri
Malaysia di saat hujan gerimis di waktu subuh yang menimbulkan pelangi lemah.
Kondisi ini juga dipertegas the layered sky membentuk colours. Lambang
colours adalah lambang yang indah dan nyaman.
6.2.5 Citraan
Citraan adalah penggunaan bahasa untuk menggambarkan objek,
tindakan, perasaan, ide, pikiran, dan pengalaman indera yang berfungsi
membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan lainnya
112
6.2.6 Stilistika
Muhammad Haji Salleh memperlihatkan hubungan antara teks,
pesan dan kesan. Teks di sini bermaksud bahan atau karya sastera berupa
sajak yang merupakan hasil penulisannya dalam bentuk sajak. Salah satu
cara menganalisis aspek gaya bahasa dalam sejumlah sajak yang telah
disebutkan sebelumnya ialah melalui analisis aspek stilistika, maka
peneliti dapat mengungkap makna yang terdapat dalam teks yang diteliti.
Dalam konteks meneliti sastera, yakni sajak berunsur Islam, memahami
pesan yang ingin disampaikan oleh si penulis merupakan aspek yang penting.
Pada pokoknya di dalam penerapan nilai-nilai budaya ke-Islaman Melayu
Malaysia Contoh. Kata dalam sajak merupakan unit makna yang sangat penting,
demikian juga baris-baris sajak. Begitu padatnya makna kata dalam sajak
membuat sebuah kata dalam sajak dapat memiliki bermacam-macam arti.
Contohnya, kata the sun dalam bahasa sajak berbahasa Inggris tersebut tidak
selalu dapat diartikan matahari, melainkan kadang-kadang harus diartikan
energi atau sesuatu yang memberikan tenaga atau kekuatan.
113
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Setelah dianalisis, puisi Sebutir Zamrud di Deru Selat yang ditulis
oleh Muhammad Haji Salleh dan diterjemahkan oleh Lalita Sinha dan
Muhammad Salleh Yaapar menjadi An Emerald Hill by the Sea, peneliti
menemukan beberapa teknik penerjemahan yang ada pada 13 bait dalam
puisi tersebut. Adapun teknik yang diterapkan adalah teknik Amplifikasi
sebanyak 4 larik (2,29%), teknik peminjaman (borrowing) sebanyak 3
larik (1,72%), teknik kalke sebanyak 48 larik (27,5%), teknik harfiah
sebanyak 92 larik (52,86%), teknik modulasi sebanyak 8 larik (4,59%),
teknik partikularisasi sebanyak 2 larik (2,87%), teknik reduksi sebanyak 5
larik (2,87%), dan teknik transposisi sebanyak 12 larik (6,89%).
Teknik yang paling domiman diterapkan oleh penerjemah adalah
teknik harfiah dimana struktur bahasa sumber dan struktur bahasa sasaran
tidak banyak berubah begitu pula dengan pemilihan kosakata pada kedua
bahasa tersebut.
Sementara teknik yang paling sedikit digunakan adalah teknik
partikularisasi dimana penerjemah menspesifikasikan suatu kata pada
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran untuk menmberikan gambaran
yang jelas akan makna pada bahasa sumber.
Selain itu, dalam penerjemahan puisi tidak dapat dipisahkan dari
penggunaan majas, Majas tidak dapat dilepaskan dalam penciptaan puisi
oleh MHS yang diterjemahkan oleh LS dan MSY teramati pada lirik-lirik
yang menjadi bagian dari puisi. Majas tersebut dapat ditemukan dalam
bentuk simbol-simbol yang mengandung makna figuratif yang dapat
mewakili ruang persepsi manusia. Sehubungan dengan itu, penelitian
merupakan bentuk penelitian terhadap ungkapan-ungkapan kiasan dalam
puisi-puisi (13 puisi) karya MHS yang mewakili ruang persepsi manusia.
Jika diperhatikan kata-kata yang terdapat dalam 13 puisi MHS dapat
dipahami semuanya. Kata-kata yang digunakan oleh penyair termasuk
kata-kata yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk-bentuk
verba yang meniadakan awalan dijumpai dalam puisi ini. Namun dari
rentetan kata-kata tersebut terdapat beberapa bentukan yang mengandung
arti kiasan. Puisi ini pun memuat banyak sekali kata konkret dan
figura bahasa yang dapat menimbulkan citraan pada diri pembaca.
LS dan MSY menggunakan kata konkret bukan dalam pengertian
yang sebenarnya pada konstruksi kalimat, yang memiliki makna
keindahan dan merupakan kiasan yang dapat menimbulkan citra visual
dalam diri pembaca. Pembaca dapat melihat dan merasakan bagaimana
keindahan dan perubahan suasana alam dan lingkungan yang diungkapkan
oleh penyair. Hal ini dipertegas oleh citra visual. Untuk mendukung
suasana tersebut digunakan personifikasi yang menggambarkan gerak.
Beberapa hal penting yang telah ditemukan dan mendapatkan
perhatian adalah:
1. Bahasa kiasan yang dominan dalam Bahasa Sumber kurang terealisasi dalam
Bahasa Sasaran.
114
7.2 Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran berikut dapat dijadikan
sebagai masukan yakni:
1 Bagi Penerjemah
Dalam menerjemahkan karya sastra khususnya puisi, penerjemah harus
sangat berhati-hati dan harus memperhatikan banyak aspek budaya pembaca
sasaran, tidak hanya mempertimbangkan struktur gramatikal tetapi juga dari segi
makna dan gaya bahasa yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Sehingga hal
ini akan meningkatkan minat pembaca puisi dan mempromosikan kearifan lokal
setempat ke dunia internasional.
2 Bagi para pembaca
Pembaca harus sangat berhati-hati dalam membaca hasil
terjemahan karya sastra khususnya puisi. Terjemahan sastra tidak sama
dengan terjemahan jenis teks lainnya sehingga teks sumber puisi
disarankan juga dibaca sebagai perbandingan. Pembaca diharapkan dapat
menangkap makna isi puisi dengan cara memahami konteks secara
keseluruhan bukan hanya pada tingkatan baris atau larik.
3 Bagi para peneliti
Masih terdapat banyak aspek yang menarik untuk dikaji dalam
penerjemahan karya sastra lainnya. Penelitian dalam bidang terjemahan
karya sastra tidak kalah pentingnya dibandingkan penelitian dalam disiplin
ilmu yang lain, mengingat budaya lokal banyak di sampaikan melalui
karya sastra. Selain itu, sehubungan dengan sedikitnya penenlitian
mengenai karya sastra, maka di masa mendatang penelitian dibidang
terjemahan karya sastra diharapkan dapat menggali aspek-aspek
terjemahan karya sastra lainnya seperti sajak, gurindam, pantun, dan lain-
lain ditinjau dari berbagai parameter agar penelitian penerjemahan
semakin beragam dan berguna untuk evaluasi dan pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang terjemahan.
115