Anda di halaman 1dari 83

33

TERJEMAHAN KUMPULAN PUISI PADA SEBUTIR ZAMRUD


DI DERU SELAT DALAM AN EMERALD
HILL BY THE SEA

DISERTASI

OLEH :

B AZ N AR ALI
118107015

BAB I
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang Masalah


Sebagaimana kita ketahui bahwa 1. Puisi merupakan karya seni sastra yang
ditulis dengan menggunakan kata-kata yang indah untuk menyampaikan pesan
moral penyair melalui imajinasinya yang mana penyair menuliskan puisi dalam
bahasa puitis yang memiliki kecirian majas dan memilih kata-kata yang memiliki
kepadatan makna, misalnya, kata biru dapat memberi arti pada warna biru dan
juga bermakna sedih. 2. Puisi memainkan peran penting dalam upaya
menyebarluaskan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian karena penyair
mengungkapkan pikiran, perasaan, atau ide tentang kehidupan yang didasarkan
pada pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan mereka sehari-hari dan di
mana saja berada mereka dapat menggambarkan realitas sosial dan kehidupan
sekitar yang diungkapkan dengan gaya bahasa penyair yang khas sehingga dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik kaya maupun miskin.
Praktek penerjemahan puisi sudah berlangsung lebih dari 2000 tahun
lamanya yang menyatakan puisi banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia
untuk menyebarluaskan pesan moral yang terdapat dalam puisi. Oleh sebab itu,
penerjemah puisi perlu melibatkan budaya baik bahasa Sumber (TSu) maupun
bahasa Sasaran (TSa) karena budaya penerjemah akan mempengaruhi hasil
penerjemahan puisi. Itulah sebabnya suatu ide yang sama tidak akan direalisasikan
ke dalam struktur, khususnya tema yang sama dalam bahasa yang berbeda. Hal ini
di latar belakangi oleh adanya perbedaan budaya penutur bahasa tersebut sehingga
tidak bisa satu ide disampaikan dalam dua bahasa dengan struktur tema yang
sama.
Di dalam hal ini, bahasa menjadi bagian dari budaya sekaligus menjadi
sarana penyampaian budaya, baik dengan menggunakan bahasa sumber maupun
bahasa translasi.

1.2 Rumusan Masalah


Pokok permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Teknik penerjemahan apa yang diterapkan dalam menerjemahkan teks
Sebutir Zamrud di Deru Selat ke dalam An Emerald Hill by the Sea ?
2. Bagaimana penggunaan bahasa kiasan dalam teks Sebutir Zamrud di Deru
Selat kedalam An Emerald Hill by the Sea ?
34

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penyair dalam
menerjemahkan teks sebutir zamrud di deru selat yang diterjemahkan ke
dalam An Emerald Hill by the Sea.
2. Mendeskripsikan penggunaan bahasa kiasan dalam teks Sebutir Zamrud di
Deru Selat yang diterjemahkan kedalam An Emerald Hill by the Sea.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini menghasilkan temuan yang dapat bermanfaat secara teoritis, yaitu:
1. memberikan masukan teoritis perihal teknik penerjemahan puisi yang dalam
hal ini puisi bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris, serta secara umum
berkaitan dengan penerjemahan teks di bidang kesusasteraan.
2. memberikan pandangan teoritis perihal penggunaan bahasa kiasan (figuratif)
tertentu seperti metafora, personafikasi, metonimi, alegori dan lainnya serta
pemilihan diksi dan maknanya dalam puisi berbahasa Melayu.
3. memberikan pandangan teoritis tentang teknik penerjemahan yang dominan
dan majas yang dominan dalam puisi berbahasa Melayu ke dalam bahasa
Inggris.

1.4.2 Manfaat Praktis


Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. memberikan pandangan atau masukan bagi penerjemah, khususnya
penerjemah buku kumpulan puisi Sebutir Zamrud di Deru Selat dalam
bahasa Melayu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi An
Emerald Hill by the Sea agar lebih teliti dalam hal teknik penerjemahan
sehingga tidak terjadi distorsi makna dalam puisi sasaran, dan
2. memberikan pandangan atau masukan bagi penerbit, peneliti dalam bidang
penerjemahan khususnya bidang puisi.

1.5 Klarifikasi Istilah Teknis


Definisi istilah yang dapat diajukan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1. Bahasa sumber dalam penelitian ini merujuk pada bahasa Melayu, sedangkan
bahasa sasaran adalah bahasa yang menjadi tujuan penerjemahan yaitu bahasa
Inggris.
2. Teknik penerjemahan berkaitan dengan permasalahan praktis penerjemahan
(langkah praktis) dan pemecahan masalah dalam penerjemahan dengan
menggunakan cara teknik tertentu.
3. Puisi adalah karya sastra yang mengandung puisi (atau dalam bentuk prosa
yang berirama) mempunyai kata-kata kias (imajinatif) dan jika dibaca
menghasilkan bunyi berirama.
4. Bahasa figuratif puisi merupakan bagian dari kajian stilistika dalam puisi yang
terdiri atas diksi (diction), pengimajian (imagery), kata-kata konkret (the
concrete words), majas atau bahasa figuratif (figurative language), serta
rima dan ritma (rhyme and rhytm), citraan atau imagery, simile atau
perbandingan, pesonifikasi atau kiasan, metonomi atau kiasan pengganti
35

nama, metafora atau bahasa kiasan, sinekdoke atau bahasa kiasan, refetisi atau
perulangan, simbol. Dalam penelitian ini, tidak semua bahasa figuratif yang
dibahas.
5. Bahasa Sasaran adalah bentuk hasil terjemahan
6. Larik adalah baris di dalam sajak atau puisi. Larik juga sama maknanya
dengan lerek, deret. Baris menurut istilah di dalam KBBI bermaksa deretan
huruf pada tulisan atau cetakan.
7. Penerjemahan penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran. Selain itu, dalam penerjemahan terjadi penggantian
bentuk bahasa sumber dengan bentuk bahasa sasaran atau pengungkapan
kembali pesan dari bahasa sumber di dalam bahasa sasaran dengan padanan
terdekat dan wajar, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya
bahasa.
8. Terjemahan merupakan pengkajian tentang leksikon, struktur gramatikal,
situasi kornunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber, dianalisa
untuk mendapatkan maksud dengan tepat, dan kemudian merekonstruksi
persamaan arti dengan rnenggunakan struktur gramatikal dan leksikon yang
sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya .

1.6 Batasan Penelitian


Penelitian ini berorientasi pada produk (product-oriented). Objek kajian
dalam penelitian ini adalah teknik penerjemahan dan penggunaan bahasa kiasan
atau bahasa figuratif dalam kumpulan puisi An Emerald Hill by the Sea. Satuan
terjemahan (translation unit) yang dikaji dibatasi pada tataran kata, frasa, klausa,
dan tataran kalimat yang terdapat dalam teks Sebutir Zamrud di Deru Selat ke
dalam An Emerald Hill by the Sea. Karena penelitian ini diorientasikan pada
produk atau karya terjemahan, maka kualitas penerjemahan tidak dikaji dalam
penelitian ini. Dengan demikian, pernyataan tentang teknik penerjemahan dan
hal-hal yang menyangkut dengan bahasa kiasan disimpulkan berdasarkan kajian
terhadap produk tanpa mengkaitkannya dengan penerjemah secara langsung dan
dengan proses penerjemahan yang telah dilakukan oleh penerjemah serta
pemilihan bahasa kiasan tertentu oleh penyair.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Puisi
Puisi adalah salah satu karya sastra yang mempunyai kata-kata kias
(imajinatif) dan jika dibaca iamenghasilkan bunyi berirama. Menurut Tarigan
dalam buku Kinayati Djojosuroto, puisi secara etimologi berasal dari bahasa
yunani yaitu poesis yang berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris disebut poetry
yang berarti puisi, poet berarti penyair, dan poem berarti syair. Arti seperti ini
kemudian dipersempit menjadi hasil karya sastra yang kata-katanya disusun
menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, dan kata-kata kiasan.
Amal. (2005: 116) menyatakan masyarakat Yunani memahami puisi sebagai seni
menciptakan bahasa yang berbeda dari pemakaian bahasa sehari-hari. Selanjutnya
Kennedy, (2002) menambahkan bahwa katapuisi memiliki tiga arti utama, yaitu :
36

a) Puisi adalah karya sastra yang mengandung puisi (atau dalam bentuk
prosayang berirama), yang kemudian disebut dengan syair.
b) Puisi adalah seni dalam membuat puisi dalam menyusun syair.
c) Puisi adalah keistimewaan dari sebuah tulisan yang mampu menyentuh,
mempesona dan membangkitkan semangat.
Sejalan dengan pendapat di atas, Amalia. (2007: 4) juga berpendapat bahwa
istilah syair berasal dari bahasa Yunani kuno poima (dalam bahasa Latin poema)
yang berarti hasil karya, benda yang dibangun. Kata tersebut seperti halnya
poisis kreasi, puisi dan poits berasal dari kata kerja poein membuat,
membangun.
Seperti yang dikemukakan oleh Wirjososoedarmo, (1984:51) dalam buku
Pengkajian Puisi karya Rachmat Djoko Pradopo, bahwa puisi itu adalah karangan
yang terikat dengan: 1) banyak baris dalam tiap bait; 2) banyak kata dalam tiap
baris; 3) banyak suku kata dalam tiap baris; 4) rima; 5) dan irama. Penyair
memilih dan menyusun kata-kata sekaligus memikirkan bunyi yang merdu dalam
puisinya. Shelley dalam Pradopo (2007:6) mengemukakan bahwa puisi adalah
rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Misalnya saja peristiwa-
peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti
kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena
kematian orang yang sangat dicintai. Hal itu merupakan detik-detik yang paling
indah untuk direkam dalam kehidupan manusia.
(1995) mencatat beberapa pendapat para penyair dunia sebagai berikut :
1. William Wordsworth mendefinisikan puisi sebagai peluapan yang
spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya; dia memperoleh
rasanya dari emosi, atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam
kedamaian.
2. Byron mendefinisikan puisi sebagai lava imajinasi yang letusannya
mencegah timbul gempa bumi.
3. Emily Dickenson menyatakan kalau aku membaca sesuatu dan dia
membuat tubuhku begitu sejuk sehingga tiada api yang dapat
memanaskan aku, maka aku tahu bahwa itu adalah puisi. Hanya dengan
cara inilah aku mengenal puisi.
Watts Dunton menyatakan puisi adalah ekspresi yang konkret dan bersifat
artistik dari pikiran manusia secara emosional dan berirama.
2.1.1 Bahasa Puisi
Bahasa puisi sebagai salah satu unsur dalam struktur karya yang memiliki
bagian-bagian antara lain; diksi, citraan, bahasa kiasan (bahasa figurative) dan
sarana retorika (Alternbernd dalam Sukamti Suratidja, 1990:241). Telah
disampaikan di atas, bahwa selain sarana retorika, dalam bahasa puisi juga dikenal
bahasa kiasan atau figurative language yang menyebabkan sajak menjadi
menarik, menimbulkan kesegaran, terasa hidup dan terutama menimbulkan
kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan menjelaskan atau mempersamakan
suatu hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup.

2.1.2. Unsur Pembangunan Puisi


Puisi sebagai sebuah karya sastra mempunyai unsur-unsur pembangunnya.
Unsur-unsur tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun dari dalam,
37

sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra
namun tetap mempengaruhi karya sastra sebagai karya seni (Priyatni, 2010).

A. Unsur Intrinsik
1. Priyatni (2010:67) menyebutkan bahwa unsur intrinsik puisi terdiri dari judul,
diksi, imaji, bahasa figuratif, bunyi, rima, ritme dan tema. Atmazaki (1991 :
70) dan Pradopo (2009 :100) menambahkan aspek tata bahasa dan tipografi
dalam sajak sebagai salah satu unsur intrinsik puisi. Berbeda dengan Waluyo
(dalam Supendi, 2008 :12) yang berpendapat bahwa puisi dibangun oleh unsur
pokok yakni unsur batin dan unsur fisik. Unsur batin puisi terdiri dari tema,
nada, perasaan dan amanat sedangkan unsur fisik terdiri dari diksi,
pengimajinasian, kata konkret, majas, versifikasi dan tipografi puisi. Berikut
ini adalah pengertian mengenai unsur-unsur tersebut.

B. Unsur Ekstrinsik
Priyatni (2010: 74-78) mengungkapkan bahwa unsur ekstrinsik puisi
terdiri dari aspek historis, aspek psikologis, aspek filsafat, aspek sosiologis dan
aspek religius. Wellek dan Warren (1989: 77-134) yang telah membahas unsur
ekstrinsik jauh sebelumnya, menambah aspek biografi sebagai unsur ekstrinsik
sebuah karya.

2.1.3. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi


Puisi mengandung makna yang sering kali tersembunyi dalam setiap kata
maupun ekspresi bentuknya. Riffaterre dalam Pradopo (2009:209) menyampaikan
bahwa setidaknya ada tiga penyebab ketidaklangsungan ekspresi puisi tersebut.
Ketiga penyebab tersebut adalah pergantian arti (displacing), penyimpangan arti
(distrorting) dan penciptaan arti (creating of meaning). Berikut ini adalah
penjelasan mengenai ketiga penyebab tersebut.

2.1.3.1. Penggantian Arti (Displacing)


Pergantian arti sering kali terjadi pada bahasa kiasan atau bahasa yang
mengkiaskan sesuatu. Hal ini berarti suatu kata (kiasan) menunjukkan hal lain
(tidak menunjukkan makna aslinya). Misalnya metafora dan metonimi, yang
terdapat dalam sajak Chairil Anwar ini.
Kata mawar dan melati dalam puisi tersebut, tidak benar-benar
menunjukkan mawar dan melati dalam arti sesungguhnya, yakni nama bunga.
Tetapi menunjukkan sesuatu yang indah dan cinta yang suci (Pradopo, 2009: 212).

2.1.3.2. Penyimpangan Arti (Distrosting)


Raffaterre (dalam Atmazaki, 1991:49) menyampaikan bahwa
penyimpangan arti akan terjadi apabila terdapat ambiguitas, kontradiksi ataupun
nonsense dalam puisi. Ambiguitas artinya terdapat makna ganda, tafsiran yang
lebih dari satu.
Sedangkan kontra diksi maksudnya adalah makna yang berlawanan dari
makna aslinya. Biasanya penyair menggunakan majas ironi bahkan sarkasme
untuk menyindir kalangan tertentu. Adapun nonsense adalah bentuk kata yang
secara linguistik tidak mempunyai arti, misalnya gabungan dari dua kata.
38

2.1.3.3. Penciptaan Arti (Creating of Meaning)


Penciptaan arti terjadi karena adanya pemanfaatan terhadap ruang tertentu.
Misalnya simitri, rima, enjembement, homologue, dll. Homologue atau persamaan
posisi yang biasanya terdapat pada pantun. salah satu contohnya adalah makna
yang menguat dan kejelasan karena pengulangan bunyi dan parallelisme.

Bait puisi di atas menunjukkan pensejajaran bentuk membuat pensejajaran


arti. Setinggi apapun elang terbang akan hinggap pula bila hendak istirahat, begitu
pula si anak, ia akan pulang bila lelah.

2.1.4 Bahasa Figuratif (Bahasa kiasan)


Figurative berasal dari bahasa Latin figura yang berarti form, shape.
Figura berasal dari kata fingere dengan arti to fashion. Istilah ini sejajar dengan
pengertian metafora (Scott, 1980:107).
Hawkes menyatakan "figurative language is language which doesn't
mean what it says." (1980:1). Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan
oleh penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa; dengan
cara yang tidak langsung untuk mengungkapkan makna (Waluyo, 1991:83).
Untuk mempertegas pengertian tersebut, Hawkes membedakan antara
bahasa fiiguratif dengan bahasa literal. Bahasa literal menurutnya adalah
language which means (or intends to mean) what it says, and which uses
words in their "standard" sense, derived from the common practice of
ordinary speakers of the language (1990:2). Jadi, jika bahasa fiiguratif
mengatakan sesuatu secara tidak langsung untuk mengungkapkan makna
maka bahasa literal menunjukkan makna secara langsung dengan alnggunakan
kata-kata dalam pengertian yang 'baku' (lihat Scott, 1980:107).
Cuddon (1979:273) memberi contoh bahasa figuratif dan bahasa
literal tersebut. 'He hared down street' atau 'He ran like a hare down the street'
merupakan bahasa figuratif. Seaientara itu, 'He ran very quickly down the street'
merupakan bahasa literal.
Bahasa figuratif pada dasarnya digunakan oleh penyair untuk memperoleh
dan menciptakan citraan (imagery) (Situmorang, 1980:22). Adanya bahasa
figuratif ini menyebabkan puisi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran,
hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan angan atau imaji (Pradopo, 1993:62).
Lebih jauh Pradopo mengungkapkan bahwa bahasa figuratif tersebut
mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran
menjadi jelas, lebih menarik, dan lebih hidup. Dengan demikian, ada hubungan
yang erat antara citraan dengan bahasa fiiguratif. Citraan pada dasarnya terefleksi
melalui bahasa fiiguratif. Hal senada diungkapkan oleh Hawkes (1980:2)
"Inevitably, figurative language is usually descriptive, and the transferences
involved result in what seem to be "pictures' or 'images'.
Makna kiasan (figurative meaning, tranfered meaning) adalah pemakaian
leksem dengan makna yang tidak sebenarnya. Sebagai contoh frasa mahkota
wanita tidak dimaknai sebagai sebuah benda yang dipakai seorang wanita di atas
kepalanya yang merupakan lambang kekuasaan seorang pemimpin dan berhiaskan
emas atau permata, namun frasa ini dimaknai sebagai rambut wanita Selain itu,
makna kiasan terdapat pula pada peribahasa atau perumpamaan. Misalnya, sekali
merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Makna figuratif muncul dari
39

bahasa figuratif (figurative language) atau bahasa kiasan. Bahasa figuratif atau
kiasan merupakan penyimpangan dari bahasa yang digunakan sehari-hari,
penyimpangan dari bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan
penyimpangan susunan (rangkaian) kata-kata supaya memperoleh efek tertentu
atau makna khusus (Abrams,1981:63)
Egudu (1979:70) dalam Teilanyo (2007) menyatakan bahwa bahasa
figuratif atau bahasa kiasan adalah one of the features that gives literature its
distinctiveness in the form of the suggestion or indirection, and imagination or
invention that characterise its method of expression. It also constitutes a great
part of the intellectual pleasure that literature affords us. Hal ini berarti
bahwa bahasa figuratif merupakan salah satu fitur yang membuat karya sastra
berbeda yang ditulis dalam bentuk saran atau imajinasi sebagai ciri-ciri metode
ekspresinya.

a. Simile
Simile adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan
yang sengaja kita anggap sama. Kata simile berasal dari bahasa Latin yang
bermakna seperti. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian
kata: seperti, ibarat, sebagai, bak, umpama, laksana, penaka, dan serupa Tarigan
(1985:9-10). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Pradopo (2007:62), majas
perbandingan atau simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan
hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: seperti, bagai,
sebagai, bak, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se dan kata-kata
pembanding lain. Menjelaskan pula bahwa majas perbandingan dapat dikatakan
sebagai wujud bahasa kiasan yang paling sederhana dan paling banyak digunakan,
misalnya, Oh cintaku seperti mawar mawar merah.

b. Personifikasi

Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-benda tak


bernyawa seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia.

Contoh:

a) Badai mengamuk dan merobohkan rumah penduduk.

b) Ombak berkejar-kejaran ke tepi pantai.

Personifikasi berasal dari bahasa Latin persona yang berarti actor's mask,
character acted a human being; dalam bentuk verbanya ialah personare yang
berarti to sound through (Larson, 1984). Personifikasi merupakan gambaran
terhadap objek-objek atau ide-ide abstrak yang diperlakukan seperti manusia atau
yang bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia (memanusiakan alam,
binatang, dan tumbuh-tumbuhan). Mempergunakan gaya bahasa personifikasi,
kita dapat memberikan ciri-ciriatau kualitas, yaitu kualitas pribadi orang-orang
terhadap benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan-gagasan
Tarigan (1985:17).
40

Suharianto (2005:71) menjelaskan bahwa personifikasi sering disebut juga


dengan pengorangan, ialah suatu cara memperjelaskan maksud dengan
menjadikan benda-benda yang digambarkan seperti manusia. Atau dengan kata
lain suatu cara berbahasa dengan menghidupkan benda-benda mati dan
memberikan sifat-sifat seperti yang dimiliki oleh manusia.

c. Metonimi.

Metonimi juga berasal dari bahasa Yunani metonymia. Kata


metonymia berasal dari meta yang berarti berubah (change) dan onoma
yang berarti nama (name) bahasa figuratif yang mempergunakan sebuah kata
untuk menyatakan suatu hal lain karena memiliki pertalian yang sangat dekat.
Keraf (2000:99), metonimi adalah suatu proses perubahan makna terjadi karena
adanya hubungan erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan
makna yang sama, dan dapat diklasifikasikan menurut tempat atau waktu,
menurut hubungan isi dan kulit, hubungan antara sebab dan akibat. Penggunaan
sesuatu sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek disebut
kiasan pengganti nama.

Metonimia adalah majas yang menggunakan ciri atau lebel dari sebuah
benda untuk menggantikan benda tersebut.

Contoh:

a) Di kantongnya selalu terselib gudang garam. (maksudnya rokok gudang


garam).

b) Setiap pagi Ayah selalu menghirup kapal api. (maksudnya kopi kapal api)

d. Metafora

Majas metafora adalah majas perbandingan yang diungkapkan secara


singkat dan padat.

Contoh :

a) Dia dianggap anak emas majikannya.

b) Perpustakaan adalah gudang ilmu.


41

Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang berarti memindahkan;


dari meta di atas; melebihi + pherein membawa. Metafora membuat
perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental
yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-
kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa, seperti pada
perumpamaan Tarigan (1985:15). Metafora tidak mempergunakan kata-kata
pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya, hanya
mengidentifikasikan dua objek yang berbeda dan menyatukannya dalam angan
pembaca. Metafora mengandung perbandingan yang tidak dinyatakan secara
eksplisit kata-kata pembandingnya maka simile mengungkapkan perbandingan
secara eksplisit, misalnya You're the cream in my coffee adalah contoh metafora
Brett, (1983:24). Menurut Keraf (2000:139) metafora adalah semacam analogi
yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.
(yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata
pembanding).

e. Sinekdok
Sinekdok atau bahasa kiasan Sinekdokhe adalah majas yang menyebutkan
bagian untuk menggantikan benda secara keseluruhan atau sebaliknya. Majas
sinekdokhe terdiri atas dua bentuk berikut.

1) Pars pro toto, yaitu menyebutkan sebagian untuk keseluruhan.


Contoh:
(a) Hingga detik ini ia belum kelihatan batang hidungnya.
(b) Per kepala mendapat Rp. 300.000.

2) Totem pro parte, yaitu menyebutkan keseluruhan untuk sebagian.

Contoh:

(a) Dalam pertandingan final bulu tangkis Rt.03 melawan Rt. 07.

(b) Indonesia akan memilih idolanya malam nanti.

Yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri,berasal
dari bahasa Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama
Jakobson (1976:62). Bahasa figuratif ini mempergunakan sebagian dari sesuatu
hal untuk menyatakan keseluruhannya atau mempergunakan keseluruhan untuk
menyatakan sebagian. Misalnya twenty summers untuk menyatakan 20 tahun
atau ten hands untuk menyatakan 10 orang atau tidak ada yang berpikir yang
saya temui di sana. Maksud yang berpikir ialah manusia.

f. Alegori
42

Alegori adalah kata kiasan berbentuk lukisan/cerita kiasan, merupakan


metafora yang dikembangkan. Biasanya dengan cara menggambarkan atau
mengiaskan sesuatu melalui karakter alam atau apa yang ada di alam.

Menikah itu seperti mengarungi bahtera rapuh di tengah lautan yang penuh
akan riak ombak dan hal menegangkan lainnya. Jika kita tak berhati-hati, bisa
salah arah dan tak tahu jalan pulang. Atau, jika kurang kuat, kapal bisa saja hancur
lebih diterjang ombak ganas di laut. Menguatkan kapal dan memperbaharui
kualitas nahkoda adalah jalan terbaik untuk bertahan.

Menikah > Bahtera di lautan

Kita menggambarkan bahwa menikah tidaklah selalu senang saja, orang


yang menikah seperti bahtera di lautan. Bisa menemui banyak rintangan dan
cobaan.

g. Perumpamaan Epos (Epic Simile)


Perumpamaan Epos yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau
diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat
berturut-turut.
Contoh: dalam puisi yang berjudul Di Tengah Sunyi karya Rustam Effendi:
Di tengah sunyi menderu rinduku,
Seperti topan, meranggutkan dahan,
mencabutkan akar, meranggutkan kembang kalbuku.

2.1.4.1 Fungsi Bahasa Figuratif dalam Puisi


Secara umum, gaya bahasa berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi
atau meyakinkan pembaca atau pendengar. Maksudnya gaya bahasa dapat
membuat pembaca atau pendengar semakin yakin dan percaya terhadap apa yang
disampaikan penulis. Selain itu, gaya bahasa berfungsi sebagai alat untuk
menciptakan keadaan perasaan hati tertentu. Maksudnya gaya bahasa dapat
menjadikan pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, misalnya kesan baik atau
buruk, senang, tidak enak dan sebagainya setelah mengetahui tentang apa yang
disampaikan penulis.
Fungsi gaya bahasa lainnya yaitu sebagai alat untuk memperkuat efek
terhadap gagasan yang disampaikan. Maksudnya gaya bahasa dapat
membuat pembaca atau pendengar terkesan terhadap agasan yang disampaikan
penulis atau pembicara.

2.1.4.2 Unsur Bahasa Figuratif


43

A. Pemajasan
Pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan
yang maknanya tidak menunjuk pada makna harafiah kata-kata yang
mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat.
Dengan demikian, pemajasan merupakan gaya yang sengaja mendayagunakan
penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias. Dalam memahami bahasa kias,
kadang-kadang memerlukan perhatian yang khusus untuk menangkap pesan
pengarang. Penggunaan bentuk-bentuk kiasan dalam kesusastraan, dengan
demikian merupakan salah satu bentuk penyimpangan kebahasaan, yaitu
penyimpangan makna. Keraf (2007), via Nurgiyantoro (2005: 298) membedakan
gaya bahasa retoris dan kiasan. Gaya retoris adalah gaya bahasa yang maknanya
harus diartikan menurut nilai lahirnya. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa
yang mengandung unsur kelangsungan makna. Sebaliknya, gaya bahasa kiasan
adalah gaya bahasa yang maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna
kata-kata yang membentuknya

B. Penyiasatan Struktur
Keefektifan sebuah wacana sangat dipengaruhi oleh bangunan struktur
kalimat secara keseluruhan, bukan semata-mata oleh sejumlah bangunan dengan
gaya tertentu. (Nurgiyantoro, 2009: 300). Pembicaraan tentang struktur kalimat
sebagai bagian retorika lebih ditujukkan pada bangunan struktur kalimat yang
menonjol, yaitu bentuk penyimpangan yang sengaja disusun secara demikian oleh
penulisnya untuk memperoleh efek tertentu, khususnya efek estetis. Bentuk
penyimpangan tersebut lebih dikenal dengan penyiasatan struktur. Ada bermacam
gaya bahasa yang terlahir dari penyiasatan struktur kalimat

1. Repetisi atau Perulangan

Repetisi Adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat
yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Dalam bagian ini, hanya akan dibicarakan repetisi yang berbentuk kata atau frasa
atau klausa. Karena nilainya dianggap tinggi, maka dalam oratori timbullah
bermacam-macam variasi repetisi. Misalnya:

Anggota-anggota masyarakat dalam lingkungan suatu kebudayaan tahu akan


adat-istiadat, kebiasaan dan undang-undang, tahu bagaimana ia mesti berkelakuan
dalam lingkungan masyarakat dan kebudayaan, dan ia tahu juga menafsirkan
kelakuan sesamanya dalam masyarakat dan kebudayaan itu, sehingga ia dapat
mereaksi terhadapnya dengan cara yang selayaknya.

2. Klimaks
Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik.
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran
44

yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan


sebelumnya. (Keraf, 2007:124).
Klimaks merupakan pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari
yang sederhana/ kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/ lebih
penting. Contohnya:
Saya menabung sedikit demi sedikit untuk membiayai haji, mulai dari
lima puluh ribu, seratus ribu, hingga lima ratus ribu rupiah.
Contoh lain: Lalu ia berjalan, mendekat, bersimpuh di samping makam
yang bertahun-tahun ia terlantarkan.
(Rendezvous, Agus Noor).

3. Antitesis
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan
yang bertentangan, dengan mempergunakan katakata atau kelompok kata yang
berlawanan. Gaya bahasa ini timbul dari kalimat yang berimbang. Contohnya:
a) Mereka sudah kelihangan banyak harta bendanya, tetapi mereka juga telah
banyak memperoleh keuntunganya daripadanya.
b) Kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semuanya mempunyai kewajiban terhadap
keamanan bangsa dan negara.

2.1.5 Pengertian Retorik


Mendengar kata retorik, retorika kehidupan, dan yang sejenisnya yang lain
apakah kita mengetahui artinya, contohnya seperti apa sih, dan kapan biasanya
kalimat retorik digunakan. Jadi untuk pembahasan ini kita mulai dari pengertian,
penerapan, ciri-ciri dan contoh kalimat retorik, lebih jelasnya dapat di simak
penjelasan dibawah ini.

A. Pengertian Kalimat Retorik


1. Kalimat Retorik adalah kalimat yang memiliki makna dan tidak memerlukan
jawaban.
2. Kalimat Retorik mengarah pada bentuk pernyataan pemberi semangat, kritik
ataupun gagasan.
3. Kalimat ini merupakan kalimat tanya tetapi tidak memerlukan jawaban karena
jawabannya telah diketahui dan merupakan kalimat lengkap.

B. Penerapan Kalimat Retorik


Kalimat retorik biasanya sangat banyak digunakan saat penyampaian orasi
demo, pidato, nasihat, slogan, dan sebagainya.

C. Ciri-ciri Kalimat Retorik


1. Tidak butuh jawaban.
2. Berbentuk pertanyaan dan juga penegasan.
3. Kadang-kadang menggunakan kata tanya.
4. Orang yang ditanya dan bertanya, keduanya mengetahui jawabanya.
45

2.1.7 Diksi
Diksi berasal dari bahasa Latin dicere, dictum yang berarti to say. Diksi
berarti pemilihan dan penyusunan kata-kata dalam tuturan atau tulisan (Scott,
1980:107).
Pada hakikatnya penyair ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya
secara padat dan intens. Oleh sebab itu, ia memilih kata-kata yang setepat-
tepatnya yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya. Untuk mendapatkan
kepadatan dan intensitas serta agar selaras dengan sarana komunikasi puitis yang
lain, maka penyair memilih kata-kata dengan secermat-cermatnya (Altenbernd
dalam Pradopo, 1993:54).
Diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen
Pendidikan Indonesia adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam
penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
(seperti yang diharapkan). Diksi adalah pilihan kata pengarang untuk
menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata
melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa
tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan
individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.

2.1.8 Citraan atau imagery


Citra merupakan kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan
oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam
puisi (Maulana, 2012: 191). Pound (dalam Wellek dan Warren, 1989: 237)
menjabarkan citra bukan sebagai gambaran fisik, melainkan sebagai sesuatu yang
dalam waktu sekejap dapat menampilkan kaitan pikiran dan emosi yang rumit.
Pradopo (2009: 79) menyebutkan bahwa puisi menggunakan gambaran-gambaran
angan-pikiran yang disebut citraan (imagery). Citraan merupakan rangkaian kata
yang mampu menghasilkan citra berupa gambaran, kesan mental yang
menampilkan hubungan antara pikiran dan emosi dalam puisi. Citraan merupakan
kata atau serangkaian kata yang mampu menggugah pengalaman keindraan dalam
rongga imajinasi yang seringkali merupakan gambaran dalam angan-angan
(Sayuti, 2002: 170). Pencitraan kata (imagery) berasal dari bahasa Latin imago
(image) dengan bentuk verbanya imitari (to imitate). Pencitraan merupakan
kumpulan citra (the collection of images), yang digunakan untuk melukiskan
objek dan kualitas tanggapan indra yang digunakan dalam karya sastra, baik
dengan deskripsi secara harfiah maupun secara kias (Abrams melalui Pradopo,
2009: 78). Citraan berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif,
membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu
pada pembaca. Hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan disebut
pencitraan atau pengimajian (Waluyo (1987:11 78). Aspek citraan mampu
menggambarkan sesuatu lebih konkret, sehingga membuat bayangan terasa lebih
hidup.
Dari pernyataan Pradopo dan Cuddon tersebut terungkap bahwa pada
dasarnya citraan meliputi gambaran angan-angan dan penggunaan bahasa yang
menggambarkan angan-angan tersebut (bandingkan Altenbernd dalam Pradopo,
1993:90), sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji. Sejalan
dengan definisi-definisi tersebut, Burton (1984:97) mengungkapkan
46

"Imagery in poetry is an appeal to senses through words. Through the senses the
emotions and intellect of the reader can be swiftly stirried; consequently, poetry
makes much use of-imagery. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa citraan
dalam puisi merupakan daya penarik indera melalui kata-kata. Melalui indera
tersebut emosi dan intelek pembaca dapat dikobarkan dengan cepat. Oleh karena
itu, wajar saja jika puisi banyak menggunakan citraan. Namun ditambahkan
pula oleh Burton bahwa tidak berarti semua puisi yang bagus harus mengandung
citraan.

2.1.8.1 Jenis-jenis citraan (imaji)


A. Citraan penglihatan (visual imagery)
Citraan penglihatan adalah citraan yang ditimbulkan oleh indera
penglihatan (mata). Citraan ini paling sering digunakan oleh penyair. Citraan
penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-
hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat.

B. Citraan pendengaran (auditory imagery)


Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan
atau menguraikan bunyi suara, misalnya dengan munculnya diksi sunyi, tembang,
dendang, dentum, dan sebagainya. Citraan pendengaran berhubungan dengan
kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga).

C. Citraan perabaan (tactile imagery)


Citraan perabaan adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba
(kulit). Pada saat membacakan atau mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat
menemukan diksi yang dapat dirasakan kulit, misalnya dingin, panas, lembut,
kasar, dan sebagainya.

D. Citraan penciuman (olfactory)


Citraan penciuman adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau
gambaran yang dihasilkan oleh indera penciuman. Citraan ini tampak saat kita
membaca atau mendengar kata-kata tertentu, kita seperti mencium sesuatu.

E. Citraan pencecapan (gustatory)


Citraan pencecapan adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau
gambaran yang dihasilkan oleh indera pencecap. Pembaca seolah-olah mencicipi
sesuatu yang menimbulkan rasa tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat,
dan sebagainya.

F. Citraan gerak (kinaesthetic imagery)


Citraan gerak adalah gambaran tentang sesuatu yang seolah-olah dapat
bergerak. Dapat juga gambaran gerak pada umumnya.

Selain citraan di atas, ada pula ahli sastra yang menambahkan jenis citraan
lain, yaitu:
1. Citraan perasaan
47

Puisi merupakan ungkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan


perasaannya tersebut, penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk
menggambarkan dan mewakili perasaannya itu. Sehingga pembaca puisi dapat
ikut hanyut dalam perasaan penyair.
Perasaan itu dapat berupa rasa sedih, gembira, haru, marah, cemas,
kesepian, dan sebagainya.

2. Citraan intelektual
Citraan intelektual adalah citraan yang dihasilkan oleh/dengan asosiasi-
asosiasi intelektual.

2.1.9 Stilistika
Bahasa merupakan sarana penyampaikan pesan. Sastra menyampaikan
pesan secara indah. Oleh karena itu, bahasa dan sastra merupakan dua hal
berkaitan erat. Sementara itu, ilmu tentang bahasa dalam sastra disebut stilistika.
Secara sederhana, stilitistika dimaknai sebagai ilmu tentang penggunaan bahasa
dan gaya bahasa di dalam karya sastra sehingga bahasa merupakan bahan utama
kajian stilistika. Kajian stilistika akan selalu terkait dengan bahasa secara
menyeluruh terhadap sastra khususnya, meskipun sebenarnya stilistika dapat
ditujukan pada beberapa ragam penggunaan bahasa yang tidak terbatas pada sastra
saja. Pengkajian terhadap stilistika akan membantu pemahaman terhadap karya
sastra sekaligus menyadarkan bahwa pengarang dalam memanfaatkan bahasa
sebagai sarana mengungkapkan makna. Analisis stilistika karya sastra berfungsi
untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi dan maknanya.
Analisis stilistika berusaha mengganti subjektivitas dan impresionisme yang
digunakan oleh kritikus sastra sebagai pedoman dalam mengkaji karya sastra
dengan suatu pengkajian yang lebih objektif dan ilmiah. Secara etimologis
stylistic berkaitan dengan style. Arti style adalah gaya.
Lebih lanjut, peneliti menemukan bahwa bahasa puitis gaya MHS bukan
hanya mencakup puisi melainkan juga mencakup dan memperkenalkan bahasa
mencintai alam keindahan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang mengandung
prinsip keseimbangan antara alam dan manusia. Dia menuliskan puisi-puisinya
tentang manusia dan alam secara puitis, dan dia juga memiliki hubungan yang
sangat dekat dengan alam, sebagaimana dia sebutkan dalam anthology (kumpulan
puisinya) an emerald hill by the sea (2006).
As a poet I observe and drift along on yearly rhythms, am
drenched or parched by seasons, stopped short by butterflies,
king fishers or monitor lizards; my days are ornamented by
angsana, Morinda and saga, flame of the forest and also a
hundred flowers that were planted or have grown were before I
set foot here. In all of these I read qualities, characters,
personalities, and meanings of rocks leaves, flowers, insects,
and animals. (Muhammad, 2011: xi).
48

Bagi MHS, unsur-unsur alam begitu terbiasa dengan dirinya, dan menjadi
bahagian dari kehidupanya. Alam memiliki semengat dan hal ini menjadi
jembatan yang menghubungkan MHS kepada alam. Dengan hubungan dekat ini,
dia menuliskan sejumlah puisi mengagumkan dengan cara mencerminkan dimensi
alam, kemanusiaan dan agama Islam. Dan dimensi ini juga merupakan
pengetahuannya yang paling dalam tentang sentuhan dan perasaan terhadap unsur-
unsur alam. Singkat kata, dia telah membentuk arti pengetahuannya yang terdalam
terhadap alam dan menunjukkan etika ekologinya yang menyeluruh.
Hal yang harus dipahami dalam penerjemahan adalah bahwa yang dialihkan
adalah pesan (message) yang terdapat dalam teks Bahasa Sumber sehingga teks
Bahasa Sasaran (TSa) yang dihasilkan dikatakan sepadan (equivalent). Menurut
Catford (1980:73-74), kesepadanan pesan merupakan hal yang harus
diprioritaskan dalam penerjemahan.

Karya sastra, dalam hal ini puisi, merupakan karya seni yang dikarang
menurut standar bahasa kesusasteraan yang menggunakan kata-kata yang indah,
majas, dan gaya cerita yang menarik. Puisi adalah hasil ciptaan yang berasal dari
imajinasi pengarang dan dituliskan dengan bentuk dan bahasa yang menarik
supaya dapat menyampaikan pesan moral pengarang. Karya sastra juga dapat
berbentuk prosa dan drama. Namun, puisi merupakan bentuk karya sastra yang
ditulis dalam bait-bait dengan aturan-aturan tertentu untuk menciptakan
keindahan.
Disini Peneliti mengutip pendapat Newmark (1981), masalah-masalah yang
dihadapi penerjemah dalam menerjemahkan karya sastra adalah pengaruh budaya
sumber (TSu) dan pesan, moral yang ingin disampaikan oleh penyair aslinya.
Pengaruh TSu berupa aturan-aturan kebahasaan dalam TSu, majas, latar dan tema.
Sementara itu, berkaitan dengan pesan moral penerjemah dapat menemukan
beberapa kesulitan karena pesan moral terintegrasi dalam kekhususan pengarang.
Sebagai salah satu bentuk karya sastra, puisi memiliki kekhususan dalam
pemilihan kata Newmark, (1988:163). Tidak seperti kata-kata dalam prosa yang
bersifat deskriptif, kata-kata dalam puisi memiliki makna yang sangat padat
Newmark, (1988:163). Kata dalam puisi merupakan unit makna yang sangat
penting, demikian juga baris-baris puisi. Begitu padatnya makna kata dalam puisi
membuat sebuah kata dalam puisi dapat memiliki bermacam-macam arti.
Contohnya, kata the sun dalam bahasa puisi berbahasa Inggris tersebut tidak
selalu dapat diartikan matahari, melainkan kadang-kadang harus diartikan
energi atau sesuatu yang memberikan tenaga atau kekuatan. Seterusnya,
Penelti mencermati bahwa latar belakang kehidupan penyair dan kondisi geografis
tempat tinggalnya seringkali menambah padatnya makna sebuah kata dalam puisi.
Contohnya lagi, kata kemarau bagi penulis yang tinggal di daerah kering akan
dikonotasikan sebagai bencana, tetapi oleh penulis yang berasal dari daerah
dengan curah hujan tinggi akan dikonotasikan sebagai anugerah Tuhan yang
besar.
Sebagai salah satu jenis karya sastra, kumpulan puisi bulan Januari ini (an
emerald hill by the sea) merupakan salah satu target penerjemahan yang penting
karena karya sastra dapat memainkan peran penting dalam upaya
menyebarluaskan nilai-nilai kemanusiaan, agama, keadilan sosial dan perdamaian.
Karya sastra secara umum mengungkapkan pikiran, perasaan, atau ide pengarang
49

tentang kehidupan yang didasarkan pada pengalaman dan pengamatan tentang


realitas sosial.

2.1.9.1 Pengertian Stilistika


Istilah stilistika muncul sejak dasawarsa 1950-an seiring dengan
perkembangan linguistik modern. Berbeda dengan kritik sastra yang
menghasilkan penilaian subyektif dan impresionistik terhadap karya sastra,
stilistika bermaksud menghasilkan penilaian yang obyektif dan ilmiah (Abrams
1981: 192-93; Freeborn 1996: 2). Menurut Toolan (1998: viii), posisi stilistika
berada pada persentuhan antara sastra dan linguistik. Maka nama lengkap stilistika
adalah literary stylistics, yang merupakan padanan dari literary linguistics. Dalam
bahasa Melayu, istilah stilistika sastra mudah dimengerti, tetapi linguistik sastra
terdengar membingungkan.

Diagram 1.
Stilistika
Untuk menganalisis objek penelitian ini, stilistika lebih banyak
menggunakan prinsip-prinsip linguistik dari pada prinsip-prinsip kritika sastra ini
ditunjukkan oleh garis lurus yang menghubungkan stilistika dengan linguistik, dan
oleh garis lainnya yang menghubungkan stilistika dengan kritik sastra. Konsep-
konsep linguistik modern digunakan untuk mengidentifikasi fitur stilistika, atau
fitur formal, yang merupakan fitur pembeda (distinctive features) bagi sebuah
karya sastra, seorang sastrawan, atau suatu tradisi sastra pada era tertentu
Pada dasarnya pengertian stilistika yang pernah dikemukakan dalam
berbagai literatur mengandung dua pemahaman jalan pemikiran yang berbeda.
Pada satu sisi, ada yang menekankan kepada aspek struktur gramatikalnya
dengan memberikan contoh-contoh analisis linguistik terhadap karya sastra yang
diamati sementara tidak kalah banyaknya yang mengingatkan bahwa stilistika
yang mempunyai pertalian dengan aspek-aspek sastra.

2.1.9.2 Bahasa Figuratif dalam Stilistika


Wujud unsur stile dalam stilistika terdiri atas: unsur lesikal, unsur
gramatikal, retorika, dan kohesi. Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa
sebagai seni, baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada suatu pengetahuan
yang tersusun baik (Keraf, 2007: 1). Retorika berkaitan dengan pendayagunaan
semua unsur bahasa, baik yang menyangkut masalah pilihan kata, kata ungkapan,
struktur kalimat, penyusunan dan penggunaan bahasa kias, pemanfaatan bentuk
citraan dan lain-lain yang semuanya disesuaikan dengan situasi dan tujuan
penuturan. Retorika merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh
efek estetis.
50

2.1.9.3 Stilistika dalam terjemahan


Berikut dikemukakan area penelitian stilistika agar terlihat dengan jelas
arah analisis yang akan ditempuh. Dengan berpatokan kepada defiinisi stilistika.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah diadakan terhadap bahasa sastra
baik puisi maupun prosa maka diperoleh simpulan bahwa penelitian
stilistika meliputi bidang rima, struktur gramatikal dan makna kata diksi (pilihan
kata), citraan, kata-kata konkret, dan bahasa figuratif. Selanjutnya ada
beberapa pendapat yang mendukung hal tersebut. Junus mengemukakan bahwa
terdapat beberapa hal yang perlu diolah dalam penelitian stilistika yaitu bunyi
bahasa, kata, arti, dan struktur kalimat (1984:8). Di pihak lain, Sudjiman
menyatakan bahwa pusat- penelitian stilistikaadalah style, yaitu cara yang
digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana.

2.1.9.4 Penelitian Stilistika dalam Terjemahan


Penelitian stilistika dalam terjemahan terlihat dengan jelas arah analisis
yang akan ditempuh. Dengan berpatokan kepada defiinisi stilistika itu sendiri dan
berdasarkan kepada beberapa penelitian yang telah diadakan terhadap bahasa
sastra baik puisi maupun prosa maka diperoleh simpulan bahwa penelitian
stilistika meliputi bidang rima, struktur gramatikal dan makna kata, diksi (pilihan
kata), citraan kata-kata konkret, dan bahasa figurative dengan tidak melupakan
struktur batin. Selanjutnya-dikemukakan pendapat-pendapat yang mendukung hal
tersebut. Junus mengemukakan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diolah
dalam penelitian stilistika yaitu bunyi bahasa, kata, arti, dan struktur
kalimat (1984:8). Di pihak lain, Sudjiman menyatakan bahwa pusat- penelitian
stilistikaadalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis
untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana.
Dengan demikian, Sudjiman berkesimpulan bahwa style dapat diterjemahkan
sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa itu sendiri mencakup diksi, struktur
kalimat, majas dan citraan, pola rima, serta matra yang digunakan seorang
pengarang atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra (bandingkan Keraf,
1981:99). Sudjiman dalam hal ini memasukkan penelitian mantra sementara
dalam puisi Indonesia tidak dikenal matra. Oleh sebab itu penelitian bidang ini
tidak dapat dilakukan.

2.2 Teori Penerjemahan


Ada beberapa definisi penerjemahan yang telah dikemukan oleh para ahli.
Definisi-definisi yang diajukan tersebut berbeda sesuai dengan latar belakang dan
sudut pandang mereka terhadap penerjemahan. Karena perbedaan sudut pandang
ini, definisi yang diajukan ini bisa berbeda dan saling melengkapi satu sama lain.
Untuk lebih jelasnya, dapat dicermati dari berbagai definisi penerjemahan yang
diajukan para ahli tersebut.
Catford (1980:20) menyatakan penerjemahan merupakan kegiatan
penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa sebagai bahasa sumber (Bsu)
dengan materi tekstual yang sepadan (equivalent) dalam bahasa sasaran (Bsa).
Catford menganggap penerjemahan mengarah pada upaya penggantian teks atau
bentuk semata. Sementara, teks suatu bahasa tidak dapat dialihkan begitu saja
tanpa menangkap maksud pesan yang ada dibalik ungkapan tertentu, bahkan teks
51

yang sepadan bisa saja maknanya berbeda. Seperti pendapat Mounin dalam
Newmark (1988:3) translation cannot simply reproduce, or be, the original
berarti proses penerjemahan tidak dapat dianggap semata-mata menyampaikan
ulang dan mempertahankan bentuk asli semata dari teks sumber, namun banyak
aspek yang harus dipertimbangkan penerjemah untuk mencapai kesepadanan.
Dari definisi dan penjelasan terakhir diperoleh pengertian bahwa
penerjemahan dapat dilakukan secara tulis maupun lisan (alih bahasa). Namun
satu hal utama yang harus diperhatikan dalam pengalihan pesan tersebut
penerjemah harus mempertahankan pesan/amanat yang terdapat dalam Bsu
dengan mereproduksi padanan alami terdekat dalam Bsa dan tetap
mempertahankan gaya bahasa (language style) dalam mengungkapkan pesan
tersebut ke dalam Bsa.

2.2.1 Proses Penerjemahan


Istilah penerjemahan sebenarnya mengacu pada tiga hal yaitu: 1) proses
menerjemahkan (translating) yang terjadi dalam pikiran, kemudian 2) produk atau
hasil terjemahan (translation), dan 3) konsep abstrak yang terkait kepada proses
dan produk terjemahan (Bell, 1991:13). Sebagai proses, penerjemahan tidak
terjadi secara serta merta begitu saja seperti yang terlihat-penerjemah membaca
kemudian menulis terjemahannya-tetapi melibatkan proses batin/dalam pikiran
sebelum akhirnya melahirkan produk/terjemahan.
Secara umum Nababan (2003) dan Nida (1982) memiliki kesamaan pendapat
mengenai tahap dalam proses penerjemahan, namun sebenarnya juga terdapat
beberapa perbedaan diantara pendapat mereka. Pertama, Nababan (2003)
menyatakan bahwa pada tahap kedua, penerjemah tidak hanya melakukan
pengalihan dalam pikiran (batin), namun juga mengungkapkan isi dan pesan
dalam Bsa secara lahir, sementara Nida (1982) menganggap pengungkapan pesan
secara lahir merupakan tahap ke tiga. Kemudian, Nida (1982:34) menyatakan
bahwa proses ini bukan linear sekali saja namun bisa berputar kembali untuk
menghasilkan terjemahan yang benar-benar akurat.
Sementara, menurut Nababan (2003) proses perubahan dan perbaikan itu
terjadi pada tahap penyelarasan (restrukturisasi) berupa proses penyesuaian ragam
dan gaya bahasa dengan jenis teks dan penyesuaian dengan target pembaca atau
pendengar.

Diagram 2. Proses Penerjemahan Menurut Suyawinta

Gambaran yang diberikan oleh Nababan (2003) dan Larson (1984),


memiliki sedikit perbedaan jika dibandingkan dengan pendapat Machali (2000)
52

dan Suryawinata (2003). Proses atau tahap penerjemahan digambarkan hanya


skema satu arah ke Tsu (Larson, 1984: 4; Nababan, 2003:25). Sementara model
proses penerjemahan ini secara eksplisit digambarkan terjadi secara sirkular oleh
Suryawinata (2003:19) atau bolak balik (Machali, 2000:38) sebelum benar-benar
menghasilkan produk terjemahan sepadan. Sementara, Nida (1982:33) telah
menyatakan bahwa proses ini tidak cukup satu kali, namun hal ini tidak telihat
dari skema yang ia digambarkan.
Berdasarkan diskusi di atas, maka diperoleh simpulan bahwa untuk
menghasilkan suatu produk atau teks terjemahan paling tidak melalui empat tahap
proses penerjemahan, yaitu: 1) tahap analisis struktur lahir (surface structure)
meliputi aspek linguistik dan ekstralinguistik untuk memperoleh pemahaman yang
komprehensif mengenai pesan yang akan dialihkan, 2) setelah memahami pesan
tersebut, berikutnya, tahap pengalihan pesan yang terjadi di dalam pikiran
penerjemah ke dalam Bsa, 3) tahap berikutnya baru pengungkapan ulang padanan
pesan yang telah dialihkan ke bentuk tertulis atau lisan sesuai dengan struktur
gramatikal Bsa, 4) tahap evaluasi dan revisi Tsa, pesan yang telah ditulis
dibandingkan kembali dengan Tsu dan dievaluasi ketepatan ragam dan gaya
bahasa, pembaca atau pendengar.

2.2.2 Metode Penerjemahan


Metode berasal dari bahasa Inggris method yang bermakna cara. Dalam
Richards, J. et al. 1985, a method is a way of doing something, especially in
accordance with a definite plan Machali, (2000:48). Berdasarkan definisi ini
metode merupakan cara untuk melakukan sesuatu sesuai dengan suatu rencana
yang telah ditentukan.
Molina (2002:507) menyatakan Translation method refers to the way a
particular translation process is carried out in term of the translators objective,
i.e. a global option that affects the whole text. Dari pendapat mereka terlihat
bahwa metode penerjemahan merupakan pilihan cara penerjemahan pada tataran
global yang terjadi dalam proses penerjemahan yang mempengaruhi teks secara
keseluruhan yang terkait dengan tujuan penerjemah. Dapat dikatakan, bahwa
metode adalah cara penerjemahan yang terjadi pada tataran makro terkait tujuan
penerjemah yang mempengaruhi cara penerjemahannya pada unit mikro.
Seperti disebutkan Molina & Albir bahwa dalam pemilihan metode
penerjemahan ini terkait dengan tujuan penerjemah, artinya hal ini telah
ditentukan atau direncanakan sebelumnya. Bila hal ini dihubungkan dengan
proses penerjemahan, Newmark (1988:11) mengatakan bahwa pada tahap analisis,
penerjemah membaca Tsu dengan tujuan untuk memahami topik dan
menganalisisnya menurut sudut pandang penerjemah. Selanjutnya, penerjemah
menganalisis tujuan dan cara penulisan oleh penulis asli, sehingga ia dapat
menentukan metode terbaik dalam menerjemahkan teks tersebut.
Lebih lanjut Hoed (2006:55) menambahkan bahwa terkait dengan pemilihan
metode, dalam penerjemahan juga dilakukan audience design dan/atau needs
analysis terkait pembacanya. Dapat ditarik simpulan bahasa apapun metode yang
dipilih tentunya telah direncanakan atau disesuaikan dengan tujuan penerjemahan,
jenis teks, target pembaca, atau pesanan dari klien.
Beranjak dari definisi dan latar pemilihan metode tersebut, Newmark
(1988:45) mengajukan bentuk diagram V yang mengambarkan hubungan antara
53

metode penerjemahan dan ideologi yang memayungi metode-metode tersebut.


Berikut metode-metode dan ideologinya dalam diagram V:

Berorientasi ke Bsu Berorientasi ke Bsa


Penerjemahan kata-per-kata Adaptasi
Penerjemahan harfiah Penerjemahan bebas
Penerjemahan setia Penerjemahan idiomatik
Penerjemahan semantis Penerjemahan komunikatif

Gambar
Gambar2.2
1. Metode
Metode Penerjemahan
Penerjemahan (Newmark,
(Newmark, 1988:45)
1988)

Diagram V ini mengambarkan bahwa dari delapan metode penerjemahan


pada intinya hanya menganut dua ideologi yaitu berorientasi ke Bsu
(foreignization) dan berorientasi ke Bsa (domestication). Empat metode
berorientasi ke Bsu cenderung untuk memberikan dan mempertahankan nuansa
terjemahan pada produknya, sebaliknya, empat metode yang berorientasi bahasa
sasaran akan berusaha menghilangkan nuansa tersebut. Masing-masing metode
tersebut memberikan pengaruh pada saat penerjemahan sehingga hasil yang
berbeda akan muncul pada produk terjemahannya sesuai dengan ideologi yang
dianut penerjemah saat menerjemahkan teks sumber.

2.2.3 Teknik Penerjemahan


Seperti telah disebutkan pada Bab I, penelitian ini bermaksud
menginventarisir teknik-teknik yang digunakan pada hasil terjemahannya. Teknik
penerjemahan merupakan perwujudan strategi yang dipilih oleh penerjemah.
Pemilihan teknik ini tentunya tergantung pada konteks, tujuan dan jenis
penerjemahan, serta perkiraan target pembaca. Tujuan pemilihan teknik tersebut
sesuai dengan tujuan penerjemahan, yaitu agar pembaca dapat memperoleh pesan
yang disampaikan, namun apapun pilihan teknik tersebut tentu memiliki resiko
atau dampak pada hasil terjemahan.
Menurut Collins, a technique is a practical method, skill, or art applied to a
particular task (Teknik adalah suatu metode, keahlian atau seni praktis yang
diterapkan pada suatu tugas tertentu). Dalam definisi ini terdapat dua hal penting,
yakni 1) teknik sebagai hal yang bersifat praktis dan 2) teknik diberlakukan
terhadap tugas tertentu; dalam hal ini tugas penerjemahan yang secara langsung
berkaitan dengan masalah penerjemahan dan pemecahannya (Machali, 2009: 77).
Sementara teknik penerjemahan adalah prosedur pengolahan teks secara
lokal maupun individual yang beroperasi pada skala kecil (pada unit terjemahan)
yang lebih kecil dari daripada teks dan digunakan untuk mencapai hasil linguistik
yang nyata, misalnya transposisi, parafhrase, dan penghilangan. Baik metode
maupun teknik berorientasi pada tujuan, sedangkan strategi berorientasi pada
masalah, yaitu digunakan ketika penerjemah menyadari bahwa prosedur yang
biasa tidak cukup untuk mencapai tujuan tertentu Setia, (2010). Hal lain yang
menjadi pertimbangan dalam penerjemahan adalah dua model penekanan yang
bersifat teknis dari dua sisi, yakni penekanan bahasa sumber (Source Language
Emphasis) dan penekanan bahasa sasaran (Target Language Emphasis).
54

2.2.4 Penerjemahan Teks Budaya


Bahasa adalah budaya dan budaya diwujudkan melalui perilaku kebahasaan
dapat pula diterapkan dan dikaitkan pada bidang penerjemahan. House (2002)
berpendapat bahwa seseorang tidak menerjemahkan bahasa tetapi budaya, dan
dalam penerjemahan kita mengalihkan budaya bukan bahasa. Pendapat Nida
(1964) dalam Baker. (1991:68) yang mengatakan bahwa, Translating consist in
producing in the receptor language the closest natural equivalent to the message
of the source language, fist in meaning and secondly in style. Hal ini berarti, di
dalam kajian translasi harus dicari padanan yang paling dekat dengan bahasa
penerima terhadap bahasa sumber, baik dalam hal makna maupun gaya
bahasanya.
Penerjemahan yang benar adalah penerjemahan yang dapat mentransfer
makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Kemampuan menerjemah selain
berkaitan dengan kemampuan menguasai kosa kata, struktur bahasa juga harus
dapat memahami situasi komunikasi dan konteks budaya bahasa sumber, sehingga
dapat mentransfer ke dalam kosa kata, struktur, dan konteks budaya bahasa
sasaran Larson, (1984:15).
Sejalan dengan pendapat di atas, Culler. (1981:85), mengajukan konsep teks
yang memiliki konteks di dalamnya. Gagasan tentang sesuatu yang menyertai teks
yang melewati batas, yang dikatakan dan ditulis meliputi nonverbal lain yang
muncul dalam lingkungan total yang diungkap. Maka, lingkungan total yang
berlaku sebagai penghubung antara teks dan situasi yaitu tempat teks yang
sebenarnya itu muncul dan ini disebut konteks situasi.
Setiap teks, baik lisan maupun tulisan, mengungkap makna dalam konteks
penggunaannya. Oleh karena itu, bahasa dalam hubungannya dengan struktur
sosial menimbulkan konsekuensi untuk menggambarkan konteks yang diperankan
bahasa. Contoh fenomena ini sering dialami oleh Bronislaw Malinowski.
Malinowski menghadapi masalah cara menerjemahkan atau menyampaikan
pikirannya tentang bahasa dan budaya Kariwian di Pulau Trobriand pada para
pembaca penutur bahasa Inggris. Budaya yang dia pelajari berbeda dengan budaya
orang inggris. Malinowski kemudian mengadopsi berbagai metode. Pada tahap
ini, dia memperkenalkan konsep konteks situasi dan konteks budaya; dan dia
menganggap bahwa keduanya sama-sama penting bagi pemahaman terhadap
sebuah teks sebelum menerjemahkannnya.
Di dalam proses penerjemahan, setiap penerjemah perlu memiliki suatu
pedoman dalam pemadanan dan pengubahan Machali, (2000:104). Newmark
(1988:4) menilai bahwa sebuah teks yang akan ditranslasikan dapat ditarik ke
sepuluh arah dalam analisis sebelum dialihkan. Dinamika penerjemahan ini
digambarkan sebagai berikut.

1 SL writer
9 The truth (the facts of the matter) 5 TL relationship
2 SL norm
6 TL norm

3 SL culture
7 TL culture
4 SL setting and
tradition 8 TL setting and
tradition
55

TEXT

10 Translator

Diagram 3. Dinamika Penerjemahan (Newmark)

Dari 10 aspek yang terdapat dalam dinamika penerjemahan, aspek budaya


dianggap penting. Larson (1984:17) menyatakan bahwa saat menerjemahkan
sebuah teks, tujuan penerjemah adalah mencapai translasi idiomatik yang
sedemikian rupa, berusaha untuk mengkomunikasikan makna teks bahasa sumber
ke dalam bentuk alami dari bahasa sasaran. Penerjemahan merupakan kegiatan
yang berkenaan dengan studi tentang leksikon, struktur tata bahasa, situasi
komunikasi, dan konteks budaya teks bahasa sumber yang dianalisis dengan
maksud untuk menentukan maknanya. Makna yang ditemukan kemudian
diungkapkan dan dikonstruksikan kembali dengan menggunakan leksikon dan
struktur tata bahasa dan konteks budayanya.

2.2.5 Penerjemahan Puisi


Penerjemahan karya sastra khususnya puisi tidak sama dengan
penerjemahan teks pada umumnya, karena bukan hanya makna yang akan
dipindahkan dari BS ke BT, tetapi juga harus mempertimbangkan sisi estetika
yang menjadi ciri khas sebuah puisi.

Penerjemahan merupakan kegiatan mengalihkanbahasakan suatu teks


bahasa sumber (BSu) ke dalam teks bahasa sasaran (BSa) dalam padanan yang
sesuai. Machali (2009:30) menyebutkan bahwa penerjemahan merupakan sebuah
produk dan proses. Disebut produk karena merupakan hasil dari pekerjaan
seorang penerjemah sedangkan disebut proses karena penerjemahan dilakukan
melalui tahapan-tahapan tertentu. Penerjemahan puisi termasuk ke dalam
penerjemahan yang sulit seperti halnya yang diungkapkan Newmark (1988 :162)
sebagai berikut.
penerjemahan karya sastra tertentu dan pernayataan
seseorang adalah hal yang tersulit dalam terjemahan karena,
alasan pertama adalah artikulasi dasar makna (kata) yang sama
pentingnya dengan alasan kedua yaitu kalimat atau lirik dalam
puisi dan usaha untuk membuat kata, kalimat, dan teks yang
sesuai yang kemudian bisa dipahami dan dipertanggung
jawabkan
56

Sekaitan dengan hal itu, Pardede (2009) juga menyampaikan bahwa puisi
mempunyai nilai-nilai estetik dan nilai-nilai ekspresif. Nilai estetik atau nilai
keindahan sebagai sarana yang digunakan penyair untuk menyampaikan
keindahan puisi melalui penggunaan diksi (pemilihan kata), metafora, imageri
dan bahasa figuratif. Sedangkan nilai ekspresif sebagai sarana penyampaian
pikiran dan emosi pengarang melalui struktur, rima, dan pelafalan.

Tradisi berpuisi telah tersebar luas di dalam masyarakat Melayu tradisional.


Begitu luasnya penggunaan puisi dalam masyarakat Melayu sehingga puisi telah
membentuk sebagian dari bahasa sehari-hari masyarakat Melayu Altenbernd,
(1966:51). Puisi dapat dikategorikan sesuai penggunaannya seperti puisi kanak-
kanak, dewasa dan orangtua yang secara langsung terpecah lagi menjadi
kategori-kategori tertentu seperti puisi mengejek, puisi nasihat, puisi pendidikan
dan lain-lain. Puisi memiliki nilai khasanah budaya yang cukup besar
pengaruhnya dalam masyarakat Melayu. Puisi sebagai khasanah tradisi lisan
mempunyai peransosio-budaya dalam masyarakat Melayu. Dalam Pradopo.
(2007:42), puisi harus memenuhi format struktural yaitu baris puisi harus berpola
rima dalam posisi kata terakhir. Setiap baris terdiri dari antara 8 sampai 12 suku
kata, biasanya yang terbaik adalah 9 suku kata.
Puisi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa sejak abad ke-19,
terutama oleh non-penutur asli bahasa Melayu. Yang paling utama dalam
penerjemahan puisi adalah kontribusinya terhadap penyebaran puisi kepada
pembaca non-Melayu.
Jakobson 1987 menyatakan fungsi puitis bahasa menonjolkan prinsip
ekuivalensi dari poros seleksi ke dalam poros kombinasi. Menurut Jakobson
yang harus diperhatikan ialah kesejajaran intratekstual tersebut terjadi pada
tingkat fonologi, semantis, dan juga sintaksis.
Tiga fungsi puitika penting yaitu adanya kebebasan kreatif dalam diri
penutur bahasa sebagai pencipta, ketika memproyeksikan pilihan bentuk dan
makna pada poros paradigmatik, ia dibimbing oleh prinsip keseimbangan (the
princple of equiva1lence) dan hasil konkret dari proyeksi tersebut adalah bahasa
puitis, yakni bahasa yang bentuknya ditonjolkan demi dampak estetis.Yang
pertama, ia bisa memilih bentuk maupun makna yang tak terbatas pada poros
paradigmatik (lajur mental lexicon), untuk kemudian diproyeksikan pada poros
sintagmatik (phonotactic and syntactic plane). Kedua, Secara struktural, hasil
proyeksi tersebut muncul sebagai pengulangan lingual yang variatif. Pada tataran
fonologis, muncul aliterasi dan asonansi atau rima; pada tataran sintaktis muncul
paralelisme struktur dan pada tataran semantis muncul paralelisme makna. Ketiga,
bahasa puitis ala Jakobson bukan hanya mencakup puisi melainkan juga bahasa
iklan, slogan politik, atau stiker yang mengandung prinsip keseimbangan.
Levin 1977 mengembangkan gagasan ekuivalensi kesejajaran seperti
dikemukakan oleh Jakobson dan menunjukkan bahwa kesejajaran berlaku
pada tataran fonologi, sintaksis, dan semantik untuk menghasilkan ciri-ciri
struktural yang membedakan antara wacana puisi dengan wacana lainnya. Ia
membedakan dua tipe padanan yaitu padanan posisional dan padanan natural.
Pada tipe posisional terdapat elemen-elemen yang memiliki potensi yang sama
untuk muncul dalam lingkungan tertentu.
57

Hal yang terpenting dari pendekatan Levin ini adalah ia tidak menerapkan
analisisnya ke dalam interpretasi soneta Shakespeare yang diuraikannya. Dia
hanya tertarik kepada analisis bagaimana bahasa dalam sebuah puisi disusun.
Levin mengungkapkan The analysis is therefore not an attemp at a fullscale
-interpretation; it is an attempt to reveal the role that couplings play in the total
Menurut Newmark (1988) dari beberapa cara penerjemahan di atas hanya
ada dua cara yang memenuhi syarat fungsi penerjemahan yaitu: akurasi dan
ekonomi. Dua metode tersebut adalah tejemahan semantis dan komunikatif. Yang
pertama dianggap sebagai cara terbaik dalam menterjemahkan puisi karena
biasanya dipakai untuk teks-teks yang ekspresif (untuk menginterpretasi),
sementara yang kedua untuk teks informatif dan vokatif (untuk menjelaskan).

2.2.6. Teknik Penerjemahan Puisi


Teknik penerjemahan adalah pekerjaan atau cara kerja dalam segala
tindakan atau proses penerjemahan yang berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan
bahasa yang lebih kecil seperti klausa, frase dan kata. Beberapa peneliti
menyebutnya strategi penerjemahan. Teknik-teknik yang digunakan dalam
penerjemahan puisi ini dilakukan agar terjadi kesepadanan (equivalence) kata atau
kalimat dalam bahasa sasaran. Suryawinata dan Hariyanto (2007:92) membagi
dua teknik penerjemahan; teknik penerjemahan yang berkenaan dengan struktur
dan yang berkenaan dengan semantik atau makna.
Sedangkan Machali (2009:101-103) menyampaikan beberapa teknik
penerjemahan yang berbeda diantaranya adaptasi, 22 pemadanan berkonteks dan
pemadanan bercatatan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa teknik
penerjemahan tersebut. 2.3.4.1. Teknik Struktural Teknik penerjemahan strutural
dibagi menjadi tiga, yaitu penambahan, pengurangan dan transposisi. a.
Penambahan (Addition) Penambahan yang dimaksud adalah menambahkan
elemen tertentu dalam kalimat yang tidak terdapat dalam BSu tetapi berterima
dalam BSa secara struktur. Contoh : BSu : Saya guru. (Ind) BSa : Je suis
professeur. (Prc) Kata suis harus ditambahkan demi keberterimaan dalam
struktur BSa, yakni bahasa Prancis. b. Pengurangan (Substraction) Pengurangan
adalah pengambilan elemen tertentu dalam BSa.
Seperti halnya penambahan, pengurangan juga harus dilakukan demi
keberterimaan dalam BSa. Contoh : BSu : Il est un mdecin (Prc) BSa : Dia
seorang dokter (Ind) Kata est yang berarti adalah dalam BSu harus dihilangkan
karena tidak biasa dipakai dalam BSa, yakni bahasa Indonesia. c. Pergeseran
bentuk (Transposition) Pergeseran bentuk atau transposisi adalah suatu teknik
penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk struktur dari BSu ke BSa. 23
Contoh: Bahasa Prancis Bahasa Indonesia tudiante franaise mahasiswi Bahasa
Prancis Nominal + Adj. Nominal + Nominal Gabungan nominal dan adjektif
dalam bahasa Prancis (BSu) menjadi gabungan nominal dan nominal dalam
bahasa Indonesia (BSa). Perubahan bentuk ini dimaksudkan untuk mendapatkan
padanan kata yang tepat dalam BSa. 2.3.4.2. Teknik Semantis.

2.2.7 Penerjemahan Bahasa Figuratif


Bahasa figuratif merupakan bagian dari analisis stilistika. Culler.
(1975:13) menyatakan the aim of literary stylistics is ...to relate the critic's
concern of aesthetic appreciation with the Iinguist's concern of linguistic
58

description. (Tujuan stilistika sastra adalah untuk menghubungkan perhatian


kritikus dalam apresiasi estetik dengan perhatian linguis dalam deskripsi
linguistik).
Lebih jauh lagi, Holman (1981) menyatakan bahwa pembaca-
pembaca karya sastra terutama akan terlibat dalam sebuah respons
interpretatif tersebut mengacu kepada bahasa yang telah diketahui pembaca.
Secara intuitif kita merasakan bahwa apa yang kita baca termasuk aneh dalam
pengungkapannya dan terdengar harmonis. Intuisi-intuisi dan impresi yang
demikian pada dasarnya merupakan respons terhadap bahasa. Untuk
menerangkan dan memperkokoh intuisi tersebut diperlukan bukti-bukti yang
diperoleh berdasarkan metode yang dapat memberikan kepastian untuk
mengungkapkan intuisi pertama tadi secara lebih eksplisit dan bermakna.
Pada dasarnya penelitian bahasa figuratif bertujuan memberikan
kecakapan, kemampuan, untuk merespons teks yang dianalisis sebagai sebuah
karya sastra dan kemampuan untuk mengobservasi bahasa karya sastra tersebut
Leech, (1981:13). Leech menggambarkan kedua kemampuan tersebut sebagai
siklus yang saling mengisi yaitu sebagai berikut:

Apresiasi
Sastra
Proses A B Proses mencari
mencari bukti-bukti
fungsi linguistik
Deskripsi
Gambar
Diagram2.5 Penelitian Stilistika
4. Penelitian Stilistika
Linguistik

Model terjemahan MHS dalam hasil penelitian dari aspek lingusitik


mengarah kepada proses dua tahap:
a) Tahap pertama, diawali dari teks bahasa Melayu (TSu) dan lalu menentukan
secara akurat mengenai makna (semantis) dari setiap teks yang telah dibuat dan
diukur secara tata bahasa atau sintaksis.
b) Tahap kedua, menyampaikan atau mentransfer makna dari setiap teks bahasa
Melayu (TSu) kedalam bahasa Inggris (TSa) dengan mempertahankan keaslian
budaya Bahasa Sumber atau dengan cara yang paling sesuai dengan budaya
bahasa Melayu Malaysia.

2.3 Penelitian yang Relevan


Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan yang memiliki
keterkaitan dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
Penelitian Nida (1982) mengidentifikasikan teknik penerjemahan metafora,
simile, dan personifikasi dalam novel The Kite Runner, mendeskripsikan kualitas
terjemahan metafora, simile, dan personifikasi dari aspek keakuratan,
keberterimaan, dan keterbacaan, serta menjelaskan dampak teknik penerjemahan
terhadap kualitas terjemahan. Penelitian ini merupakan penelitian bidang
penerjemahan yang bersifat deskriptif, kualitatif, dan terpancang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 14 teknik penerjemahan yang
digunakan dalam terjemahan metafora, simile, dan personifikasi novel The Kite
Runner, yaitu penerjemahan harfiah 192 data (46.5%), peminjaman 49 data
(11.9%), modulasi 35 data (8.5%), kompensasi 25 data (6.1%), amplifikasi 21
59

data (5.1%), amplifikasi linguistik 19 data (4.6%), reduksi 18 data (4.4%),


transposisi 15 data (3.6%), kompresi linguistik 14 data (3.4%), generalisasi 10
data (2.4%), teknik penghilangan 5 data (1.2%), adaptasi dan kreasidiskursif
masing-masing 4 data (1.0%), serta partikularisasi 2 data (0.5%). Untuk kualitas
terjemahan, dilihat dari tingkat keakuratan, sebanyak 312 data (88.1%) tergolong
terjemahan akurat, 38 data (10.8%) termasuk terjemahan kurang akurat, dan 4
data (1.1%) merupakan terjemahan tidak akurat.

2.4 Kerangka Pikir Penelitian


Kerangka pikir merupakan alur pemikiran penulis dalam pelaksanaan
penelitian ini yaitu teknik dan strategi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah
dalam tiga belas teks-teks jenis genre puisi. dalam mengkomunikasikan pesan dari
TSu ke TSa. Teknik penerjemahan dapat diketahui dengan membandingkan teks
TSu dan TSa. Berdasarkan teknik yang berada pada tataran mikro, selanjutnya
dikaji teknik penerjemahannya dalam menghasilkan teks terjemahan yang
berkualitas dengan menerapkan analisis diksi dan bahasa figuratif. Isi atau pesan
yang dikandung teks-teks terjemahan secara harfiah sama dengan isi atau pesan
yang terkandung dalam teks sumbernya tetapi faktor figuratif pengungkapan isi
atau pesan tersebut berbeda dengan yang berlaku dalam bahasa sasaran. Hasil
terjemahan dikaji dari aspek struktural yang mencakup diksi pada tataran kata,
frasa nomina dan klausa/kalimat, sedangkan dari aspek stilistika didapatkan hasil
terjemahan buku sebuah zamrud di deru selatdilakukan oleh penerjemah. Dari
aspek linguistik penelitian ini menggunakan kajian stilistika, mendeskripsikan
bentuk teks sumber dan sasaran untuk dicari teknik penerjemahannya. Dari teknik
penerjemahan yang didapatkan, dapat diketahui teknik penerjemahan yang
dilakukan oleh penerjemah sebutir zamrud di deru selat, yakni LS dan MSY.
Sedangkan untuk aspek-aspek bahasa puisi seperti bahasa figuratif, diksi
dan citraan dilakukan analisis dengan mengamati bentuk kalimat masing-masing
puisi tersebut dan mencari maknanya. Sehingga dengan demikian, pola pikir
penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
60

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pengantar
Bab ini berhubungan dengan metode penelitian yang digunakan dalam
menganalisis hasil terjemahan puisi Sebutir Zamrud di Deru Selat ke dalam An
Emerald Hill by the Sea yang mencakup, metode penelitian, data dan sumber data,
pengumpulan data, analisis data dan keabsahan penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif karena data-data
yang dianalisis bukan angka-angka, jadi tidak berupa teks puisi-puisi bahasa
melayu yang dituliskan oleh pengarang MHS Sebutir Zamrud di Deru Selat.
Diterjemahkan kedalam bentuk puisi dalam bahasa inggris yang berjudul an
emerald hill by the sea.

3.2 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat interpretatif, naturalistic untuk memahami,
atau menafsirkan fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini
dikategorikan menjadi kualitatif karena ada beberapa karakteristik khas yang
dimiliki penelitian ini:
1. Penelitian berfokus pada analisis teknik penerjemahan tentang diksi dan
bahasa figuratif dalam hasil terjemahan dan menafsirkan bahasa figuratif
yang terdapat dalam puisi-puisi MHS yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris.
2. Yang kedua adalah menggunakan metode pengumpulan data dan
menganalisis data penelitian bahasa berupa teks, klausa, frasa dan kata dari
puisi-puisi MHS yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan hasil penelitian serta menemukan
kebaruan dalam implikasi penelitian.
Metode penelitian ini menggunakan studi pustaka yang meneliti setiap
informasi dalam bentuk buku, artikel, ulasan sastra yang memiliki hubungan
sebagai referensi. Pandangan peneliti juga menjadi kerangka berpikir dalam
menganalisis puisi yang menggambarkan unsur-unsur intrinsik untuk menemukan
bahasa figuratif di dalam puisi-puisi penyair dengan pendekatan objektif.
Sebagai penelitian deskriptif peneliti mendeskripsikan secara sistematis
fakta-fakta tertentu atau to describe systematically the fact and characteristics
of a given situation or area of interest, factually and accurately (Hunter, Paul J.
1991). Artinya fakta-fakta yang dideskripsikan adalah puisi-puisi MHS secara
objektif dan akurat dan melihat bahasa yang digunakan oleh MHS.
Hasil analisis penelitian deskriptif terhadap puisi-puisi yang ditulis oleh
MHS, dilanjutkan dengan penelitian kualitatif yaitu penafsiran analitis yang
bertujuan mengungkapkan karakteristik objek dan perlakuan penyair terhadap
objek tersebut sebagai kerangka kerja dalam penelitian ini.
Dengan mengacu kepada analisis yang telah dilakukan terhadap unsur-
teknik penerjemahan dan stilistika dalam puisi-puisi sebutir zamrud di deru
selat ke dalam an emerald hill by the sea karakteristik-karakteristik dalam
hasil terjemahan teks dapat dikemukakan.

29
61

3.3 Data dan Sumber Data


3.3.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup tiga belas teks puisi
dalam sumber data buku Sebutir Zamrud di Deru Selat dan terjemahannya
dalam bahasa Inggris. Teks Sebutir Zamruddi Deru Selat sebagai teks sumber
(TSu) dan teks An Emerald Hill by the Sea sebagai teks sasaran (TSa). Data
kata, frasa dan klausa dianalisis menurut teknik penerjemahan serta analisis
bahasa figuratif.
Ketiga belas puisi tersebut pun masing-masing disusun dalam larik-larik ke
dalam beberapa bait untuk melihat jelas unsur rima pada setiap larik. Kata yang
terdapat dalam larik 2 berjumlah 6 kata, larik 3 berjumlah 3 kata, larik 4
berjumlah 2 kata, larik 5 berjumlah 6 kata sedangkan larik 6 hanya satu kata, larik
7 berjumlah 3 kata, larik 8 berjumlah 2 kata, larik 9 berjumlah 4 kata, larik 10
berjumlah 6 kata dan akhirnya larik 11 bejumlah 3 kata. Urutan jumlah kata
tersebut tidak seimbang dan seirama dengan urutan bunyi akhir pada tiap-tiap
larik seperti telah dibicarakan di atas.

3.3.2 Sumber Data


Sumber data penelitian adalah buku yang diterjemahkan oleh penerjemah
dalam rentang waktu yang berbeda, yaitu Sebutir Zamrud di Deru Selat ditulis
oleh MHS pada tahun 2006 dan diterjemahkan oleh LS dan MSY menjadi An
Emerald Hill by the Sea pada tahun 2011.
Sumber data buku teks puisi-puisi alam USM Sebutir Zamrud di Deru
Selat diterbitkan oleh University Sains Malaysia Pulau Pinang tahun 2005, terdiri
dari 101 halaman; dan hasil terjemahannya dalam bahasa Inggris berjudul An
Emerald Hill by the Sea, diterbitkan oleh Penerbit Universiti Sains Malaysia
Pulau Pinang, terdiri atas 107 halaman. Dalam penelitian ini diambil hanya
beberapa teks puisi (TSu dan TSa) dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Puisi-puisi yang dianalisis sesuai dengan tujuan utama penelitian untuk
mendapatkan gambaran mengenai 1) Teknik Penerjemahan 2) dan Bahasa
Figuratif.
Data penelitian ini dikumpulkan dengan menerapkan teknik pengumpulan
data analisis dokumen (content analysis). Teknik ini diterapkan untuk
mengumpulkan data yang terkait teknik, metode, dan penerjemahan. Analisis
komponen secara interaktif sambil tetap melakukan pengumpulan data. Langkah
selanjutnya setelah data terkumpul, peneliti hanya bergerak di komponen yang
analisis.

3.3.3. Instrumen Penelitian


Penelitian ini membutuhkan instrumen sebagai sarana yang digunakan
untuk menemukan, mengumpulkan, menentukan data analisis. Instrumen utama
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument) dan kartu data
sebagai alat bantu penelitian. Kartu data berupa tabel berdasarkan temuan data
sesuai indikator penelitian. Peneliti adalah instrumen kunci, dalam hal ini
memiliki kualifikasi bidang sastra khususnya puisi untuk melakukan penelitian,
proses pemilihan data, dan penafsiran yang berhubungan dengan masalah citraan
alam. Kartu data sebagai alat bantu mencatat data-data sesuai indikator penelitian.
62

3.4 Metode Pengumpulan Data


Terry Suyani (2011) menyatakan bahwa pengumpulan data adalah
serangkaian operasi data yang direncanakan untuk mendapatkan tujuan. Data
penelitian ini adalah teks dari 13 puisi terjemahan Lalita Sinha dan Mohammad
Salleh Yaapar dilakukan dengan langkah-langkah pengumpulan data sebagai
berikut, teknik ini dilakukan dengan pengumpulan data yaitu teknik analisis
dokumen (content analysis). Teknik ini diterapkan untuk mengumpulkan data
yang terkait analisis teknik penerjemahan dan analisis bahasa figuratif. Membaca
dan memahami kumpulan puisi sebutir zamrud di deru selat yang ditulis oleh
MHS.

3.5 Teknik Analisis Data


Dalam menganalisis data digunakan teknik analisis data Miles dan
Hubermen (2014) mengatakan bahwa analisis data dan pengumpulan data
memperlihatkan sifat interaktif, sebagai suatu sistem dan merupakan siklus.
Pengumpulan data ditempatkan sebagai bagian komponen yang merupakan bagian
integral dari kegiatan analisis data. Hal ini seperti terlihat pada gambar di bawah
ini:

Data Display
Data Collection

Data Reduction
Conclusion Drawing &
Verifying

Diagram 5. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif (1994)


1) Data Reduction yaitu data yang dikumpulkan dipisahkan sedemikian rupa
(mulai dari editing, coding dan data tabulation) termasuk didalamnya kegiatan
mengikhtisarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin dan memilah-
milahnya kedalam satuan konsep tertentu, kategori tertentu atau tema tertentu.
2) Data Display yaitu seperangkat hasil reduksi data diorganisasikan ke dalam
suatu bentuk tertentu sehingga terlihat sosoknya secara lebih utuh. Hal ini
dilakukan melalui sketsa, sinopsis, matriks, network, atau chart.
3) Verifikasi yaitu pemaparan kesimpulan yang diperoleh dari data display.
4) Data Collection yaitu pengumpulan dan pemeriksaan kebenaran data yang
diperoleh dari pihak lain (pihak ketiga).
5) Melakukan conclusion drawing, seperti halnya dengan pemeriksaan data yang
lain, conclusion drawing juga dimaksudkan untuk memeriksa keabsahan data.
63

Berdasarkan gambar di atas dan penjelasnya maka analisis data yang


digunakan adalah :
1. Menelaah isi pustaka;
2. Mendefinisikan tujuan secara spesifik;
3. Mengutip bagian-bagian yang mendukung ke arah terungkapnya masalah
penelitian;
4. Memilih pendekatan linguistik dan stilistika yang dijadikan alat untuk
menganalisis data;
5. Menjaring data yang disesuaikan dengan tujuan penelitian;
6. Menganalisis data;
7. Menafisirkan hasil penelitian;
8. Menarik kesimpulan
9. Mengaplikasikan hasil penelitian dengan bahan dan metode pengajaran
bahasa dan sastra;
64

BAB IV
ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN TEKS PUISI

4.1 Analisis Teknik Penerjemahan


Bab ini mendiskripsikan teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah
dalam penerjemahan tiga belas genre puisi Sebutir Zamrud di Deru Selat ke
dalam An Emerald Hill by the Sea. Tiga belas judul puisi tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Judul-Judul Puisi yang Diteliti

Teks Puisi Sumber Puisi Terjemahan


1 gerimis tahun dawn drizzle
2 semarak api flame of the forest
3 pucuk kecil berlipat malu little shoots fold up bashfully
4 bebaru hibiscus of the sea
5 mesepat di tepi kolam mesepat by the pond
6 musim angin season of winds
7 taufan dan prahara typhoon and tempest
8 berguru pada pohon make the tree your teacher
9 sehelai daun tua old leaf
10 teduh sena shade of the angsana
11 sekiranya if
12 sebiji benih ditanam a seed sown
13 tualang tualang

Judul gerimis tahun diterjemahkan menjadi dawn drizzle memiliki 2 bait


yang dikembangkan menjadi 9 larik. Judul semarak api memiliki 3 buah bait
yang berisi 4 larik pada bait pertama, bait ke dua terdiri atas 3 larik dan pada bait
ke tiga terdiri atas 5 larik. Sementara untuk judul pucuk kecil berlipat malu
diterjemahkan menjadi little shoots fold up bashfully terdiri dari dua buah bait.
Baik pertama terdiri atas enam buah larik, dan bait kedua terdiri atas tiga buah
larik. Judul berbaru diterjemahkan menjadi hibiscus of the sea terdiri atas dua
bait bait pertama lima larik dan bait kedua dua larik. Judul mesepat di tepi
kolam di lain sisi memiliki jumlah bait yang cukup banyak yaitu lima buah bait.
Bait pertama terdiri dari empat larik, bait kedua terdiri atas tiga larik, bait
ke tiga terdiri dari tiga larik, bait ke empat terdiri dari enam buah larik, bait ke
lima terdiri dari enam larik. Sementara itu, puisi dengan judul musim angin
diterjemahkan menjadi season of winds terdiri atas tiga buah bait dimana bait
pertama terdiri dari lima larik, bait ke dua terdiri dari tiga larik, dan bait ke tiga
terdiri atas tiga larik.
Di lain sisi, judul taufan dan prahara diterjemahkan menjadi typhoon
and tempest terdiri dari satu bait, dimana satu bait tersebut terdiri dari lima belas
larik. Judul berguru pada pohon diterjemahkan menjadi make the tree your
teacher memiliki dua buah bait yang bait pertamanya terdiri dari tiga larik, bait
65

kedua terdiri dari tujuh larik. Puisi dengan judul sehelai daun tua diterjemahkan
menjadi old leaf memiliki tiga bait, dimana bait pertama terdiri dari empat larik,
bait ke dua terdiri dari enam larik, bait ke tiga terdiri dari enam larik.
Puisi dengan judul teduh sena diterjemahkan menjadi shade of the
angsana memiliki lima bait dimana bait pertama terdiri dari empat larik, bati ke
dua terdiri dari lima larik, bait ke tiga terdiri dari lima larik, bait ke empat terdiri
dari dua larik, dan bait ke limanya terdiri dari tiga larik. Judul sekiranya
diterjemahkan menjadi ifmemiliki empat bait puisi.
Bait pertama terdiri dari empat larik, bait kedua terdiri dari empat larik,
bait ke tiga terdiri dari empat larik, dan bait ke lima terdiri dari empat larik. Puisi
dengan tema sebiji benih ditanam diterjemahkan menjadi a seed sown
memiliki empat buah bait dimana bait pertama terdiri dari tiga larik, bait ke dua
terdiri dari empat larik., bait ke tiga terdiri dari tiga larik dan bait ke empat terdiri
dari dua larik. Judul tualang diterjemahkan menjadi tualang memiliki tiga
buah bait dengan bait pertama terdiri dari lima larik, bait ke dua terdiri dari tiga
larik, bait ke tiga terdiri dari delapan larik.
Dengan demikian, secara keseluruhan larik pada teks sumber tersebut
berjumlah 174 larik. Sebelum membahas teknik penerjemahan yang diterapkan
oleh penerjemah, penulis ingin melakukan perbandingan kosakata mengingat
bahasa sumber merupakan bahasa melayu yang secara definisi memiliki sedikit
perbedaan dengan bahasa Indonesia dan konteks budaya Indonesia.

4.2 Hasil Analisis Teknik Penerjemahan An Emerald Hill by the Sea


Dalam hasil analisis terhadap teks terjemahan ditemukan delapan jenis
teknik penerjemahan yang diterapkan penerjemah terhadap teks-teks yang diteliti
seperti terlihat pada tabel 4.4. Teknik penerjemahan diidentifikasi pada tingkat
satuan kata, frasa, klausa.
Teknik penerjemahan yang terlihat menonjol adalah teknik kalke dan
penerjemahan harfiah. Sebanyak delapan jenis teknik penerjemahan yang
digunakan penerjemah untuk menerjemahkan 174 data larik dalam kumpulan 13
puisi ini, yaitu: teknik adaptasi, teknik amplifikasi, teknik peminjaman, teknik
kalke, teknik kesapadan lazim, teknik penerjemahan harfiah, teknik reduksi dan
teknik transposisi.
Namun demikian, di samping keberhasilan, beberapa teknik penerjemahan
yang digunakan penerjemah dianggap gagal mencapai tujuan penerjemahan.
Kegagalan yang pertama adalah demi menunjukkan kesetiaan pada maksud
penulis puisi BSu, penerjemah banyak menggunakan teknik kalke sebanyak 48
larik (27,5%) dan penerjemahan harfiah sebanyak 92 larik (52,87%).
Dalam data yang dianalisis, tidak ditemukan teknik adaptasi. Hal ini
mengingat tidak ada penerjemahan yang dilakukan untuk mentrasfer BSu ke BSa
dengan mempertimbangkan aspek budaya. Kemudian tidak juga ditemukan teknik
kompensasi, teknik deskripsi, teknik pemadanan lazim, generalisasi, amplifikasi
linguistik, kompresi linguistik, substisusi, dan variasi.
Namun dalam puisi ini peneliti menemukan beberapa teknik lain yang
diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan puisi An Emerald Hill by the
Sea tersebut. Adapun teknik tersebut antara lain: amplifikasi, peminjaman
(borrowing), kalke, harfiah, modulasi, partikularisasi, reduksi dan transposisi.
4.2.1. Teknik Amplifikasi
66

Sebanyak 3 larik (2,29%) diterjemahkan dengan teknik amplifikasi. Teknik


ini memberikan penjelasan lebih terperinci terhadap penulisan puisi yang tidak
dituliskan dalam istilah bahasa sumber. Semula informasi penjelas secara implisit
terkandung dalam bahasa sumber, kemudian diterjemahkan dan informasi yang
dimaksud dalam bahasa sumber menjadi eksplisit. Teknik ini juga dapat berupa
catatan kaki. Namun pada buku terjemahan ini tidak ditemukan adanya catatan
kaki. Teknik ini dilakukan karena pertimbangan kejelasan makna. Penerjemah
memasukkan informasi tambahan dan pengurangan di dalam teks terjemahannya
karena ia berpendapat bahwa pembaca memerlukan informasi tersebut.
Adapun larik-larik yang ditemukan tergolong pada teknik penerjemahan
amplifikasi adalah L12, L69, L51, L85. Secara lebih rinci, masing-masing larik
tersebut dijabarkan di bawah ini:

Tabel 4.2 Penerapan Teknik Penerjemahan Amplifikasi


No. No. Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
Data
1. L 12 bunganya melorek kemarau its blossoms mark the drought
with strokes
Larik 12
BSu: bunganya melorek kemarau
BSa: its blossoms mark the drought with strokes
Pada larik 12, klausa bunganya melorek kemarau diterjemahkan menjadi
its blossoms mark the drought with strokes, penerjemah menambahkan kata
keterangan with strokes dalam bahasa sasaran untuk menunjukan gerakan atau
sambaran cahaya matahari.

4.2.2 Teknik Peminjaman (borrowing)


Dari 174 data, teknik peminjaman ini dipakai pada penerjemahan
sebanyak 3 larik (1,72%). Penggunaan teknik peminjaman diharapkan akan tetap
mempertahankan keakuratan terjemahan puisi. Adapun larik-larik yang ditemukan
termasuk ke dalam teknik peminjaman adalah L38, L61 dan L159. Secara lebih
rinci, masing-masing larik tersebut dijabarkan di bawah ini:
Tabel 4.3 Penerapan Teknik Penerjemahan Peminjaman
No. No.Data Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. L 38 mesepat di tepi kolam the mesepat by the pond

Penerjemah meminjam istilah yang sudah dipakai dalam bahasa sumber.


Dengan menggunakan teknik ini berarti penerjemah ingin menambah
perbendaharaan kosa kata asing dalam hal ini BSu ke dalam bahasa sasaran (Bsa).
Penerjemahan istilah atau kata dengan teknik ini memungkinkan pembaca puisi
sedikit kesulitan dalam memahami isi teks. Meskipun sebagian besar tetap dinilai
terbaca dengan mudah. Sebaliknya, terdapat kata-kata yang lebih baik
menggunakan teknik peminjaman murni ternyata diterjemahkan menggunakan
teknik lain. Akibatnya, pembaca justru kebingungan memahami makna yang
sebenarnya.
Peneliti menemukan penggunakan tehnik peminjaman (Borrowing), yakni
merupakan suatu teknik menerjemahkan dimana penerjemah meminjam kata atau
67

ungkapan dari bahasa sumber, baik sebagai peminjaman murni (pure borrowing)
atau peminjaman yang telah dinaturalisasikan (naturalized borrowing),
sebagaimana terlampir berikut.
Larik 38
BSu: mesepat di tepi kolam
BSa: the mesepat by the pond
Pada larik ke 38, klausa mesepat di tepi kolam diterjemahkan oleh penulis
puisi tersebut menjadi the mesepat by the pond. Kata mesepat disini tidak
dapat diterjemahkan sehingga penerjemah mengambil langkah untuk menerapkan
teknik peminjaman kata tersebut. Hal ini, menurut peneliti tidak dapat dibaca oleh
pembaca sasaran mengingat kata mesepat sendiri belum lazim dipakai.

4.2.3 Teknik Kalke


Dari 174 data, sebanyak 48 larik (27,5%) diterjemahkan dengan teknik
kalke (calque). Teknik ini menerjemahkan dan menggabungkan kata-kata atau
frase dalam bahasa asing/sumber ke dalam bahasa sasaran atau bahasa lainnya.
Kebanyakan frasa tersebut merupakan gabungan dua nomina atau disebut dengan
noun phrase.
Teknik kalke dibagi menjadi dua yaitu pada level leksikal dan struktural.
Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation) atau terjemahan
harfiah, perbedaannya terlihat pada struktur Bsu yang masih muncul dalam Bsa
atau leksikal yang dipertahankan namun mengikuti struktur Bsa.

Tabel 4.4 Penerapan Teknik Penerjemahan Kalke


No.
No. Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
Larik
1. L6 menyusun warna arranges colours

Teknik kalke (calque) ini relatif aman digunakan untuk menerjemahkan kata
atau istilah puisi bahasa sumber namun tidak semua kata atau istilah dapat
diterjemahkan dengan teknik ini, sebagaimana terlihat pada larik 4, klausa yang
meminum diterjemahkan menjadi that sips dengan menggunakan teknik kalke
ini oleh karena penerjemah membuat perbandingan jumlah kata yang sama baik di
BSu dan juga di BSa sebagai tujuan untuk mempertahankan keaslian puisi di
bahasa sumber saat diterjemahkan kedalam bahasa sasaran. Disamping itu,
penerjemahan ini sudah lazim digunakan dalam BSa, sehingga penggunaan teknik
kalke ini dinilai tepat.

Larik 6
BSu: menyusun warna
BSa: arranges colours
Selanjutnya pada larik 6, klausa menyusun warna diterjemahkan menjadi
arranges colours dan jelas terlihat jumlah kata di BSu berimbang dengan
jumlah kata di BSa sebab penerjemah disini juga mempertahankan jumlah kata di
Bsu yang berjumlah 2 kata sehingga kelihatan tetap membawa keaslian puisi Bsu
di BSa.
Tabel 4.5 Penerapan Teknik Penerjemahan Harfiah
No. No.Dat Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
68

a
1. L 16 dan mengencang kubah and brace the dome of the
langit sky

Analisis terhadap teknik penerjemahan menunjukkan teknik harfiah (literal)


memberikan kontribusi paling tinggi terhadap keseluruhan teks yang berjumlah 13
puisi. Tingginya penggunaan teknik harfiah ini dianggap karena memudahkan
bagi pembaca BSa. Teknik ini merubah struktur frase nomina dari MD dalam
bahasa sumber menjadi DM dalam bahasa sasaran. Cara tersebut memudahkan
kerja dari penerjemah, sekaligus lebih mudah diterima oleh pembaca karena
sesuai kebiasaan sebagai pengguna bahasa sasaran.
Penerjemahan harfiah ini dapat dikatakan terletak diantara penerjemahan
kata demi kata dan penerjemahan bebas. Penerjemahan ini mula-mula seperti
penerjemahan kata demi kata, tetapi kemudian diadakan perubahan-perubahan
seperlunya mengenai tata bahasa sesuai dengan tata bahasa yang berlaku dalam
BSa Nababan (2003:32). Urutan kata dalam penerjemahan harfiah tidak lagi
persis sama seperti dalam BSu, tetapi urutan kata-katanya sudah disesuaikan
dengan struktur BSa.
Kelebihan dari jenis penerjemahan ini bahwa penerjemahan harfiah
(literal) sudah melakukan penyesuaian bentuk dalam BSa. Penerapan teknik ini
dapat kita amati pada unit terjemahan terkecil mulai dari kata dan frasa.
Terjemahan di atas adalah terjemahan harfiah dimana terjemahan ini masih
terikat pada kata-kata seperti yang ada dalam BSu, tetapi susunan kata-kata dalam
terjemahan tersebut telah disesuaikan dengan gramatikal Bsa. Penerjemahan
harfiah ini dimungkinkan karena kesamaan struktur bahasa sumber dan bahasa
sasaran. Penerapan teknik ini pada data lainnya dapat dilihat lebih lanjut pada
lampiran.
Larik 16
BSu: dan mengencong kubah langit
BSa: and brace the dome of the sky
Pada larik ke 16 diatas, frasa dan mengencong kubah langit
diterjemahkan menjadi and brace the dome of the sky. Pada klausa ini juga
terlihat jelas bahwa terjemahan klausa tersebut dilakukan secara harfiah.

4.2.5 Teknik Modulasi


Teknik modulasi merupakan teknik penerjemahan yang mengganti, fokus,
sudut pandang atau aspek kognitif yang ada dalam BSu, baik secara leksikal
ataupun structural, Molina dan Albir (2002). Sebanyak 8 larik (4,59%) yang
tergolong dalam kategori.
Secara lebih rinci, masing-masing larik tersebut dijabarkan di bawah ini:

Tabel 4.6 Penerapan Teknik Penerjemahan Modulasi


No. No. Data Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. L 32 karena air itu keluarganya, because water is its sister,
Larik 32
BSu: karena air itu keluarganya,
BSa: because water is its sister,
69

Pada larik 32, kata keluarganya diterjemahkan penerjemah menjadi its


sister. Lazimnya kata keluarga jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
adalah family atau relative. Namun, dalam konteks ini, penerjemah
mengganti focus, sudut pandang, dan aspek kognitif dan lebih memilih kata
sister sebagai padanan keluarga pada bahasa sumber.

4.2.6 Teknik Partikularisasi


Teknik ini merupakan penerjemahan yang menggunakan istilah yang
lebih konkret dan khusus. Teknik ini berkebalikan dengan teknik generalisasi.
Sebanyak 2 larik (6,89%) tergolong dalam teknik partikularisasi. Adapun larik-
larik yang ditemukan tergolong pada teknik partikularisasi terdapat pada L56 dan
L31.
Tabel 4.7 Penerapan Teknik Penerjemahan Partikularisasi
No. No.Data Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. L31 bebaru tidak silu pada the hibiscus of the sea is not shy of
kemarau the drought

Larik 31
BSu: bebaru tidak silu pada kemarau
BSa: the hibiscus of the sea is not shy of the drought
Pada larik 31, kata bebaru diterjemahkan menjadi the hibiscus of the
sea. Makna hibiscus sebenarnya hampir sama dengan bebaru namun dalam hal
ini penerjemah menambahkan kata of the sea sebagai keterangan spesifikasi
lebih mendalam terhadap padanan kata hibiscus tersebut. Maka teknik yang
diterapkannya adalah teknik partikularisasi.

4.2.7 Teknik Reduksi


Teknik reduksi merupakan teknik yang mengimplisitkan informasi yang
tersurat pada Bsu menjadi tersirat dengan kata lain tidak terjadi penghilangan
pesan. Molina. (2002:10-11) menyebut teknik ini dengan teknik reduksi yang
merupakan kebalikan amplifikasi. Fenomena yang terlihat pada hasil terjemahan
adalah adanya reduksi atau pengurangan kata pada hasil terjemahan. Hal ini
dilakukan untuk menghindari redudansi Newmark, (1988) karena komponen
makna yang diimplisitkan telah tersampaikan dalam Bsa. Jika kita perhatikan
penerapan teknik pada terjemahan serta pengertian dan contoh yang diberikan
Molina & Albir, akan lebih tepat jika teknik reduksi ini disebut sebagai teknik
implisitasi.
Tabel 4.8 Penerapan Teknik Penerjemahan Reduksi

No. No.Data Bahasa Sumber Bahasa Sasaran


1. L 33 diwaktu pohon jiran when trees down,
lemas,
Larik 33
BSu: diwaktu pohon jiran lemas
BSa: when trees down,
Kemudian, pada larik 33, terlihat frasa diwaktu pohon jiran lemas
direduksi dalam Bsa karena telah tersampaikan when trees down. Penerjemah
70

tidak menerjemahkan kata jiran dalam bahasa sasaran dan memutuskan untuk
meninggalkannya. Hal ini, menurut hemat peneliti, akan mengurangi makna
bahasa sumber.

4.2.8 Teknik Transposisi


Teknik transposisi (transposition) umumnya dilakukan dengan
penggantian kategori grammar, misal dari verba menjadi adverb dsb (Hoed, 2006;
Molina & Albir, 2002; Newmark, 1988). Catford menyebutnya sebagai shift,
sedangkan Vinay dan Darbelnet dalam Newmark (1988:85) menyebutnya sebagai
transposition. Pergerseran atau shift yang dimaksud adalah suatu prosedur
penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa.
Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Newmark (1988:85-89) a translation
procedure involving in the grammar from SL to TL. Sedangkan Catford
(1965:73) menyatakan By shift we mean departures from formal correspondence
in the process of going from the SL to the TL.

Tabel 4.9 Penerapan Teknik Penerjemahan Transposisi


No. No.Data Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. L35 maka diarahkan ranting ke its branches lean to face
kolam the pond

Larik 35
BSu: maka diarahkan ranting ke kolam
BSa: its branches lean to face the pond
Pada klausa ini, kata diarahkan pada bahasa sumber diterjemahkan
menjadi lean to face. Pada bahasa sumber bentuk klausa berupa klausa pasif
dan terjadi perbubahan bentuk menjadi klausa aktif, namun tidak terjadi
perubahan makna.

Teknik
No T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T1
1 Adaptasi - - - - - - - - - - - -
2 Amplifikasi - 1 - - 1 1 1 - - - - -
3 Peminjaman - - - - 1 1 - - - - - -
4 Kalke 8 5 2 1 8 1 7 5 2 4 2 1
5 Kompensasi - - - - - - - - - - - -
6 Deskripsi - - - - - - - - - - - -
7 Kreasi diskursif - - - - - - - - - - - -
8 Kesapadanan Lazim - - - - - - - - - - - -
9 Generalisasi - - - - - - - - - - - -
10 Amplifikasi linguistik - - - - - - - - - - - -
11 Kompresi linguistik - - - - - - - - - - - -
12 Penerjemahan harfiah 1 4 7 2 9 6 6 3 14 12 12 9
13 Modulasi - 1 - 1 1 1 1 - - 1 - -
71

14 Partikularisasi - - - 1 1 - - - - - - -
15 Reduksi - - - 1 1 1 - - - - - 1
16 Substitusi - - - - - - - - - - - -
17 Variasi - - - - - - - - - - - -
18 Transposisi - 1 - 1 - - - 2 - 2 2 1
Jumlah Total 9 12 9 7 22 11 15 10 16 19 16 1

Diagram di bawah ini menunjukkan bahwa teknik yang paling


dominan diterapkan penerjemah dalam puisinya adalah teknik
penerjemahan harfiah dan teknik yang paling sedikit diterapkan adalah
teknik penerjemahan partikularisasi. Selanjutnya, secara keseluruhan,
100
teknik yang diterapkan oleh penerjemah dalam puisis An Emerald Hill by
the Sea.

100
90
80
70
60
50 92
40
30 48
20
10 8 5 12
4 3 2
0

Grafik 4.1 Rekapitulas


GambarTeknik
4. 1 Penerjemahan dalam Puisi
Rekapitulasi TeknikHill
An Emerald Penerjemahan
by the Sea
dalam Puisi An Emerald Hill by the Sea
100
BAB V
ANALISIS BAHASA KIASAN
DALAM PUISI-PUISI YANG DITELITI

5.1 Analisis Bahasa Kiasaan


72

Dalam bab ini dibahas mengenai personifikasi diksi, citraan,


perbandingan (simile), metafora, perumpamaan epos (epic simile),
metonimia, sinekdok dan allegori yang terdapat di dalam kumpulan tiga
belas puisi-puisi bahasa Melayu sebutir zamrud di deru selat (SZDS) dan
terjemahan bahasa Inggrisnya an emerald hill by the sea.
Bahasa puisi-puisi SZDS dan terjemahannya banyak mengandung
bahasa kiasan yang menghasilkan sajak menjadi indah, puitis, estetis dan
menimbulkan kejelasan gambaran angan. Judul-judul puisi yang diteliti
adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1 Judul puisi pada buku Sebutir Zamrud Di Deru Selat

Teks Puisi Sumber Puisi Terjemahan


1 gerimis tahun dawn drizzle
2 semarak api flame of the forest
3 pucuk kecil berlipat malu little shoots fold up bashfully
4 bebaru hibiscus of the sea
5 mesepat di tepi kolam mesepat by the pond
6 musim angin season of winds
7 taufan dan prahara typhoon and tempest
8 berguru pada pohon make the tree your teacher
9 sehelai daun tua old leaf
10 teduh sena shade of the angsana
11 sekiranya if
12 sebiji benih ditanam a seed sown
13 tualang tualang

5.1.1 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Gerimis Tahun


Puisi ini terdiri atas dua bait yang menceritakan keadaan hujan
gerimis subuh diterjemahkan menjadi dawn drizzle yang turun di
suasana subuh menjelang pagi menyebabkan pelangi lemah a feeble
rainbow yang keadaanya tidak bertahan lama saat cahaya matahari yang
sinarnya menembus. Jika cahaya matahari telah terang pelangi menyusun
warna arranges colours di perbukitan, sebagaimana dipertegas dengan
larik puisinya yang berbunyi maka hari pun berkelip di bukit
diterjemahkan menjadi and so the day is aglow.
Alangkah indahnya suasana fajar menjelang pagi ketika gerimis
subuh beserta kemunculan pelangi dengan waktu hanya sebentar tepat
terlihat di kolam yang airnya keruh dan juga menerangi suasana di daerah
perbukitan.

Tabel 5.2 Data 1 : Gerimis Tahun (dawn drizzle)


42
Teks Sumber Teks Sasaran
73

L1 gerimis subuh L1 the dawn drizzle gives birth to


melahirkan

1. Majas Personifikasi
Bait pertama dan bait kedua dalam bahasa sumber maupun bahasa
sasaran menggunakan gaya bahasa personifikasi. Gaya bahasa ini dipilih
sebagai personifikasi suasana negeri Malaysia di saat hujan gerimis di
waktu subuh yang menimbulkan pelangi yang tidak bertahan lama,
sebagaimana dijelaskan dalam larik-lariknya yakni gerimis subuh
melahirkan pelangi lemah (the dawn drizzle gives birth to a feeble
rainbow) dalam larik 1 dan 2 sebagai berikut:
Larik 1 dan
TSu : gerimis subuh melahirkan pelangi lemah,
TSa : the dawn drizzle gives birth to a feeble rainbow
Penggunaan kata melahirkan diterjemahkan menjadi gives birth
lazimnya dipakai untuk menerangkan keadaan manusia maupun hewan.
Namun dalam konteks ini, pengarang puisi menggunakannya untuk
memadankan dengan alam yaitu pelangi diterjemahkan menjadi
rainbow. Maka jenis majas yang digunakan adalah personafikasi. Hal ini
sesuai dengan definisi personafikasi yaitu kalimat yang menggunakan kata
atau frasa yang seharusnya ditujukan untuk manusia namun digunakan
untuk alam.
Maka dari itu, fungsi penggunaan gaya bahasa personifikasi pada
puisi gerimis tahun yang diterjemahkan menjadi dawn drizzle pada L1
adalah untuk mengintensifkan makna dan memperkuat keaslian puisi
Melayu tersebut.
Dalam majas ini, gerimis subuh diterjemahkan menjadi dawn
drizzle pada L1 diibaratkan melahirkan penerjemahannya adalah birth
to pada L1 pelangi yang lemah (kenikmatan atau kepuasan yang tidak
bertahan lama). Disini verba melahirkan yang artinya birth to pada L1
secara leksikal berkolokasi dengan makhluk hidup, karena citra dalam
verba melahirkan diartikan birth to pada L1 direproduksi menjadi citra
yang sama melalui verba gives birth to. Larik 3 dan 4 tergolong dalam
majas personafikasi adalah sebagai berikut:

5.1.2 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Semarak Api


Puisi ini terdiri atas tiga bait. Makna puisi ini menceritakan suasana
di musim kemarau. Panas sinar matahari menyinari tanah yang luas di
musim kemarau. Seperti api yang memanggang bumi agar matang.
Pengarang ingin menunjukkan bagaimana suasana di musim panas pyang
membayangi hari-harinya. Sinar panas matahari menjadikan kehidupan
panjangnya semakin indah dan masa depan yang menunggu serta
harapannya. Panas sinar matahari menyinari tanah yang luas dan rumpun-
rumpun bambu. Kegelisahan dan kegundahan hatinya saat melewati hari-
harinya di musim kemarau, seperti anak-bayi yang bangun dari tidur
nyenyaknya dan merasakan waktu-waktu yang berjalan ingin
mengantarnya dalam keadaan sejuk di tempat dia bermukim, sebagaimana
dipertegas dengan larik yang berbunyi batang menggeliat bangun dari
74

sejuk the trunk stretches pada L5. Pengarang menempatkan dirinya


sebagai seorang yang terlindung dengan aman dan nyaman dalam musim
kemarau meskipun kenyataannya matahari bersinar dengan kuatnya.

Tabel 5.3 Data 2 : Semarak Api (flame of the forest)

Teks Sumber Teks Sasaran


L3 bunganya melorek L3 its blossoms mark the drought
kemarau with strokes
L4 dan mengencong kubah L4 and brace the dome of the sky
langit

Dalam data 2 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara lain


1. Majas Metafora
Majas metafora terdapat pada larik 1 dan 2 di bawah ini:
Larik 1 dan 2
TSu: semarak api bercermin matahari
TSa: flame of the forest reflects the sun
Larik di atas bercermin diterjemahkan menjadi reflects yang
memiliki unsur kiasan yang berarti bahwa kilauan api hampir sama dengan
kilauan matahari. Ciri-ciri majas metafora adalah sebagai perbandingan
dua hal secara langsung antara flame of the forest dengan the sun.
Selanjutnya metafora juga terdapat pada larik 3-4 di bawah ini:
Larik 3 dan 4
TSu: kemarau pun dipucatkan oleh merah masa depan
TSa: even the drought is discoloured by a crimson future
Larik di atas merah masa depan diterjemahkan menjadi reflects
yang merupakan bahasa kiasan yang membandingkan antara dua bentuk
kata. Larik di atas juga merupakan gejala semesta atau antropomorfik.

2. Majas Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi, yaitu bahasa kiasan yang
mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat
berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. (Pradopo, 2007:75).
Dalam puisi ini gaya personifikasi dapat dilihat pada larik 12 dan 13:
Larik 3 dan 4
TSu: bunganya melorek kemarau dan mengencang kubah
langit
TSa: its blossoms mark the drought with strokes and brace the
dome of the sky.
Majas personafikasi tersebut di atas terlihat pada larik ke 3 dan 4
yang menggunakan kata melorekditerjemahkan menjadi mark dan
mengencang diterjemahkan menjadi brace. Seyogyanya kata melorek
dan mengencang dilakukan oleh manusia namun dalam konteks puisi
ini, penyair memadankannya dengan bunga sebagai subjek kalimat
tersebut.
75

Sepenggal kalimat puisi di atas antara larik satu, dua, dan tiga yang
merupakan kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, seperti
semarak api bercermin matahari diterjemahkan menjadi flame of the
forest reflects the sun yakni musim kemarau yang berasal dari sinar
matahari yang sangat panas, dan selanjutnya dipertegas dengan larik-larik
berikut bunganya melorek kemarau dan mengencong kubah langit
diterjemahkan menjadi its blossoms mark the drought with strokes and
brace the dome of the sky pada L3 dan L4 berarti panasnya sinar matahari
menandai datangnya musim kemarau dan menahan hawa sejuk dari langit.
Personafikasi dapat ditemukan pada larik 5 dan 6 di bawah ini:
Latik 5 dan 6
TSu: batang menggeliat bangun dari sejuk
TSa: the trunk stretches waking from the cold
Pada Larik 5 dan 6 diatas menggeliat diterjemahkan menjadi
stretches penyair menggambarkan situasi dimana keadaan sejuk mulai
berubah menjadi panas dan juga dipertegas dengan larik-larik berikut
daun tipis seperti ikal bayi diterjemahkan menjadi leaves as fine as a
babys curls. Selanjutnya pada larik ke 10 juga ditemukan majas
personafikasi:

3. Majas Simile:
Majas Simile terdapat pada larik ke 7 sebagai berikut:
Larik 7
TSu: daun tipis seperti ikal bayi
TSa: leaves as fine as a babys curls
Penggunaan kata seperti diterjemahkan menjadi as fine as pada
larik di atas jelas terlihat merupakan majas simile yang lariknya
dinyatakan secara tersurat dengan kata seperti, ibarat, seumpama, laksana,
dan sebagainya seperti yang terdapat pada larik 8 dan 9

5.1.3 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Pucuk Kecil Berlipat Malu
Puisi ini terdiri atas dua bait. Ribut hujan merupakan simbol yang
menandakan kekuatan yang datang dari Tuhan terhadap semua manusia
dan bila saatnya datang segala kenikmatan pasti akan sirna, yang
dilambangkan dengan simbol daun. Puisi ini mengungkapkan masa
pertumbuhan manusia dari muda menjadi tua di muka bumi ini di tanah
jauh diterjemahkan menjadi in a distant land yang dan akhirnya kembali
kepada Sang Pencipta (langit). Namun, manusia sebelum mati, mereka
telah meninggalkan pewaris atau penerusnya (benih sudah digantung
diranting) yang masih awam terhadap kehidupan pucuk kecil berlipat
malu diterjemahkan menjadi little shoots fold up bashfully yang pada
daya tarik kehidupan dunia membawanya bergairah dan belajar dari kaum
tua yang sudah banyak mengalami susah dan senang tentang kehidupan
dan bermata hijau dibelakang sedahan daun kering diterjemahkan
menjadi green-eyed beneath a branch of dried leaves.

Tabel 5.4 Data 3: Pucuk Kecil Berlipat Malu (little shoots fold up bashfully)
76

Teks Sumber Teks Sasaran


L1 pucuk kecil berlipat malu L1 little shoots fold up bashfully
L2 ribut hujan menanggalkan L2 the rain storm plucks away all its
semua daunnya leaves
L3 menelanjang diri dan L3 stripping naked itself and the sky
langit.
L4 namun benih sudah L4 yet seeds already
L5 digantung di ranting, L5 hang on wings,
L6 menunggu tua untuk lahir L6 awaiting maturity to be reborn
semula
L7 di tanah jauh. L7 in a distant land
L8 dan pucuk kecil berlipat L8 and little shoots fold up bashfully
malu
L9 sudah bermata hijau L9 already green-eyed
L1 di belakang sedahan daun L1 beneath a branch of dried leaves
0 kering. 0

Dalam data 3 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara


lain:
1. Majas metafora
Pada data ke 3 terdapat beberapa larik yang tergolong dalam majas
metafora, yaitu larik ke 2:
Larik 2
TSu: ribut hujan menanggalkan semua daunnya
TSa: the rain storm plucks away all its leaves
Larik di atas merupakan gejala semesta atau antropomorfik.
Penggunaan kata ribut hujan diterjemahkan menjadi the rain storm
menganggalkan semua daunnya. keadaan alam dimana daun akan gugur
dengan sendirinya bila hujan lebat turun. Dalam Larik 6 memiliki makna
kiasan yang menggambarkan keadaan manusia yang tua untuk kembali
mendapatkan pemikiran lebih muda.

2. Majas Personifikasi
Majas personafikasi terdapat pada larik ke 3 di bawah ini:
Larik 3
TSu: menelanjang diri dan langit
TSa: stripping naked itself and the sky
Personifikasi ini dapat dilihat pada bait pertama ribut hujan menanggalkan
semua daunnya diterjemahkan menjadi the rain storm plucks away all its leaves
yakni datangnya cobaan dari Tuhan Semesta Alam dan dipertegas dengan larik-
larik berikut menelanjang diri dan langit diterjemahkan menjadi stripping
naked itself and the sky pada L3 yakni tiada daya dan upaya yang dapat
dilakukan selain berserah diri kepada-Nya.

5.1.4 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Bebaru


77

Puisi ini terdiri atas dua bait. Makna puisi tersebut menceritakan
seseorang yang berpengalaman dalam menghadapi hidup dan kehidupan.
Di saat itu juga masalah perlahan pergi dan hilang karena pengalaman
hidup telah menjadi soko guru baginya. Pengarang mengingatkan kepada
keluarganya untuk saling tolong menolong dan tidak melupakan waktu-
waktu bersama dalam keluarga dan tetangga yang memerlukan
pertolongan. Kebijaksanaan mengajarkan pengalaman hidupnya untuk
mencari makna perjuangan hidup dalam waktu susah, tahun demi tahun.

Tabel 5.5 Data 4 Bebaru (hibiscus of the sea)

Teks Sumber Teks Sasaran


L1 bebaru tidak silu pada L the hibiscus of the sea is not shy of
kemarau 1 the drought
L2 karena air itu keluarganya, L because water is its sister,
2
L3 diwaktu pohon jiran lemas, L when trees down,
3
L4 maka diarahkan ranting ke L its branches lean to face the
kolam 4 pond
L5 dan daun pun kembang L and leaves flourish again
kembali 5
L6 namun kulitnya mengelupas L yet its skin peels off
6
L7 sementara menunggu L as it awaits a new sheath
bungkus baru 7

Dalam data 4 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara lain:


1) Metonimi
Larik 1
TSu: bebaru tidak silu pada kemarau
TSa: the hibiscus of the sea is not shy of the drought
Dalam puisi berjudul bebaru diterjemahkan menjadi hibiscus of the
sea pada judul terjemahan ini disusun untuk menyajikan alur kehidupan
dan alur kehidupan ini berjalan panjang. Diawali dengan masa muda dan
lalu menua. Estafet ini difungsikan kepada kaum muda untuk
menggambarkan perjuangan manusia dalam menghadapi kehidupan.
Susunan ini merupakan langkah perjuangan yang harus dilakukan dalam
kurun waktu panjang dengan tujuan membuat pandangan hidup. Susunan
ini bersifat konotatif sehingga alur perjuangan dikiaskan dengan judul
bebaru diterjemahkan menjadi hibiscus of the sea dan gaya bahasa
yang digunakan adalah gaya bahasa Metonimia, yaitu kiasan pengganti
nama.Metonimi pada data ke empat terdapat pada larik ke 7:
78

2. Personafikasi
Larik 1 di bawah ini merupakan majas personafikasi:
Larik 1
TSu: bebaru tidak silu pada kemarau
TSa: the hibiscus of the sea is not shy of the drought
Pada larik 1 bebaru diterjemahkan menjadi the hibiscus of the sea.
Dalam konteks ini, yang memiliki sifat manusia adalah bebaru yang
mempunyai makna tidak akan memberhentikan kegiatan walaupun dalam
keadaan kemarau. Bebaru dalam bahasa melayu malaysia adalah
tumbuhan atau pokok yang berbunga yang tidak akan memiliki masa akhir
dalam kehidupannya.

5.1.5 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Mesepat Di Tepi Kolam


Puisi ini terdiri atas lima bait. Makna puisi tersebut menceritakan
pertahanan hidup. Penyair dengan larik puisinya mesepat di tepi kolam
(mesepat by the pond) pada judul yang diterjemahkan juga dengan bahasa
sasaran secara harfiah menjadi the mesepat by the pond.
Puisi ini menceritakan kesabaran dan keyakinan pengarang pada
Tuhan Semesta Alam dalam menghadapi hidup dan kehidupan. Pengarang
menginginkan jika cobaan hidupnya ingin hilang maka hilanglah dari
dirinya, saat kesedihan yang sedang menghampirinya lewat bayang cahaya
dalam kesepian yang suram.Jika menetap, maka tetapkanlah juga
kedamaian hati dengan tenang. Akan tetapi, harapan yang terang akan
hilang kecuali kemiskinan dan kesengsaraan yang dia rasakan. Pengarang
membandingkan dirinya dengan mesepat di tepi kolam, sejenis tumbuhan
yang hidup di air.

Tabel 5.6 Data 5 Mesepat Di Tepi Kolam (mesepat by the pond)

Teks Sumber Teks Sasaran


L5 akarnya tertanam dalam L5 its roots are planted in a wet
basah dunia. world

Dalam data 5 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara lain:

1. Majas Metafora
Dalam puisi tersebut terdapat baris mesepat di tepi kolam
diterjemahkan menjadi the mesepat by the pond pada judul. Mesepat di
tepi kolam merupakan lambang atau semacam jenis tumbuhan air yang
dimaksudkan dengan pertahanan hidup atau dengan perkataan lain
perjuangan hidup bagi pengarang/penyair yang tetap dapat belajar hidup
dari alam dan lingkungan sebagaimana dilanjutkan dengan baris berikut
juga menghirup hidup dari langit diterjemahkan menjadi sips life from
79

the sky too pada L2, yakni mendapatkan kehidupan dan pertolongan dari
Tuhan Semesta Alam. Majas metafora terdapat pada larik 5 di bawah ini:
Larik 5
TSu: akarnya tertanam dalam basah dunia.
TSa: its roots are planted in a wet world
Larik akarnya terbenam dalam basah dunia diterjemahkan menjadi
its roots are planted in a wet world pada L5 merupakan sumber
kehidupan yang sudah menjadi jaminan dari Sang Pencipta, karena selalu
memanjatkan doa untuk meminta pertolongan dari-Nya yang dipertegas
dengan larik berikut. Metafora juga terdapat pada Larik 6 dan 7 di bawah
ini:

2. Majas Personafikasi
Dalam data ke 5, terdapat beberapa larik yang tergolong ke dalam
majas personafikasi pada larik 1 dan 2:
Larik 1 dan 2
TSu : mesepat di tepi kolam juga menghirup hidup dari langit,
TSa: the mesepat by the pond sips life from the sky too,
Kata menghirup diterjemahkan menjadi sips pada larik di atas
merupakan verba yang biasa dilakukan oleh manusia. Secara literal,
mesepat dalam bahasa Melayu Malaysia adalah sejenis tumbuhan. Dalam
konteks ini penyair menggambarkan seolah olah tumbuhan tersebut hidup
dengan menghirup oksigen dari langit. Kata menghirup disini jika
dipadanankan dengan alam maka terdengar kurang lazim. Namun dalam
bahasa puisi, hal ini dapat berterima.

5.1.6 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Musim Dingin


Puisi ini terdiri atas tiga bait.Makna puisi tersebut menceritakan
datangnya kehidupan yang membahagiakan. Disini Penyair mengkiaskan
kebahagian hidup dengan larik puisinya musim dingin yang
diterjemahkan juga dengan bahasa sasaran secara harfiah menjadi
season of winds pada judul.
Puisi ini juga menceritakan keadaan seseorang yang menunggu
datangnya kebahagian hidup dari Tuhan Semesta Alam ketika cobaan dan
kesulitan datang menerpa kehidupanya namun beliau bersabar dalam
menghadapi segala cobaan dan kesulitan yang datang darinya.
Cahaya matahari yang sinarnya membuat segala kehidupan kembali
bersemi dan subur disertai dengan hembusan angina yang membuat
suasana menjadi sejuk dan yaman musim kemarau telah berganti dan
hujan pun turun membasahi bumi membuat kehidupan yang gersang
menjadi nyaman dan sejuk kembali. Pengalaman-pengalaman pahit
telah menjadi pelajaran untuk menghadapi datangnya masa-masa sulit
dikemudian hari dengan sabar dan percaya diri. Karena kesabaran dan
kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa yang mendatangkan masa sulit
dan masa bahagia itu.

Tabel 5.7 Data 6: Musim Dingin (season of winds)


Teks Sumber Teks Sasaran
80

L6 musim diperbaharui L6 seasons are renewed

Dalam data 6, ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara


lain Majas Metafora, personafikasi dan metonimi.
1. Majas Metafora
Dalam puisi tersebut terdapat larik-larik metafora yang berbunyi.
Majas metafora terdapat pada larik 6 di bawah ini:
Larik 6
TSu: musim diperbaharui
TSa: seasons are renewed
Larik-larik 6 musim di perbaharui diterjemahkan menjadi seasons
are renewed berarti tanda-tanda kehidupan yang membahagiakan telah
datang, karena musim diperbaharui. Selanjutnya metafora juga ditemukan
pada larik ke 7:

b. Majas Personafikasi
Pada data 5, ditemukan majas personafikasi pada larik ke 1 dan 2
yaitu angin berprahara di awan yang diterjemahkan menjadi wild
tempests in the clouds.
Larik 1 dan 2
Tsu: angin berprahara di awan, berkejar di pucuk sena dan
kerayung
Tsa: wild tempests in the clouds, pursue shoots in canopies of
angsana and kerayung
Lazimnya kata prahara diterjemahkan menjadi tempests
disandingkan dengan manusia. Kata berprahara bermakna rebut dengan
sesuatu. Namun pada larik ini penyair menyandingkan kata tersebut
dengan angin yang secara nyata angin adalah alam dan tidak bisa
melakukan kegiatan berprahara. Larik ini maksudnya tanda-tanda
perubahan kehidupan telah datang dari keadaan sulit menjadi keadaan yang
membahagiakan.

c. Majas Metonimi
Pada teks ke 6 tersebut ditemukan satu larik yang tergolong kedalam
majas metonimi. Metonimi merupakan majas tersebut merupakan hasil
penemuan, pemilik untuk barang, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat,
isi untuk menyataan kulitnya, dan sebagainya. Pada bait ke tiga dalam teks
tersebut terdapat klausa sebagai berikut pada larik 10 dan 11 di bawah ini:
Larik 10 dan 11
TSu: kerana ungunya menitiskan hidup hijau
TSa: for its violet hues drip with green life
Majas diatas kerana diterjemahkan menjadi for bermaksud bahwa
sang penyair menunggu pergantian hari. Sebab warna ungu berarti merah
bercampur biru yang terjadi terbenamnya matahari. Larik tersebut
bermakna bahwa adanya tanda cobaan dan kesulitan hidup yang datang
dari Semesta Alam akan berubah menjadi yang membahagiakan.

5.1.7 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Taufan dan Prahara


81

Puisi ini terdiri atas satu bait. Makna puisi ini menceritakan
kesabaran dalam menghadapi hidup dan kehidupan. Disini penyair
mengkiaskan kesabaran dalam menghadapi hidup dan kehidupan dengan
larik puisinya taufan dan prahara yang diterjemahkan juga dengan bahasa
sasaran secara harfiah menjadi typhoon and tempest.
Puisi ini menceritakan keadaan seseorang yang menunggu datangnya
kebahagian hidup dari Tuhan Semesta Alam ketika cobaan dan kesulitan
datang menerpa kehidupanya namun beliau bersabar dalam menghadapi
segala cobaan dan kesulitan yang datang darinya.

Tabel 5.8 Data 7: Taufan dan Prahara (season of winds)

Teks Sumber Teks Sasaran


L1 taufan dan prahara L1 typhoon and tempest
L2 berlagak ganas L2 like violet predators,
pemangsa,

Dalam data 7 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara lain:


Majas Personafikasi dan Metafora.

1. Majas Personafikasi
Dalam puisi tersebut terdapat larik-larik yang metafora taufan dan
prahara berlagak ganas pemangsa diterjemahkan menjadi typhoon and
tempest like violet predators pada L1 dan L2 larik ini menggunakan majas
personifikasi dimana kata berlagak diterjemahkan menjadi like pada L2
menghiasi awal pembuka puisi, meskipun di larik-larik berikutnya terlihat
didominasi dengan majas metafora.
Larik 1 dan 2
TSu: taufan dan prahara berlagak ganas pemangsa
TSa: typhoon and tempest like violet predators
Kedua larik 1 dan 2 diatas memiliki makna bahwa seolah-olah angin
tersebut memiliki kuasa untuk memangsa manusia. Penggunaan kata
berlagak diterjemahkan menjadi like disini lazimnya digunakan untuk
mengungkapkan sifat manusia yang angkuh dan tiada tandingannya.
Dalam bait tersebut, penyair menggunakan kata berlagak diterjemahkan
menjadi like dipadankan dengan alam yaitu taufan dan prahara
typhoon and tempest.

2. Majas Metafora
Selanjutnya, pada larik-larik terakhir, kalau kita bersabar dan berakit
saja di tali arus yang merenggang laut maka kita akan dibersihkan
diperkaya dan sedia memperlakukannya seperti yang terlihat pada larik ke
6 dan 7 di bawah ini:
Larik 6 dan 7
TSu: kalau kita bersabar dan berakit saja di tali arus yang
merenggang laut
TSa: if we are patient and raft down the current drift that stretches
the horizon
82

Pada Larik 6 dan 7 diatas penyair bermaksud menyampaikan pesan


bahwa kesabaran dibuktikan dengan cara berserah diri kepada kehendak
Tuhan Semesta Alam dalam menjalani hidup dan kehidupan. Kata
berakit diterjemahkan menjadi raft down dalam konteks ini berarti
bahwa manusia hendaknya berada pada jalan yang lurus dan tidak
berbelok haluan dalam menjalani kehidupan maka akan dicapainya
kesuksesan.
Akhirnya pada larik-larik penutup pada larik 13 dan 14 dibawah ini:

5.1.8 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Berguru Pada Pohon


Puisi ini terdiri atas dua bait. Makna puisi ini tentang menuntut
ilmu dan pengalaman dalam menjalani hidup dan kehidupan. Disini
penyair mengkiaskan menuntut ilmu dan pengalaman dalam menjalani
hidup dan kehidupan dengan larik puisinya berguru pada pohon yang
diterjemahkan juga dengan bahasa sasaran secara harfiah menjadi make
the tree your teacher pada judul.

Tabel 5.9 Data 8: Berguru Pada Pohon (make the tree your teacher)
Teks Sumber Teks Sasaran
L5 dari alam purba L5 from ancient worlds
L6 hilirlah sungai waktu- L6 the river of time flows
upstream-

Dalam data 8 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara lain:


1. Majas Metafora
Dalam puisi tersebut terdapat larik 5 dan 6 di bawah ini:
Larik 5 dan 6
TSu: kutiplah garis gagasan dari alam purba hilirlah sungai
waktu-
TSa: harvest the lines of ideas from ancient worlds the river of
time flows upstream-
Metafora bercitra antropomorfik bercitra alam merupakan satu gejala
semesta, karena pemakai bahasa ingin membandingkan kemiripan dengan
dirinya seperti yang terdapat pada larik di bawah ini. Frasa alam purba
diterjemahkan menjadi ancient worlds di atas merupakan unsur alam
yang digunakan penyair untuk menentukan bahwa seseorang dapat
mengutip pengetahuan atau inspirasi dari nenek moyang. Klausa hilirlah
sungai waktu diterjemahkan menjadi flows upstream disini memiliki
makna implisit bahwa manusia seharusnya hidup seiring waktu berlalu
namun tidak membiarkan kesalahan terjadi.
Dalam larik-larik ini pohon, air dan alam adalah soko guru bagi
manusia agar tenang dan kokoh dalam menjalani hidup, dan juga bersifat
melindungi. Selanjutnya pada larik-larik ke 7, 8, 9 dan 10 di bawah ini:
2. Majas Personafikasi
Pada data 8 ditemukan 3 larik yang tergolong kedalam majas
personafikasi, antara lain pada larik 1 di bawah ini:
Larik 1
TSu: berguru pada pohon
83

TSa: make the tree your teacher


Larik diatas menggunakan kata berguru diterjemahkan menjadi
make the tree your teacher yang ditujukan kepada pohon. Bahasa kiasan
ini merupakan ciri-ciri majas personafikasi yang seharusnya manusia
berguru pada manusia bukan berguru pada alam dan diproyeksikan sebagai
sifat manusia. Dalam konteks ini, seolah olah pohon tersebut hidup. Selain
larik ke 1, personafikasi juga ditemukan pada larik ke 2:

5.1.9 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Sehelai Daun Tua


Puisi ini terdiri atas tiga bait. Makna puisi ini tentang akhir
perjalanan hidup seorang anak manusia. Disini penyair mengkiaskan akhir
perjalanan hidup seorang anak manusia dengan larik puisinya sehelai
daun tua yang diterjemahkan juga dengan bahasa sasaran secara harfiah
menjadi an old leaf pada judul.
Pada saat keadaan semakin genting dan tiada apapun yang dapat
dipertahankan baik kekuatan ataupun harta. Kehidupan adalah sementara
dan akanberganti dengan kelanjutan dari penerus, yakni keturunan.
Bersabar dalam menjalani hidup dan kehidupan membuka ruang bagi anak
manusia untuk dapat bertahan dan bersiap untuk kembali kepada Yang
Maha Kuasa.

Tabel 5.10 Data 9: Sehelai Daun Tua (old leaf)

Teks Sumber Teks Sasaran


L1 sehelai daun tua L1 an old leaf

Dalam data 9 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara lain majas
metafora, majas alegori, majas personafikasi.

1. Majas Metafora
Dalam puisi tersebut terdapat larik-larik dibait pertama yang
berbunyi sehelai daun tua dikeringkan zat hidupnya melayang ke kulit
tanah dan tersandar pada perdunya diterjemahkan menjadi an old leaf
dried of its life-essence glides down to the skin of the earth and rest on its
trunk pada L1, L2, L3 dan L4. Dalam larik-larik ini, kata sehelai daun tua
dikiaskan dengan persamaan pada anak manusia yang telah mengalami
masa tua dan tak dapat berbuat apapun lagi untuk menghidupi
keluarganya.
Selanjutnya pada larik-larik di bait kedua, pada saat akhirnya,
sehelai daun menggalur tapak dari pucuk pucat yang menggelepar dengan
tari hujan menakung matahari dalam lengkung buat hari ini dan esok
diterjemahkan menjadi in its final moments, a leaf traces footprints from
a pale shoot, that flaps in a rain dance, holding the sun in an arcfor today
and tomorrow pada L5, L6, L7, L8, L9 dan L10. Di larik-larik pada bait
kedua ini, lahirlah penerus keluarga yang akan meneruskan kelangsungan
hidup dan kehidupan sebagai pelindung untuk hari ini dan hari esok. Majas
metafora terdapat pada larik 101 di bawah ini:
Larik 1
84

TSu: sehelai daun menggalur tapak


TSa: a leaf traces footprints
Kata menggalur diterjemahkan menjadi traces dalam bahasa
Melayu berarti mencari punca. Dalam larik ini, penulis mencoba
mendeskkripsikan bahwa sehelai daun telah gugur dari dahannya sehingga
menuju ke akar. Larik diatas merupakan kiasan. Metafora juga terdapat
pada larik 9 di bawah ini:

2. Majas Alegori
Alegori adalah suatu majas yang menyatakan dengan cara lain,
melalui kiasan atau penggambaran. Biasanya dengan cara menggambarkan
atau mengiaskan sesuatu melalui karakter alam atau apa yang ada di alam.
Majas alaegori pada data 9 terdapat pada larik ke 11, 12, 13, dan 14 di
bawah ini:
Larik 11,12,13 dan 14
TSu: semusim tugas menganugerah tujuan tapi hidup itu bundar
yang tiba di hujung sayung jatuh kembali pada tanah lahir,
TSa: a season of selflessness bestows purpose but life is cyclical that
which arrives at the narrow end falls back to the earth of its
birth
Majas alegori di atas merupakan satu ungkapan yang
menggambarkan bahwa walaupun seseorang berhasil di negeri orang
namun pada akhirnya akan kembali ke tanah tempat kelahirannya
sebagaimana di tulis penyair pada frasa kembali pada tanah lahir
diterjemahkan menjadi falls back to the earth of its birth. Ibarat seorang
perantau yang melakukan tugas tidak selalu sukses karena roda kehidupan
itu berputar sebagaimana penyair menuliskannya pada larik di atas dengan
frasa hidup itu bundar diterjemahkan menjadi life is cyclical.

3. Majas Personafikasi
Pada data ke 9 ditemukan larik yang tergolong kedalam majas
personafikasi.:
Larik 3
TSu: melayang ke kulit tanah
Tsa: glides down to the skin of the earth
Pada larik 3 diatas, frasa kulit tanah diterjemahkan menjadi the
skin of the earth merupakan penggunaan majas personafikasi. Kata kulit
biasanya disandingkan dengan kata tangan atau bagian tubuh manusia.
Namun dalam larik ini penyair menggunakannya dengan dipadankan
kepada tanah. Selanjutnya, majas personafikasi juga ditemukan pada larik
8:

5.1.10 Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Teduh Sena


Puisi ini terdiri atas lima bait. Makna puisi ini tentang akhir
perjalanan hidup seorang anak manusia.Disini penyair mengkiaskan
perjalanan hidup anak manusia dengan larik puisinya teduh sena shade
of the angsana yang diterjemahkan juga dengan bahasa sasaran secara
harfiah menjadi shade of the angsana pada judul.
85

Seorang anak manusia dalam puisi ini dikiaskan dengan lambang


seorang pelajar yang menjalani hidup dalam lindungan dan kasih sayang
orang tua, sanak famili dan kaum kerabatnya. Meskipun dia belum
berpengalaman dalam hidup dan kehidupan dan dia yakin bahwa semua
perjalanan hidup itu dilalui dengan jatuh dan bangun. Dan dia mengalami
kegetiran hidup dan cobaan itu disaat muda namun pertolongan dari kaum
kerabat dan sanak famili membuatnya dapat bertahan dan melangkah lebih
maju lagi dalam menyingsing masa depannya.
Disaat dia tumbuh dan dewasa dan lalu menua, dia juga akan
melakukan hal yang sama terhadap penerusnya dikemudian hari bahwa
semua pelajaran hidup dan kehidupan berawal dari cobaan dan penerusnya
kelak harus dia ajarkan nilai-nilai hidup dan kehidupan sehingga mereka
yakin bahwa cobaan hidup itu adalah proses menjadikan mereka dewasa
dan berpengalaman.
Maka dia sekarang telah menjadi panutan dan contoh suri tauladan
bagi anak dan sanak keluarga dalam menjalani dan memahami nilai-nilai
hidup dan kehidupan dan harus berani bertahan dalam setiap masalah
hidup yang datang menerjang kehidupan mereka kelak.

Tabel 5.11 Data 10 : Teduh Sena (shade of the angsana)


Teks Sumber (Tsu) Teks Sasaran (Tsa)

L1 seorang pelajar L1 a student


L2 berpayung bayang L2 shelters in the green
hijau, shadow,

Dalam data 10 diatas ditemukan satu jenis bahasa figurative yaitu


Majas Metafora.

1. Majas Metafora
Dalam puisi tersebut terdapat larik-larik dibait pertama yang
tergolong dalam majas metafora seperti yang terdapat pada larik 1 dan 2 di
bawah ini:
Larik 1 dan 2
TSu: seorang pelajar berpayung bayang hijau,
TSa: a student shelters in the green shadow,
Larik diatas merupakan ungkapan bahwa kiasan frasa bayang hijau
diterjemahkan menjadi green shadow menggambarkan bayangan yang
ditimbulkan oleh pohon yang ada. Dalam larik-larik ini, kata seorang
pelajar berpayung bayang hijau student shelters in the green shadow
dikiaskan dengan persamaan pada anak manusia yang belum
berpengalaman dalam hidup dan kehidupan dilindungi oleh orang tua dan
sanak keluarganya sehingga dia dapat bersabar dalam menjalani hidup dan
kehidupannya, sebagaimana dipertegas dengan larik 3 berikut ini:

5.1.11. Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Sekiranya


86

Puisi ini terdiri atas empat bait. Makna puisi ini tentang nasehat
kehidupan. Disini penyair lebih banyak menggunakan bahasa pengandaian
tentang nasehat kehidupan dengan larik puisinya sekiranya yang
diterjemahkan juga dengan bahasa sasaran secara harfiah menjadi (if)
pada judul.
Penyair mengkiaskan kehidupan di dunia ini sepenuhnya bergantung
pada alam dan lingkungan dan sudah selayaknya manusia menjaga dan
melestarikannya sepanjang kehidupan mereka, sebaliknya kehidupan
manusia di dunia ini akan hancur dan musnah bila mereka merusak dan
tidak memperhatikan hikmah disebalik penciptaan alam dan lingkungan
oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia akan merasakan kesengsaraan hidup karena perilaku
mereka yang menyimpang dari apa yang dicerminkan oleh alam itu
sendiri. Dan juga akan merusak kehidupan makhluk lainnya di muka bumi
ini, manusia menurut MHS seharusnya belajar dari alam dan lingkungan
supaya dapat mengambil sejumlah pelajaran penting dalam menjalani
hidup dan kehidupan mereka kelak. Manusia juga akan hancur dan binasa
karena ketamakan mereka dalam memanfaatkan sumber daya alam yang
akan diwariskan kepada generasi penerusnya. Maka dari itu, tidak ada kata
terlambat untuk menjaga dan melestarikan sumber daya alam itu sebelum
kebinasaan datang meluluhlantakan segala sendi kehidupan manusia di
muka bumi.
Tabel 5.12 Data 11: Sekiranya (if)
Teks Sumber Teks Sasaran
L1 sekiranya batu itu retak L1 if this rock breaks
L2 sungai akan longlai L2 the river will run listless
L3 nafas tanah tersesak L3 the earts breath stifled
L4 manusia dilemaskan L4 and man will be drowned
keringnya. inhis drought.

Dalam data 11 ditemukan hanya satu jenis majas, yaitu majas simile:
1. Majas Simile
Majas simile adalah ungkapan yang dinyatakan secara eksplisit
dengan kata depan dan penghubung. Penyair memperoleh inspiurasi yang
berasal dari kehidupan tersebut yang mencakup sesuatu yang bernuansa
alam atau natural karena keindahan yang diugkapkan, sepakat bahwa
keindahan mengacu pada alam atau yang mempunyai unsur unsur nautral,
sehingga gaya bahasa personafikasi memanusiakan unsur alam yang ada
pada larik larik 1, 2, 3 dan 4:

Larik 1,2,3 dan 4


TSu: sekiranya batu itu retak sungai akan longlai nafas tanah
tersesak manusia dilemaskan keringnya.
TSa: if this rock breaks the river will run listless the earts breath
stifled and man will be drowned in his drought.
87

Kata sekiranya diterjemahkan menjadi if disini merupakan ciri


majas simile dimana penyair mengungkapkan kalimat pengandaian.
Penyair mengungkapkan bahwa batu tersebut akan seolah olah pecah dan
sebagai akibatnya sungai akan longlai diterjemahkan menjadi the river
will run listless. Maksud larik-larik ini mengkiaskan bahwa manusia akan
mati lemas jika alam yang menjadi sumber kehidupan mereka mengalami
kehancuran seperti gunung, sungai dan tanah, maka manusia seharusnya
menyadari ketergantungan mereka kepada alam dan lingkungan dan
wajiblah menjaga kelestariannya. Pada Larik 5, 6, 7 dan 8 di bawah ini:

5.1.12. Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Sebiji Benih Ditanam


Puisi ini terdiri atas empat bait. Makna puisi ini tentang
mempersiapkan anak manusia sebagai calon penerus dalam kehidupan
keluarga. Disini penyair mengkiaskan perjalanan hidup anak manusia
dengan larik puisinya sebiji benih ditanamyang diterjemahkan juga oleh
penterjemah LS dan MSY secara harfiah menjadi a seed sown pada
judul.

Tabel 5.13 Data 12 Sebiji Benih Ditanam (a seed sown)


Teks Sumber Teks Sasaran
L2 sebiji benih ditanam, L2 a seed sown, wrapped in wishes
berbalut cita-cita

Manusia akan mempersiapkan calon penerus dalam kehidupan mereka agar


dapat mempertahankan kelangsungan hidup keluarga besarnya. Manusia akan
berusaha keras melakukan persiapan-persiapan terencana untuk menjadikan
anggota keluarganya penerus yang dapat dibanggakan demi kelangsungan
keluarga besar. Bilamana saat itu tiba, calon penerus akan mencapai
keberhasilannya dengan mengalami berbagai rintangan-rintangan hidup dan
kehidupan satu demi satu yang pada akhirnya menjadikan sang penerus berjaya.
Dalam data 12 diatas ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif,
antara lain majas metafora, personafikasi.

1. Majas Metafora
Majas metafora pada larik ke 12 dapat ditemukan pada larik 2 di
bawah ini:
Larik 2
TSu: sebiji benih ditanam, berbalut cita-cita
TSa: a seed sown, wrapped in wishes
Larik-larik berbalut cita-cita diterjemahkan menjadi wrapped in
wishes ini mengkiaskan makna bahwa seorang calon penerus dipersiapkan
dalam keadaan yang sulit demi menyelamatkan kelangsungan keluarga
dengan cara memberikan sejumlah dukungan. Pada larik 3 di bawah:
2. Majas Personafikasi
Dalam puisi ke 12 ini, terdapat satu larik yang tergolong ke dalam
jenis majas personafikasi seperti yang terdapat pada larik 12:
88

Larik 12
TSu: ranting masa depan pun mencari puncak.
TSa: then twigs of the future seek the summit
Dalam larik-larik terakhir di bait keempat ini, sang penerus akan
melahirkan penerus-penerus selanjutnya demi mempertahankan
kelangsungan hidup dan kehidupan keluarga besar. Frasa ranting masa
depan diterjemahkan menjadi twigs of the future pada larik di atas
dipadankan dengan verba mencari diterjemahkan menjadi seek sebagai
predikat pada kalimat tersebut. Sebagaimana ciri-ciri majas personafikasi
adalah perumpamaan benda yang bukan manusia melakukan pekerjaan
atau aktifitas yang sifatnya dilakukan oleh manusia.

5.1.13. Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi Tualang


Puisi ini terdiri atas tiga bait. Makna puisi terakhir ini tentang seorang yang
berpengalaman dalam hidup dan kehidupan. Disini penyair mengkiaskan
perjalanan anak manusia yang berpengalaman dalam hidup dan kehidupan dengan
larik puisinya tualang yang diterjemahkan juga dengan bahasa sasaran secara
harfiah menjadi tualang pada judul.
Perjalanan hidup beliau yang penuh dengan pengalaman terbiasa
menghadapi cobaan dan masalah dengan tenang dan yakin dan bertindak diluar
kelaziman orang-orang yang belum berpengalaman. Dia memahami setiap
tindakan dan konsekwensinya karena telah terbiasa menggunakan hati dan
fikiran.Dia semakin tua dan akhirnya mati disaat melaksanakan tugasnya sebagai
kepala keluarga.
Penerusnya terlahir dalam keadaan masih muda belia namun penuh dengan
harapan dan kebijaksanaan seperti pendahulunya.
Tabel 5.14 Data 13: Tualang (tualang)

Teks Sumber Teks Sasaran


L1 sebatang tualang purba L1 an ancient tualang
L2 berdahan di awan L2 branches into clouds
L3 berdiri di luar kebiasaan, L3 transcending the ordinary,
L4 apalah yang dilihat nya L4 whatever does it see
L5 apakah yang difikirnya. L5 what does it think?

Dalam data 13 ditemukan beberapa jenis bahasa figuratif, antara


lain: Majas Metafora, Personafikasi dan Alegori.
1. Majas Metafora
Majas metafora pada data 13 tersebut ditemukan pada larik 1, 2, 3, 4
dan 5 di bawah ini:
Larik 1, 2, 3, 4 dan 5
TSu: sebatang tualang purba berdahan di awan berdiri di luar
kebiasaan, apalah yang dilihat nya apakah yang difikirnya
TSa: an ancient tualang branches into clouds transcending the
ordinary, what ever does it see, what does it think
Dalam larik-larik di bait pertama sebatang tualang purba berdahan
di awan diterjemahkan menjadi an ancient tualang branches into clouds
89

ini mengkiaskan bahwa sang kepala keluarga yang penuh dengan


pengalaman hidup senantiasa menghadapi masalah dan cobaan hidup
dengan tenang dan yakin sehingga terbiasa bertindak diluar pengetahuan
orang-orang yang belum berpengalaman dalam hidup dan kehidupan.
Selanjutnya majas metafora juga terdapat pada larik 6, 7 dan 8 sebagai berikut:

b. Majas Personafikasi
Pada data ke 13 ini, terdapat beberapa larik tergolong majas
personafikasi, yaitu pada larik ke 10 di bawah ini:
Larik 10
TSu: dan gerimis lari
TSa: and fleezing drizzle
Pada larik di atas penggunaan kata lari diterjemahkan menjadi
fleezing disandingkan dengan kata gerimis diterjemahkan menjadi
drizzle sebagai subjeknya. Gerimis seolah-olah melakukan perilaku
manusia yaitu berlari. Dalam konteks ini, penyair menggunakan majas
personafikasi untuk menggambarkan keadaan dimana hujan turun rintik
rintik dan memakan waktu.

c. Majas Alegori
Pada puisi ke 13 terdapat larik yang tergolong pada majas alegori
antara lain larik 14, 15 dan 16 di bawah ini:
Larik 14, 15 dan 16
TSu: gugus kembang yang meningkah gendang angin dan besar
berpapan seperti sepuluh dasa warsa yang lalu.
TSa: bouquets of blooms that dance to wind drums and they grow
into great planks, ten decades old.
Alegori adalah suatu majas yang menyatakan dengan cara lain,
melalui kiasan atau penggambaran. Biasanya dengan cara menggambarkan
atau mengiaskan sesuatu melalui karakter alam atau apa yang ada di alam.
Penyair menggunakan kata angin diterjemahkan menjadi wind untuk
memasukkan unsur puitis. Dalam kamus Melayu Malaysia, kata
meningkah diterjemahkan menjadi dance di atas bermakna bersahut-
sahutan. Dalam konteks larik di atas penyair mencoba menyampaikan
pesan bahwa seiring berkembangnya zaman manusia berkembang
bagaikan kehidupan seratus tahun yang lalu.

5.2 Rekapitulasi Bahasa Kiasan dalam Kumpulan Puisi Sebutir Zamrud di


Deru Selat

a. Simile
Dalam data penelitian ditemukan ekspresi figuratif Simile yang
membandingan dua benda dengan menggunakan kata sambung seperti
(like), sebagai (asas ), lebih dari ( is morethan). Dalam bahasa Inggris
kata sambung demikian adalah like, seem, as dan than. Dua hal yang
diperbandingkan tersebut bisa berbeda sesuai budaya bahasanya. Contoh
ekspresi figuratif simile adalah sebagai berikut.
Tabel 5.15 Simile
90

No. Jumlah
Data
TSu Simile Kata
16 Leaves as fine as a babys curls. asas 1
17-18 none is more beautiful than sparklers. morethan 1
131- 134 if this rock breaks 1
the river will run listless the earts breath if
stifled and man will be drowned in his
drought
135 - if the trees collapse the bamboo is if 1
138 cleared, the sky is flushed if the earth lay
dried up
139 - if the earth lay dried up crows collapse if 1
142 beside garbage and maggot-infested
carsasses man will be wretched
143- 146 if the earth heats up grass dries banks if 1
break man will be buried in his greed
TO TAL 6 6

Dari 174larik terjemahan LS dan MSY ditemukan hanya 4 buah larik yang
mengandung gaya bahas Simile sebagaimana tertera dalam tabel diatas. Disini,
penerjemah terlihat tidak terlalu menonjolkan gaya bahasa perbandingan tersebut
(2,13%) dalam penerjemahan puisinya yang berjumlah 13 buah puisi.

b. Personifikasi
Ekspresi figuratif personifikasi termasuk jenis gaya bahasa yang
banyak dikenal pengarang puisi dewasa ini, yakni gaya bahasa yang
mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup atau dengan
perkataan lain,ataumajas yang melukiskan suatu benda dengan
memberikan sifat-sifat manusia kepada benda, sehingga benda mati
seolah-olah hidup. Penerjemah LS dan MSY menonjolkan gaya bahasa
dalam bentuk ekspresifiguratif personifikasi dengan topik yang bersifat
non-nomina dipakai dengan predikat atau verba yang lazim dipakai untuk
nomina, seperti: a) gives birth (melakukan pekerjaan) b) sips (bersifat
seperti yang terjadi pada Nomina) dan c) arranges (melakukan kegiatan
yang biasa dilakukan Nomina). Contoh ekspresi figuratif personifikasi
ditemukan dalam tabel 6.5 sebagai berikut.
Dari hasil analisis 174 larik terjemahan dari LS dan MSY peneliti
juga menemukan 45 larik yang tergolong kedalam majas personifikasi
yang mengandung unsur-unsur sifat manusia.

Tabel 5.16 Personifikasi


91

TSa Personifikasi Jumlah


No. Data
Kata
1-2 the dawn drizzle gives birth to a gives birth to, 2
feeble rainbow sips
3-4 that sips at the surface of an sips 1
obscure pond.
5-6 the layered sky arranges arranges 1
colours
7 lent by the sun lent 1
8-9 and so the day is aglow on the is aglow 1
hill.
12-13 its blossoms mark the drought mark, brace 2
with strokes and brace the dome
of the sky.
14-15 the trunk stretches, waking from stretches, 2
the cold, waking from
19 That sprinkle colour on the sprinkle 1
canopys curve.
23 stripping naked itself and the stripping 1
sky. naked
28 and little shoots fold up fold up 2
bashfully. bashfully.
31 the hibiscus of the sea is not shy of the is not shy 1
drought
32 karena air itu keluarganya, because water 1
is its sister,
33 when trees down down 1
38-39 the mesepat by the pond sips life sips 1
from the sky too
41 Drought does not cause thirst. cause thirst 1
60 - 61 wild tempests in the clouds, tempests 1
pursue shoots in canopies of
angsana and kerayung
62, 63, 64 rain splashes on splashes on, 4
leaves and grass cleansing,
hollows, cleansing raise
drought from roots, that
raise their heads to gaze
at the skies
71-72 typhoon and tempest like violet like 1
predators
73 - 74 flood in the mountains flow on rhythms-of- 3
rhythms-of-posterity posterity
86 make the tree your teacher make 1
87 learn from the water learn 1
88 drink with nature drink 1
98 glides down to the skin of the glides down 2
earth
92

c. Metonimi
Ekspresi figuratif metonimi digunakan penerjemah gaya bahasa yang
mempergunakan kata untuk menyatakan suatu hal lain, yang mempunyai
pertalian yang sangat dekat.
a. Metonimi berdasarkan atribut tempat, seperti: the mesepat by the pond,an
ancient tualang sebagai sebutan untuk pohon yang lazim tumbuh di kolam
ataupun danau.
b. Metonimi berdasarkan atribut waktu.
c. Metonimi berdasarkan unsurnya.
d. Metonimi berdasarkan penemu dan pencipta.
Metonimi merupakan sebutan pengganti untuk sebuah objek atau
perbuatan dengan atribut yang melekat pada objek atau perbuatan yang
bersangkutan, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.17 Metonimi

NO. Metonimi Jumlah


TSA
DATA Kata
37 as it awaits a new sheath a new 3
sheath
68, 69, the darkness of day is anticipated for The of its 4
70 its violet hues drip with green life for
T O TAL 7 7

Dari hasil analisis 174 larik terjemahan LS dan MSY ditemukan 7


buah kata Metonimi (3,72%) yang mengandung hanya satu unsur
(Metonimi berdasarkan atribut tempat).
Selain itu gaya bahasa Metonimi ditemukan sebagaimana tertera
dalam tabel diatas dengan mendepankan atribut nama pohon yang lazim
dikenal luas oleh masyarakat Malaysia dan memudahkan beliau dalam
menyampaikan pesan-pesan dan kiasan-kiasan dalam penerjemahan puisi
ini.

d. Metafora
Ekspresi figuratif metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda
tertentu dengan benda lain yang mempunyai sifat sama dan gaya bahasa ini adalah
salah satu jenis yang banyak didapati dan selalu berkembang. Salah satu unsur
metafora adalah kemiripan dan kesamaan tanggapan pancaindra.Struktur metafora
utama ialah (1) topik yang dibicarakan; (2) citra atau topik kedua; dan (3) titik
kemiripan atau kesamaan. Hubungan antara topik atau citra dapat bersifat objektif
dan juga emotif.

Tabel 5.18 Metafora


No TSA Metafora Jumlah
Data Frasa
10-11 flame of the forest reflects the flame of the 2
93

sun forest
20-21 even the drought is the canopys 4
discoloured by a crimson curve,
future. a crimson
future
22 the rain storm plucks away all plucks away 1
its leaves
26 awaiting maturity to be maturity to be 2
reborn. reborn.
42 its roots are planted in a wet a wet world 1
world
43-44 large leaves shield the sky large leaves, 3
protecting the dampness the dampness
45,46,47 dry bamboo dust-drowned dust-drowned 3
asleep in the heat of the field asleep
48-50 the self-introspective bamboo the self- 2
silently gathers in groves, introspective
bamboo
65-66 seasons are renewed sunlight the swaying of 2
is cherished by the swaying of branches,
branches
116-120 there he gathers the chill in the chill in his 2
his cupped hands because he cupped hands,
is kin in a large clan to which a large clan
all belong.
121-125 so he taste the air that is returns the 2
purified by leaves, and returns essence of
the essence of breath awaited breath, his
by his green sister. green sister
126-127 the dome of cool fragrances is the dome of 4
a pleasant shared shelter. cool
fragrances, a
pleasant
shared shelter
128-130 from here the yellow of the The yellow of 3
angsana is lodged in his hair. the angsana,
his hair
147-148 a small hole scrape a seed scrape, sown, 5
sown, wrapped in wishes wrapped,
sprinkled,
awaited
149 sprinkled with water, rain is sprinkled 2
150-153 planting cultivates planting gathering the 2
94

makes flowers bloom planting years.


is harvesting planting is
gathering the years.
156 a seed of the future a seed, a part 4
nourished. of the self,. a
seed of the
future
157 the tree of the self branches the tree of the 2
out self
159-163 an ancient tualang branches an ancient 5
into clouds transcending the tualang, the
ordinary, whatever does it see ordinary, the
what does it think? land of
instinct
164-166 but it dwell in the land of the land of 3
instinct an old leaf dries and instinct an
dies as it flies. old leaf
167 dripping with dew Dripping 2
170 grow again between twigs grow again 1
Total 73 73

Dari hasil analisis 174 larik terjemahan LS dan MSY peneliti


menemukan 73 larik yang mengandung unsur metafora baik
antropomorfik dan juga jenis lainnya.
Dari unsur gaya bahas metafora yang ditemukan sebagaimana tertera
dalam tabel diatas. Terjemahan LS dan MSY terlihat lebih dominan dalam
menggunakan gaya bahasa metafora Antropomorfik (52,13%) dengan
mengedepankan suasana alam dan lingkungan yang lazim dikenal luas
oleh masyarakat dan juga memudahkan penerjemah dalam menerjemahkan
puisi-puisi tersebut.
Dari hasil analisis 174 larik terjemahan LS dan MSY peneliti menemukan 2
frasa nomina dan klausa yang mengandung unsur metafora bercitra hewan.
Dari unsur gaya bahasa metafora yang ditemukan sebagaimana tertera dalam
tabel diatas. Terjemahan LS dan MSY terlihat kurang berminat dalam
menggunakan gaya bahasa metafora bercitra hewan dalam menyampaikan pesan-
pesan bernuansa alami dalam terjemahan puisi-puisi tersebut.

e. Sinekdoke
Dalam puisi judul Emerald Hill by the Sea ini tidak ditemukan
majas sinekdot.

f. Alegori
Dalam puisi ini, terdapat beberapa larik yang tergolong dalam
majas alegori. Secara etimologi, alegori adalah suatu majas yang
menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
95

Biasanya dengan cara menggambarkan atau menghiaskan sesuatu melalui


karakter alam atau apa yang ada di alam.
Tabel 5.19. Alegori
NO. Alegori Jumlah
TSA
DATA Kata
106-109 a season of selflessness bestows purpose. bestows 2
but life is cyclical:that which arrives purpose
at the narrow end falls back to the
earth of its birth
172-174 bouquets of blooms that dance to wind grow into 4
drums and they grow into great great
planks, ten decades old planks,
T O TAL 6 6

Alegori adalah majas yang menjelaskan maksud tanpa secara harafiah.


Umumnya alegori merujuk kepada penggunaan retorika, namun alegori tidak
harus ditunjukkan melalui bahasa, misalnya alegori dalam kepribadian manusia.
Frasa bestows purpose pada larik di atas menggambarkan semusim tugas yang
menganugerah tujuan. Hal ini berarti bahwa penyair mencoba menggambarkan sifat
manusia yang ingin memiliki tujuan hidup dengan bekerja keras. Frasa grow into
great planks mencerminkan gugus kembang yang seiring berjalannya waktu
tumbuh dan berkembang menjadi suatu harapan pasti.
Dari hasil analisis jenis jenis majas pada puisi An Emerald Hill by the
Sea tersebut, maka didapatkan majas yang paling dominan yang terdapat pada
puisi tersebut adalah majas metafora. Sedangkan majas yang paling sedikit
ditemukan adalah majas metonimi dan majas alegori.
Secara keseluruhan, bahasa kiasan yang terdapat pada puisi An
Emerald Hill by the Sea dapat digambarkan pada table di bawah ini:

80

70

60

50

40

30

20

10

0
Metafora Metonimi Personafikasi Simile Alegori

Grafik 5.1 Rekapitulasi Bahasa Kiasan pada Puisi-puisi dalam


Gambar 5.1 Rekapitulasi bahasa kiasan pada puisi-puisi dalam
Bukubuku
An Emerald Hill byHill
An Emerald theby
Sea
the Sea.
96

Grafik di atas menunjukkan bahwa bahasa kiasan dengan majas


metafora yang paling banyak digunakan oleh penyair dalam kumpulan
puisi-puisi An Emerald Hill by the Sea. Ditemukan sebanyak 73 larik
(52,13%) yang memiliki gaya bahasa bermajas metafora. Jenis bahasa
kiasan yang paling banyak digunakan kedua setelah metafora adalah majas
personafikasi. Penyair banyak menggunakan kata-kata yang seharusnya
dipakai untuk manusia. Ditemukan sebanyak 17 larik (9,77%) yang
tergolong kedalam majas personafikasi. Majas simile ditemukan sebanyak
6 larik (2,13%). Kemudian majas alegori juga ditemukan sebanyak 6 larik
(3,21%). Dilain sisi, ditemukan sebanyak 7 larik (3,73%) yang tergolong
ke dalam majas metonimi.

5.3 Analisis Diksi


Kumpulan puisi An Emerald Hill by the Sea memanfaatan kata-
kata atau memilih kata yang bertujuan memperoleh keindahan untuk
menambah daya ekspresifitas, ketepatan dan kesesuaian pilihan kata
bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara
penulis atau pembicara dengan pembaca atau pendengar, sedangkan
kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak suasana.
Dalam karya sastra penggunaan diksi atau pilihan kata sangat
beragam. Hal ini mungkin disengaja oleh pengarangnya untuk keindahan
sastra itu sendiri.
Dari sekian banyak kumpulan puisi yang banyak menggunakan
diksi (pilihan kata) adalah kumpulan puisi Sebutir Zamrud di Deru selat
menjadi An Emerald Hill by the Sea. Kosakata yang digunakan dalam
kumpulan puisi An Emerald Hill by the Sea memanfaatkan kosakata
dari bahasa Melayu, dan pemanfaatan gaya bahasa.
Hasil wawancara antara peneliti dan penulis menunjukkan bahwa
penyair MHS dan penterjemah LS dan MSY telah sepakat dalam
melaksanakan penerjemahan puisi berbahasa Melayu ini, dan ingin
mengekspresikan pengalaman jiwa penyair atau pengarang secara padat
dan intens. Oleh sebab itu, mereka memilih kata-kata yang setepat-
tepatnya yang dapat menjelmakan pengalaman jiwa penyair.

5.3.1 Analisis Diksi dalam Puisi Gerimis Tahun


Dalam bait pertama yang berjudul gerimis tahun diterjemahkan
menjadi feeble rainbow, penyair Muhammad Haji Salleh
menggambarkan kondisi negerinya yang seharusnya dipenuhi dengan
keindahan dan kenyamanan alam dan lingkungan dalam klausa langit
berlapis menyusun warna diterjemahkan menjadi the layered sky
arranges colours, tetapi sayang Malaysia yang seharusnya nyaman dan
indah dengan berbagai peristiwa alam tetapi telah berubah.
Pada bait pertama, penyair masih memilih padanan kata yang
mengambarkan kondisi keindahan alam, karena jalan sepi, dihiasi dengan
langit berlapis yang tidak biru tetapi berubah menjadi ungu. Perubahan ini
disebabkan karena pelangi yang terbentuk disaat hujan gerimis di waktu
subuh tidak dapat bertahan lama, meskipun suasananya ceria dan indah,
97

kondisi ini tidak dapat bertahan lama, dan keadaan ini digambarkan
dengan pelangi lemah diterjemahkan menjadi a feeble rainbow.

5.3.2 Analisis Diksi dalam Puisi Semarak Api


Dalam analisis diksi pemilihan kata dalam puisi semarak api
diterjemahkan menjadi flame of the forest karya Muhammad Haji Salleh
terlihat pemilihan kata sederhana dengan makna kata yang membentuk
kalimat bermakna reflects the sun. Bercermin matahari karena situasi dan
kondisi alam dan lingkungan dipenuhi sinar mentari dan merupakan
perubahan yang senantiasa terjadi. Perubahan ini banyak ditandai dengan
kemarau drought.
Flame of the forest semarak api adalah tumbuhan yang secara
ilmiah dikenal sebagai Delonix Regia. Tumbuhan ini dapat ditemukan di
sejumlah negara tropis, seperti Malaysia. Tumbuhan tropis ini dapat
menyesuaikan diri dengan cuaca panas dan kering. Semarak api flame of
the forest menghasilkan banyak bunga dengan warna hidup yang cerah
seperti warna merah dan kuning. Tumbuhan ini juga dapat ditemukan di
kampus Universiti Sains Malaysia. Dalam sajak diatas, beliau telah
mewarnai dimensi humanis dengan cara menghubungkan unsur-unsur
alam seperti bunga mawar dengan energi dan kehidupan manusia.
Sejumlah bunga mawar ini bagaikan matahari yang cerah dan bertenaga.
Warna merah cerah bunga mawar ini telah menyerap sejumlah energi
udara panas yang menyapu lokasi tumbuhnya semarak api flames of the
forest tersebut. Tumbuhan yang menghasilkan bunga mawar ini telah
menjadi sumber energi yang kuat untuk menggerakkan kehidupan manusia
disana sebagaimana yang dijelaskan oleh beliau dalam frasa batang
menggeliat bangun dari sejuk -'the trunk stretches waking from cold' dan
kemarau pun dipucatkan oleh merah masa depan 'even the drought is
discoloured by a Crimson future.'

5.3.3 Analisis Diksi dalam Puisi Pucuk Kecil Berlipat Malu


Puisi pucuk kecil berlipat malu diterjemahkan sebagai little shoots
fold up bashfully pilihan kata tentang manusia itu mengalami masa
pertumbuhan dari muda menjadi tua di muka bumi ini di tanah jauh
diterjemahkan menjadi in a distant land dan akhirnya kembali kepada
Sang Pencipta langit. Namun, manusia sebelum mati, mereka telah
meninggalkan pewaris atau penerusnya benih sudah digantung diranting
diterjemahkan menjadi seeds already hang on wings yang masih awam
terhadap kehidupan pucuk kecil berlipat malu diterjemahkan menjadi
little shoots fold up bashfully namun daya tarik kehidupan dunia
membawanya bergairah dan belajar dari kaum tua yang sudah banyak
mengalami susah dan senang tentang kehidupan.
Pilihan kata manusia sebelum mati, mereka telah meninggalkan
pewaris atau penerusnya yet seeds already hang on wings diterjemahkan
menjadi benih sudah digantung diranting yang masih awam terhadap
kehidupan little shoots fold up bashfully diterjemahkan menjadi pucuk
kecil berlipat malu namun daya tarik kehidupan dunia membawanya
98

bergairah dan belajar dari kaum tua yang sudah banyak mengalami susah
dan senang tentang kehidupan yang digambarkan pada green-eyed
beneath a branch of dried leaves bermata hijau dibelakang sedahan daun
kering.

5.3.4 Analisis Diksi dalam Puisi Bebaru


Dalam puisi berjudul bebaru hibiscus of the sea karya
Muhammad Haji Salleh disusun untuk menyajikan alur kehidupan dengan
panjang. Pilihan kata bebaru diterjemahkan sebagai hibiscus of the sea
diawali dengan menua yang digambarkan pada frasa namun kulitnya
mengelupas diterjemahkan menjadi yet its skin peels off. Estafet ini
difungsikan kepada kaum muda untuk menggambarkan perjuangan
manusia dalam menghadapi kehidupan.
Pilihan kata bebaru diterjemahkan menjadi the hibiscus of the
sea adalah sejenis tumbuhan atau pohon yang berbunga, simbol ini
melambangkan manusia yang sudah paham dan berpengalaman dalam
kehidupan sehingga tidak risau dan gelisah dengan datangnya suasana
susah drought kemarau karena sumber kehidupannya air itu
keluarganya diterjemahkan menjadi water is its sister akan datang disaat
orang lain risau dan gelisah dengan datangnya masa sulit yang
digambarkan pada frasa when trees down diterjemahkan menjadi
diwaktu pohon jiran lemas.
Namun, manusia ini tidak tamak dan kikir akan kehidupan yang
dimilikinya dan dia suka menolong orang lain dikala dalam kesulitan
hidup yang di gambarkan pada klausa its branches lean to face the pond
and leaves flourish again (maka diarahkan ranting ke kolam dan daun
pun kembang kembali). Mereka yang mengalami masa sulit harus mawas
diri atau introspeksi dan tidak lupa pada keadaan sebelumya bilamana
mereka telah lepas dari kesulitan yet its skin peels off as it awaits a new
sheath diterjemahkan menjadi namun kulitnya mengelupas sementara
menunggu bungkus baru.
Susunan ini merupakan langkah perjuangan yang harus dilakukan
dalam kurun waktu panjang dengan tujuan membuat pandangan hidup
yang digambarkan pada frasa sementara menunggu bungkus baru
diterjemahkan menjadi as it awaits a new sheath. Susunan ini bersifat
konotatif sehingga alur perjuangan dikiaskan dengan hibiscus of the
sea dan gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa Metonimia,
yaitu kiasan pengganti nama. Nama pejuang kehidupan itu diibaratkan
dengan bebaru tidak silu pada kemarau karena air itu keluarganya
diterjemahkan menjadi the hibiscus of the sea is not shy of the drought
because water is its sister.

5.3.5 Analisis Diksi dalam Puisi Mesepat Di Tepi Kolam


Pilihan kata mesepat adalah sejenis tumbuhan atau pohon, dan
dalam bahasa latinnya macaranga denticulata. diterjemahkan menjadi
mesepat Simbol ini melambangkan manusia yang mendapatkan
kehidupan dan pemeliharaan dari Tuhan Semesta Alam, meskipun jauh
dari kecukupan namun tetap percaya dan yakin akan rezeki yang Tuhan
99

berikan padanya kemarau tidak menghauskan akarnya terbenam dalam


basah dunia daun besar menadah langit its roots are planted in a wet
world large leaves shield the sky protecting the dampness.
Dalam keadaan apapun, mereka tetap berkumpul dan bersenda
gurau dalam keluarga dengan rukun dan damai yang digambarkan pada
klausa buluh perenung diri diam berkumpul dengan rumpum, melepaskan
anak tapi tidak dibenarkan jauh diterjemahkan menjadi the self-
introspective bamboo Silently gathers in groves, releasing its children but
not too far dan tetap memberikan kesempatan pada anaknya untuk
mencari kehidupan yang layak namun tetap dalam kaidah yang terpuji dan
dalam pengawasan orang tua mereka the world may be shared with a
little understanding of neighbours needs and preferences diterjemahkan
menjadi dunia boleh dikongsi dengan sedikit faham kehendak dan selera
tetangga.

5.3.6 Analisis Diksi dalam Puisi Musim Dingin


Pada puisi di atas dengan judul musim angin diterjemahkan
menjadi season of Winds menggambarkan simbol angin melambangkan
sikap kreatif yang menghasilkan kualitas yang murni dan suci yang
digambarkan pada larik angin berprahara di awan berkejar di pucuk sena
dan kerayung hujan membersitkan daun dan pelipat rumput diterjemahkan
menjadi wild tempests in the clouds pursue shoots in canopies of angsana and
kerayung rain splashes on leaves and grass hollows . Simbol awan
melambangkan sifat perantara antara yang formal dan yang nonformal,
atau sifat yang memberikan kesuburan atau pembawa pesan yang
digambarkan pada frasa mendongak merenung langit diterjemahkan
menjadi raise their heads to gaze at the skies
Dan simbol sena dan kerayung sejenis tumbuhan/pohon adalah
melambangkan manusia. Simbol hujan melambangkan kekuatan dan kuasa
dari Tuhan Semesta Alam yang mengatur hidup dan takdir manusia dalam
menghadapi masa-masa sulit atau cobaan sehingga manusia wajib
merenung dan memikirkan sang Pencipta langit supaya Dia merubah dan
memberikan kemudahan dari kesulitan hidup sunlight is cherished by the
swaying of branches days of rain return to earth diterjemahkan menjadi
matahari disyukuri dengan goyang dahan hari hujan kembali ke bundar
bumi. Dengan mengalami cobaan dan kesulitan, manusia akan memahami
arti hidupnya di muka bumi ini, dan paham siapa dirinya dan siapa
tuhannya the darkness of day is anticipated for its violet hues drip with
green life diterjemahkan menjadi gelap hari ditunggu karena ungunya
menitiskan hidup hijau.
5.3.7 Analisis Diksi dalam Puisi Taufan dan Prahara
Pada puisi di atas taufan dan prahara diterjemahkan menjadi
typhoon and tempest, melambangkan suatu kekuatan alam yang
menghancurkan kehidupan manusia like violet predators diterjemahkan
menjadi berlagak ganas pemangsa sehingga manusia tiada daya dan
upaya untuk menyelamatkan dirinya dan ada sebahagian mereka yang
takut dan hampir mempertuhankan kekuatan alam tanpa memikirkan siapa
yang menggerakkan kekuatan itu flood in the mountains flow on rhythms-
100

of-posterity and arrive at muddy estuaries diterjemahkan menjadi banjir


ulu mengalir dengan rentakzuriahnya dan sampai ke kuala berlumpur.
Maka sudah sepatutnya manusia itu bersabar dan menyerah diri
kepada Tuhan Semesta Alam, dan bukan kepada selainnya supaya mereka
diampuni dan diangkat martabatnya If we are patient and raft down the
current drift that stretches the horizon then we will be cleansed enriched
and ready to acknowledge it. hear the cadances kalau kita bersabar dan
berakit saja di tali arus yang merenggang laut maka kita akan dibersihkan
diperkaya dan sedia memperakukannya dengarlah dendangnya.

5.3.8 Analisis Diksi dalam Puisi Berguru Pada Pohon


Pada puisi di atas dengan judul berguru pada pohon
diterjemahkan menjadi make the tree your teacher pohon bermakna
keunggulan, kualitas, alam manusia, pertumbuhan, perkembangbiakan,
dan keabadian, dan simbol air adalah sumber kehidupan yang
digambarkan pada larik berguru pada pohon belajar pada air hirup
bersama alam diterjemahkan menjadi make the tree your teacher learn
from the water drink with nature.
Maka bergurulah atau belajarlah manusia itu kepada apa yang
ditunjukkan oleh alam, baik dari masa dahulu kala sampai sekarang ini
karena keadaan waktu itu masih murni dan suci yang belum terkotori oleh
nafsu dan ketamakan manusia dalam menggapai hidup dan kehidupan di
dunia ini yang digambarkan pada larik kutiplah garis gagasan dari alam
purba diterjemahkan menjadi harvest the lines of ideas from ancient
worlds.

5.3.9 Analisis Diksi dalam Puisi Sehelai Daun Tua


Pada puisi di atas dengan judul sehelai daun tua diterjemahkan
menjadi old leafsimbol daun bermakna kepuasan, maka kenikmatan dan
kepuasan disulitkan dan bahkan ditarik dari pemiliknya, manusia oleh
Tuhan Semesta Alam sehelai daun tua dikeringkan zat hidupnya
diterjemahkan menjadi an old leaf dried of its life-essence.
Dan manusia itu akan mati dan kembali ke tanah tempat asal
usulnya melayang ke kulit tanah dan tersandar pada perdunya
diterjemahkan menjadi glides down to the skin of the earth and rest on its
trunk. Seorang manusia yang telah menjalankan tugas-tugas
kehidupannya di dunia ini dan pada saatnya akan menjadi tua dan
beristirahat dari segala aktifitasnya mencari kenikmatan hidup sambil
menunggu hari kepulangannya sebagaimana digambarkan pada larik
pucuk pun meniup nafas kuning dan membesar dalam teduh pagi
diterjemahkan menjadi thus shoots blow breaths of yellow and grow in
the morning shade.

5.3.10. Analisis Diksi dalam Puisi Teduh Sena


Keindahan dan keaneka-ragaman alam seharusnya disyukuri oleh manusia,
karena dapat menjadi teman dan guru. Alam harus diperlakukan dengan hormat.
Muhammad Haji Salleh dalam sajaknya yang lain berjudul teduh sena 'shade of
101

the angsana' menceritakan suatu kisah tentang seorang pelajar dan sebuah pohon,
sebagaimana ditemukan di data 10 di atas.
Pohon besar angsana, nama ilmiahnya pterocarpus indicus, dengan
tinggi 30-40 meter dan diameter batangnya sekitar 2 meter, telah menjadi
tempat berlindung pelajar tersebut dari panas yang menyengat
sebagaimana tertulis pada larik seorang pelajar berpayung bayang hijau
diterjemahkan menjadi a student shelters in the green shadow. Sang
pelajar akrab dengan pohon itu dan dengan hubungan ini dia dapat
mencium aroma wangi pohon angsana.
Seterusnya, pohon angsana bukan hanya melindungi dia dari panas
matahari tetapi juga memberikan udara segar yang dia hirup dari
dedaunannya melalui proses potosintesis. Sebaliknya, selama proses
bernafas, sang pelajar mengeluarkan karbon dioksida yang menjadi salah
satu komponen bagi daun pohon angsana untuk melakukan proses
potosintesis sebagaimana digambarkan pada larik maka dicicipnya udara
yang disucikan daun, dan mengembalikan zat nafas yang ditunggu saudara
hijaunya diterjemahkan menjadi so he taste the air that is purified by
leaves, and returns the essence of breath awaited by his green sister.
Hubungan dua arah yang tidak terkotori dengan unsur-unsur negative
seperti nafsu dan birahi, akan bertahan dan ketahanan ini akan berkontribusi
kepada arti pertumbuhan yang berkesinambungan.

5.3.11. Analisis Diksi dalam Puisi Sekiranya


Pada puisi di atas dengan judul sekiranya diterjemahkan menjadi
if menggambarkan keindahan dan keaneka ragaman alam seharusnya
disyukuri oleh manusia, karena alam dapat menjadi teman dan guru. Alam
harus diperlakukan dengan hormat, ianya banyak memberikan manfaat dan
perlindungan kepada manusia, oleh sebab itu manusia seharusnya menjaga
dan memilihara keindahan alam disekitar mereka.
Jika alam itu rusak dan punah akibat perbuatan tangan manusia,
mereka turut menanggung akibat dari perbuatan itu yang digambarkan
dengan kalimat sekiranya batu itu retak sungai akan longlai nafas tanah
tersesak manusia dilemaskan keringnya diterjemahkan menjadi if this
rock breaks the river will run listless the earts breath stifled and man will
be drowned inhis drought.
Bukanlah alam itu kejam dan tidak bersahabat, tapi manusia itu
sendiri yang kejam dan tidak bersahabat dengan alam sebagaimana
digambarkan pada larik sekiranya pohon rebah buluh dicerah langit dicat
merah, manusia akan parah-panas diterjemahkan menjadi if the trees
collapse the bamboo is cleared, the sky is flushed, man will be severely
seared.
. Maka dari itu, manusia akan binasa dan punah bilamana mereka terus
mengeksploitasi alam dan juga merusak keindahan alam karena nafsu dan
ketamakan dalam pemerolehan kehidupan yang tiada pernah habis-habisnya
sebagaimana digambarkan pada larik sekiranya bumi panas rumput kering tebing
retak manusia dikuburkan rakusnya diterjemahkan menjadi if the earth heats up
grass dries banks break man will be buried in his greed.
5.3.12. Analisis Diksi dalam Puisi Sebiji Benih Ditanam
102

Pada puisi di atas yang berjudul sebiji benih ditanam


diterjemahkan menjadi a seed sown menggambarkan bahwa manusia
belajar dari alam tempat tinggal mereka, dan juga memahami hakikat
hidup dari melihat perilaku alam itu sendiri. Mereka bekerja dan belajar
karena ada pembelajaran yang dilihat dari perilaku alam.
Manusia belajar karena melihat bagaimana alam itu mengajarkan,
seperti biji ditanam akan menghasilkan buah yang lezat suatu saat nanti,
begitu juga manusia akan memperoleh masa depan yang cerah bila mereka
bersabar, belajar dan bekerja sebagaimana alam mengajarkan sebagaimana
digambarkan pada larik sebuah lubang sempit dikeruk sebiji benih
ditanam, berbalut cita-cita air disiram, hujan ditunggu diterjemahkan
menjadi a small hole scrape a seed sown, wrapped in wishes sprinkled
with water, rain is awaited.

5.3.13. Analisis Diksi dalam Puisi Tualang


Pada puisi di atas yang berjudul tualang diiterjemahkan menjadi
tualang menggambarkan bahwa seorang manusia yang sudah tua dan kenyang
pada pelajaran kehidupan yang dia peroleh dari mengembara dari satu tempat ke
tempat lain sehingga seluruh usianya terisi dengan kepahaman dan pengalaman
tentang arti hidup sebagaimana digambarkan pada larik sebatang tualang purba
berdahan di awan berdiri di luar kebiasaan,
apalah yang dilihatnya, apakah yang difikirnya diiterjemahkan menjadi an
ancient tualang branches into clouds transcending the ordinary whatever does it
see what does it think?
Dia berbuat dan berfikir karena melihat dan paham tentang apa
yang dia alami meskipun kebanyakan manusia awam lainya melihat
keanehan terhadap dirinya sebagaimana digambarkan pada larik dititik
oleh embun dan gerimis lari bayi pucatnya tumbuh kembali di celah
kelingking ranting dripping with dew
and fleezing drizzle, its pale infants, grow again between twigs.
Dengan ilmu dan pengalaman yang dia miliki, manusia lain akan
menjadi lebih baik dan handal dalam menghadapi fenomena hidup dan
kehidupan.
Berdasarkan analisis penggunaan strategi penerjemahan dan interpretasi di
atas, dapat diungkapkan bahwa penerjemah dalam hal ini, Muhammad Haji Salleh
lebih mengutamakan strategi penerjemahan majas menjadi majas, dengan
memperhatikan dan memusatkan kepada keakuratan leksikal dan sintaksis.
Makna ini menjelaskan dengan gamblang dan sederhana mengenai
jalan kehidupan anak manusia. Dengan cara seperti ini pembaca atau
pendengar puisi dapat mudah mengerti dan memahami serta menghayati
arti dari kehidupan. Ribut hujan merupakan simbol yang menandakan
kekuatan yang datang dari Tuhan terhadap semua manusia dan bila saatnya
datang segala kenikmatan pasti akan sirna, yang mana dilambangkan
dengan simbol daun sebagaimana digambarkan pada larik daun tua
mongering dan mati sewaktu melayang diiterjemahkan menjadi an old
leaf dries and dies as it flies.
5.4 Analisis Citraan (imagery)
103

Citraan atau imageri adalah representasi makna melalui penggunaan citra


atau imej yang digunakan penulis karya sastra untuk membuat perbandingan yang
biasanya dapat membangkitkan pengalaman yang lebih bermakna bagi pembaca
(Newmark, 1988: 163). Terdapat gambaran mental atau mendasarkan pengalaman
secara visual, auditorial, olfactorial, gustatorial, taktial, dan kinestetikal.Imageri
visual diperoleh melalui indera penglihatan, auditorial melalui pendengaran,
olfaktorial melalui penciuman, gustatorial melalui rasa, taktial melalui sentuhan
dan kinestetik melalui gerakan.
Berdasarkan hasil analisis Citraan pada Kumpulan Puisi Sebutir
Zamrud di Deru Selat karya Muhammad Haji Saleh, dari 13 puisi yang
dianalisis terdapat 30 data penggalan puisi dalam bantuk larik yang
mengandung citraan. Penggalan puisi yang mengandung citraan
penglihatan (visual imagery) sebanyak 10 data, penggalan puisi yang
mengandung citraan gerak (kinaesthetic imagery) sebanyak 14 data,
penggalan puisi yang mengandung citraan perabaan (tactile imagery)
sebanyak 4 data, penggalan puisi yang mengandung citraan penciuman
(olfactory) sebanyak 2 data, penggalan puisi yang mengandung citraan
pencecapan (gustatory) sebanyak 2 data dan yang terakhir , penggalan
puisi yang mengandung citraan pendengaran (auditory imagery) sebanyak
1 data.
Citraan gerak (kinaesthetic imagery) ditemukan seperti terlihat pada frasa
batang menggeliat larik ke 14 dalam puisi berjudul Semarak Api. Dalam
konteks ini penyair mencoba untuk memperkuat gambaran pikiran dan perasaan
pembaca sehingga seolah-olah batang pohon dapat bergerak dengan sendirinya.
Sementara itu, citraan perabaan (tactile imagery) ditemukan seperti terlihat
pada frasa manusia akan parah-panas yaitu larik ke 138 dalam puisi berjudul
Sekiranya. Penyair mencoba untuk memberikan kesan kepada pembaca bahwa
dengan adanya pemanasan global maka manusia akan merasakan panasnya sinar
matahari yang membakar kulit.
Citraan penciuman (olfactory) ditemukan seperti terlihat pada frasa bau
hidupnya semanis inti kayu di larik ke 114 pada puisi berjudul Teduh Sena. Citra
penciuman merupakan citraan yang melukiskan atau menggambarkan lewat lewat
rangsangan yang seolaholah dapat ditangkap oleh indera penciuman. Dalam frasa
di atas, hidup seolah-olah memiliki bau sehingga dalam imajinasi seseorang hidup
dapat dicium. Menurut peneliti, bau hidup disini adalah pahit manisnya kehidupan
seseorang.
Citraan pendengaran (auditory imagery) dapat ditemukan pada frasa
dengarlah dendangnya yaitu larik ke 83 pada puisi berjudul Taufan dan
Prahara. Citraan Citraan pendengaran (Auditory Imagery) adalah citraan yang
ditimbulkan oleh indera pendengaran (telinga) sehingga pembaca seolah-olah
mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair. Dalam frasa
tersebut, peneliti berasumsi bahwa penyair seolah-olah ingin memberikan kesan
kepada pembaca bahwa seolah-olah ada suara lantunan music berirama yang
dapat membuat suasana hati seseorang tenteram.
Citraan pencecapan (gustatory) dapat ditemukan pada frasa yang
berhujungkan manis maksud yaitu pada larik ke 85 dalam puisi berjudul Taufan
dan Prahara. Citraan pengecapan adalah citraan yang melibatkan indera
pengecapan (lidah). Melalui citraan ini seolah-olah pembaca dapat merasakan
104

sesuatu yang pahit, asam, asin, manis dan lain-lain walaupun dalam larik tersebut
maksud tidak dapat dirasakan rasanya secara langsung dengan indra peraba
manusia. Hanya saja kata manis menambah keindahan aspek puitis yang
terdapat di dalamnya.
Pada bait kedua dari puisi itu, kita mendapati penggambaran tentang langit
(sky) yang melambangkan sifat yang aktif, jantan, dan spirit. dan disusul baris
kedua, warna (colours) yakni suasana kehidupan dan disusul baris ketiga tentang
hari (day) yakni suasana bekerja yang menjadi berkelip atau cerah dan indah
dengan adanya pelangi di tempat penyair menuliskan puisinya.
Dari ketiga belas puisi yang dianalisis diperoleh gambaran bahwa
Salleh sangat dekat dengan alam dan lingkungan. Ketiga belas puisinya
tersebut menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan alam atau ia
menjadikan alam dan lingkungan sebagai pembanding, penjelas atau
hanya sekedar pendukung suasana yang tidak berhubungan langsung
dengan subject matter puisi. Objek-objek alam yang digunakan Salleh
tersebut ialah angin, tembakau, bendungan, gerbang langit, mentari muda,
subuh merah, dan warna malam, bukit, bulan, gunung, dan awan, pohonan,
langit, pucuk-pucuk daun, bulan, bumi, batu, langit, sawah, bambu, dan
dunia.
105

BAB VI
TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Analisis data penelitian dalam teknik penerjemahan dan bahasa


kiasan telah dilakukan pada bab sebelumnya, dari analisis tersebut
diperoleh temuan penelitian sebagai berikut:

6.1 Temuan
6.1.1 Teknik Terjemahan
Dari total 174 data teknik penerjemahan yang dominan diterapkan
adalah teknik penerjemahan harfiah, yaitu sebanyak 92 data atau 52,87%,
diikuti teknik kalke sebanyak 48 data atau 27,5%, amplifikasi 4 data atau
2,29%, reduksi sebanyak 5 data atau 2,87% dan juga transposisi 12 data
atau 6,89%, peminjaman sebanyak 3 data atau 1,72%, modulasi sebanyak
8 data atau 4,59%, partikularisasi sebanyak 2 data atau 1,14%.

6.1.2 Figuratif
Bahasa figuratif yang digunakan terhadap 174 data teknik
penerjemahan adalah mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa,
yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna, yang digunakan
untuk mengkiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain
supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan lebih hidup.
Maksudnya untuk menyatakan suatu makna dengan cara yang tidak biasa
atau tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya.
Pada puisi sebutir jamrud di deru selat digunakan bahasa figuratif
yang merupakan cara pengarang dalam memanfaatkan bahasa untuk
memperoleh efek estetis dengan pengungkapan gagasan secara kiasan dan
menyarankan artinya terhadap makna literal. Analisis tersebut merupakan
sarana sastra yang dipandang representatif dalam mendukung gagasan
pengarang,
Penggunaan bahasa figuratif (kiasan) dapat membuat suatu karya
sastra terhadap 174 data dan terasa lebih hidup, variatif, dan bermakna
estetik.
Bahasa figuratif atau bahasa kiasan yang digunakan terhadap 174
data puisi diatas adalah untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang
tidak biasa tersebut yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna.
Bahasa figuratif mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal
lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan lebih hidup.
Maksudnya, untuk menyatakan suatu makna dengan cara yang tidak biasa
atau tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya.

6.1.3 Bahasa Kiasan


Bahasa kiasan pada puisi sebutir jamrud di deru selat seperti
peribahasa, perumpamaan, simpulan bahasa adalah menjadi bahasa
masyarakat Melayu. Bahasa ini membawa arti yang sangat sulit untuk
diterjemahkan secara struktural, penapsiran ini lahir melalui batin sendiri
terhadap pembaca, proses ini biasanya dikatakan "rasional" atau "logikal"
tetapi juga proses yang datangnya dari lubuk hati dan perasaan manusia
106

ungkapan-ungkapan peribahasa dan sindiran yang diwujudkan oleh


masyarakat Melayu trhadap hal tersebut.
Kiasan dengan majas metafora yang paling banyak digunakan oleh
penyair dalam kumpulan puisi-puisi An Emerald Hill by the Sea.
Ditemukan sebanyak 73 larik (52,13%) yang memiliki gaya bahasa
bermajas metafora. Jenis bahasa kiasan yang paling banyak digunakan
kedua setelah metafora adalah majas personafikasi. Penyair banyak
menggunakan kata-kata yang seharusnya dipakai untuk manusia.
Ditemukan sebanyak 17 larik (9,77%) yang tergolong kedalam majas
personafikasi. Majas simile ditemukan sebanyak 6 larik (2,13%).
Kemudian majas alegori juga ditemukan sebanyak 6 larik (3,21%). Dilain
sisi, ditemukan sebanyak 7 larik (3,73%) yang tergolong ke dalam majas
metonimi.
Sebagaimana ditemukan dalam penelitian yang dilakukan, bahasa
kiasan yang paling dominan dalam an emerald hill by the sea adalah
simbol. Simbol adalah a person, place, or thing in a narrative that
suggests meanings beyond its harfiah sense; a symbol may contain
multiple meanings and association Kennedy, (2002:678). Jadi, simbol
adalah piranti puitis yang bersifat asosiasi.
Bahasa kiasan adalah peribahasa, perumpamaan, simpulan bahasa
memang menjadi sebahagian dari pada cara masyarakat Melayu
berkomunikasi. Komunikasi tersirat ini boleh membawa kepada tafsiran
akal budi Melayu. Kiasan seperti peribahasa dalam sesuatu bahasa
mempunyai peranannya yang istimewa, bukan saja memperkaya bahasa,
bahkan lebih penting dari memancarkan pandangan hidup, nilai, sikap,
cara berfikir, dan kepekaan akal budi masyarakat pengguna bahasa, Nilai
yang terpancar dalam peribahasa Melayu banyak menunjukkan bahwa
masyarakat Melayu ini bersifat mesra alam.
Dapat disimpulkan bahwa kiasan melalui peribahasa Melayu
merupakan susunan perkataan yang penuh dengan nilai estetika sekali gus
menonjol kebijaksanaan masyarakat Melayu dalam berkias.

6.1.4 Diksi
Pada puisi sebutir jamrud di deru selat adalah dengan
mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya, atas hal
tersebut adalah dipahami arti kata yang harus dipilih setepatnya. Pemilihan
kata tersebut disebut pada diksi dinyatakan bahwa sastrawan harus cermat
dalam memilih kata-kata, sebab kata-kata yang ditulis harus pahami
maknanya. Oleh sebab itu juga harus diketahui urutan katanya dan
kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut.
Diksi (diction) pada puisi sebutir jamrud di deru selat dapat
diartikan sebagai pemilihan kata yang dilakukan pengarang untuk
menciptakan efek makna tertentu, berupa penggunaan kata-kata, kosakata-
kosakatanya. Kata merupakan unsur bahasa yang paling esensial dalam
karya sastra. Angan, dan perasaan bahwa pengertian tersirat dalam sebuah
kata itu mengandung makna, maksudnya tiap kata mengungkapkan sebuah
gagasan atau sebuah ide.
107

Diksi tidak hanya digunakan untuk menyatakan kata mana yang


perlu dipakai untuk mengungkapkan suatu gagasan, tetapi juga meliputi
persoalan gaya bahasa dan ungkapan-ungkapan. Kata merupakan kesatuan
tak terpisahkan antara aspek bentuk dapat disimpulkan bahwa kata atau
diksi pada puisi sebutir jamrud di deru selat adalah suatu karya sastra
adalah kata-kata yang dipilih oleh pengarang untuk meningkatkan nilai
bahasa dan menunjukkan makna tertentu, baik yang tersirat maupun
tersurat. Setiap kata dapat memiliki arti yang berbeda.
Diksi tidak hanya digunakan untuk menyatakan kata mana yang
perlu dipakai untuk mengungkapkan suatu gagasan, tetapi juga meliputi
persoalan gaya bahasa dan ungkapan-ungkapan. Kata merupakan kesatuan
tak terpisahkan antara aspek bentuk Dapat disimpulkan bahwa kata atau
diksi dalam suatu karya sastra adalah kata-kata yang dipilih oleh
pengarang untuk meningkatkan nilai estetis dan menunjukkan makna
tertentu, baik yang tersirat maupun tersurat. Setiap kata dapat memiliki arti
yang berbeda tergantung pada konteks yang digunakan seorang penulis.
6.1.5 Citraan
Citraan yang digunakan pada puisi sebutir jamrud di deru selat
adalah menghasilkan pengimajian agar yang diungkapakan menjadi
lebih konkret dan dapat dihayati melalui penglihatan, pendengaran, atau
citra rasa. Untuk membangkitkan citraan pembaca, maka kata-kata dalam
karya sastra harus diperjelas dengan kata-kata konkret.
Citraan pada puisi sebutir jamrud di deru selat dapat diartikan
sebagai kata atau serangkaian kata yang dapat membentuk gambaran
mental atau dapat membangkitkan pengalaman tertentu. Citraan
merupakan serangkaian kata atau bahasa kiasan dalam karya sastra yang
dapat membentuk penggambaran angan-angan sehingga membangkitkan
pengalaman tertentu bagi pembaca.
Fungsi citraan adalah untuk membuat (lebih) hidup gambaran
dalam penginderaan dan pikiran, menarik perhatian, membangkitkan
intelektualitas dan emosi pembaca dengan cepat. Citra merupakan kesan
mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa,
atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam puisi-puisi
menggunakan gambaran-gambaran angan-pikiran yang disebut citraan
(imagery). Citraan merupakan rangkaian kata yang mampu menghasilkan
citra berupa gambaran, kesan mental yang menampilkan hubungan antara
pikiran dan emosi dalam puisi.
Citraan digunakan dalam puisi untuk menyampaikan ide melalui
kata-kata
berdasarkan pengalaman, perasaan, dan pemikiran penyair dalam puisi. Citra atau
imaji ini melahirkan aliran imajisme.

6.1.6 Stilistika
Stilistika adalah ilmu tentang gaya, sedangkan style secara umum
adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu dapat diungkapkan
dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai
secara maksimal. stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan
108

mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang


digunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan
terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya (subject matter).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa stilistika adalah ilmu tentang gaya bahasa yang digunakan dalam
penulisan sebuah karya sastra. Ilmu tersebut mengaitkan antara ilmu
bahasa (linguistik) dengan karya sastra. Hal tersebut dikarenakan yang
menjadi objeknya adalah bahasa yang terdapat di dalam karya sastra.
Istilah stilistika disebut juga gaya bahasa sastra atau penggunaan bahasa
dalam karya sastra, sehingga secara umum stilistika adalah kajian terhadap
karya sastra yang berpusat kepada pemakaian bahasa. Oleh karena itu,
style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
penulis (pemakai bahasa).

Oleh karena hal tersebut, gaya bahasa menjadi masalah atau


bagian dari pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian
kata, frasa, atau klausa tertentu untuk melengkapi situasi tertentu. Oleh
sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hierarki kebahasaan,
yaitu pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan
mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Kajian stilistika dapat
dilakukan dengan mengkaji bentuk dan tanda-tanda linguistik yang
digunakan dalam struktur lahir karya sastra sebagai media ekspresi
pengarang dalam mengemukakan gagasannya. Bentuk-bentuk atau unsur-
unsur stilistika tersebut berupa fonem, diksi, kalimat, wacana, bahasa
figuratif, dan citraan Bahasa

6.2 Pembahasan
6.2.1 Terjemahan
Berdasarkan analisis penggunaan strategi penerjemahan dan
interpretasi di atas, dapat diungkapkan bahwa penerjemah, Muhammad
Haji Salleh lebih mengutamakan strategi penerjemahan majas menjadi
majas, dengan memperhatikan dan memusatkan kepada keakuratan
leksikal dan sintaksis.
Dari 13 puisi, semua liriknya mengandung unsur kiasan yang
diterjemahkan kedalam bahasa Inggeris. Hal ini dilakukan penerjemah
karena penerjemahan majas yang dilakukan merupakan bagian dari
penerjemahan puitika-teks yang mengutamakan penggunaan ungkapan
yang singkat, padat, dan sekaligus menarik. Oleh karena itu,
keberadaannya sedapat mungkin dipertahankan dalam puisi terjemahan
ini.
Mayoritas majas Bahasa Sumber dapat dialihkan menjadi majas
yang sama ke Bahasa Sasaran karena penerjemah dapat menemukan dan
mereproduksi citra atau tenor yang sepadan dalam Bahasa Sasaran. Akan
tetapi, karena perbedaan nilai-nilai budaya Bahasa Sumber dan Bahasa
Sasaran, citra sebagian majas tidak dapat ditemukan dalam Bahasa
Sasaran, sehingga penerjemah melakukan penggantian dengan citra
standar yang berterima dalam Bahasa Sasaran melalui strategi deskriptif.
109

Selain itu, ada juga majas Bahasa Sumber yang citranya tidak dapat
ditemukan penerjemah dalam Bahasa Sasaran. Akibatnya, penerjemah
mengalihkan citra majas tersebut menjadi ungkapan bermakna harfiah
dalam Bahasa Sasaran.
Hasil penelitian pada data di atas memperlihatkan bahwa
penerjemah mengutamakan strategi penerjemahan yang mengalihkan
majas menjadi majas. Penerjemah lebih memprioritaskan penggunaan
strategi deskriptif. Temuan ini selaras dengan pendapat Reis (dalam
Venuti, 2004, h. 167) yang menekankan pentingnya mengalihkan unsur-
unsur estetik dan artistik teks-teks ekspresif ke dalam Bahasa Sasaran
dengan cara menerjemahkan teks tersebut ke dalam tipe yang sama.
Dari hal-hal yang sangat berguna di atas, terdapat pula hal-hal yang
kurang baik untuk digunakan, sehingga berdampak buruk atau negatif
terhadap proses penerjemahan dan produk yang dihasilkan.

6.2.2 Figuratif
Untuk mendapatkan unsur kepuitisan maka penyair
menggunakan bahasa figuratif. Bahasa figuratif pada dasarnya digunakan
oleh penyair untuk memperoleh dan menciptakan citraan (imagery)
dengan demikian bahwa bahasa figuratif tersebut mengiaskan atau
mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi
jelas, lebih menarik, dan lebih hidup.
Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara citraan dengan
bahasa fiiguratif. Misalnya 'twenty summers' untuk menyatakan 20 tahun
atau 'ten hands' untuk menyatakan 10 orang Berikut adalah sejumlah bait
sajak Muhammad Haji Salleh lainnya, dengan beberapa majas (metafora,
persoifikasi, paradoks dan simile) yang segar dan mengagumkan sebagai
berikut:
the dawn drizzle gives birth to a feeble rainbow that sips at the surface of an
obscure pond. (Puisi dawn drizzle, bait 1 : baris 1-5)
Majas dalam sajak ini pada bait pertama tersembunyi dalam logika
yang terbalik,maksudnya suasana yang menimbulkan keceriaan saat
datangnya hujan gerimis di waktu subuh yang menimbulkan pelangi.
a. Plantingcultivates, plantingmakes flowers bloom, planting is harvesting,
planting is gathering the years.
(Sajaka seed sown, bait 2 : baris 1-4)
Majas dalam sajak ini pada bait kedua tersembunyi dalam logika yang
terbalik, maksudnya belajar dan bekerja itu adalah suatu tujuan mulia demi
meraih masa depan dan keberhasilan dalam kehidupan di dunia.
b. the hibiscus of the sea is not shy of the drought because water is its sister,
(Sajakhibiscus of the sea, bait 1 : baris 1-2)
Majas dalam sajak ini pada bait pertama baris pertama dan kedua
tersembunyi dalam logika yang terbalik, dengan arti seorang manusia yang
sudah mapan dan berpengalaman dalam menjalani kehidupan tidak ragu dan
risau dalam menghadapi cobaan atau masa-masa sulit.

6.2.3 Bahasa Kiasan


110

Beberapa temuan bagaimana Muhammad Haji Salleh


menerjemahkan beberapa bahasa kiasan dalam sejumlah puisinya antara
lain terlihat dalam tabel berikut:

Tabel
Bahasa Kiasan dalam Sajak An Emerald Hill by the Sea

Majas an emerald hill by the sea sebutir zamrud di deru


selat
Metafor yet its skin peels off namun kulitnya mengelupas
as it awaits a new sheath. sementara menunggu
(hibiscus of the sea, stanza 2: bungkus baru.
lines 6-7) (bebaru, bait 2: baris 6-7)
Simili the trunk stretches batang menggeliat
waking from the cold bangun dari sejuk
leaves as fine as a babys curls. daun tipis seperti ikal bayi.
(flame of the forest, stanza 2: (semarak api, bait 2: baris
lines 5-7) 5-7)
Majas the dawn drizzle gives birth to gerimis subuh melahirkan
a feeble rainbow pelangi lemah
that sips yang meminum
at the surface of an obscure di permukaan kolam samar.
pond. (gerimis subuh, bait 1: baris
(dawn drizzle, stanza 1: lines 1-4)
1-4)
Apostrof make the tree your teacher berguru pada pohon
learn from the water belajar pada air
drink with nature. hirup bersama alam.
(make the tree your teacher, (berguru pada pohon, bait 1:
stanza 1: lines 1-3) baris 1-3)
Sinekdoke typhoon and tempest taufan dan prahara
like violet predators, berlagak ganas pemangsa,
flood in the mountains banjir ulu
flow on rhythms-of-posterity mengalir dengan rentak
and arrive at muddy estuaries -zuriahnya
(typhoon and tempest, stanza dan sampai ke kuala
1: lines 1-5) berlumpur.
(taufan dan prahara, bait 1:
baris 1-5)
Simbol the mesepat by the pond mesepat di tepi kolam
sips life from the sky too, juga menghirup hidup dari
no sound of gulping, langit,
drought does not cause thirst. tiada suara teguk,
(the mesepat by the pond, kemarau tidak
stanza 1: lines 1-4) menghauskan.
(mesepat di tepi kolam, bait
-an emerald hill 1: baris 1-4)
(title) -sebutir zamrud
111

(judul)
Metonimi -tualang -tualang
-mesepat -mesepat
-angsana -angsana
-kerayung -kerayung

Inilah yang membedakan teks puisi dengan teks yang lain.


1) Dengan judul an emerald hill by the sea secara isi atau konten Muhammad
Haji Salleh memiliki perasaan yang sangat kuat mengenai sesuatu hal,
terutama dia menunjukkan skeptisisme yang amat kuat terhadap manusia dan
masyarakat pada saat ini. Kumpulan sajakan emerald hill by the sea bulan
Januari menggambarkan kualitas manusia, alam dan lingkungan pada saat ini.
Penegasan yang menyentuh diungkapkan dalam tone yang ironis pada setiap
stanza terakhir dalam sejumlah sajaknya.
2) Gaya bahasa kiasan diterjemahkan secara literal, maka produknya bukan
kiasan. Maka dari itu gaya bahasa ini seharusnya tetap diupayakan untuk
diterjemahkan dengan mencari padanannya dalam teks sasaran, walaupun hal
tersebut sangat sulit dilakukan.

6.2.4 Diksi
Dalam analisis diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang
biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin. Penyair
mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif atau
maknasebenarnya, maupun konotatif atau makna kiasan sehingga kata-
kata yang dipakainya benar-benar mendukung maksud puisinya.
Dalam bait pertama, penyair Muhammad Haji Salleh
menggambarkan kondisi negerinya yang seharusnya dipenuhi dengan
keindahan dan kenyamanan alam dan lingkungan, tetapi sayang Malaysia
yang seharusnya nyaman dan indah dengan berbagai peristiwa alam tetapi
telah berubah.
Pada bait pertama, penyair masih memilih padanan kata yang
mengambarkan kondisi keindahan alam, karena jalan sepi, dihiasi dengan
langit berlapis yang tidak biru tetapi berubah menjadi ungu. Perubahan ini
disebabkan karena pelangi yang terbentuk disaat hujan gerimis di waktu
subuh tidak dapat bertahan lama, meskipun suasananya ceria dan indah,
kondisi ini tidak dapat bertahan lama, dan keadaan ini digambarkan
dengan a feeble rainbow.
Gaya bahasa secara keseluruhan baik bait pertama maupun kedua adalah gaya
bahasa personifikasi. Gaya bahasa ini dipilih sebagai illustrasi suasana negeri
Malaysia di saat hujan gerimis di waktu subuh yang menimbulkan pelangi lemah.
Kondisi ini juga dipertegas the layered sky membentuk colours. Lambang
colours adalah lambang yang indah dan nyaman.
6.2.5 Citraan
Citraan adalah penggunaan bahasa untuk menggambarkan objek,
tindakan, perasaan, ide, pikiran, dan pengalaman indera yang berfungsi
membuat (lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan lainnya
112

serta untuk menarik perhatian di samping dapat membangkitkan


intelek dan emosi pembaca dengan cepat.

6.2.6 Stilistika
Muhammad Haji Salleh memperlihatkan hubungan antara teks,
pesan dan kesan. Teks di sini bermaksud bahan atau karya sastera berupa
sajak yang merupakan hasil penulisannya dalam bentuk sajak. Salah satu
cara menganalisis aspek gaya bahasa dalam sejumlah sajak yang telah
disebutkan sebelumnya ialah melalui analisis aspek stilistika, maka
peneliti dapat mengungkap makna yang terdapat dalam teks yang diteliti.
Dalam konteks meneliti sastera, yakni sajak berunsur Islam, memahami
pesan yang ingin disampaikan oleh si penulis merupakan aspek yang penting.
Pada pokoknya di dalam penerapan nilai-nilai budaya ke-Islaman Melayu
Malaysia Contoh. Kata dalam sajak merupakan unit makna yang sangat penting,
demikian juga baris-baris sajak. Begitu padatnya makna kata dalam sajak
membuat sebuah kata dalam sajak dapat memiliki bermacam-macam arti.
Contohnya, kata the sun dalam bahasa sajak berbahasa Inggris tersebut tidak
selalu dapat diartikan matahari, melainkan kadang-kadang harus diartikan
energi atau sesuatu yang memberikan tenaga atau kekuatan.
113

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Setelah dianalisis, puisi Sebutir Zamrud di Deru Selat yang ditulis
oleh Muhammad Haji Salleh dan diterjemahkan oleh Lalita Sinha dan
Muhammad Salleh Yaapar menjadi An Emerald Hill by the Sea, peneliti
menemukan beberapa teknik penerjemahan yang ada pada 13 bait dalam
puisi tersebut. Adapun teknik yang diterapkan adalah teknik Amplifikasi
sebanyak 4 larik (2,29%), teknik peminjaman (borrowing) sebanyak 3
larik (1,72%), teknik kalke sebanyak 48 larik (27,5%), teknik harfiah
sebanyak 92 larik (52,86%), teknik modulasi sebanyak 8 larik (4,59%),
teknik partikularisasi sebanyak 2 larik (2,87%), teknik reduksi sebanyak 5
larik (2,87%), dan teknik transposisi sebanyak 12 larik (6,89%).
Teknik yang paling domiman diterapkan oleh penerjemah adalah
teknik harfiah dimana struktur bahasa sumber dan struktur bahasa sasaran
tidak banyak berubah begitu pula dengan pemilihan kosakata pada kedua
bahasa tersebut.
Sementara teknik yang paling sedikit digunakan adalah teknik
partikularisasi dimana penerjemah menspesifikasikan suatu kata pada
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran untuk menmberikan gambaran
yang jelas akan makna pada bahasa sumber.
Selain itu, dalam penerjemahan puisi tidak dapat dipisahkan dari
penggunaan majas, Majas tidak dapat dilepaskan dalam penciptaan puisi
oleh MHS yang diterjemahkan oleh LS dan MSY teramati pada lirik-lirik
yang menjadi bagian dari puisi. Majas tersebut dapat ditemukan dalam
bentuk simbol-simbol yang mengandung makna figuratif yang dapat
mewakili ruang persepsi manusia. Sehubungan dengan itu, penelitian
merupakan bentuk penelitian terhadap ungkapan-ungkapan kiasan dalam
puisi-puisi (13 puisi) karya MHS yang mewakili ruang persepsi manusia.
Jika diperhatikan kata-kata yang terdapat dalam 13 puisi MHS dapat
dipahami semuanya. Kata-kata yang digunakan oleh penyair termasuk
kata-kata yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk-bentuk
verba yang meniadakan awalan dijumpai dalam puisi ini. Namun dari
rentetan kata-kata tersebut terdapat beberapa bentukan yang mengandung
arti kiasan. Puisi ini pun memuat banyak sekali kata konkret dan
figura bahasa yang dapat menimbulkan citraan pada diri pembaca.
LS dan MSY menggunakan kata konkret bukan dalam pengertian
yang sebenarnya pada konstruksi kalimat, yang memiliki makna
keindahan dan merupakan kiasan yang dapat menimbulkan citra visual
dalam diri pembaca. Pembaca dapat melihat dan merasakan bagaimana
keindahan dan perubahan suasana alam dan lingkungan yang diungkapkan
oleh penyair. Hal ini dipertegas oleh citra visual. Untuk mendukung
suasana tersebut digunakan personifikasi yang menggambarkan gerak.
Beberapa hal penting yang telah ditemukan dan mendapatkan
perhatian adalah:
1. Bahasa kiasan yang dominan dalam Bahasa Sumber kurang terealisasi dalam
Bahasa Sasaran.
114

2. Ada beberapa bagian yang dihilangkan (omission).


3. Tidak semua kalimat terealisasi dalam struktur yang sama antara Bahasa
Sumber dan Bahasa Sasaran.
Dari ketiga belas puisi yang dianalisis
81
diperoleh gambaran bahwa Salleh
sangat dekat dengan alam dan lingkungan. Ketiga belas puisinya tersebut
menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan alam atau ia menjadikan alam
dan lingkungan sebagai pembanding, penjelas atau hanya sekedar pendukung
suasana yang tidak berhubungan langsung dengan subjek matter puisi. Objek-
objek alam yang digunakan Salleh tersebut ialah angin, tembakau, bendungan,
gerbang langit, mentari muda, subuh merah, dan warna malam, bukit, bulan,
gunung, dan awan, pohonan, langit, pucuk-pucuk daun, bulan, bumi, batu, langit,
sawah, bambu, dan dunia.
Peneliti menyimpulkan beberapa hal yang sangat berguna dalam
terjemahan LS dan MSY, sehingga menghasilkan terjemahan yang berdampak
positif terhadap proses penerjemahannya dan produk yang dihasilkan.

7.2 Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran berikut dapat dijadikan
sebagai masukan yakni:
1 Bagi Penerjemah
Dalam menerjemahkan karya sastra khususnya puisi, penerjemah harus
sangat berhati-hati dan harus memperhatikan banyak aspek budaya pembaca
sasaran, tidak hanya mempertimbangkan struktur gramatikal tetapi juga dari segi
makna dan gaya bahasa yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Sehingga hal
ini akan meningkatkan minat pembaca puisi dan mempromosikan kearifan lokal
setempat ke dunia internasional.
2 Bagi para pembaca
Pembaca harus sangat berhati-hati dalam membaca hasil
terjemahan karya sastra khususnya puisi. Terjemahan sastra tidak sama
dengan terjemahan jenis teks lainnya sehingga teks sumber puisi
disarankan juga dibaca sebagai perbandingan. Pembaca diharapkan dapat
menangkap makna isi puisi dengan cara memahami konteks secara
keseluruhan bukan hanya pada tingkatan baris atau larik.
3 Bagi para peneliti
Masih terdapat banyak aspek yang menarik untuk dikaji dalam
penerjemahan karya sastra lainnya. Penelitian dalam bidang terjemahan
karya sastra tidak kalah pentingnya dibandingkan penelitian dalam disiplin
ilmu yang lain, mengingat budaya lokal banyak di sampaikan melalui
karya sastra. Selain itu, sehubungan dengan sedikitnya penenlitian
mengenai karya sastra, maka di masa mendatang penelitian dibidang
terjemahan karya sastra diharapkan dapat menggali aspek-aspek
terjemahan karya sastra lainnya seperti sajak, gurindam, pantun, dan lain-
lain ditinjau dari berbagai parameter agar penelitian penerjemahan
semakin beragam dan berguna untuk evaluasi dan pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang terjemahan.
115

1.6 Klarifikasi Istilah Teknis


Definisi istilah yang dapat diajukan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1 Bahasa sumber dalam penelitian ini merujuk pada bahasa Melayu, sedangkan
bahasa sasaran adalah bahasa yang menjadi tujuan penerjemahan yaitu bahasa
Inggris.
2 Teknik penerjemahan berkaitan dengan permasalahan praktis penerjemahan
(langkah praktis) dan pemecahan masalah dalam penerjemahan dengan
menggunakan cara teknik tertentu.
3 Puisi adalah karya sastra yang mengandung puisi (atau dalam bentuk prosa
yang berirama) mempunyai kata-kata kias (imajinatif) dan jika dibaca
menghasilkan bunyi berirama.
4 Bahasa figuratif puisi merupakan bagian dari kajian stilistika dalam puisi yang
terdiri atas diksi (diction), pengimajian (imagery), kata-kata konkret (the
concrete words), majas atau bahasa figuratif (figurative language), serta
rima dan ritma (rhyme and rhytm), citraan atau imagery, simile atau
perbandingan, pesonifikasi atau kiasan, metonomi atau kiasan pengganti
nama, metafora atau bahasa kiasan, sinekdoke atau bahasa kiasan, refetisi atau
perulangan, simbol. Dalam penelitian ini, tidak semua bahasa figuratif yang
dibahas.
5 Bahasa Sasaran adalah bentuk hasil terjemahan
6 Larik adalah baris di dalam sajak atau puisi. Larik juga sama maknanya
dengan lerek, deret. Baris menurut istilah di dalam KBBI bermaksa deretan
huruf pada tulisan atau cetakan.
9. Penerjemahan penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran. Selain itu, dalam penerjemahan terjadi penggantian
bentuk bahasa sumber dengan bentuk bahasa sasaran atau pengungkapan
kembali pesan dari bahasa sumber di dalam bahasa sasaran dengan padanan
terdekat dan wajar, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya
bahasa.
10. Terjemahan merupakan pengkajian tentang leksikon, struktur gramatikal,
situasi kornunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber, dianalisa
untuk mendapatkan maksud dengan tepat, dan kemudian merekonstruksi
persamaan arti dengan rnenggunakan struktur gramatikal dan leksikon yang
sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya

Anda mungkin juga menyukai