Anda di halaman 1dari 15

LANGKAH-LANGKAH MENULIS KRITIK SASTRA

M. ISMAIL NASUTION, S.S.,M.A.


Bagaimana cara menulis kritik sastra?
Apa yang ditulis dan bagian mana yang perlu dijadikan
sasaran kritik?
Bagaimana melakukan penilaian atas sebuah karya
sastra?
Syarat pertama mengkritik karya sastra adalah banyak
membaca karya sastra dan berbagai tulisan yang
membicarakan tentang kritik terhadap karya sastra.
Mustahil, mampu membandingkan dan menilai karya sastra
setiap masanya jika malas atau bahkan tidak pernah
membaca karya sastra.
Sebuah teko mampu mengisi cangkir karena tekonya berisi.
Jika teko tidak berisi maka teko hanya sebuah benda yang
besar, yang cantik dan gagah karena bentuk dan motifnya
tetapi tidak memiliki apa-apa.
Proses membaca menjadikan kita mampu menyerap
berbagai informasi yang akan kita gunakan untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan menafsirkan, bahkan
sampai dengan menilai karya sastra. Di samping itu,
menambah kemampuan berbahasa seseorang sehingga
lebih leluasa dan lebih mudah dalam menulis.
Berikut langkah-langkah menulis kritik sastra:

1. Membaca tuntas karya sastra yang hendak dikritik; apakah itu novel, antologi puisi, atau
kumpulan cerpen. Jangan pernah mengandalkan pemahaman atas karya sastra
berdasarkan konon kabarnya sebelum kita membaca sendiri karya itu secara langsung,
tanpa perantara. Jika belum membca tuntas karya itu, jangan coba-coba berani untuk
menulis kritik sastra. Jika nekad maka itu artinya sama dengan mendustai diri-sendiri dan
melakukan pembohongan publik.
Sebelum membaca karya dilakukan, dituntut pula kesadarab bahwa menulis kritik sastra
bukanlah caci-maki. Kritik sastra adalah apresiasi atas satu (atau beberapa) karya sastra.
Uraiannya bisa bersifat deskriptig, analisis, atau komparatif.
Agar dapat melakukan analisis yang konstruktif, diperlukan interpretasi atas unsur
intrinsik yang membangun karya tersebut. Jika ada penilaian, maka agumentasi harus
objektif sebagai wujud pertanggungjawaban kepada publik.
Salah satu ciri objektifitas itu adalah, penulis harus menghilangkan sikap suka atau tidak
suka terhadap karya yang akan dianalisis, atau membuang jauh-jauh prasangka dan
syakwasangka, dan menyimpan pandangan apriori. Pandangan apriori maksudnya
adalah menyimpulkan sesuatu, sebelum melakukan penelitian atau kajian atas objeknya.
2. Selama proses pembacaan, kita tidak boleh menyatu
dengan dunia yang digambarkan teks sastra yang
bersangkutan. Jika terlalu masuk akan akan muncul
hingar (noise). Akibatnya, akan menimbulkan
miskomunikasi antara pembaca dengan teks. Karya
sastra yang biasanya memunculkan hingar itu adalah
karya sastra yang terlalu sulit dimengerti (gelap). Jika
bertemu karya semacam ini, simpanlah dulu, Carilah
karya yang lain.
3. Ketika membaca, tandailah dan catat bagian-bagian apa pun dari
segenap unsur intrinsik yang kita anggap penting dan mengganggu
pikiran. Jangan diaaikan segala ungkapan, kalimat, atau peristiwa
yang menarik perhatian. Artinya, perhatikan dngan benar apapun
yang menonjol, khas, penting, meragukan, dan yang diduga sebagai
sinyal-sinyal yang tampaknya digunakan pengarang atau penyair
untuk membangun keindahan (estetika). Setelah itu buatlah daftar
pertanyaan terutama terkait dengan bagian-bagian yang ditandai tadi.

Dalam teori sastra ada dua jenis pembaca berdasarkan peranannya,


yaitu pembaca biasa atau pembaca pasif dan pembaca konkret.
Pembaca pasif atau biasa adalah pembaca yang hanya
membaca untuk kesenangan dan hiburan semata atau
mencari informasi untuk dirinya-sendiri. Pembaca ini
cenderung menyimpan hasil bacaannya sendiri.

Pembaca konkret adalah pembaca yang mengungkapkan


hasil bacaannya dalam bentuk tertulis lalu dipublikasikan
kepada khalayak. Mahasiswa, guru, dan dosen termasuk
pembaca ini sebab mereka memiliki ruang untuk
menyebarluaskan hasil pembacaan.
4. Untuk mulai kritik sastra, idealnya kita memahami
secara lengkap karya yang bersangkutan. Apa saja
kelebihan dan kekurangan karya itu. Kelebihan itu yang
perlu diungkapkan secara luas dibandingkan
mengungkapkan kekurangannya. Oleh sebab itu, wajib
bagi penulis kritik sastra membaca karya sastra itu
minimal dua kali. Pembacaan kedua kita fokuskan
untuk memberikan keyakinan bahwa pemaknaan atas
karya tersebut yang diperoleh saat pembacaan pertama
dapat dipertanggungjawabkan.
5. Mulailah menulis. Tidak usah dipikirkan kesalahan ejaan, Nanti akan ada tahapan
editing. Agar tulisan kita lebih luas, tempatkanlah karya itu sesuai dengan konteksnya.
Misalnya, apakah tema karya itu cenderung mengulang karya sastra yang ada
sebelumnya walau dengan pengarang yang berbeda. Jika dalam tulisan kita jawab
pertanyaan ini, berarti tulisan kita lebih luas karena membandingkan dengan karya
sebelumnya.
Pertanyaan yang mesti dijawab dalam tulisan kritik sastra adalah apakah secara
intrinsik karya itu menawarkan aspek baru atau kebaruan lainnya. Jawaban pertanyaan
ini menunjukkan adanya pemetaan konteks karya dalam perjalanan sejarahnya.
Pertanyaan berikutnya: apakah pendekatan-pendekatan yang tersedia dalam teori
sastra dapat diaplikasikan pada karya tersebut atau diperlukan pendekatan lainnya
dengan memanfaatkan disiplin dari ilmu lain di luar ilmu sastra.
Hal yang perlu dicamkan adalah karya sastra yang baik cenderung melahirkan teori
(baru); akan melahirkan kritikus yang baik. Jadi, jika karya itu tidak cocok dianalisis
dengan pendekatan yang ada, maka kita perlu punya keberanian mencari pendekatan
lain yang sesuai. Jika begitu, boleh jadi disiplin ilmu lain sebagai alat bantu analisisnya.
6. Jika kritik sastra ilmiah yang kita pilih maka tulisan
kritik sastra memedomani panduan penulisan karya
ilmiah. Mencari teori-teori dan pendekatan yang
digunakan. Pada kritik ilmiah, kita harus mengutip
dari karya sebagai data pembahasan.
7. Tentukanlah pilihan untuk menulis kritik ilmiah atau kritik
sastra umum (kritik apresiatif). Jika jatuh pilihan pada kritik
sastra apresiatif maka awal paragraf buatlah resume, sinopsis
atau ikhtisar karya sastra. Mungkin 8 paragraf atau lebih
sesuai dengan kebutuhan. Setelah sinopsis, lanjutkan dengan
deskripsi tema, alur, penokohan, gaya bahasa, latar dan sudut
pandang. Secara sederhana, jika masing-masingnya 3
paragraf mulai dari tema, alur, penokohan, gaya bahasa. latar,
dan sudut pandang, tulisan kita sudah 26 paragraf. Deskripsi
ini berguna untuk memberikan gambaran kepada pembaca
tentang karya. Lalu tambahkan juga jawaban-jawaban dari
pertanyaan pada langkah 5.
8. Idealnya tulisan kritik sastra terdiri dari deskripsi, analisis, interpretasi, dan
evaluasi.
Pada tahap deskripsi, kita perkenalkan karya tersebut kepada pembaca mulai dari
data publikasi, posisi pengarang, muatan isi, dan gambaran analisis atau
penafsiran.
Pada tahap analisis, tahapan ini juga dapat saja bercampur dengan interpretasi.
Mulailah menganalisis konflik yang ada, keunikan karya pada zamannya,
perumpamaan yang digunakan dalam rangka estetika, dsb.
Pada tahap evaluasi atau penilaian, tahapan ini adalah tahap memberikan nilai.
Hal ini tergantung semangat kritikus apakah ingin menalai atau tidak, Kadangkala,
karya sastra yang agung, dinilai atau tidak dia tetap agung di mata pembaca. Jika
ingin memberikan penilaian, utamakan meonjolkan kelebihan, sedikit kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan bisa saja dilihat berdasarkan bahasa yang digunakan,
jelas atau tidaknya cerita, penokohan cerita, hal yang baru yang dikandung dalam
cerita, alur cerita, tema cerita, dan karya itu dalam perjalanan sejarahnya.
9. Untuk menguatkan analisis dan penafsiran, kita harus
mengutip data dari karya tersebut. Kutipan teks dapat
dijadikan sebagai alat bukti dari analisis dan interpretasi
kita. Demikian pula, jika kita berargumentasi maka perlu
juga kita membuktikannya dengan cara menunjukkan
kutipan baik dalam karya sastra atau juga dari buku-buku
dan jurnal ilmiah yang membicarakan teori-terori sastra.
Selamat Menulis

“Mengembangkan ilmu sastra


dan membangun karakter
bangsa”

Anda mungkin juga menyukai