Anda di halaman 1dari 11

Analisis Strukturalisme Puisi Modern Kata Puan Dengan Judul Pulang

Nurul Sardiyah/ K1217058


Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan analisis


strukturalisme puisi modern dengan judul Enam karya Kata Puan. Teknik pengumpulan data
menggunakan analisis dokumen. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis strukturalisme. Hasil penelitian ini bahwa: puisi Enam mengambil tema religius.
Dengan penggambaran pencarian sosok kau yang dapat diartikan sebagai Tuhan. Tahap
pencarian Tuhan sebagai kekasih hatinya. Yang dicari dengan perasaan lelah dan penuh tanya
dalam diri penulis. Pada puisi tersebut terdiri atas 5 bait. Bait pertama terdapat 4 baris, bait
Kecua 3 baris, bait ketiga 4 baris, baik keempat 6 baris dan bait kelima 8 baris. Menggunakan
huruf kecil semua, tanda baca titik, koma dan titik dua. Termasuk jenis tipografi baru yang
tidak terikat oleh satu aturan.

Pendahuluan
Karya sastra merupakan wujud permainan kata-kata pengarang yang berisi maksud tertentu,
yang akan disampaikan kepada penikmat sastra. Artinya bahwa karya sastra sebagai wacana
yang khas yang di dalam ekspresinya menggunakan bahasa dengan memanfaatkan segala
kemungkinan yang tersedia. Dengan demikian, bahasa merupakan salah satu unsur terpenting
dalam sebuah karya sastra. Sastra dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat
dipisahkan. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis. Bahasa sebagai sistem
tanda primer dan sastra sebagai sistem tanda sekunder. Bahasa sebagai sistem tanda primer
membentuk model dunia bagi pemakainya, yakni sebagai model yang pada prinsipnya
digunakan untuk mewujudkan konseptual manusia di dalam menafsirkan segala sesuatu baik
di dalam maupun di luar dirinya. Selanjutnya, sastra yang menggunakan media bahasa
tergantung pada sistem sekunder yang diadakan oleh bahasa. Dengan demikian, sebuah karya
sastra hanya dapat dipahami melalui bahasa.
Wujud karya sastra yang paling menonjol dari penggunaan bahasa sehingga
menimbulkan estetika yaitu puisi. Puisi memiliki ciri khas tersendiri dalam hal penggunaan
bahasa. Bahasa dalam puisi merupakan bahan mentah yang diolah penyair menjadi sebuah
karya sastra. Penempatan kata demi kata oleh penyair merupakan wujud dari proses kelahiran
sebuah puisi. Pradopo (2002) mengatakan bahwa puisi merupakan karya estetis yang
bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Puisi selain
mempunyai pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, puisi juga disusun menggunakan
bahasa yang khas maupun penempatan antar kata yang disusun sedemikian rupa.
Selanjutnya, puisi menurut Suharianto (2009), Jabrohim (2003), dan (Waluyo 2003)
dapat disimpulkan bahwa puisi adalah rangkaian kata yang mengungkapkan pikiran, ide, dan
perasaan penyair yang disusun dengan baik dan indah melalui tulisan sehingga pembaca
mampu memahami dan menikmati apa yang diungkapkan penyair dalam puisinya.
Sedangkan puisi modern merupakan puisi bebas yang dalam artian memiliki gaya bebas
dalam berbagai unsur-unsurnya. Tidak ada aturan dalam jumlah baris, rima puisipun tak lagi
menjadi patokan. Puisi modern mewakili kondisi zaman saat ini yang menginginkan
kebebasan.
Studi sastra struktural pada mulanya dikembangkan dari ilmu bahasa (linguistik)
struktural yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Ilmu bahasa ini mencoba menemukan
sistem bahasa (langue) yang mengatur setiap ujaran tertentu (parole) yang diucapkan
manusia. Yang menjadi objek kajian teori strukturalisme adalah sastra, yaitu seperangkat
konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur berbagai hubungan unsur dalam teks sastra
sehingga unsur- unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh.
Meskipun konvensi yang membentuk sistem sastra itu bersifat sosial dan ada dalam
kesadaran masyarakat tertentu. Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi
berbagai unsur yang membangun teks sastra dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan
tentang sistem sastra. Sistem sastra adalah seperangkat aturan, kaidah, atau konvensi yang
abstrak dan bersifat umum, yang mengatur hubungan berbagai unsur sastra. Unsur tersebut
saling berkaitan dalam membentuk keseluruhan makna yang utuh. Hubungan antarstruktur di
dalam karya sastra terjalin secara logis dan kronologis.
Pendekatan objektif melihat karya sastra sebagai karya kreatif yang otonom dari unsur
intrinsik saja, maka struktural mulai diperkuat oleh unsur di luar karya sastra atau unsur
ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang bersama-sama membangun struktur cerita dalam karya
sastra. Struktural berpendapat bahwa mutu karya sastra ditentukan oleh kemampuan penyair
atau pengarangnya dalam menjalin hubungan antarkomponen yang terdapat dalam unsur
tersebut. Sedangkan kebulatan makna cerita ditentukan oleh orang yang mengkaji atau
pembacanya, dengan cara menghubung-hubungkan dan menginterpretasi antarunsur tersebut.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif merupakan
suatu metode yang mengungkapkan, menggambarkan, mendeskripsikan, menguraikan, dan
memaparkan objek penelitian. Adapun bentuk penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian
sastra lebih sesuai menggunakan penelitian kualitatif karena sastra merupakan bentuk karya
kreatif yang bentuknya senantiasa berubah dan tidak tetap yang harus diberikan penafsiran.
Moleong (2000), menyatakan bahwa penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan proses
daripada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan
jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. Endraswara (2008:5) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif ini dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi
mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji
secara empiris.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis struktural.
Pendekatan struktual sering juga dinamakan pendekatan objektif, pendekatan formal, atau
pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra kreatif memiliki otonomi
yang penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal
lain yang berada di luar dirinya. Menurut Pradopo (2014:122), analisis struktural sajak adalah
analisis sajak ke dalam unsurnya dan fungsinya dalam struktur sajak dan penguraian bahwa
tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan
juga berdasarkan tempatnya dalam strukturnya. Sumber data dalam penelitian ini adalah puisi
karya Kata Puan yang berjudul Pulang.
Data berupa nilai yang terkandung dalam karya sastra yaitu teks yang menunjukkan
nilai yang melingkupi karya sastra tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi data adalah
teks puisi dari antologi puisi tersebut yang berhubungan dengan struktur fisik dan struktur
batin. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menganalisis dan menginterpretasikan data
yang telah diklasifikasikan sesuai dengan masalah penelitian dan menarik kesimpulan akhir
dari penelitian.

Hasil dan Pembahasan


Penelitian ini membahas masalah struktur fisik dan struktur batin dalam puisi Pulang karya
Kata Puan. Struktur fisik mencakup seluruh puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi
tersebut. Struktur fisik yang terdapat dalam puisi puisi Pulang karya Kata Puan saling terkait
satu sama lain. Keterkaitan ini bersifat saling membangun untuk membentuk keutuhan puisi.
Struktur batin dalam puisi puisi Pulang karya Kata Puan merupakan ungkapan batin penyair
terhadap realita kehidupan yang dijalaninya. Puisi tersebut adalah representasi kehidupan
penyair dalam kisah cintanya.
Enam
(Kata Puan)
setelah memadamkan lampu,
aku hanya rebah di atas kasur.
menerawang langit-langit kamar.
mataku tak juga terpejam.

dadaku seperti perayaan pesta tahun baru: sesak


kepalaku diserbu berbagai tanda tanya,
tanpa jawab.

debarku tak seirama,


dengan aliran darah yang mungkin hilang arah.
lorong telingaku dipenuhi lantunan irama lagu sendu.
sekujur tubuhku lelah, tapi aku pasrah.

saat aku tak bisa berbuat apa-apa.


berkali-kali aku menghela napas,
rasanya, udara yang kuhirup tak sejalan dengan lelahku
semakin kuhirup, semakin sesak ulu hatiku.
semakin mataku tak mau terpejam,
semakin diriku terpenjara dalam sunyi.

malam sudah tinggi.


di luar senyap.
di dalam, hatiku kacau balau.
di luar hitam, di dalam kelabu.
sesungguhnya padamu,
hendak kutanyakan sesuatu
kau di mana?
kau di mana?
Unsur-unsur strukturalisme pada puisi Enam
A. Struktur Batin
1. Tema
Tema merupakan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair.
Ungkapan tersebut mengindikasikan bahwa tema merupakan sebuah atmosfer
dari sebuah puisi, sebuah puisi pasti memiliki sebuah tema (umumnya satu)
yang melingkupi keseluruhan puisi. Oleh sebab itu dalam menafsirkan tema
dalam puisi, puisi tersebut harus ditafsirkan secara utuh. (Waluyo, 1987:121).
Pada puisi di atas mengambil tema romantisme yang menggambarkan
perasaan penulis. Penulis menggambarkan perasaan lelahnya dalam mencari
keberadaan sang kekasih. Namun, dalam konteks dan sudut pandang yang
berbeda puisi ini bisa saja mengambil tema religius. Dengan penggambaran
pencarian sosok kau yang dapat diartikan sebagai Tuhan. Tahap pencarian
Tuhan sebagai kekasih hatinya. Yang dicari dengan perasaan lelah dan penuh
tanya dalam diri penulis.
2. Rasa (feeling)
Perasaan adalah suasana perasaan penyair yang ikut diekspresikan dan harus
dapat dihayati oleh pembaca. (Waluyo, 1987:121). Pada puisi Enam tersebut
penulis memberikan perasaan yang lelah mencari keberadaan sosok kau yang
dapat diinterpretasikan sebagai Tuhan. Perasaan yang penuh tanya dalam diri
penulis.
3. Nada (tone) dan Suasana
Nada adalah sikap penyair dalam menyampaikan puisi terhadap pembaca,
beraneka ragam sikap yang sering digunakan oleh penyair“…apakah dia ingin
bersikap menggurui, menasihati, menyindir, atau bersikap lugas…”. Pada
puisi di atas, penulis bersikap lugas bahwa dirinya lelah akan pencarian sosok
kau. Dan dirinya dipenuhi akan tanda tanya tentang keberadaan sosok kau ini.
Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu, atau akibat
psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca (Waluyo, 1987:125).
Suasana setelah membaca puisi di atas, pembaca merasa sedih dan memiliki
empati kepada penulis. Pembaca seakan memiliki keadaan yang sama seperti
yang dirasakan oleh penulis.
4. Amanat
Sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi.
Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat
ditemui dalam puisinya. Amanat pada puisi di atas adalah selelah apapun
manusia dalam menjalankan satu kehidupan pasrahkanlah Tuhan YME.
Jangan pernah menyerah apalagi berpikir usaha yang telah dilakukan gagal,
karena Tuhan selalu bersama kita.

B. Struktur Fisik
1. Tipografi (Perwajahan Puisi)
Tipografi merupakan bentuk dari puisi tersebut. Diantaranya mencangkup
halaman puisi, tepi Tipografi merupakan bentuk dari puisi tersebut.
Diantaranya mencangkup halaman puisi, tepi halaman, pengaturan baris,
penulisan kata, penulisan tanda baca, penggunaan huruf kapital, halaman,
pengaturan baris, penulisan kata, penulisan tanda baca, penggunaan huruf
kapital, dan sebagainya. Tipografi puisi adalah segala hal yang dapat dilihat
dengan mata ketika dan sebagainya. Tipografi puisi adalah segala hal yang
dapat dilihat dengan mata ketika membaca puisi. Pada puisi tersebut terdiri
atas 5 bait. Bait pertama terdapat 4 baris, bait Kecua 3 baris, bait ketiga 4
baris, baik keempat 6 baris dan bait kelima 8 baris. Menggunakan huruf kecil
semua, tanda baca titik, koma dan titik dua. Termasuk jenis tipografi baru
yang tidak terikat oleh satu aturan.
2. Diksi (Pemilihan Kata)
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis
harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama,
kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam
keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di samping memilih kata yang tepat,
penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya
magis dari kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna baru dan yang tidak
bermakna diberi makna menurut kehendak penyair. Karena begitu pentingnya
kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga dipertimbangkan secara cermat
dalam pemilihannya.
   

3. Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi yang
dipilih harus menghasilkan pengimajian oleh karena itu kata-kata menjadi
lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita
rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian: kata atau susunan kata-
kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan,
pendengaran, dan perasaan.
a. Mengandung gema suara (imaji audio),
1) Lorong telingaku dipenuhi lantunan irama lagu sendu.
2) Di luar senyap.
b. Benda yang nampak (imaji visual),
1) Setelah memadamkan lampu,
2) Menerawang langit-langit kamar.
3) Malam sudah tinggi.
4) Kau di mana?
c. Sesuatu yang bisa kita rasakan, raba, atau sentuh (imaji taktil).
1) Aku hanya rebah di atas kasur.
2) Dadaku seperti perayaan pesta tahun baru: sesak
3) Debarku tak seirama,
4) Dengan aliran darah yang mungkin hilang arah.
5) Sekujur tubuhku lelah, tapi aku pasrah.
6) Berkali-kali aku menghela napas,
7) Rasanya, udara yang kuhirup tak sejalan dengan lelahku
8) Semakin kuhirup, semakin sesak ulu hatiku.
9) Semakin mataku tak mau terpejam,
10) Semakin diriku terpenjara dalam sunyi.
11) Di dalam, hatiku kacau balau.
4. Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus
diperkonkret, maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada
arti yang menyeluruh. Kata konkret adalah kata yang memungkinkan
memunculkan imajinasi karena dapat ditangkap indera yang mana kata ini
berhubungan kiasan atau lambang. Pada puisi di atas terdapat kata konkret
pesta tahun baru yang merupakan gambaran dari kondisi penulis yang sesak
dan ramai. Seperti kondisi saat perayaan pesta tahun baru yang sesak dan
ramai oleh orang.
5. Gaya Bahasa (Majas)
Gaya bahasa atau majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai
bahasa). Jenis gaya bahasa atau majas yang sering digunakan dalam puisi
adalah:
1) Metafora
Metafora adalah kiasan-kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan
itu tidak disebutkan. Pada puisi di atas terdapat pada bait
2) Personifikasi
Personifikasi adalah peristiwa alam yang dikiaskan sebagai keadaan
atau peristiwa yang dialamai manusia. Pada puisi di atas terdapat pada
bait Kepalaku diserbu berbagai tanda tanya, Dengan aliran darah yang
mungkin hilang arah. Lorong telingaku dipenuhi lantunan irama lagu
sendu. Semakin diriku terpenjara dalam sunyi.
3) Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Pada puisi di atas
terdapat pada bait Rasanya, udara yang kuhirup tak sejalan dengan
lelahku, Semakin kuhirup, semakin sesak ulu hatiku. Di dalam, hatiku
kacau balau.
4) Simile
Simile adalah kiasan-kiasan tak langsung, perbandingan menggunakan
kata bagai, bak, bagaikan, dan sebagainya. Pada puisi di atas terdapat
pada bait Dadaku seperti perayaan pesta tahun baru: sesak.
6. Asonansi dan Aliterasi
a. Asonansi
Pengulangan bunyi vokal yang dominan dalam satu baris puisi.
1) Asonansi a pada setelah memadamkan lampu,
2) Asonansi a pada aku hanya rebah di atas kasur.
3) Asonansi a pada menerawang langit-langit kamar.
4) Asonansi a pada mataku tak juga terpejam.
5) Asonansi a pada dadaku seperti perayaan pesta tahun baru:
sesak
6) Asonansi a pada kepalaku diserbu berbagai tanda tanya,
7) Asonansi a pada tanpa jawab.
8) Asonansi a pada debarku tak seirama,
9) Asonansi a pada dengan aliran darah yang mungkin hilang
arah.
10) Asonansi a pada lorong telingaku dipenuhi lantunan irama lagu
sendu.
11) Asonansi u pada sekujur tubuhku lelah, tapi aku pasrah.
12) Asonansi a pada saat aku tak bisa berbuat apa-apa.
13) Asonansi a pada berkali-kali aku menghela napas,
14) Asonansi a pada rasanya, udara yang kuhirup tak sejalan
dengan lelahku
15) Asonansi u pada semakin kuhirup, semakin sesak ulu hatiku.
16) Asonansi a pada semakin mataku tak mau terpejam,
17) Asonansi a pada semakin diriku terpenjara dalam sunyi.
18) Asonansi a pada malam sudah tinggi.
19) Asonansi a pada di luar senyap.
20) Asonansi a pada di dalam, hatiku kacau balau.
21) Asonansi a pada di luar hitam, di dalam kelabu.
22) Asonansi a pada hendak kutanyakan sesuatu
23) Asonansi a pada kau di mana?
b. Aliterasi
Pengulangan bunyi konsonan yang dominan dalam satu baris puisi.
1) Aliterasi m pada setelah memadamkan lampu,
2) Aliterasi n pada menerawang langit-langit kamar.
3) Aliterasi t pada mataku tak juga terpejam.
4) Aliterasi s pada dadaku seperti perayaan pesta tahun baru:
sesak
5) Aliterasi k pada debarku tak seirama,
6) Aliterasi n pada dengan aliran darah yang mungkin hilang arah.
7) Aliterasi n pada lorong telingaku dipenuhi lantunan irama lagu
sendu.
8) Aliterasi k pada sekujur tubuhku lelah, tapi aku pasrah.
9) Aliterasi t pada saat aku tak bisa berbuat apa-apa.
10) Aliterasi k pada berkali-kali aku menghela napas,
11) Aliterasi n pada rasanya, udara yang kuhirup tak sejalan dengan
lelahku
12) Aliterasi s pada semakin kuhirup, semakin sesak ulu hatiku.
13) Aliterasi m pada semakin mataku tak mau terpejam,
14) Aliterasi n pada semakin diriku terpenjara dalam sunyi.
15) Aliterasi k pada hendak kutanyakan sesuatu
Simpulan
Struktur fisik yang terdapat dalam puisi Enam karya Kata Puan saling terkait satu sama lain.
Keterkaitan ini bersifat saling membangun untuk membentuk keutuhan puisi. Struktur batin
dalam kumpulan puisi puisi Enam karya Kata Puan merupakan ungkapan batin penyair
terhadap realita kehidupan yang dijalaninya. Puisi ini adalah representasi kehidupan penyair
dalam pencariannya kepada Tuhan yang secara spesifik memunculkan persoalan religius.
Daftar Pustaka

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.


Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: GadjahMada University
Press.
Suharianto. 2009. Pengantar Apresiasi Puisi. Semarang: Bandungan Institute.
Waluyo, Herman J. 2005. Apresiasi Puisi untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum.

Anda mungkin juga menyukai