Anda di halaman 1dari 16

Analisis tema Geguritan karya Diah Hadaning dalam Antologi Geguritan

Paseksen Anake Ki Suto Kluthuk

Pala Yuda Seno, Karsono H Saputra


Sastra Daerah Untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

E-mail: pala.yuda@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini menyajikan analisis tema lima geguritan karya Diah Hadaning dalam antologi Geguritan Paseksen
Anake Ki Suto Kluthuk melalui analisis tema puisi. Teori yang digunakan adalah teori struktural dari Teeuw yang
meneliti keterkaitan dan keterjalinan antarunsur dalam sebuah karya sastra. Unsur dalam karya sastra yang diteliti
adalah unsur intrinsik. Unsur-unsur intrinsik puisi yang diteliti keterkaitannya dan keterjalinanya adalah diksi dan
majas. Analisis diksi dan majas merupakan analisis yang membawa kepada penemuan sebuah tema.

Theme analysis geguritan of Diah Hadaning in the anthology Paseksen Anake Ki Suto
Kluthuk

Abstract

This thesis analized five geguritan from Diah Hadaning in anthologies Geguritan Paseksen anake Ki Suto Kluthuk
using analysis of poetry theme. The theory that used is the structural theory of Teeuw that examines the
relationship between elements in a literature. Element in a literature in this thesis is an intrinsic element. Intrinsic
elements a of poetry is about association and connection between diction and figure of speech. Diction analysis and
analysis of the figure of speech that led to the discovery of a theme.

Keywords: poetry, geguritan, Diah Hadaning, structural, themes

1  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Pendahuluan

Puisi, menurut Djoko Pradopo (1990: 3), merupakan sebuah karya seni sastra yang dapat
dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya. Menurut
Riffaterre (1978: 1), puisi menyatakan sesuatu tidak hanya secara eksplisit tetapi juga implisit
oleh karena itu bahasa puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Maksud Riffaterre ini
adalah puisi merupakan karya seni yang mencoba menyampaikan maksudnya secara konotatif
atau dengan perumpamaan. Perumpamaan itu dapat disampaikan dengan berbagai aspek yang
dimiliki oleh puisi.

Untuk memahami hal tersebut, penulis harus memperhatikan unsur-unsur pembentuk


puisi secara utuh karena puisi adalah karya sastra yang sangat kompleks (Pradopo, 1990: 13).
Soal kekompleksan puisi ternyata juga dimiliki oleh puisi dalam kesusastraan Jawa. Puisi Jawa
adalah puisi yang ditulis dengan bahasa Jawa atau wacana puisi Jawa yang menggunakan bahasa
Jawa sebagai sarana pengujaran (Saputra, 2012: 6).

Puisi Jawa memiliki tipe yang sesuai dengan periodisasi atau pembabakan dalam karya
sastra Jawa. Bagian terakhir pembabakan puisi Jawa adalah puisi Jawa modern atau biasa dikenal
sebagai geguritan. Geguritan yang merupakan karya sastra tradisional dari pembabakan terakhir
karya sastra Jawa memiliki ciri aturan metrum tidak lagi digunakan, puisi Jawa sebelumnya yang
keindahannya melalui pelafalan dengan ditembangkan tidak lagi mengikat penulis untuk
berkreasi. Bahasa yang digunakan dalam geguritan pun merupakan bahasa yang tidak pinathok
atau bahasa yang tidak terikat pada aturan-aturan penulisan tertentu. Sama seperti pada puisi
Indonesia, geguritan tidak melulu menggunakan unggah-ungguh basa, seorang penyair geguritan
bebas menggunakan bahasa Jawa ragam apa saja untuk menulis puisinya.

Tema puisi karya Diah Hadaning yang penulis cari dan penulis ungkap dalam penelitian
ini. DIHA adalah seorang perempuan sarjana sosial yang berkecipung di dunia sastra sejak tahun
1970-2000-an. Tema begitu penting karena tema merupakan gagasan, ide, ataupun pikiran utama
di dalam karya sastra yang terungkap atau tidak (Sudjiman, 1992: 78).
Tema apakah yang terdapat dalam kumpulan Geguritan DIHA dalam buku antologi Paseksen
Anake Ki Suto Kluthuk Penelitian bertujuan untuk menunjukkan tema yang terdapat dalam

2  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Geguritan karya DIHA dalam buku antologi Paseksen Anake Ki Suto Kluthuk dengan analisis
tema puisi.
Tinjauan Teoritis

Penulis menggunakan analisis struktural untuk menemukan tema puisi pada penelitian
ini. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara teliti, semendetil,
dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1983: 112). Guna mendukung teori
struktural tersebut penulis menggunakan pendekatan intrinsik. Pendekatan intrinsik adalah
pendekatan yang membahas unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra (Teeuw, 1983: 60).
Keterkaitan dan keterjalinan yang ada dalam teori tersebut adalah keterkaitan dan keterjalinan
yang ada pada unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra.
Selain teori, penulis menggunakan beberapa pendapat yang berhubungan dengan unsur
puisi sebagai bahan acuan. Analisis sebuah puisi dapat dilakukan dengan melihat aspek apa yang
lebih kuat dari puisi tersebut. Setelah dilakukan pembacaan terlihatlah bahwa puisi-puisi karya
DIHA dominan pada aspek kebahasaan. Tema dapat muncul secara nyata pada aspek kebahasaan
(Saputra, 2012: 63).
Luxemburg (1984: 183), dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Sastra,
mengatakan bahwa sering kali aspek pokok dalam tema sebuah sajak sudah disebut dalam judul
ataupun larik pertama sajak itu. Setelah itu dalam buku yang sama, Luxemburg menekankan
bahwa tema didapatkan melalui simpulan dari gejala-gejala yang kelihatan pada permukaan.
Pilihan kata-kata yang mengejutkan, urutan kata tertentu, kombinasi kata-kata serta pola-pola
bunyi memperluas medan makna.
Teeuw (1983: 24), setiap kata, setiap morfem, setiap bunyi, setiap unsur tatabahasa dan
struktur sajak, setiap unsur makna dimanfaatkan sepenuh-penuhnya, segala sesuatu dalam sajak
ini disemantikkan, tidak ada lagi yang tidak bermakna. Gorys Keraf (1991: 21), kata-kata adalah
alat penyalur gagasan yang disampaikan kepada orang lain. Luxemburg (1984: 187), juga
mengatakan dalam bukunya bahwa bahasa kiasan merupakan bagian penting dalam pengkajian
bahasa puitik karena dalam banyak sajak kiasan itu penting bagi susunan makna.

Melalui pengertian dari berbagai sumber acuan yang sudah dijelaskan di atas penulis
menganalisis tema puisi karya DIHA melalui dua unsur intrinsik puisi yaitu diksi dan majas.

3  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Penemuan tema pada penelitian ini menggunakan keterkaitan dan keterjalinan unsur intrinsik
diksi dan majas.
Metode Penelitian

Data dari penelitian ini adalah antologi geguritan karya Diah Hadaning yang berjudul
Paseksen Anake Ki Suto Kluthuk. Di dalamnya terdapat 52 puisi. penulis memilih secara acak
sesuai periodesasi. Missal kurun waktu 1990 terdapat 10 puisi, penulis mengambil acak dari 10
puisi tersebut yang penulisannya selama tahun 1990.

Setelah data didapatkan peneliti melakukan klasifikasi data dengan menampilkan gejala
yang muncul. Puisi yang terpilih menunjukan kekuatan aspek pada aspek kebahasaan. Aspek
kebahasaan sebuah puisi yang mengarahkan pada penemuan tema adalah diksi dan majas. Diksi
dalam proses analisis dibedah dengan mencari makna leksikal dan konotatif. Unsur majas akan
dimunculkan sebagai unsur yang menguatkan makna diksi.

Penelitian ini menggunakan teori struktural dari Teuuw sehingga metode yang diterapkan
pada penelitian ini adalah melihat segala keterkaitan antar unsur yang membangun dari puisi.
Unsur yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah diksi dan majas, maka penulis
melihat keterkaitan makna diksi dengan penggunaan majas yang memperkuat medan makna
sebagai jalan menemukan tema.

Hasil Penelitian

Sesuai dengan manfaat peneilitian ini yaitu memberikan sumbangsih terhadap penelitian
tentang puisi Jawa, maka penerapan teori yang digunakan pada proses analisis telah berhasil
dilakukan. Tema yang menjadi tujuan akhir penelitian ini berhasil didapatkan. Proses tersebut
adalah dengan melihat korelasi antara makna diksi denngan majas sebagai bentuk gaya bahasa
yang menambah medan makna dari pemaknaan pusi yang akhirnya mengiring pada penemuan
tema puisi.

4  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Pembahasan

Puisi Luweku
Tema puisi Luweku didapatkan melalui keterkaitan dan keterjalinan antarunsur intrinsik
yang ada pada puisi. Unsur intrinsik tersebut adalah diksi dan majas. Pemaknaan diksi pada
penelitian ini adalah pemaknaan secara leksikal dan konotatif. Puisi Luweku jika ditelaah adalah
sebuah bentuk proposisi. Proposisi yang dimaksud adalah berbentuk panyandra yang jika
diartikan bebas adalah bentuk perumpamaan terhadap ungkapan.
Perumpamaan-perumpamaan tersebut ternyata memberikan pengaruh terhadap makna
puisi ini. Perumpamaan tersebut muncul pada pada pertama sampai ke empat. Bentuknya adalah
gatra 1 perumpamaannya pada gatra ke dua, gatra ke dua perumpamaannya pada gatra ke tiga
dan ke empat. Dalam gaya bahasa sastra yang biasa digunakan dalam menulis puisi, hal tersebut
dikenal sebagai majas. Majas yang muncul secara dominan pada puisi ini adalah majas metafora
karena menggunakan kalimat pengandaian secara langsung. Selain itu majas dalam puisi ini
bersifat fungsional dan memperkuat medan makna dari puisi.
Berdasarkan pemaknaan setiap diksi dan keterkaitannya dengan majas, maka makna puisi
pada pertama menjelaskan bagaimana rasa ingin dan pengorbanan ketika masih kecil, pada ke
dua menjelaskan bagaimana rasa ingin dan pengorbanan saat remaja, pada ke tiga menjelaskan
bagaimana rasa ingin dan pengorbanan bagi orang yang sudah tua, pada ke empat menjelaskan
bagaimana rasa ingin dan bentuk pengorbanan dari seorang manusia dan pada ke lima
menjelaskan rasa ingin yang menjadi semangat hidup.
Berdasarkan pemaknaan setiap diksi dan keterkaitannya dengan majas pada tiap pada
maka ditemukan tema puisi ini adalah nasihat sosial mengenai pantang menyerah dan
pengorbanan. Tema dari puisi ini juga terlihat dari judul puisi itu sendiri. Luweku yang dimaknai
sebagai rasa ingin adalah nasihat agar tidak pantang menyerah dalam menggapai keinginan.

Puisi Patemon Aneh

Puisi berjudul Patemon Aneh merupakan puisi naratif. Cerita mengenai dua tokoh yang
ada dalam puisi tersebut yang menceritakan seorang ratu dan seorang priyayi gagah yang
dibingkai dengan dialog antara kedua tokoh merupakan sebuah rasa bahasa sindiran dari

5  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
penggunaan gaya bahasa ragam ngoko dan krama. Persis seperti makna proposisi1 aja dumeh
yang memiliki terjemahan populer jangan mentang-mentang. Bentuk dialog dalam puisi ini
ditemukan pada pemarkah spasial yang menjorok kekanan pada pada ke dua sampai ke empat.
Penulis yakin pemarkah tersebut merupakan pembeda dari dua pada lainnya yang rata kiri.
Kembali lagi ditekankan bahwa diksi yang menggunakan ragam ngoko dan krama
kemudian ada dialog yang menjurus kearah penggunaan majas sinisme merupakan kunci dari
memahami tema puisi ini. Memahami puisi ini harus melihat unsur intrinsik yang lebih dari puisi
lainnya dalam penelitian ini. Puisi ini yang bersifat naratif maka harus memperhatikan
kemunculan tokoh dan latar sehingga bisa memahami makna dengan baik. Penggunaan diksi
ragam ngoko krama yang muncul ternyata agak sedikit berubah polanya pada pada ke empat
yang diberi tanda kurung. Ditambah lagi penggunaan diksi lha yang bermakna ungkapan heran
menandakan kebingungan dari si tokoh. Hal tersebut yang membuat penulis memahami adanya
rasa bahasa sindiran. Rasa bahasa sindiran tersebut memiliki sifat yang fungsional sebagai
penambah medan makna pada pemaknaan diksi.
Puisi ini terdiri dari enam pada dan tujuh belas gatra. Berdasarkan pemaknaan diksi dan
korelasinya dengan majas maka makna setiap pada adalah pada pertama menjelaskan narasi
pertemuan antara nyai danyang dan priyayi gagah, pada kedua menjelaskan pertanyaan priyayi
gagah tentang nama nyai danyang dan cakapan batin keheranan priyayi gagah, pada ketiga
menjelaskan pertanyaan priyayi gagah mengenai berasal darimana nyai danyang dan cakapan
batin yang menggambarkan keheranan, pada ke empat menjelaskan pertanyaan priyayi gagah
tentang alasan datang serta cakapan batin yang menggambakan keheranan, pada ke lima
menjelaskan narasi setelah dialog antara nyai danyang dan priyayi gagah tentang siapa
sebenarnya nyai danyang dan pada ke enam menjelaskan bahwa orang yang sabar ada batasnya
dan orang yang membuat kesalahan harus segera sadar. Berdasarkan analisa dari pemaknaan
diksi dan korelasinya dengan majas maka dapat disimpulkan bahwa tema puisi ini adalah pesan
sosial mengenai tidak meremehkan orang lain.

                                                                                                                       
1
 Proposisi adalah apa yang dapat dipercara, disangkal, disansikan atau dibuktikan benar atau salah, sebagaimana
terkandung dalam klausa; makna klausa. Harimurti Kridalaksana. KamusLinguistik. (Jakarta: PT. Gramedia, 2008)

6  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Ana Wong Sesambat

Puisi ini terdiri dari enam pada dan dua puluh delapan gatra. Tema dari puisi ini sudah
terlihat dalam judul dan juga setelah dilakukan analisis tema melalui keterkaitannya dengan diksi
dan majas. Majas dalam puisi ini berfungsi untuk memberi penekanan lebih pada makna puisi.
Judul dari puisi ini ternyata sudah memberikan gambaran tentang makna puisi ini. Secara
keseluruhan puisi ini menggambarkan tentang seseorang yang berkeluh kesah terhadap apa yang
menimpanya. Majas yang bermunculan pun memiliki sifat yang fungsional. Tidak salah jika
majas-majas yang digunakan seperti majas hiperbola, personifikasi dan metafora. Majas-majas
tersebut memberikan penambahan medan makna yang berarti. Misalnya pada gatra yang
menyebutkan saben mangsa gawe geger, majas hiperbola memperkuat medan makna seolah
masalah yang dihadapi menghantui setiap waktu yang mungkin pada kenyataannya tidak seperti
itu. Hal tersebut membuat pembaca puisi merasakan ‘sensasi’ lebih dari rasa gundah yang
penyair sematkan dalam puisi ini.
Berdasarkan pemaknaan diksi dan korelasinya dengan majas, maka makna pada pertama
menjelaskan tentang rasa sakit hati, pada ke dua menjelaskan seseorang yang membawa
kesedihan, pada ke tiga menjelaskna tentang seseorang yang gila harta, pada ke empat
menjelaskan rasa kehilangan, pada ke lima menjelaskan keluhan dan pada ke enam menjelaskan
nasihat berhati-hati dalam bertindak. Berdasarkan proses pemaknaan tersebut, tema puisi ini
adalah tema sosial mengenai keluh kesah seseorang terhadap apa yang sudah menimpanya.

Puisi Bocah Cilik Mripat Lintang Panjer Rina

Puisi ini merupakan puisi naratif. Unsur naratif di dalamnya yakni dak yang merupakan
kata ganti untuk aku dan bocah cilik. Mengisahkan tentang pertemuan antara si aku dan bocah
cilik. Pertemuan ini bukanlah sebuah kejadian nyata tetapi sebuah simbolisasi tentang kejadian
penting dari kehidupan pengarang puisi ini. Kejadian penting yang ada dalam puisi ini
merupakan sebuah penantian yang lama yang kemudian pada akhirnya ia menemukannya.
Simbolisasi yang muncul beragam, seperti kalung merjan yang merupakan sebuah hiasan
adalah simbol dari kesenangan. ing langit ana swara merupakan simbol dari Tuhan. Kunci dari
memahami tema puisi ini adalah pada judul puisi ini. Simbol dari bocah cilik mripat lintang
panjer rina yang jika diartikan secara bebas adalah anak kecil bermata bintang awal siang

7  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
merupakan simbolisasi dari kejadian seseorang yang baru saja akan menghadapi dunia yang luas.
Pernyataan ini dikuatkan dengan adanya gatra seperti dak tembangke geguritan yang
menyimbolkan doa dan harapan dan gatra dadi putra sinarawedi yang menyimbolkan jadilah
orang baik walaupun bukan di negara sendiri. Kekuatan puisi ini ada pada pemaknaan puisi ini
sendiri, baik secara denotatif atau leksikal dan konotatif.
Majas dalam puisi ini kehadirannya tidak terlalu signifikan. Biarpun begitu tetap
menambah penekanan makna di beberapa gatra. Hiperbola dan personifikasi yang ada dalam
puisi ini memberikan penekanan makna pada gatra tertentu agar maknanya menjadi lebih
mengena. Majas dalam puisi ini bersifat fungsional. Berdasarkan pemaknaan diksi dan
korelasinya dengan majas pada pertama menjelaskan tentang pencarian, pada ke dua
menjelaskan berdoa, pada ke tiga menjelaskan doa dan harapan dan pada ke empat menjelaskan
takdir apa yang akan terlaksana. Simpulannya adalah tema puisi ini adalah harapan yang
terwujud.

Puisi Sesorah Iku


Puisi ini merupakan puisi yang mencoba mengungkapan keadaan seseorang yang
mengeluh atas ujian yang ia hadapi. Orang tersebut tidak mengeluh hanya sekali tetapi berkali-
kali. Hal tersebut terlihat dari diksi-diksi yang bermakna pengulangan seperti maneh, lagi dan
tambah. Diksi-diksi tersebut mengungkapkan adanya kejadian yang berulang dan bahkan
bertambah. Penggunaan majas Hiperbola yang dominan juga semakin menekankan makna puisi
yang mencoba mengundang penekanan mengenai perasaan seseorang.
Jika dikaitkan dengan waktu pembuatan puisi ini, peneliti melihat bahwa DIHA
mengungkapkan keadaan Indonesia pada saat menjelang reformasi. Kondisinya saat itu memang
sudah kacau, membuat banyak orang susah. Sesorah sendiri mengarah pada presiden Indonesia
pada saat itu yang selalu berpidato tetapi tidak mempengaruhi apa-apa.
Puisi ini terdiri dari tiga pada dan dua puluh gatra. Sesorah itu memberikan pemaknaan
mengenai ucapan yang terkesan banyak dan berlebihan. Dari pemaknaan puisi didapatkan bahwa
makna luas dari puisi ini adalah keluh kesah terhadap apa yang dirasakan aku lirik dari puisi ini.
Majas dalam puisi ini mempunysi fungsi memberikan penekanan makna pada puisi.
Majas yang muncul adalah hiperbola. Sifatnya yang melebih-lebihkan suatu makna, maka

8  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
terdapat beberapa gatra yang maknanya semakin dapat dirasakan karena terdapat majas tersebut.
Sehingga majas yang muncul dalam puisi ini fungsional.
Berdasarkan pemaknaan diksi dan korelasinya dengan majas, maka makna pada pertama
menjelaskan keadaan sesuatu yang bertambah malas, pada ke dua menjelaskan keluh kesah
terhadap apa yang terjadi dan pada ke tiga menjelaskan akibat apa yang telah terjadi. Simpulan
dari analisis tema puisi ini adalah sosial mengenai keluh kesah.

Kesimpulan

Menurut analisis yang telah dilakukan maka seluruh hal yang dijadikan acuan dalam
penelitian ini benar adanya. Hal pertama adalah kemungkinan munculnya tema dalam judul puisi.
Lima puisi yang dianalisis tiga diantaranya sudah menampakan tema dari judul. Setelah itu
melihat keterkaitan antara makna diksi dengan majas yang semuanya fungsional sebagai
penambah medan makna yang pada akhirnya merupakan ‘jalan’ untuk menampakkan tema.
Tema-tema dari puisi tersebut antara lain bercerita mengenai keluh kesah, amarah dan
juga pencapaian atas apa yang diharapkan. Hal tersebut juga berkaitan dengan latar belakang
penulisan pada saat puisi itu dibuat. Kurun waktu penulisan tersebut merupakan kurun waktu saat
Indonesia akan mengalami sebuah keadaan perubahan drastis dalam sebuah kondisi kenegaraan.
Tentu saja hal itu dapat terlihat dari tema-tema yang diangkat oleh DIHA.
Berdasarkan proses analisis dengan melihat keterkaitan antara diksi dan majas maka telah
ditemukan tema. Keseluruhan puisi yang dianalisis ternyata memiliki tema sosial. Tema tersebut
didapatkan dengan menganalisis makna dari diksi dan melihat keterkaitannya dengan majas yang
menambah makna dari diksi-disksi yang muncul. Tema-tema sosial tersebut bersinggungan
dengan latar belakang sosial si penulis. Kesimpulannya adalah keseluruhan tema puisi DIHA
dalam antologi Paseksen Anake Ki Suto Kluthuk adalah tema sosial.

9  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Daftar Referensi

A. Teeuw. (1983). Tergantung Pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya


________. (2003). Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya
Djoko Pradopo, Rachmat. (1990). Pengkajian Puisi. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press
Keraf, Gorys. (1991). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Luxemburg, Jan Van, dkk. (1989). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Rahyono, F.X. (2009). Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya Sastr
Sudjiman, Panuti. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Saputra, Karsono H. (2012). Puisi Jawa: Struktur dan Estetika. Jakarta: Wedatama Widya Sastra
Hadaning, Diah. (1999). Paseksen Anake Ki Suto Kluthuk : Komunitas Sastra Indonesia
Sumber Utama
Kamus
Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik.(edisi ke-4). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Poerwadarminta, WJS. (1939). Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers-Maatschappij
N.V.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. (edisi ke-
3). Jakarta: Balai Pustaka.

10  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Lampiran

Luweku

Luweku
Kaya rembulan kelangan cahya
Santri cilik bali ngaji
Menehke sunaring mata

Luweku
Kaya srengenge kelangan sunar
Prawan dusun ing pancuran
Menehke sunar jantunge

Luweku
Kaya bumi kelangan warna
Seniman tuwa ing pinggir kutha
Menehke taman impene

Luweku
Kaya insan kelangan rasa
Rajawali ing angkasa
Menehke suwiwi amba

Luweku gemang nampa


Luweku terus ngembara
Mabur dhuwur golek mangsa
Atine wong kang duraka
(Mei 1992)

11  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Patemon Aneh
Wanodya prasaja ing sawijining dina
Dicandhet lakune dening priyayi gagah
Rikala lumaku ijen nyangga sesajen

Wanodya kandhakna jenengmu sapa


Nami kula siti muria ndara
(lho jeneng iku aku nembe krungu)

Wanodya kandhakna endi asalmu


Kula punika inggih sisaning ujung waktu
(lho yen bab kuwi rembukan aku melu)

Wanodya lha saiki sira arep ngapa


Badhe ngresiki kang damel reribed ndara
(lho – adhuh nyai ratu kula ngaken dosa)

Priyayi gagah kaget among nyawang


Diwelehke dening nyai danyang
Tumurun nyamar nedya tumandang

Ya wong sabar ana tuntase


Kang bablas nglantur ana nglilire
(April 1994)

12  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Ana Wong Sesambat
Ambekana mlaku prasaja
Rina wengi atiku lara
Wukir samodra dadi nglegena
Cinacah karsa kang ala

Lha ya sapa kuwi ta ngger


Saben mangsa gawe geger
Yen teka nggawa linggis
Yen lunga ninggal tangis

Iku mau jarening kandha


Uwong murka ing kadonyan
Karepe ngambra-ambra
Lali liyan ra keduman

Kelangan mono akeh warnane


Kelangan omah lan tanah
Kelangan wana lan sawah
Kelangan dina lan tahun
Mula nganti dadi rabun
Rambut entek kari embun-embun
Eluh diperes kanthi ngungun

Adhuh-adhuh ngene dadine


Jaman samana berjuang jenenge
Priye ta ngger kudu benere
Pikir kisruh esuk sore
Sibi-sibu dak kandhani
Aja takon sing nganeh-anehi
Sibi-sibu dak kandhani

13  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Luwih becik meneng memuji
Sibu-sibu sing ngati-ngati
(Juli 1996)

14  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Bocah Cilik Mrripat Lintang Panjer Rina
Telung windu lungkrah lumaku
Ana siji kang dak luru

Ing langit ana swara


Aja takon marang liyan
Takona marang kalung merjan
Entenana kae pratandha
Lintang panjer rina
Mencorong nyata

Dhuh angger kowe sapa


Bocah cilik sambat lara
Mripatmu nyata beda
Kene dak pasange ana dhadha
Dak tembangke geguritan
Rinacik saka pesisiran
Bocah cilik dadi satria
Panjang rikma panjang pangalembana
Dadi putra sinarawedi
Yen tatu pinter nambani

Wis ginaris besuk bakale


Kang dapat mulyakke sanak kadange
(Juli 1996)

15  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013
Sesorah Iku
Rangga Lali ya asmane
Pirang windu tugur gawe
Esuk-esuk wis sesorah
Nambahi rasa kang lungkrah

Iki lelagon apa maneh


Aku wegah
Lagi kelaran nyawang lagaran
Adhuh bapa mripatku kaya lamur
Adhuh bapa idepku kebak langes
Adhuh bapa jiwaku lalis lampus
Dalan siji kebak lateng
Nadyan sore rasa wis peteng
Keprungu maneh lelagon slendro
Aku tambah nglokro
Aku gemang
Milih kungkum banyu merang

Rangga Lali ya asmane


Ngundang aku ngawe-awe
Dhadhaku kaya kabendho
Langite katon separo
(April 1998)

16  
 
Analisis Tema..., Pala Yuda Seno, FIB UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai