Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS SASTRA PUISI KARYA ARIF BAGUS PRASETYO DENGAN JUDUL

“BINTANG” , “RUBAYAT” DAN “SEJAM PERCAKAPAN DALAM SEPI”


di susun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester pengantar kajian kesusastraan
indonesia:
“ARTIKEL”
Dosen: Neneg Maelasari, M.Pd
Oleh:
Zoan Nurul Haque (203180017)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BALE BANDUNG
BANDUNG
2018
ABSTRAK
Kegiatan menganalisis karya sastra merupakan hal yang lumrah dilakukan sebagai suatu
proses pemberian makna terhadap karya sastra dengan konkrretisasi. Berbagai pendekatan
yang di tawarkan bevariasi diantarannya pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menitik
beratkan pada karya sastra iu sendiri, pendekatan ini menganggap karya sastra yang otonom.
Sebagai struktur yang otonom, karaya sastra dapat di pahami sebagai suatu kesatuan yang bulat
dengan unsur-unsur pembangunannya. Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya
sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari berbagai unsur yang ada di
luar struktur signifikasinya.
Berbagai pandangan mengenai pendekatan karya sastra diuraikan oleh para pakar sastra.
Abrams dalam Sarjono (2005:62) menyatakan keragaman teori dapat dipahami dan diteliti jika
berpangkal pada situasi karya sastra secara menyeluruh ( the total situation of a work of art ).
Diuraikan oleh Abrams ( 1979 : 3-29), terdapat empat pendekatan dalam menganalisis atau
mengkaji karya satra, yaitu pendekatan yang menonjolkan kajiannya terhadap peran pengarang
sebagai pencipta karya sastra disebut pendekatan ekspresif; pendekatan yang lebih
menitikberatkan pada peranan pembaca sebagai penyambut atau penghayat sastra yaitu
pendekatan pragmatik; pendekatan yang lebih berorientasi pada aspek referensial dalam
kaitannya dengan dunia nyata yaitu pendekatan mimetik; sedangkan yang memberi perhatian
penuh pada karya sastra sebagai sesuatu struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik yaitu
pendekatan objektif.
Keempat pendekatan tersebut memiliki konsep yang berbeda-beda, akan tetapi dalam
perkembangannya saling melengkapi. Artinya tidak ada satu model pun yang paling tepat
karena karya satra sebagai objek kajian hadir sangat beragam dan memiliki tuntutan sendiri-
sendiri (Suwondo, 2001:53) .Selanjutnya tulisan ini dibatasi hanya membahas pendekatan
objektif dan bagaimana menerapkannya pada pembelajaran puisi .
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Puisi adalah karya sastra yang dapat di kaji dengan berbagai macam aspek, menurut Waluyo
(1987:25) mengatakan bahwa puisi adalah suatu karangan yan imajinatif oleh seorang penyair
dan puisi terbentuk oleh dua unsur yang saling mendukung. Amminuddin (2014;134) secara
etimologi puisi berasal dari bahasa yunani pocima “membuat” atau pocisis “pembuatan” dan
dalam bahasa inggris di sebut poein atau poerty. Puisi di artikan membuat daning pembuatan
karena dalam puisi ada dasar seseorang telah menerapkan suatu dunia sendiri yang berisi pesan
atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.
Mengutip pendapat dari MC Claulay Hudson dalam Amminuddin (2014:134) mengatakan
bahwa pusi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan garis dan warna dalam
menggambarkan gagasan pelukisnya. Rumusan puisi tersebut, sementara dapat di terima
karena sering kali di ajak oleh suatu ilusi tentang suatu keindahan, terbawa dalam suatu angan-
angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur bunyi, penciptaan gagasan, pada saat
membacakan puisi.
Dengan pemaparan diatas penulis akan mengkaji 3 buah judul puisi dalam buku kumpulan
Puisi yang berjudul “Memento” ini di tulis oleh seorang penyair yang bernama Arif Bagus
Prasetyo, dalam buku ini terdapat 76 puisi dengan periode tahun yang berbeda-beda dan tema
yang berbeda, dari ke 76 puisi ini saya mengkaji 3 buah judul pusi dengan periode waktu
berbeda, puisi yang pertama puisi yang berjudul, “Bintang” yang di tulis pada periode “ Jula-
Juli Pejalan Tidur : 2008-2000), judul puisi yang ke dua “Rubayat” yang di tulis pada periode
“Inferno : 1999-1993” dan yang ke tiga “Sejam Percakapan Dalam Sepi” yang di tulis pada
periode “Inferno : 1999-1993”.
B. Batasan masalah
Dalam analisis puisi ini yang dibahas akan dibatasi agar tidak menyimpang dari maksud.
Adapun hal-hal yang membatasi dalam makalah ini:
1. Menganalis puisi karya Arif Bagus Prasetyo yang berjudul Bintang, Rubayat dan Sejam
Percakapan dalam Sepi;
2. Menganalisi Puisi dengan menggunakan pendekatan teoritik objektif;
3. Menganalis puisi dengan metode penelitian deskriptif.

C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalah sebagai berikut;
1. Karya puisi yang berjudul apa dan siapa pengarangnya ?
2. Bagaimanakah cara menganalisi puisi dengan menggunakan pendekatan objektif ?
3. Bagaimana cara menganalisi puisi dengan menggunakan metode penelituan deskriptif ?

D. Tujuan masalah
Berdasarkan tujuan masalah diatas, maka didapatkan tujuan sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui perjalan hidup Arif Bagus Prasetyo selma menjadi seorang penyair;
2. Untuk mengetahui unsur intrisik yang terdapat dalam puisi;
3. Untuk mengtahui unsur ektrinsik yang terdapat di dalam puisi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka
Pendekatan Objektif pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam bidang puisi (Jefferson,
1982:84) Tulisan ini pun bermaksud menerapkan pendekatan objektif dalam menganalisis
puisi. Dalam lingkup puisi , Pradopo (2000: 14) menguraikan bahwa karya sastra itu tak hanya
merupakan satu sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Masing-
masing norma menimbulkan lapis norma dibawahnya. Mengacu pendapat Roman Ingarden,
seorang filsuf Polandia, Rene Wellek dalam Pradopo (2000:14) menguraikan norma-norma itu
, yaitu (1) lapis bunyi (sound stratum), misalnya bunyi suara dalam kata,frase, dan kalimat,(2)
lapis arti (units of meaning), misalnya arti dalam fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat, (3)
lapis objek, misalnya objek-objek yang dikemukakan seperti latar, pelaku, dan dunia
pengarang. Selanjutnya Roman Ingarden masih menambahkan dua lapis norma lagi (1) lapis
dunia , dan (2) lapis metafisis.
Waluyo (1987: 145) menjelaskan, struktur puisi dibangun oleh struktur fisik (metode
pengucapan makna) dan struktur batin (makna) puisi. Secara sederhana, penerapan pendekatan
objektif dalam menganilis karya sastra dalam hal ini Puisi , dapat diformulasikan sebagai
berikut . Pertama, mendeskripsikan unsur-unsur struktur karya sastra. Kedua, mengkaji
keterkaitan makna antara unusr-unsur yang satu dengan lainya. Ketiga, mendeskripsikan
fungsi serta hubungan antar unsur (intrinsik) karya yang bersangkutan . Adapun langkah-
langkah menelaah puisi dapat melalui tahap-tahap yang dikemukakan oleh Waluyo ( 1987:
146), tahap 1) menentukan struktur karya sastra, 2) menentukan penyair dan kenyataan sejarah,
3) menelah unsur-unsur, dan 4) sintesis dan interpretasi.
B. Landasan Teoretis
1. Puisi
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di
mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti
semantiknya.Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan,
meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih
diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa dari jumlah
huruf dan kalimat dalam karya tersebut.Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa lebih
mengalir seperti mengutarakan cerita. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan
mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia,
yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati
seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut
merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang
juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut
mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan
untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam
menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru. Namun
beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan
jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. Kebanyakan penyair
aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada
pokok puisi tersebut. Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu
semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran
langsung dengan kasar. Di beberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam
bentuk pantun. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
2. Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi terdiri dari:
1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata,
tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka
kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya
dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji
suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang
dialami penyair.
4) Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya
imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju:
melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa”
dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5) Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun
macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke,
eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme,antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro
toto, totem pro parte, hingga paradoks.
6) Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi.
7) Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji
C.B.),
8) Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak
berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
3. Struktur Batin Puisi
Struktur batin puisi terdiri dari :
1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda
dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair,
misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada
kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih
banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk
oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema
dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama
dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4) Amanat/tujuan/maksud (intention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada
pembaca.

4. Jenis-jenis Puisi
1) Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Mantra Pantun Karmina Seloka
Gurindam Syair Talibun
2) Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata,
maupun rima. Balada Himne Ode Epigram Romansa Elegi Satire.
C. Analisis Sastra

Haratius pernah berkata bahwa sastra bersifat dulce et utilite, yang berarti menyenangkan
dan bermanfaat (alam A Teeuw,1984: 183). Dari pernyataan tersebut, dapat diartikan bahwa
karya sastra daat memberi keneikmatan serta memberi manfaat.

Oleh karena itu karya sasra harus memuat yang berguna bagi kehidupan. Salah satu nilai-
nilai tersebut adalah pendidikan. Nilai-nilai pendidikan dianggap nilai yang sangat vital dengan
masyarakat karena kaitannya sangat erat dengan kehidupan sosial masyarakat.

Analisis karya sastra merupakan bagian dari kegiatan apresiasi sastra. Tujuan analisis karya
sastra dengan meningkatkan pemahaman melakukan kegiatan analisis, pepbelajaran sastra
diharapkan dapat mencapai tujuan apresiatif. Adapun manfaat menganalisis karya sastra adalah
untuk memeberi kesadaran kepada pembacanya tentang kebenaran-kebenaran hidup, karya
sastra memberikan kegembiraan dan kepuasan batin, karya sastra besar itu karya seni dan
keindahan-keindahan yang kodrat manusia, membaca karya sastra menjadikan manusia yang
responsif, peka terhadap hal-hal yang tinggi.
D. Pendekatan Objektif Sastra

1) Konsep Dasar Pendekatan Objektif

Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha, yang
mendapat pengaruh langsung dari teori Saussure yang mengubah studi linguistik dari
pendekatan diakronik ke sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah
perkembangannya, melainkan pada hubungan antar unsurnya. Masalah unsur dan hubungan
antarunsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini (Nurgiyantoro, 2000:36). Aliran
ini muncul dengan teori strukturalisme yang dikemukakan oleh anthropolog Perancis, Claudio
Levi Strauss. Teori ini dikembangkan dalam linguistik oleh Ferdinand de Saussure dengan
bukunya Cours de Linguistique Generale.(Djojosuroto, 2006: 33).Pendekatan Objektif adalah
pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom,
karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga
pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif. Semi (1993:67) menyebutkan
bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal, atau
pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra
secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri.

Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam
menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian
(Sayuti, 2001; 63). , Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis
berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat
penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw (1984:134) , jadi
yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa
setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait
secara masuk akal ( Pradotokusumo, 2005 : 66) . Jeans Peaget dalam Suwondo (2001:55)
menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan , Pertama, gagasan
keseluruhan (whoneles), dalam arti bahwa bagian-bagian menyesuaikan diri dengan
seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-
bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu struktur itu menyanggupi
prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru.
Ketiga, gagasan mandiri (Self Regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya
untuk mempertahankan prosedur transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam
Djojosuroto (2006 : 34) menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur),
amplitude (keluasan yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit (kesatuan
yang saling terjalin)
Sejalan dengan konsep dasar di atas, Suwondo (2001:55) berpendapat memahami sastra
strukturalisme berarti memahami karya sastra dengan menolak campur tangan dari luar. Jadi
memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur yang membangun struktur. Dengan
demikian analisis struktur bermaksud memaparkan dengan cermat kaitan unusr-unsur dalam
sastra sehingga menghasilkan makna secara menyeluruh. Rene Wellek (1958 : 24)
menyatakan bahwa analisis sastra harus mementingkan segi intrinsik. Senada dengan pendapat
tersebut Culler memandang bahwa karya sastra bersifat otonom yang maknanya tidak
ditentukan oleh hal di luar karya sastra itu ( Culler, 1977:127). Istilah lainnya anti kausal dan
anti tinjauan historis (Djojosuroto, 2006:35). Analisis karya sastra dengan pendekatan
strukturalisme memiliki berbagai kelebihan diantaranya Pendekatan struktural memberi
peluang untuk melakukan telaah atau kajian sastra secara lebih rinci dan lebih mendalam,
pendekatan ini mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya
mempersoalkan apa yang ada di dalam dirinya, memberi umpan balik kepada penulis sehingga
dapat mendorong penulis untuk menulis secara lebih berhati-hati dan teliti (Semi, 1993: 70).
Selain memiliki beberapa kelebihan, pendekatan inipun mengandung berbagai kelemahan.
Secara terinci Teeuw menjelaskan empat kelemahan strukturalisme murni , yakni:

strukturalisme belum mengungkapkan teori sastra yang lengkap;


a. karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing dan harus dipahami dalam suatu sistem satra
dengan latar belakang sejarahnya;
b. adanya unsur objektif dalam karya sastra disangsikan karena peranan pembaca cukup dalam
turut memberi makna,
c. penafsiran puisi yang menitikberatkan otonomi puisi menghilangkan konteks dan fungsinya
sehingga puisi dimenaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya (Teeuw, 1984 : 176).
Sekaitan dengan itu Scholes dalam Sayuti (2001:64) menyatakan bahwa strukturalisme
menghadapi bahaya karena dua hal pokok, yaitu:
a. tidak memiliki kelengkapan sistematis yang justru menjadi tujuan pokoknya;
b. menolak makna atau isi karya sastra dalam konteks kultural di seputar sistem sastra. Hal ini
disebabkan karena analisis struktural itu merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, tidak
memerlukan pertolongan dari luar struktur, padahal karya sastra itu tidak terlepas dari situasi
kesejarahannya, kerangka sosial budayanya.
Di samping itu peran pembaca sebagai pemberi makna karya sastra tidak dapat diabaikan.
Kendati mengandung berbagai kelemahan Teeuw (1983:61) berpendapat bahwa bagaimanapun
juga analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi serorang peneliti sastra sebelum ia
melangkah pada hal-hal lain. Jadi, untuk memahami karya sastra secara optimal, pemahaman
terhadap struktur merupakan tahap yang sukar dihindari. Akibat adanya berbagai kelemahan
itulah kemudian para kritikus mengembangkan model-model pendekatan lain sebagai reaksi
strukturalisme dengan tetap mempertahankan prinsip struktur dan membuang prinsip otonomi
yang dijelaskan dalam strukturalisme murni, seperti semiotik dan dekonstruksi. Pada intinya,
teori strukturalisme beranggapan karya sastra itu merupakan sebuah struktur yang unsur-
unsurnya saling berkaitan. Sehingga unsur-unsurnya itu tidak mempunyai makna dengan
sendirinya, maknanya ditentukan oleh saling keterkaitan dengan unsur-unsur lainnya sehingga
membentuk totalitas makna. Adapun tujuannya adalah mendeskripsikan secermat mungkin
keterkaitan semua unsur karya sastra.

2. Penerapan Pendekatan Objektif

Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam bidang puisi (Jefferson, 1982:84) Tulisan ini
pun bermaksud menerapkan pendekatan objektif dalam menganalisis puisi. Dalam lingkup
puisi , Pradopo (2000: 14) menguraikan bahwa karya sastra itu tak hanya merupakan satu
sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Masing-masing norma
menimbulkan lapis norma dibawahnya. Mengacu pendapat Roman Ingarden, seorang filsuf
Polandia, Rene Wellek dalam Pradopo (2000:14) menguraikan norma-norma itu , yaitu:

1) lapis bunyi (sound stratum), misalnya bunyi suara dalam kata,frase, dan kalimat;
2) lapis arti (units of meaning), misalnya arti dalam fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat:
3) lapis objek, misalnya objek-objek yang dikemukakan seperti latar, pelaku, dan dunia
pengarang.Selanjutnya Roman Ingarden masih menambahkan dua lapis norma lagi lapis dunia
, dan lapis metafisis.
Waluyo (1987: 145) menjelaskan, struktur puisi dibangun oleh struktur fisik (metode
pengucapan makna) dan struktur batin (makna) puisi. Secara sederhana, penerapan pendekatan
objektif dalam menganilis karya sastra dalam hal ini Puisi , dapat diformulasikan sebagai
berikut . Pertama, mendeskripsikan unsur-unsur struktur karya sastra. Kedua, mengkaji
keterkaitan makna antara unusr-unsur yang satu dengan lainya. Ketiga, mendeskripsikan
fungsi serta hubungan antar unsur (intrinsik) karya yang bersangkutan . Adapun langkah-
langkah menelaah puisi dapat melalui tahap-tahap yang dikemukakan oleh Waluyo ( 1987:
146), tahap:
1) menentukan struktur karya sastra;
2) menentukan penyair dan kenyataan sejarah;
3) menelah unsur-unsur, dan;
4) sintesis dan interpretasi. Dengan empat tahap tersebut, diharapkan puisi dapat dipahami
sebagai struktur dan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh.
Sejalan dengan itu Djojosuroto (2006:60) mengemukakan analisis strategi pemahaman

puisi. Strategi tersebut dimulai dengan :


1) pemahaman makna kata;
2) pemahaman baris dan bait, dan;
3) pemahaman totalitas makna.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pengumpulan Data
Penulis menelaah sumber yang berkaitan dengan penelitian dengan cara studi pustaka dan
wawancara . Yaitu mencari bahan untuk pembahasan dari buku, internet dan bertanya langsung
pada pengarang puisi.
B. Pengolahan Data
Setelah penulis menentukan batasan masalah dan tujuan penelitian, lalu penulis
mengumpulkan data yang telah ada dan berkaitan dengan penelitian ini yang kemudian
dituangkan dalam makalah ini.
C. Analisis Data
Setelah dilakukannya pengumpulan data dan pengolahan data, maka penulis melakukan
analisis terhadap data yang berhasil diperoleh dan dikumpulkan serta yang ada hubungannya
dengan batasan masalah yang penulis temukan.
BAB IV
ANALISIS PUISI
1. Puisi Bintang

Bintang

Mataku lelah, tapi tak mau terpejam.


Berikeras memandang bintang yang ingin padam.

Aku dan bintang saling pandang.


Bertukar tanda, luka, sehembus hasrat yang hampir hilang.

Jam-jam dingin.
Dingin menjalar angin.

Di jantung bintang aku tenggelam.


Mabuk mencucuki bibir memar malam.

Di jantungku bintang membuat membayangkan hangus.


Gemetar, ingin padamkan cahaya firdaus.

4 pagi: matahari segera datang.


Dan sejoli burung malam akan pulang, menghilang.

Mataku basah, Bintang, basah.


Sebening daun-daun mapel menjelang rebah.

2008
Arif Bagus Prasetyo
1) Struktur Global
Puisi di atas masih termasuk tipografi yang konvensional. Kemudian terdapat penggunaan
tanda baca koma, titik dan tanda titik dua . Puisi di atas terdiri dari tujuh bait dan tiap-tiap bait
terdiri atas dua baris . Seluruh bait dan baris puisi mengungkapkan rasakegelisahan dan
kesedihan yang di tuangkan penyair. Berikut ini pembahasan bait demi bait puisi tersebut
untuk mendapatkan totalitas maknanya.

Bait I :
Menceitakan kelelahan seseorang namun ia tak ingin beristirahat, ingin melihat bintang yang
sedikit demi sediki akan padam cahayannya .
Bait II :
Seseorang yang memandang bintang seakan-akan bintangpun ikut memandang, “aku dan
bintang saling pandang.” dan bintan itu mengerti apa yang orang itu rasakan“Bertukar tanda,
lka, sehembus hasrat yang ingin hilang.”

Bait III :
Seakan akan tak peduli dengan waktu “ Jam – jam dingin”

Bait IV :
Seakan jiwanya menyatu dengan bintang malam “di jantung bintang aku tenggelam.”

2) Struktur Fisik Puisi

a) Perwajahan puisi atau tifografi


Puisi yanng berjudul Bintang ini terdapat pada halaman 3 pada buju yang berjudul memento,
penyimpanan puisi ini berada di tepi unjung sebelah kanan. Puisi Bintang ini memiliki 7 bait
puisi dengan masing masing bait meiliki dua baris, setiap awal puisi menggunaka huruf kapital
dan di akhiri dengan tanda baca titik (.) .

b) Diksi
Dalam puisi yang berjudul Bintang ini penyair menggunakan kata yang berkaitan dengan
alam seperti “Bintang” dan “malam”.

c) Imaji
Imaji dalam puisi Bintang menghadirkan Imaji visual , seakan – akan pembaca dapat
merasakan dan melihat apa yang di tulis penyair dalam puisi tersebut seperi terdapat dalam bait
“Mataku lelah, tapi tak mau terpejam.” dan “Bersikeras memandang bintang yang ingin
padam”. Terdapat juga imaji sentuh atu imaji taktil terdapat dalam larik “ Jam – jam dingin.”
Dan “dinding menjalarkan angin.”.

d) Kata Kongkret
Kata kongkret yang di gunakan dalam puisi Bintang ini adalah “mencucuki” melambakan
kesakitan yang tertinggal.
e) Gaya Bahasa
Bahasa yang di gunakan dalam puisi yang berjudul Bintang ini menggukan bahasa yang
cukup sederhana, hanya ada beberapa kata yang menggunakan majas hiper bola atau melebih
lebihka seperti kata “ Aku dan bintang saling pandang.” Karena bintang itu benda langit dan
tidak memiliki mata sehingga tidak mungkin dapat saling memandang.

f) Rima
Rima yang terdapat dalam puisi Bintang ini adalah a-a-a-a-a-a , setiap baris dalam baitnya
memiliki akhiran yang sama.

g) Onomatope
Dalam puisi yang berjudul Bintang ini tidak terdapat onomatope atau tirun suara.

3) Unsur Batin

a) Tema/makna
Tema yang terkandung dalam puisi yang berjudul Bintang adalah sekedihan atau duka yang
di rasakan seseorang karena merasa kehilangan.

b) Rasa
Puisi Bintang di dalamnya menunjukan rasa penat dan kecewa dengan keadaan yang sedang
terjadi, sehingga seseorang tersebut menginginkan pergi dari situasi itu.

c) Nada
Nada yang muncul dalam puisi Bintang adalah nada keluhan akan keadaan yang sedang
terjadi yang tak sesuai dengan keinginan atupun harapan, dipenuhi dengan keluh dan kesah
yang tak bisa lagi di bendung.

d) Amanat
Amanat yang di sampaikan oleh penyair dalam puisi Bintang ini ialah kepergian yang
terkasih dapat memukul rasa kecewa tapi dalam hal itu kita akan mendapakan hal yang tak
terduga.
2. Puisi Rubayat

RUBAYAT

Hutan gugur itu terus-menurus melepaskan daun-daunya ke arah


musim yang hampir mati.
Ada selembar: hampir, bisikmu.
Tapi lihat, hei! Dekat telaga aku menjelma selembar
daun yang ku lepaskan diluar musim: ada yang memintaku pada pasir.

1995
Arif Bagus Prasetyo
1) Unsur Fisik

a) Tifografi
Puisi Rubayat ini memiliki tifografi yang unik setiap awal larik puisinya di tulis
menggunakan huruf kapital dan di akhiri dengan tanda baca titik (.), serta menggunakan tanda
baca lain seperti titik dua (:) dalam larik “ Ada selembar: hampir, bisikmu.” Dan tanda koma
(,) dan tanda seru (!) dapat di lihat dalam kutipan “ Tapi lihat, hei! Dekat telaga aku menjelma
selembar daun yang ku lepaskan di luar musim: ada yang memintaku pada pasir.”

b) Diksi
Pemilihan kata dalam puisi Rubayat menggunakan kata yang sederhana sehingga maknanya
muah di pahami, terdapat dari pemilihan kata dari alam seperti “Hutan”, “telaga” dan “pasir”.

c) Imaji
imaji yang digunakan dalam puisi Rubayat ini adalah Imaji penglihatan sehingga hal-hal yang
tak nampak seakan-akan terlihat seperti “hutan gugur”. Imaji peraba, imaji yang timbul gambar
angan yang dapat di hayati atau perasaan seperti “ selembar daun yang kau lepaskan”

d) Kata Kongret
Kata kongret yang di gunakan dalam puisi Rubayat ini adalah kata “pasir” yang berarti
butiran debu.

e) Gaya Bahasa
Bahasa yang di gunakan dalam puisi Rubayat ini menggukana gaya bahasa yang mudah di
pahami dan tidak mengandung gaya bahasa yang sulit untuk di paami.

f) Rima/Irama
Rima/irama yang terdapat dalam puisi ini dalam akhir setiap barisnya adalah a-i-a-i.
g) Onomatope
Terdapat tiruan suara dalam puisi Rubayat yaitu “Hampir” yang seakan-akan di ucapkan oleh
manusia.

2) Unsur Batin

a) Tema/makna
Tema yang terdapat dalam puisi Rubayat adalah kepergian yang belum waktunya.

b) Rasa
Rasa yang terdapat dalam puisi Rubayat ini adalah rasa ketegaran karena akan pergi dengan
tiba-tiba atau pergi yang tak terduga.

c) Nada
Nada yang muncul dalam puisi Rubayat ini yaitu kegigihan dan ketegaran enahan rasa sedih.

d) Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi Rubayat ini adalah tegarlah dalam menghadapi suatu
kondisi yanng sulit karena setiap masalah akan ada jalan keluarnnya.
3. Puisi Sejam Percakapan Dalam Sepi

SEJAM PERCAKAPAN DALAM SEPI

sejam lalu:
sepi turun menyergapku erat-erat lewat sepi yang sekarat
dan terguling terbanting-banting berceceran dari ujung rokokku.

katamu ia ingin menjagaku dari mulut hujan yang lican, yang


terlalu banyak fitnahnya dan sukanya menyindir-nyindir saja di
seputar kelemahanku sebagai lelaku yang...

tidak! aku cum mau menyapamu dengan hangat, sambil sesekali


mendengarkan degup darah berloncatan dan menetes-netes nyaring
diantara nening sajakmu. betapa swaranya
mirip benar dengan ku.

tapi itu menyakitkan, hujan. biar sepi


memberesi.

tuhan!

1995
Arif Bagus Prasety

1) Unsur Fisik

a) Tifografi
Puisi Rubayat ini memiliki tifografi yang unik setiap awal larik puisinya di tulis
menggunakan huruf kcecil dan di akhiri dengan tanda titik (.), selain terdapat tanda baca titik
(.) terdapat pula tanda baca koma (,) seperti ktipan berikut “ tapi menyakitkan, hujan.
biar...”dan tanda seru (!) sebagi berikut “tuhan!”. Puisi sejam percakapan dalam sunyi ini
memiliki lima bait puisi dengan bait pertama memiliki tiga baris, bait kedua memiliki tiga baris,
bait ke tiga memiliki lariknempat baris, bait ke empat memiliki larik dengan dua baris dan bait
kelima memiliki satu baris ralik saja.
b) Diksi
Pemilihan kata dalam puisi Sejam Percakapan Dalam Sepi ini menggunakan kata yang
sederhana sehingga maknanya muah di pahami, tmenggunakan majas yang melibeih lebikan
seperti kutipan berikut “mendengarkan degup darah berloncat-loncatan...” .

c) Imaji
imaji yang digunakan dalam puisi Sejam Percakapan Dalam Sepi ni adalah Imaji penglihatan
sehingga hal-hal yang tak nampak seakan-akan terlihat seperti “terguling terbanting-banting...
”. Imaji peraba, imaji yang timbul gambar angan yang dapat di hayati atau perasaan seperti “
tapi itu menyakitkan... ” dan imaji pendengaran sekan-akan penyair mendengarkan apa yang
di tulis seperti larik berikut “mendengarkan dengup darah...”

d) Gaya Bahasa
Bahasa yang di gunakan dalam puisi Sejam Percakapan dalam Sepi ini menggukana gaya
bahasa yang sederhana sehingga pembaca akan mudah memahami setiap kata yang tertulis di
puisi ini.

e) Rima/Irama
Rima/irama yang terdapat dalam puisi ini dalam akhir setiap barisnya adalah a-u-a-a-u-a-a-
u-a-a-a

f) Onomatope
Terdapat tiruan suara dalam puisi Rubayat yaitu “Menetes-netes” seakan akan terdengar
suara tetesan.
2) Unsur Batin

a) Tema/makna
Tema yang terdapat dalam puisi Sejam Percakapan Dalam Sepi ini menceritakan seorang
lelaki yang merakan kerinduan pada orang yang terkasihnya dan dia tidak bisa
menguungkapkannya, setiap datng hujan dia selalu memgimgat orang terkasihnya, dan dia
berusaha untuk tidak mendengar apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya yang merindukan
orang terkasihnya.

b) Rasa
Rasa yang terdapat dalam puisi Sejam Percakapan Dalam Sepi ini adalah rasa yang tidak
karuan merasakan kerinduan yang amat dalam.

c) Nada
Nada yang muncul dalam puisi Sejam Percakapan Dalam Sepi ini yaitu kegigihan dan
ketegaran menahan rasa rindu.

d) Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi Sejam Percakapan Dalam Sepi ini adalah jangan
dengarkan apa yang orang katakan tentang kita, jika memang merasa itu tidak bena dan tetaplah
berada di jalan yang sedang di tuju.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses pemaknaan karya sastra dapat dipahami dengan menggunakan berbagai pendekatan,
pendekatan objektif atau struktural merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan
dalam menganalisis karya sastra. Meskipun analisis sastra dengan menggunakan pendekatan
objektif dalam hal ini analisis strukturalisme mempunyai beberapa kelemahan, akan tetapi
analisis struktural merupakan sesuatu yang harus dilalui, sebagai sebuah tahap awal dalam
proses pemaknaan karya sastra. Karena arti sesungguhnya dari sebuah karya sastra hanya dapat
dipahami dengan menganalisis susunan dan organisasi karya sastra tersebut.

Arif Bagus Prasetyo dilahirkan pada 30 September 1971 di madiun, tumbuh di Surabaya,
tinggal di Denpasar. Dia dikenal sebagai penyair, kritikus sastra, penerjmah dan kurator seni
rupa. Salah satu karyannya adalah buku kumpulan puisi yang berjudul Memento di dlam buku
Memeto terdapat puisi yang penulis analisis yang berjudul Bintang, Rubayat dan Sejam
Percakapan Dalam Sepi.

Denagan demikian puisi Bintang, Rubayat dn Sejam Percakan Dalam Sepi di analisi
menggunakan pendekatan objektif, setelah di analisis ketiga puisi tersebut di uraikan secara
struktural. Puisi yang bejudul Bintang memiliki unsur batin dan fisik yang hampir sempurna
begitu pula dengan puisi yang berjudul Rubayat dan Sejam Pecakapan Dalam Sepi.
DAFTAR PUSTAKA

Culler, Jonathan. 1977. Structuralis Poetics. London: Methuen & Co.Ltd.


Wellek, Rene. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Djojosuroto, Kinayati. 2006. Pengajaran Puisi Analisis dan Pemahaman. Bandung: Nuansa.
Teeuw,A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta :Gramedia.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga
Abrams,M.H. 1979. The Mirror and the lamp : Romantic Theory and the Critical Tradition.
New York : .Oxford University Press.
Bagus Arif Praseyto.2009. Memento. Bali: Arti Foundation Denpasar
Pendekatan Objektif (2018) “Pendekatan Objektif: salah satu pendekatan menganalisis karya
sastra”[Online]. Tersedia: https://ikamustika444.wordpress.com/2012/11/10pendekatan-
objektif-salah-satu-pendekatan-menganalisis-karya-sastra/ (04-02-119).

Anda mungkin juga menyukai