Anda di halaman 1dari 25

Analisis Struktur Puisi Tanah air Mata

Karya Sutardji Calzoum Bahri

Makalah
Disusun untuk Memenuhi US Mata Kuliah Teori Sastra

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA
2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pradopo (2010:13) mengatakan, “Puisi sebagai karya seni itu puitis. Kata puitis
sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi”. Jadi secara umum bila hal
menumbuhkan keharuan disebut puitis. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-
macam cara, misalnya dengan bentuk visual:tipografi, susunan bait; dengan bunyi;
persajakan, asonansi, alitrasi, kiasan bunyi, lambang rasa orkestrasi; dengan pemilihan
kata (diksi). Bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa dan
sebagainya (Pradopo,2010:13).
Bentuk karya sastra puisi memiliki struktur yang berbeda dengan bentuk prosa.
Perbedaannya tidak hanya pada struktur batin tetapi pula pada struktur fisiknya. Dari
struktur batin serta struktur fisik, penciptaan puisi memakai prinsip pemadatan yang
mengatakan arti dan wujud. Puisi terdiri atas 2 struktur ialah stuktur batin serta struktur
fisik. Kedua struktur tersebut saling mengikat satu sama lain untuk membentuk makna
yang utuh. Menurut Waluyo (Azizah, 2015) puisi adalah suatu struktur teks yang terdiri
dari berbagai unsur-unsur pembangunnya. Puisi terbentuk unsur-unsur pembangun yang
dapat dibagi berdasarkan strukturnya di antaranya struktur fisik dan struktur batin.
strruktur fisik merupakan unsur yang dapat terlihat secara nyata, struktur fisik meLiputi
tipografi, diksi, imaji dan kata konkret. Sedangkan struktur batin merupakan unsur utama
dalam puisi karena struktur batin berkaitan erat dengan makna yang dihasilkan dalam
puisi, struktur batin meliputi tema, nada, suasana dan amanat. Puisi dapat dikatakan baik
jika puisi tersebut memiliki nilai-nilai yang mendalam, penggunaan bahasa yang tertata
dan terdapat unsur-unsur pembangun di dalamnya. Tentunya hal tersebut berlaku pada
struktur batin maupun struktur fisik yang ada didalamnya. Sejalan dengan pendapat
Pradopo (2010) bahwa puisi adalah suatu imajinasi yang dituangkan ke dalam tulisan yang
memiliki makna tersendiri. Selain itu, puisi juga memiliki pesan yang ingin disampaikan
oleh penulis, puisi juga disusun sedemikian rupa dengan penyepadanan bunyi. Pada
kesempatan kali ini, peneliti akan menganalisis sebuah puisi dari unsur batin, mengingat
sebuah puisi karya seni dapat dikaji dari berbagai macam aspeknya. Pradopo (2010)
menyatakan menganalisis puisi bertujuan untuk memahami isi dari puisi tersebut karena
karya sastra berupa puisi yang tidak luput dari sistem tanda yaitu bahasa. Sehingga, dapat
ditarik simpulan yang menyatakan bahwa menganalisis puisi berarti mengetahui apa yang
ingin disampaikan atau dikomunikasikan oleh komposisi bahasa yang terdapat dalam puisi.
Dengan menganalisis puisi, maka peneliti dapat memahami dan mengetahui isi dari puisi
tersebut. Objek yang akan dianalisis yaitu puisi “Tanah Air Mata”, alasan peneliti memilih
puisi tersebut karena bahasa yang digunakan memuat fenomena-fenomena yang hampir
semua manusia merasakan.
Dalam sebuah penafsiran puisi tidak dapat dipisahkan dari kedua struktur tersebut. Untuk
itu, dilakukan analisis struktur batin dan struktur fisik puisi berjudul " Hujan Bulan Juni"
karya Sapardi Djoko Damono dilakukan dalam penelitian ini. Bertujuan untuk
mendeskripsikan tema, rasa, nada, amanat serta mendeskripsikan diksi,imaji, kata konkret,
tipografi, dan majas dalam puisi tersebut. Alasan meneliti puisi ini adalah karena bahasa
yang digunakan mengandung fenomena yang pernah dialami hampir semua orang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur fisik dalam puisi Tanah Airmata karya Sutarji Calzoum Bachri?
2. Bagaimana struktur batin dalam puisi Tanah Airmata karya Sutarji Calzoum Bachri?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui struktur fisik dalam puisi Tanah Airmata karya Sutarji Calzoum
Bachri.
2. Untuk mengetahui struktur batin dalam Tanah Airmata karya Sutarji Calzoum Bachri.

BAB II
KERANGKA TEORI

A. Kerangka Teori
1. Hakikat Puisi
a. Pengertian Puisi
Puisi merupakan jenis karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai
mediumnya. Burhan Nurgiyantoro mengemukakan bahwa puisi adalah jenis karya
sastra yang bahasanya tersaring penggunaannya (2005: 312). Pemilihan bahasa
dalam puisi, terutama aspek diksi telah melewati seleksi ketat, dipertimbangkan
dari berbagai sisi baik yang menyangkut unsur bunyi, bentuk, dan makna.
Semuanya itu bertujuan untuk memeroleh efek keindahan.
Rachmat Djoko Pradopo menyatakan bahwa puisi merupakan rekaman dan
interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang
paling berkesan (1990: 7). Mengacu pendapat tersebut, puisi mengungkapkan
pemikiran penyair untuk membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi
pancaindera yang dibuat dalam susunan terindah. Oleh sebab itu, bahasa dalam
puisi lebih didayagunakan untuk memberikan efek keindahan. Efek tersebut
sering kali lebih menyentuh, memesona, merangsang, menyaran, serta
membangkitkan imajinasi dan suasana tertentu.
Suminto A. Sayuti menyatakan bahwa puisi merupakan hasil kreativitas
manusia yang diwujudkan lewat susunan kata yang mempunyai makna. Susunan
kata tersebut memiliki pola rima (persajakan) tertentu (1985: 12-13). Mengacu
pendapat tersebut, penyair dalam mencipta puisi tak lepas dari unsur-unsur yang
membangun sebuah puisi. Herman J. Waluyo (2003: 4) mengungkapkan bahwa
puisi dibangun oleh dua unsur pokok, yaitu struktur fisik berupa bahasa yang
digunakan dalam puisi dan struktur batin atau struktur makna yang merupakan
pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh penyair.
Pendapat di atas sejalan dengan Ibrahim dalam Suminto A. Sayuti yang
menjelaskan bahwa unsur-unsur yang membangun sebuah puisi meliputi
imajinasi, emosi, dan bentuk yang khas. Mengacu pendapat tersebut dapat
dikatakan bahwa dalam puisi yang merupakan kesatuan yangs aling menjalin
satu sama lain. Oleh sebab itu, penyair dalam menulis sebuah puisi lebih banyak
mendayakan imajinasi dan emosi dalam susunan kata dan bentuk yang menarik
yang telah disusun sedemikian rupa dengan maksud tertentu. Selain itu, penyair
juga mendayakan pengekspresian lewat berbagai ungkapan kebahasaan seperti
berbagai bentuk pemajasan, pencitraan, dan permainan bentuk- bentuk
kebahasaan yang lain.
William Worsworth dalam Atar Semi mengemukakan bahwa poetry is the
best words in the best order. Puisi adalah kata-kata terbaik dalam susunan terbaik
(1993: 93). Pendapat tersebut sejalan dengan Herman J. Waluyo (2003: 1) yang
menjelaskan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan,
dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata
kias (imajinatif). Kata-kata dalam puisi benar-benar padat dan terpilih sehingga
sangat indah untuk dibaca. Dalam menciptakan puisi, penyair memilih kata-kata
yang tepat kemudian disusun sebaik-baiknya. Penyair juga memadukan antara
unsur satu dengan unsur lain dan dibuat seimbang, simetris, dan sangat erat
hubungannya.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah
susunan kata-kata imajinatif yang merupakan reaksi penyair terhadap dunianya
yang dibuat susunan terbaik dengan mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur
batin.
b. Jenis-jenis Puisi
Puisi sebagai salah satu karya sastra mempunyai berbagai jenis. Maria
Utami (2010: 3-5) mengklasifikasikan puisi menjadi beberapa jenis.
1) Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak
disampaikan, puisi dibedakan menjadi tiga, yaitu: puisi naratif, puisi lirik, dan
puisi deskriptif.
(a) Puisi naratif adalah puisi yang mengungkapkan cerita atau penjelasan
penyair. Puisi naratif menceritakan tentang sesuatu secara sederhana dan
langsung mengenai pokok cerita yang ditulis penyair dalam wujud kata-
kata. Puisi naratif terdiri atas: epik, romansa, balada, dan syair. Epik
merupakan puisi yang tentang kepahlawanan. Adapun romansa ialah
puisi yang menggunakan bahasa romantis serta berisi kisah percintaan.
Balada merupakan puisi yang bercerita tentang tokoh pujaan atau orang-
orang yang menjadi pusat perhatian. Sedangkan syair ialah puisi lama
yang tiap-tiap bait terdiri atas empat baris yang berakhir dengan bunyi
yang sama.
(b) Puisi lirik adalah puisi yang mengungkapkan gagasan pribadi penyair
atau aku lirik. Atar Semi menyatakan bahwa puisi lirik merupakan puisi
yang sangat pendek dan sederhana yang mengekspresikan emosi (1993:
106). Mengacu pendapat tersebut dalam penulisan puisi lirik, penyair
mengungkapkan gagasan pribadinya yang disusun dalam susunan yang
sederhana serta mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula. Jenis puisi
lirik, antara lain: elegi, ode, dan serenada. Elegi merupakan puisi yang
mengungkapkan perasaan duka. Ode adalah puisi yang berisi pujaan
terhadap tokoh yang dikagumi, sesuatu hal, dan sesuatu keadaan.
Sedangkan serenada ialah sajak percintaan yang dapat dinyanyikan.
(c) Puisi deskriptif merupakan puisi yang mengedepankan penyair sebagai
pemberi kesan terhadap keadaan atau peristiwa, benda, dan suasana yang
dipandang menarik perhatian penyair. Jenis puisi deskriptif, antara lain:
satire, kritik sosial, dan puisi impresionistik. Satire merupakan puisi yang
mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu keadaan
dengan cara menyindir. Adapun di dalam puisi kritik sosial, penyair
menyatakan ketidaksenangan terhadap keadaan atau terhadap diri
seseorang. Sedangkan puisi impresionistik merupakan puisi yang
mengungkapkan kesan impresif penyair terhadap suatu hal.
2) Berdasarkan pada suara ataupun tempat yang cocok untuk pembacaannya
dan jumlah pembaca, puisi dibedakan menjadi dua, yaitu: puisi kamar
dan puisi auditorium. Puisi kamar merupakan puisi yang cocok dibaca
sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja di dalam kamar.
Sedangkan puisi auditorium ialah puisi yang cocok untuk dibacakan di
auditorium atau mimbar yang jumlah pendengarnya dapat berjumlah
ratusan orang. Mengacu pendapat tersebut, banyak pui si-puisi Indonesia
yang termasuk dalam kategori puisi auditorium, misalnya beberapa puisi
Rendra dan Sutardji merupakan contoh puisi auditorium yang baru
memperlihatkan keindahannya setelah suaranya terdengar melalui
pembacaan secara keras.

3) Berdasarkan sifat atau isi yang dikemukakan di dalam puisi, puisi dibedakan
atas: puisi fisikal, platonik, dan puisi metafisikal. Puisi fisikal merupakan
puisi yang bersifat realistis. Artinya, puisi tersebut menggambarkan
kenyataan apa adanya (Herman J. Waluyo, 2003: 138). Pada puisi fisikal
penyair menyampaikan kenyataan yang ada yang pernah dilihat, didengar,
dan dirasakan. Adapun puisi platonik ialah puisi yang sepenuhnya berisi hal-
hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Puisi yang mengungkapkan cinta
luhur kekasih atau orangtua kepada anaknya, puisi ini juga merupakan
pengungkapan ide ataupun cita-cita. Sedangkan puisi metafisikal adalah puisi
yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan serta
merenungkan Tuhan.
4) Berdasarkan cara menafsirkan makna puisinya, puisi dibedakan atas: puisi
diafan, puisi gelap, dan puisi prismatis. Herman J. Waluyo (2003: 140)
menjelaskan bahwa puisi diafan adalah puisi yang kurang sekali
menggunakan pengimajian, kata konkret, dan bahasa figuratif, sehingga
bahasa dalam puisi mirip dengan bahasa sehari-hari. Puisi seperti tersebut
akan mudah dipahami maknanya. Adapun puisi gelap ialah puisi yang
mempunyai banyak majas, lambang, kiasan sehingga sulit ditafsirkan.
Sedangkan puisi prismatis, penyair mampu menyelaraskan kemampuan
menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian rupa
sehingga pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan makna puisinya. Puisi
prismatis memiliki banyak makna yang dapat ditelusuri oleh pembaca.
5) Berdasarkan kandungan nilai keilmuan, puisi dibedakan menjadi dua, yaitu:
puisi parnasian dan puisi inspiratif. Puisi parnasian merupakan puisi yang
mengandung unsur atau nilai-nilai keilmuan. Puisi ini diciptakan dengan
pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirasi karena
adanya mood dalam jiwa penyair. Sedangkan puisi inspiratif adalah puisi
yang didasarkan pada mood atau passion penyair
c. Struktur Puisi
Herman J. Waluyo mengemukakan bahwa puisi merupakan bentuk karya
sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan
disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan
pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin (2003: 25). Mengacu pendapat
tersebut, di dalam puisi terdapat struktur yang menyusunnya. Struktur tersebut
meliputi struktur fisik dan struktur batin. struktur fisik atau yang disebut pula
sebagai struktur kebahasaan, sedangkan struktur batin puisi yang berupa ungkapan
batin pengarang.
Paul (2005) menyatakan bahwa ”Poets always write as poets-tuned to
rhythm, imagery, and feeling. Every phrase, every sentence, is carefully balanced
so that it is held in perfect tension with the structure as a whole”. Menurut Paul,
puisi terdiri atas ritme, imajinasi, dan perasaan yang memiliki struktur seimbang
layaknya sebuah lingkaran. Mengacu pendapat tersebut di dalam puisi terdapat
struktur yang membangunnya secara seimbang. Hal tersebut bertujuan agar puisi
mempunyai keindahan sehingga dapat dinikmati oleh pembaca.
Herman J. Waluyo berpendapat bahwa struktur fisik puisi terdiri atas: diksi,
pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi, dan tipografi. Sedangkan struktur
batin puisi terdiri atas: tema, nada, perasaan, dan amanat (2003: 28).
1) Struktur Fisik Puisi

a) Diksi
Atar Semi mengungkapkan bahwa diksi merupakan pemilihan kata (1993: 122).
Pendapat tersebut senada dengan H. J. Waluyo yang mengemukakan bahwa
penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata karena kata-kata yang ditulis
harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama,
kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya dan kedudukan kata dalam
keseluruhan puisi itu
(2003: 72).
Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001, 35-58) menyatakan bahwa diksi
mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam
penulisan suatu karya sastra. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya
dengan makna. Hal tersebut bertujuan untuk mengomunikasikan maksud penyair
kepada pembaca. Oleh karena itu, kata-kata yang digunakan dalam puisi harus
dipilih secermat mungkin oleh penyair. Selain itu, penyair juga
mempertimbangkan kata-kata yang dipakai dalam puisi dari berbagai aspek dan
efek pengucapannya. H. J. Waluyo mengungkapkan bahwa kata-kata yang
dipilih penyair adalah kata-kata yang puitis agar memiliki efek keindahan (2003:
73). Mengacu pendapat tersebut, penyair menggunakan kata-kata konotatif
dalam puisinya yang memiliki makna lebih dari satu. Namun masih sering pula
dijumpai penyair yang menggunakan kata-kata dalam bahasa sehari-hari.
Semuanya itu bertujuan untuk memberi keindahan dalam puisnya serta agar
pembaca mudah memahami karyanya. Selain itu puisi juga merupakan
pengungkapan perasaan penyair yang mengalir yang dituangkan dalam bentuk
kata-kata yang indah. Oleh karena itu, tak jarang para penyair menggunakan kata
khas puisi dan juga kata-kata yang jelas seperti bahasa sehari-hari dalam puisi-
puisinya.

b) Pengimajian
Herman J. Waluyo menyatakan bahwa pengimajian adalah kata atau susunan
kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan,
pendengaran, dan perasaan (2003: 78). Melalui pengimajian, apa yang
digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif),
dan dirasa (imaji taktil). Atar Semi (1993: 124) mengemukakan bahwa
pengimajian adalah penataan kata yang menyebabkan makna-makna abstrak
menjadi konkret dan cermat.
Pendapat di atas sejalan dengan Effendi (dalam Herman J. Waluyo,
2003: 10) yang mengemukakan bahwa pengimajian adalah kata atau susunan
kata-kata yang dapat memperjelas dan berusaha untuk menggugah
timbulnya imaji pembaca sehingga pembaca tergugah untuk melihat benda-
benda, warna, kemudian mendengar bunyi-bunyian, serta dapat menyentuh
kesejukan dan keindahan benda dan warna. Pengimajian dalam puisi dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan
seperti apa yang dialami oleh penyair.
c) Kata konkret
H. J. Waluyo (2003: 79) mengungkapkan bahwa setiap penyair berusaha
mengonkretkan hal yang ingin dikemukakan. Hal tersebut bertujuan agar pembaca
membayangkan dengan lebih hidup apa yang dimaksudkan. Berkaitan dengan
pendapat tersebut, setiap penyair memiliki cara dalam penggunaan kata konkret yang
berbeda. Pengonkretan kata ini erat berhubungan dengan pengimajian, pelambangan,
dan pengiasan. Ketiga hal itu memanfaatkan gaya bahasa untuk memperjelas apa
yang ingin dikemukakan.
Kata konkret juga disebut dengan kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau
lambang. Misalnya kata konkret “salju” yang melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dan lain-lain. Sedangkan kata konkret “rawa-rawa” dapat
melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dan lain-lain. Contoh
kata konkret dapat dijumpai pada puisi Chairil Anwar yang berbunyi aku ini
binatang jalang dari kumpulannya terbuang. Pengonkretan tersebut merupakan
usaha penyair dalam memperkonkret sikap kebebasannya.

d) Majas
Menurut H. J. Waluyo (2003: 83), bahasa figuratif atau majas adalah bahasa yang
digunakan penyair yang bersusun-susun atau berpigura. Pendapat tersebut sejalan
dengan Jabrohim, Suminto dan Chairul Saleh (2001, 35-58) yang menyatakan bahwa
bahasa figuratif disebut juga sebagai majas yang biasa dipakai untuk
menghidupkan lukisan untuk lebih mengonkretkan dan lebih mengekspresikan
perasaan yang diungkapkan.
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa majas digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan cara pengiasan, yakni secara tidak langsung
mengungkapkan makna. Majas digunakan untuk menyampaikan perasaan, harapan,
suasana hati, dan semangat hidupnya agar penyair terhindar dari keterbatasan kata-
kata denotatif yang bermakna lugas.
Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan suatu hal yang lain agar
sesuatu itu dapat digambarkan dengan lebih jelas. Misalnya, untuk menggambarkan
suasana hati yang gembira, senang, mempunyai harapan besar untuk berjumpa
dengan seseorang, dan lain- lain. Adapun macam-macam majas, antara lain metafora,
personifikasi, litotes, ironi, eufemisme, repetisi, dan lain-lain.

e) Versifikasi
Versifikasi terdiri atas rima, ritma, dan metrum. Marjorie Boulton dalam H. J. Waluyo
menyebutkan rima sebagai phonetic form (2003: 90). Rima adalah persamaan bunyi
pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Herman J. Waluyo (2003: 12)
mengemukakan bahwa persamaan bunyi yang berulang dapat menciptakan konsentrasi
dan kekuatan bahasa atau sering disebut daya gaib kata.
Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan pengulangan
bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma dalam puisi timbul karena perulangan bunyi
berturut-turut dan bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi. Ritma
disebabkan juga oleh tekanan- tekanan kata yang bergantian keras lemah, disebabkan
oleh sifat-sifat konsonan dan vokalnya atau panjang pendek kata. Herman J. Waluyo
(2003: 12) menyatakan bahwa ritma berupa pengulangan bunyi, kata, frase, dan
kalimat yang teratur suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang teratur dan
menciptakan keindahan.

Herman J. Waluyo (2003: 94) menyatakan bahwa metrum dalam puisi berupa
pengulangan tekanan kata yang tetap. Pendapat tersebut sejalan dengan Djoko Pradopo
yang mengungkapkan bahwa metrum ialah irama yang tetap. Artinya, pergantiannya
sudah tetap menurut pola tertentu (1990: 40). Hal tersebut disebabkan oleh jumlah
suku kata yang sudah tetap dan tekanannya yang tetap hingga alun suara yang menaik
dan menurun itu tetap saja. Djoko Pradopo juga mengungkapkan bahwa yang terasa
seperti mempunyai metrum, yaitu pantun. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah suku
kata yang agak tetap dalam tiap baris baitnya dan oleh pola persajakan (tengah atau
akhir) yang tetap. Herman
J. Waluyo (2003: 96) menyatakan bahwa metrum dalam puisi sulit untuk ditentukan.

f) Tipografi
Atar Semi mengemukakan bahwa tipografi disebut juga ukiran bentuk (1993: 135).
Tipografi diartikan sebagai tataran larik, bait, kalimat, frase, kata, dan bunyi untuk
menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan suasana puisi.
Larik-larik puisi dibuat untuk membangun bait. Penyair berusaha menciptakan puisi
seperti gambar yang disebut dengan puisi konkret karena tata wajahnya membentuk
gambar yang mewakili maksud tertentu. Herman J. Waluyo mengemukakan bahwa
puisi yang tidak mengikuti aturan atau pola disebut dengan puisi dengan tata wajah
konvensional (2003: 14). Mengacu pendapat tersebut, tata wajah puisi dibuat apa
adanya, tanpa membentuk gambar atau bentuk tertentu lainnya. Artinya, penyair
memiliki kebebasan dalam memilih bentuk yang ia sukai, atau menciptakan bentuk
yang ia sukai.
2) Struktur Batin Puisi

a) Tema
H. J. Waluyo (2003: 106) menyatakan bahwa tema adalah gagasan pokok (subject-
matter) yang dikemukakan penyair melalui puisinya.
Dari pendapat tersebut diketahui bahwa tema merupakan gagasan
pokok yang dikedepankan penyair dalam puisi-puisinya. Gagasan pokok persoalan
atau pikiran tersebut begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair sehingga menjadi
landasan utama pengucapannya.
Tema merupakan gagasan pokok tersirat dalam keseluruhan isi puisi. Perasaan-
perasaan yang diungkapkan merupakan penggambaran suasana batin. Tema dapat
terbagi menjadi bermacam-macam, misalnya Ketuhanan (religius), cinta,
kesetiakawanan, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik
sosial, demokrasi, dan lain-lain. Untuk mengetahui suatu tema dalam puisi, pembaca
sedikit banyak harus mengetahui latar belakang penyair agar tidak salah menafsirkan
tema puisi tersebut.
b) Nada
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca. Sikap
penyair kepada pembaca disebut nada puisi. Herman J. Waluyo menyatakan bahwa
nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca (2003: 125). Mengacu pendapat
tersebut nada dalam puisi dibuat oleh penyair untuk menimbulkan suasana tertentu.
Suasana puisi dirasakan oleh pembaca sebagai akibat dari nada yang diambil sang
penyair. H. J. Waluyo (2003: 37) mengungkapkan bahwa terdapat puisi yang bernada
sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius, patriotik, belas kasih, takut,
mencekam, santai, masa bodoh, pesimis, humor, mencemooh, kharismatik, filosofis,
khusyuk, dan sebagainya.
Mengacu pendapat tersebut, dari nada belas kasih yang diciptakan penyair dalam
puisinya dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca ketika ia membaca karya
penyair, dan lain-lain. Selain itu, melalui nada, pembaca dapat mengetahui
penyampaian penyair baik terkesan menggurui, menasihati, mengejek, santai, dan lain-
lain ataupun bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.

c) Perasaan
Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair.
Perasaan penyair (feeling) adalah nuansa batin penyair yang diekspresikan dengan
penuh penghayatan dan takaran yang tepat sehingga diharapkan puisi yang diciptakan
penyair terasa hidup, menyentuh rasa haru, dan menggetarkan. Perasaan tersebut ikut
diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca.
Nada dan perasaan penyair akan lebih dapat ditangkap jika puisi tersebut dibaca
keras dalam deklamasi. Herman J. Waluyo (2003: 40) menyatakan bahwa perasaan
yang menjiwai puisi dapat berupa perasaan gembira, sedih, terharu, terasing,
tersinggung, patah hati, sombong, tercekam, cemburu, kesepian, takut, dan menyesal.

d) Amanat
Amanat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat,
pesan, atau nasihat yang akan disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah tema,
rasa, dan nada puisi dipahami (Herman J. Waluyo, 2003: 130). Mengacu pendapat
tersebut, amanat dalam puisi tidak dapat lepas dari tema dan isi puisi yang
dikemukakan penyair. Selain itu, amanat merupakan kesan yang ditangkap pembaca
setelah membaca puisi. Setelah membaca puisi, pembaca akan dapat menyimpulkan
amanat puisi. Amanat puisi juga berkaitan dengan cara pandang pembaca terhadap
suatu hal.
2. Hakikat Pendekatan Struktural
Abrams dalam Nurgiyantoro menjelaskan bahwa struktur karya sastra dapat diartikan
sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi
komponennya serta secara bersama membentuk kebulatan yang indah (1995: 36).
Mengacu pendapat tersebut, setiap karya sastra mempunyai unsur pembangun yang
secara bersama-sama membentuk kesatuan dan susunan yang indah sehingga dapat
dinikmati oleh pembaca.
Teguh (2009) menjelaskan bahwa analisis struktural merupakan salah satu
kajian kesusastraan yang menitikberatkan pada hubungan antarunsur pembangun karya
sastra. Struktur yang membentuk karya sastra, khususnya puisi ialah
struktur fisik dan struktur batin merupakan sebuah totalitas. Puisi yang dibangun dari
sejumlah unsur akan saling berhubungan sehingga menyebabkan puisi tersebut menjadi
sebuah karya yang indah.
Atar Semi mengemukakan bahwa analisis struktural adalah analisis yang terbatas pada
karya sastra itu sendiri. Dalam pengertian yang diungkapkan Atar Semi ini, analisis
dalam karya sastra terlepas dari faktor yang berasal dari pengarang atau pembacanya
(1993: 54). Karya sastra merupakan struktur makna atau struktur yang bermakna.
Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan
medium bahasa. Untuk menganalisis struktur sistem tanda inilah perlu adanya kritik
struktural untuk memahami makna tanda-tanda yang terjalin dalam sistem (struktur)
tersebut.
Pendekatan struktural digunakan untuk memahami karya sastra (puisi) dengan
baik.

Praba (2003) dalam http://groups.yahoo.com menjelaskan prinsip-prinsip analisis


struktural karya sastra, khususnya puisi, yaitu:
a. makna unsur-unsur puisi membentuk makna keseluruhan puisi. Makna
unsur-unsur puisi dicari dengan terlebih dahulu mengandaikan makna keseluruhan
puisi.
b. keberadaan suatu unsur puisi ditentukan oleh adanya unsur lainnya. Oleh karena
itu, seluruh unsur-unsur puisi tidak membentuk makna sendiri-sendiri secara lepas,
tetapi secara bersama membentuk makna keseluruhan puisi. Maka puisi dikatakan
sebagai karya sastra yang "koheren" di mana setiap unsurnya saling terkait dan saling
menentukan dalam membentuk makna keseluruhan puisi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa analisis struktural


adalah analisis yang didasarkan pada unsur-unsur dalam karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur tersebut saling membangun atau terkait satu dengan yang lain.
Keterkaitan unsur-unsur ini yaitu dalam membentuk makna keseluruhan puisi.

B. Kerangka Berpikir

Puisi Tanah Airmata


karya Sutarji Calzoum Bachri

Proses Analisis Struktur Fisik Proses Analisis Struktur Batin


Puisi Tanah Airmata
Tanah Airmata
karya Sutarji Calzoum karya Sutarji Calzoum
Bachri Bachri

Hasil Analisis Struktur Fisik Hasil Analisis Struktur Batin


Puisi Tanah Airmata Puisi Tanah Airmata

karya Sutarji Calzoum karya Sutarji Calzoum


Bachri Bachri

Kesimpulan

BAB III

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan menggunakan
pendekatan struktural untuk mendeskripsikan struktur fisik dan batin puisi. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik catat dan simak. .Selain
itu juga menggunakan sumber buku dan lainnya yang berkaitan dengan feminisme dalam
karya sastra. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis konten
yaitu dengan tahapan: membaca puisi, menganalisis puisi, mendeskripsikan hasil,
mengklarifikasi aspek yang terdapat dalam kajian struktural puisi, dan membuat kesimpulan
tentang puisi Tanah Airmata sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengkaji struktur puisi.
Untuk menguji keabsahan data menggunakan teknik triangulasi data digunakan untuk
memperoleh kebenaran data dari sumber tertentu dengan data yang didapat dari sumber lain.

BAB IV
PEMBAHASAN

Tanah Air Mata


Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami

di sinilah kami berdiri


menyanyikan airmata kami

di balik gembur subur tanahmu


kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami

kami coba simpan nestapa


kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana

bumi memang tak sebatas pandang


dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata

1. Struktur fisik puisi Tanah Airmataku


a) Tipografi
Puisi disusun dalam bait bukan paragraf. Puisi tersebut disusun secara larik untuk
menciptakan makna yang ingin disampaikan penulis. Menurut Kosasih (2008:36)
mengatakan bahwa tipografi merupakan pembeda antara puisi dengan karya sastra lain.
Puisi Tanah Airmataku menggunakan tipografi rata kiri dengan terdiri dari 5 bait.
….
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami

di sinilah kami berdiri


menyanyikan airmata kami
….

b) Diksi
Diksi pada puisi Tanah Airmata dapat dianalisis seperti berikut ini:
1. pada bait pertama diksi yang ada bersifat menguatkan penjelasan mengenai kesedihan
tentang tanah air dan airmata, terlihat pada diksi yang kental dipakai
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
2. pada bait kedua pilihan kata (diksi) yang digunakan bersifat menguatkan kesedihan
tentang tanah air yang penuh keprihatinan, namun dengan menggunakan kata yang bersifat
kebalikan, terlihat pada kata “menyanyikan”
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
3. pada bait ketiga hampir sama dengan bait kedua, mengisyaratkan kesedihan dan
keprihatinan atas kondisi kurang baik dari negeri (tanah air), dengan mempertentangkan
keadaan. Terlihat pada kata “gembur subur” dan “perih” serta “etalase megah” dan “derita”
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
4. pada bait keempat masih sama yaitu menguatkan kesedihan atas kondisi buruk tanah air,
dikuatkan dengan diksi yang bersifat membalik kata kerja yang ada.
terlihat pada kata “simpan nestapa” dan “kuburkan duka lara” dibalik dengan kondisi “perih
tak bisa sembunyi” dan “ia merebak ke mana-mana”
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
5. pada bait kelima terlihat penyimpulan atas seluruh keadaan menyedihkan dari tanah air
yang dituliskan pada bait 1-4. Tampak pada hampir seluruh baris pada bait kelima
menunjukkan kenyataan kesedihan mengenai kondisi buruk tanah air yang tak bisa
dihindarkan.
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata

c) Pengimajian
Pengimajian dapat memberi efek kepada pembaca seolah-olah mendengar, melihat, dan
merasakan seperti yang dialami penulis. Pengimajian dibagi menjadi tiga yaitu pengimajian
penglihatan (visual), pengimajian pendengaran (auditif), dan pengimajian taktil. Pada puisi
Tanah Airmata dapat dianalisis adanya imaji:
1. Penglihatan
Pada bait 1:
Terlihat pada kata: tanah air
Pada bait 2:
Terlihat pada kata: berdiri, air mata
Pada bait 3:
Terlihat pada kata: megah
Pada bait 4:
Terlihat pada kata: tak bisa sembunyi
Pada bait 5:
Terlihat pada kata: tak sebatas pandang, udara luas
2. Pendengaran
Pada bait 2:
Terlihat pada kata: menyanyikan
3. Perabaan
Pada bait 3:
Terlihat pada kata: gembur

d.) Kata Konkret


Kata konkret adalah suatu bentuk kata yang dapat ditangkap oleh indera manusia untuk
menghasilkan suatu citra. Dalam puisi Tanah Airmata terlihat pada kata:
Tanah, air mata, etalase, dan gedung-gedung.

e) Majas
Waluyo (1991:84) mengemukakan bahwa jenis majas meliputi: metafora, perbandingan,
personifikasi, hiperbola, sinekdoce, dan ironi. Pada puisi Tanah Airmata terdapat majas :
1. Paralelisme:
 Tanah airmata tanah tumpah dukaku
 di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
2. Paradoks
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
3.Personifikasi
tapi perih tak bisa sembunyi

f. Versifikasi
Versifikasi dibagi menjadi 3 elemen yaitu metrum, ritma, dan rima. Pada puisi Tanah
Airmata didominasi dengan vokal u-i-u yang membawa pembaca pada suasana sedih
yang menyiratkan keprihatinan.

2. Struktur Batin Puisi Tanah Airmataku


a) Tema
Menurut Waluyo (2005:17) tema adalah gagasan utama si penulis yang dikemukakan dalam
puisinya bersifat konkret, objektif, dan memiliki kiasan yang diambil dari konotasinya.
secara garis besar tema dalam puisi Tanah Air Mata karya Sutardji Calzoum Bachri adalah
kesedihan. Yang menceritakan penderitaan masyarakat akibat dari pemerintah yang tidak
memperdulikan rakyat miskin. Pemerintah dapat hidup enak menikmati fasilitas yang ada,
sedangkan rakyat jelata hanya bisa menyimpan penderitaanya.
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami

b) Rasa (Feeling)
Perasaan adalah sikap penulis terhadap isi puisi. Puisi mengekspresikan perasaan penulis.
Menurut Waluyo (2010: 39) nada dan perasaan penulis dapat ditangkap saat puisi
dibacakan. dalam puisi Tanah Air Mata-Sutardji Calzoum Bachri penyair bermaksud
menujukkan betapa menderitanya rakyat dengan menekankan kalimat “tanah air mata
kami” yang berarti kesedihan yang mendalam. Penyair mampu mengungkapan betapa
menderitanya sebuah rakyat lkecil yang menderita sedangkan pemerintah sibuk kesana
kemari tanpa memikirkan nasib rakyatnya.
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata

c) Nada dan Suasana


Nada adalah sikap penulis kepada pembaca, sedangkan suasana adalah keadaan pikiran
pembaca setelah membacanya atau efek psikologis dari membaca puisi tersebut. Nada serta
suasana tidak dapat dipisahkan karena nada puisi akan menentukan suasana pembaca
tersebut (Waluyo, 2010:125).
Puisi Tanah Air Mata karya Sutardji Calzoum Bachri bernada kesedihan dan penderitaan
seperti yang di ungkapkan penyair.

kami coba simpan nestapa


kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana

d) Amanat
Puisi pasti mengandung amanat (pesan) yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca
ataupun pendengar. Amanat adalah maksud penulis untuk menyampaikan pesan yang
disampaikan melalui puisi yang ditulisnya (Rokhmansyah, 2014:30). Amanat yang akan
disampaikan penulis hendaklah makna tersirat di dalam puisi.
Amanat puisi Tanah Airmata karya Sutardji Calzoum Bachri adalah sebaiknya
seluruh warga, terutama generasi muda selalu menegakkan keadilan dalam
menjalankan roda pemerintahan. Jangan egois dan mengutamakan kepentingan
pribadi. Karena bila hal tersebut diutamakan, banyak warga negara yang menderita,
banyak ketidakadilan yang muncul akibat perbuatan yang tidak mencerminkan
kepribadian bangsa ini.

BAB V

SIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada bab IV tentang
analisis struktur Puisi Tanah Airmata karya Sutardzi Calzoum Bachri dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Struktur fisik puisi
a. Diksi

Diksi yang digunakan penyair pada umumnya menggunakan kata-kata


puitis untuk menguatkan rasa dan makna kesedihan disertai bahasa sehari-
hari.
b. Imaji

Imaji yang digunakan adalah imaji penglihatan, pendengaran, dan perabaan


(taktil)
c. Kata Konkret

Penggunaan kata konkret dalam puisi merupakan usaha penyair dalam


memperkonkret sikap kebebasannya yang bertujuan agar pembaca
membayangkan dengan lebih hidup apa yang dimaksudkan penyair agar
amanat dapat tersampaikan kepada pembaca (penikmat) puisi dengan baik.
d. Majas

Majas yang digunakan penyair dalam kumpulan puisi ini

meliputi: beberapa jenis majas, yaitu majas:

1.

e. Versifikasi

Versifikasi dalam puisi meliputi rima dan ritma. Rima yang digunakan
penyair, yaitu rima awal, tengah, dan akhir.
f. Tipografi

Tipografi yang terdapat dalam kumpulan puisi

menggunakan tipografi konvensional.


2. Struktur batin puisi
a. Tema

Tema adalah cinta yang tidak terungkapkan kepada seseorang.


b. Nada

Penyair lebih banyak menggunakan nada lirih dan tenang.


c. Perasaan

Puisi lebih banyak mengungkapkan perasaan sedih penyair atas keadaan


memprihatinkan negeri (tanah air) ini.

d. Amanat
Sebaiknya kita selalu menegakkan keadilan dalam menjalankan roda pemerintahan dan
membangun negeri (tanah air) ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman Faiz. 2005. Aku Ini Puisi Cinta. Bandung: DAR! Mizan.
. 2011. http://masfaiz.multiply.com/. Diakses 30 Maret 2011.
Andayani. 2008. Pembelajaran Apresiasi Sastra Berbasis Quantum Learning di
Sekolah Dasar. Surakarta: UNS Press.

Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.


Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP. Jakarta: Badan Standar Nasional
Pendidikan.
B. Rahmanto. 2000. Metode Pengajaran Satra. Yogyakarta: Kanisius.
B. Rahmanto. 2009. Pembelajaran (Karya) Sastra Indonesia dalam Perspektif
Multikultural. Disajikan dalam Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra II pada 21
Desember 2009. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Burhan Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada.

. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Desy Ratna Intani. 2008. Puisi-puisi Nikah Ilalang Karya Dorothea Rosa Herliany
(Sebuah Tinjauan Struktural dan Nilai Didik). Tidak diterbitkan.

Herman J. Waluyo. 2003. Apresiasi Puisi: Untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

. 2003. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.


. 2009. Pengajaran Sastra, Kreativitas, dan Multikulturalisme
Disajikan dalam Seminar Nasional pada 31 Oktober 2009. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.

Herson Kadir. 2010. Analisis Struktur Puisi Kita Ini Pemilik Syah Republik Ini Karya
Taufik Ismail, dalam Inovasi, Volume 7, Nomor 2, Juni 2010, ISSN 1693-9034.

Ibnu Wahyudi. 1990. Konstelasi Sastra. Jakarta: Usmawi.

Kelly, Alison. 2005. ‘‘Poetry? Of course we do it. It’s in the National Curriculum’’
Primary children’s perceptions of poetry. http://web.ebscohost.com/ diakses 14
April 2022
Khoirudin Mardyan Pamungkas. 2010. Kumpulan Puisi Siti Atmamiah dalam Buku
Angin pun Berbisik (Tinjauan Struktural dan Relevansinya sebagai Alternatif
Materi Ajar Bahasa Indonesia di SMA). Tidak diterbitkan.

Kunandar. 2009. Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Maria Utami. 2010. Memilih Puisi, Membangun Karakter. Semarang. Bandungan


Institute.

Paul, Lissa. 2005. Writing Poetry or Children is a curious occupation: Ted Hughes and
Sylvia Plath. http://web.ebscohost.com/ diakses tanggal 10 Mei 2022

Poetri Mardiana Sasti. 2010. Analisis Struktur Puisi Anak, dalam. Alayasastra, Vol. 6,
No. 2, November 2010:115-128.

Praba, M. 2003. Teknis Analisis Puisi dengan Parafrase http://groups.yahoo.com


/group/pengarang/message/558 diakses 28 April 2022.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapanya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Rahman, Taufiqur. 2018. Periodisasi dan
Antologi Puisi Indonesia. Kota Semarang: CV. Pilar Indonesia.

Rachmat Djoko Pradopo. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.


, B. 2009. Pembelajaran (Karya) Sastra Indonesia dalam Perspektif
Multikultural. Disajikan dalam Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra II pada 21
Desember 2009. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Riris K Toha Sarumpaet (ed). 2002. Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia Tera.

Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Sawali. 2009. Puisi sebagai Bahan Ajar: Antara Tuntutan Kurikulum dan Kepentingan
Apresiasi. http://pawiyatan.com/2009/03/22/puisi-sebagai- bahan-ajar-antara-
tuntutan-kurikulum-dan-kepentingan-apresiasi/ diakses 29 Maret 2022

Anda mungkin juga menyukai