Anda di halaman 1dari 31

STRUKTUR FISIK SAJAK BERTEMA PERJUANGAN DALAM ANTOLOGI PUISI

MENENUN RINAI HUJAN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR BAHASA


INDONESIA DI SMA
Lisa isnaini1, Akhyaruddin2, Hilman Yusra3
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP, Universitas Jambi
Email: 1lisaisnaini12@gmail.com, 2akhyaruddin@unja.ac.id, 3hilman.yusra@unja.ac.id
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang struktur fisik pada sajak bertema perjuangan yang terdapat dalam
antologi Menenun Rinai Hujan sebagai alternative bahan ajar Bahasa Indonesia. Agar peneliti
mengetahui apakah tema puisi yang telah dipilih dalam antologi puisi tersebut, menganalisis struktur
fisik puisi dan juga agar peneliti mengetahui apakah hasil analisis stuktur fisik pada puisi bertema
perjuangan dalam antologi Menenun Rinai Hujan dapat dijadikan sebagai alternatif bahan ajar
apresiasi sastra di SMA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode formal dan
deskriptif analisis. Sumber data adalah buku antologi Menenun Rinai Hujan dan data yang digunakan
adalah sepuluh puisi bertema perjuangan. Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka.
Tekhnik analisis data yang dilakukan yakni, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian yaitu struktur fisik yang ditemukan dalam ke sepuluh puisi yang telah di analisis hampir
semua tipografi yang digunakan adalah tidak beraturan, Imaji yang paling dominan adalah imaji
penglihatan dan pendengaran. Majas yang paling banyak ditemukan ialah majas personifikasi dan majas
hiperbola. Rima yang paling banyak di digunakan ialah rima awal dan rima akhir dan ritma yang
digunakan kesepuluh puisi tersebut ialah jambe. Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memberi
penilaian baik buruknya karya sastra sebagai bahan ajar puisi.
Kata Kunci : Struktur Fisik, Bahan Ajar, Puisi

Abstract
This study discusses the physical structure of the struggle-themed poem contained in the anthology
Weaving Rinai Rain as an alternative Indonesian language teaching material. So that researchers know
whether the theme of the poem that has been chosen in the poetry anthology, analyze the physical
structure of the poem and also so that researchers know whether the results of the analysis of the physical
structure on the poetry themed struggle in the anthology Weaving Rinai Rain can be used as an
alternative teaching material for literary appreciation in high school. This study uses a qualitative
approach with formal methods and descriptive analysis. The data source is the anthology book Weaving
Rinai Rain and the data used are ten poems with the theme of struggle. Data collection techniques using
literature study. The data analysis techniques used are data reduction, data presentation, and drawing
conclusions. The results of the research are the physical structures found in the ten poems that have been
analyzed, almost all of the typography used is irregular, the most dominant images are visual and
auditory images. The most common figure of speech found is personification and hyperbole. The most
widely used rhyme is the initial rhyme and the end rhyme and the rhyme used by the ten poems is jambe.
This research can be used to give an assessment of the good and bad of literary works as poetry teaching
materials.
Keywords: Physical Structure, Teaching Materials, Poetry

PENDAHULUAN
Pengajaran sastra Indonesia di sekolah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
pengajaran Bahasa Indonesia. Penggabungan sastra ke dalam pengajaran Bahasa Indonesia
sangat wajar dan tentunya dapat dimengerti. Karena, bahasa merupakan sarana pengucapan
sastra, selain itu bahasa merupakan salah satu unsur dalam karya sastra yang sangat penting
kedudukannya,  khususnya pada karya sastra puisi. Bentuk sastra disebut puisi jika di dalamnya
terdapat pendayagunaan berbagai unsur bahasa untuk mencapai efek keindahan. Bahasa puisi
tentulah singkat dan padat, dengan sedikit kata, tetapi dapat mendialogkan sesuatu yang lebih
banyak. Pendayagunaan unsur bahasa untuk memperoleh keindahan itu antara lain dapat dicapai
lewat permainan bunyi yang biasanya berupa berbagai bentuk perulangan untuk memperoleh
efek persajakan dan irama yang melodius (Nugriyantoro,2005:26-27)

Puisi merupakan karya sastra yang kompleks, maka untuk memahaminya diperlukan
analisis agar dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Untuk menganalisis
puisi dengan tepat, perlu diketahui wujud sebenarnya dari puisi. Dari waktu kewaktu, puisi itu
selalu berubah karena evolusi selera dan perubahan konsep estetik atau konsep keindahan.
Karena puisi itu karya seni untuk menyampaikan gagasan, maka fungsi puisi adalah dulce (indah
dan manis) dan utile (berguna, bermanfaat). Dulce berhubungan dengan muatan yang dikandung
puisi, berupa ajaran, gagasan, atau pikiran. Puisi merangsang kepekaan terhadap keindahan dan
terhadap rasa kemanusiaan. Karya sastra termasuk puisi, berupaya mengembalikan nilai-nilai
kemanusiaan dan menyadarkan kembali manusia pada kedudukannya sebagai subjek dalam
kehidupan ini. Puisi berusaha mengembalikan stabilitas, keselarasan dan keutuhan dalam diri
manusia.

Pada karya sastra puisi terdapat beberapa unsur pembangun puisi. Unsur- unsur puisi di
sini meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8)
kata konkret , (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo
(1991:55-56) dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi yaitu; tema, nada,
rasa, dan amanat dan struktur fisik puisi yaitu; diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret,
ritme, dan rima). Struktur fisik puisi terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun
bait-bait puisi. Selanjutnya bait-bait puisi itu membangun kesatuan makna di dalam keseluruhan
puisi sebagai sebuah wacana. Struktur fisik puisi adalah media pengungkap struktur batin puisi,
karena peneliti ingin memfokuskan pada penulisan dan kebahasaan maka struktur yang akan
dianalisis hanya difokuskan pada struktur fisik.

Antologi Menenun Rinai Hujan merupakan sebuah antologi bersama Sapardi Djoko
Damono dengan para penulis terpilih Indonesia dari hasil seleksi sebuah event Nasional. Event
nasional ini diadakan setiap tahun oleh sebuku.net yang merupakan salah satu program GMB –
INDONESIA. Program Impian Sebuku Bersama Sapardi ini diselenggarakan berkat kepedulian
dan dukungan Sapardi dalam memajukan budaya literasi Indonesia, khususnya pada kalangan
remaja. Seluruh royalti hasil penjualan buku ini, akan didonasikan untuk penyelenggaraan
program Gerakan Sekolah Menulis Buku Nasional yang akan memfasilitasi 100.000 pelajar
Indonesia untuk menulis buku antologi.

Penelitian mengenai analisis struktur puisi sudah pernah dilakukan dilakukan


sebelumnya. Yohanes Rizky Nugroho (2016) telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis
Citraan Pada Puisi-Puisi yang Terdapat Pada Majalah Horison Edisi Juli 2015 dan Relevansinya
Dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X Semester I”. Masalah yang diteliti dalam
penelitian ini hanya terfokus pada salah satu struktur fisik yaitu citraan. Hasil dari penelitian ini
adalah mendeskripsikan citraan yang peneliti temukan dalam puisi-puisi yang terdapat pada
Majalah Horison Edisi Juli 2015 lalu hasilnya dikaitkan dengan relevansinya sebagai bahan
pembelajaran sastra di SMA berdasarkan kajian teori yang ia gunakan. Sama hal nya dengan
peneliti Yohanes Rizky Nugroho dalam penelitiannya menggunakan penelitian kualitatif sebagai
jenis penelitiannya.

Di dalam kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA disebutkan
bahwa tujuan pembelajaran sastra secara umum adalah agar siswa memiliki kemampuan untuk
menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa serta menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Tujuan umum tersebut, diharapkan siswa mampu menikmati, memahami, menghayati dan
menarik manfaat dari membaca atau mendengarkan karya sastra. Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia SMA Kelas X pembelajaran Bahasa Indonesia materi mengenai analisis puisi terdapat
pada KD 3.17 yaitu menganalisis unsur pembangun puisi.
Setelah peneliti membaca antologi Menenun Rinai Hujan secara keseluruhan, peneliti
memilih sepuluh puisi yang dapat dikaitkan dan sesuai dengan tujuan umum pembelajaran sastra
yaitu agar siswa memiliki kemampuan untuk menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan 
berbahasa serta menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia. Sepuluh puisi tersebut berjudul, Di Tangan Anak-Anak Karya Sapardi
Djoko Damono, Wiji: Yang Lantang dan Yang Hilang Karya Fandy Ahmad Salim, Daur Karya
Nur Annisa Kusumawardani, Kepada Puisi dan Segala Yang dirahasiakannya Karya Huda
Agsefpawan, Genangan di Pelupuk Rasmi Karya Sari Rahmadani Hsb, Harapan Pilu Karya
Septia Armima Lubis, Hikayat Lupa Karya Shobrina Shifa Auliyah, Labil Perjuangan Karya
Shofiyah Anjani, Harapan Sang Pertiwi Karya Sindy Marchelia Putri, dan Mimpi Yang Berlari
Karya Siti Nurhidayati.

Berdasarkan pernyataan di atas, segala bentuk upaya dapat dilakukan oleh para guru
untuk meningkatkan mutu pembelajaran apresiasi sastra salah satunya adalah mengkaji bahan
karya sastra secara mendalam dari sudut intrinsik maupun ekstrinsik karya tersebut kemudian
mengaitkan pada kehidupan sehari-hari para siswa serta mencoba nilai-nilai kehidupan yang ada.
Perlu kita pahami bersama bahwa karya sastra merupakan hasil kerja yang kreatif, perpaduan
antara rasa, rasio, cipta dan karsa serta daya imajinasi. Karena itu lah peneliti merasa perlu
melakukan penelitian dengan judul “Struktur Fisik Puisi Bertema Perjuangan dalam Antologi
Puisi Menenun Rinai Hujan Sebagai Alternatif Bahan Ajar Apresiasi Sastra di SMA”.

METODE PENELITIAN

Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur


penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang di amati. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Hasil data dari analisis struktur fisik pada puisi terpilih dalam antologi “Menennun
Rinai Hujan” tidak diolah dalam bentuk statistik, data penelitian ini akan dijelaskan sesuai
dengan teori yang ada dalam bentuk deskriptif. Penelitian ini tidak menggunakan rumus statistik
sebagai alat analisis data, juga tidak menggunakan angka melainkan menggunakan kata-kata
serta teori yang telah dipaparkan.
Metode penelitian dapat juga diperoleh melalui gabungan dua metode, dengan syarat
kedua metode tidak bertentangan. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah metode formal
dan metode deskriptif analisis. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-
aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsur- unsur karya sastra. Tugas utama metode formal
adalah menganalisis unsur-unsur sesuai dengan peralatan yang terkandung dalam karya (Ratna,
2015:51-53). Jumlah, jenis, dan model unsur-unsur yang dianalisis tergantung dari ciri-ciri karya
sastra dan tujuan penelitian. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan
fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Metode ini dapat dapat digabungkan dengan
metode formal. Mula-mula data dideskripsikan, dengan maksud menemukan unsur-unsurnya,
kemudian dianalisis bahkan juga diperbandingkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Struktur Fisik Puisi Di Tangan Anak-anak Karya Sapardi Djoko Damono

1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Pada Puisi Di Tangan Anak-anak tampak tidak mempunyai larik yang teratur
pada bait. Puisi tersebut mempunyai jumlah suku kata yang tidak teratur disetiap larik pada
baitnya. Pada larik pertama bait pertama jumlah suku katanya 18, larik ke 2 bait pertama jumlah
suku katanya 17, larik ketiga bait pertama jumlah suku katanya 18, larik keempat bait pertama
jumlah suku katanya 13, dan dalam larik pertama bait ke 2 jumlah suku katanya 14. Penggunaan
huruf kapital pada puisi tersebut tampak dalam setiap huruf pertama pada larik pertama disetiap
baitnya diawali menggunakan huruf kapital (D). Selain itu, penggunaan huruf kapital pada puisi
tersebut dapat pula pada larik pertama bait pertama yaitu (Sinbad) hal ini dikarenakan pemilihan
istilah Sinbad sipenulis puisi merujuk pada seseorang tokoh. Bait ke dua diawali huruf kapital
(T). Tampak pula penggunaan huruf kapital dalam larik keempat bait pertama dalam istilah
“Kitab Suci”.

Tipografi pada puisi tersebut merupakan penggunaan perindikasi baca. Tanda


baca pertama merupakan perindikasi baca titik (.), perindikasi baca titik (.) dipakai sang penulis
disetiap larik terakhir. Tanda baca kedua yang terdapat pada puisi tersebut merupakan
perindikasi titik koma (;) terlihat dalam larik pertama bait pertama, perindikasi titik koma (;)
dalam larik ketiga bait pertama, perindikasi baca terakhir merupakan perindikasi petik dua (“...”)
dalam larik.

2) Diksi

Diksi dalam puisi Di Tangan Anak-anak. Penyair Sapardi Djoko Damono memilih diksi
“kertas” untuk menggantikan kayu yang digunakan untuk membuat perahu, memilih diksi
“menjelma” untuk menggantikan kata berubah, memilih diksi “Sinbad” untuk menggantikan kata
pelaut atau nelayan, memilih diksi “tak takluk” untuk menggantikan kata tidak terkalahkan,
memilih diksi “jeritnya” untuk menggantikan kata kicauan, memilih diksi “membukakan” untuk
menggantikan kata memekarkan bunga, memilih diksi “hutan”untuk menggantikan taman tempat
bunga bermekaran, memilih diksi “Kitab Suci” untuk menggantikan kata kebenaran yang tidak
bisa dibantah, dan memilih diksi “Tuan” untuk menggantikan kata seseorang yang memiliki
kekuasaan.

3) Imaji atau Citraan

Imaji yang peneliti temukan dalam puisi “Di Tangan Anak-anak” adalah imaji visual
(penglihatan) dan imaji audiotory (pendengaran).

4) Kata kongkret

Kata kongkret dalam puisi tersebut memiliki makna yang mendalam, anak-anak
melambangkan kehidupan yang masih suci, penuh dengan kebenaran dan tanpa ada kedustaan
sedikitpun. Kertas dalam puisi tersebut memiliki makna terdapat harapan dan masa depan yang
sangat luar biasa dari anak-anak ataupun generasi penerus. Perahu dalam puisi tersebut memiliki
makna bahwa anak-anak harus menentukan arah kemana jalan hidupnya dan ingin menjadi apa
ia kelak. Gelombang memiliki makna pemasalahan ataupun kebahagiaan dan kesedihan yang
akan dialami seseorang selama menjalani kehidupannya. Burung dalam puisi tersebut memiliki
makna bahwa dalam kehidupan seseorang harus keluar dari zona nyaman, bebas dalam
menentukan jalan hidupnya. Bunga dalam puisi tersebut berarti keindahan dan kebahagiaan, dan
hutan dalam puisi tersebut memiliki makna sebuah kehidupan.

5) Bahasa figuratif (Majas)


Bahasa figuratif disebut juga majas. Pada puisi Di Tangan Anak-anak terdapat majas
hiperbola dan majas personifikasi.

6) Verifikasi (Rima dan Ritma)

Dalam puisi yang berjudul “Di Tangan Anak-anak” terdapat rima di bagian tengah pada
bait pertama, rima tersebut berpola a-a-a-a. Sementara ritma dan mentrum dalam puisi tersebut
ditandai dengan penggunaan huruf kapital pada kata-katanya dan juga penggunaan tanda titik (.)
sebagai petanda nada naik, penggunaan tanda titik koma (;) sebagai tanda kata-kata harus dibaca
dengan nada lebih panjang, serta tanda petik dua (“...”) sebagai tanda kata-kata harus dibaca
dengan tegas dan lugas.

Bentuk struktur fisik puisi Di Tangan Anak-anak ini terlihat pada tipografi yang
digunakan serta pilihan diksi yang tepat menggambarkan kesederhaan puisi namun tetap
memperlihatkan kekuatan juga keindahan pada puisi tersebut.

Tema Puisi Di Tangan Anak-anak Karya Sapardi Djoko Damono

Tema puisi Di Tangan Anak-anak mengungkapkan makna perjuangan seseorang dalam


kehidupannya, itulah gagasan pokok yang ingin disampaikan pengarang.

2. Struktur Fisik Puisi Wiji: Yang Lantang dan Yang Hilang Karya Fandy Ahmad
Salim
1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Perwajahan atau tipografi yang tampak dalam puisi Wiji : Yang lantang dan Yang Hilang
antara lain, di dalam puisi tersebut terdapat tujuh bagian yang berbeda dan ditandai dengan huruf
romawi (I, II, III, IV, V, VI, dan VII). Larik dan bait tersebut bentuk ataupun jumlahnya tidak
beraturan.

Analisis tipografi atau perwajahan yang tak kalah penting adalah penggunaan tanda baca
pada puisi tersebut, menurut peneliti tanda baca yang memiliki nilai penting dalam proses
pemaknaan dalam puisi tersebut adalah penggunaan tanda baca titik dua (:) pada judul puisi,
penggunaan tanda petik dua (“...”) dan juga penggunaan tanda titik (.) Penggunaan tanda baca
titik dua (:) pada judul Wiji:yang Lantang dan yang Hilang secara tidak langsung penggunaan
tanda titik dua (:) pada judul tersebut sengaja penulis ciptakan karena penulis ingin
menyampaikan kepada pembaca bahwa sosok Wiji dalam puisi tersebut adalah orang yang
lantang membela kebenaran dengan kata-kata dan kemudian Wiji hilang tidak pernah ditemukan.

2) Diksi

Diksi dalam puisi Wiji: Yang lantang dan Yang Hilang, Pada bagian romawi I diksinya
antara lain ; gelita, nyeruput, ngobarkan, nir-resah, dan mumpung. Pada bagian romawi II
diksinya antara lain; memetik, membarakan, dan sekam. Pada bagian romawi III diksinya antara
lain; propor senjata, memproduksi, pentung, bedil, dan abdinya. Pada bagian romawi IV diksinya
antara lain; murung, merabai, raung, gebuk, ngamuk, dan tercenung. Pada bagian romawi V
diksinya antara lain; menyambangi, bengkel karatan, kenang, dan sekujur. Pada bagian romawi
VI diksinya antara lain; paripurna, arloji, dentang, riuh-rendah, dengkur, orkestra, dan meresapi.
Pada bagian romawi VII diksinya antara lain; meluruh, terhilir, martir, dan gurat.

3) Imaji atau Citraan

Imaji yang terdapat dalam puisi Wiji: yang Lantang dan yang Hilang antara lain adalah
imaji penglihatan, imaji pendengaran, imaji perabaan, imaji penciuman, dan imaji perasa.

4) Kata kongkret

Kata kongkret yang ditemukan dalam puisi tersebut adalah kata kopiyang ditemukan
pada bagian romawi I bait pertama larik keempat, dan romawi VII bait kedua larik kelima. Kata
rokok pada bagian romawi I bait pertama dan larik keempat, dan pada romawi VII bait kedua,
dan larik keenam. Kata tentara, aparat pada romawi I bait ke dua, kata bunga pada romawi II.
Kata sepatu, senjata pada bagian puisi romawi III bait pertama larik keempat. Kata pentung,
borgol, peluru, bedil, adil pada bagian romawi III. Kata tinta, aparat pada bagian puisi romawi IV
bait pertama. Kata lampu, bintang, rumah pada bagian puisi romawi V. Kata arloji, fajar, malam
pada bagian puisi romawi VII.

5) Bahasa figuratif (Majas)

Majas yang ditemukan dalam puisi Wiji: yang Lantang dan yang Hilang antara lain
adalah majas sinisme, majas hiperbola, majas personifikasi, dan majas paralelisme. Secara
kesuluruhan, majas yang sangat menonjol dalam puisi tersebut adalah majas sinisme atau
sindiran secara terus terang.

6) Verifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)

Rima dalam puisi Wiji: yang Lantang dan yang Hilang pada bagian puisi I bait pertama
terdapat rima akhir /a/, bait kedua rima akhir /ah/. Pada bagian puisi II bait pertama terdapat rima
akhir /a/ pada kata-kata dan pokoknya, /am/. Pada bagian puisi III bait pertama terdapat rima
akhir /i/. rima akhir /a/, rima akhir /dil/. Sementara pada bait kedua terdapat rima akhir dengan
bunyi /i/ Pada bagian puisi IV bait pertama terdapat rima /ng/ dan rima /uk/ pada Pada bagian IV
bait kedua terdapat rima dengan pola bunyi /an/. Pada bagian puisi VI terdapat rima awal berupa
bunyi /ia/. Terakhir pada bagian VII terdapat rima menyeluruh dalam satu larik yang berbunyi
meluruh penuh-seluruh.

Metrum dalam puisi yang berjudul Wiji: yang Lantang dan yang Hilang yaitu, pada puisi
bagian I terdapat nada yang sedikit menurun atau rendah pada kata isapannya dalam dengan
adanya tanda baca koma, nada sedikit tegas dan keras pada kata marah-marah. Pada bagian II
nada dan lariknya dibaca agak lebih cepat dengan ditandai penggunaan tanda baca titik koma.
Pada bagian III nada turun dan nada naik serta nada tegas. Pada saat kata “adil”. Pada bagian ke
IV nada naik. Selanjutnya pada bagian VI dengan nada cepat dan keras. Pada bagian terakhir
atau VII menggunakan kata yang keras dan tegas.

Bentuk struktur fisik puisi Wiji: Yang Lantang dan Yang Hilang pada tipogarfi yang
digunakan tampak penulis menggambarkan kegelisahan namun diselipkan ketegasan yang
membuat puisi ini memiliki keindahannya sendiri. Selain tipogarfi, imaji yang digunakan juga
membawa pembaca seakan-akan melihat dan merasakan langsung kejadian yang diceritakan
penulis dalam puisinya.

Tema Puisi Wiji: Yang Lantang dan Yang Hilang Karya Fandy Ahmad Salim

Tema pada puisi Wiji: Yang Lantang dan Yang Hilang mengungkapkan tentang
perjuangan Wiji Thukul dalam memperjuangkan hak-haknya hanya bermodalkan keberanian
serta kemampuan yang ia punya.
3. Struktur Fisik Puisi Daur Karya Nur Annisa Kusumawardani

1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Perwajahan dalam puisi yang berjudul Daur ini tampak menggunakan bilangan romawi
untuk memisahkan antara bait yang satu dengan bait yang lainnya, terdapat empat bagian dalam
puisi tersebut yang ditandai dengan bilangan romawi (I-IV). Puisi tersebut tidak menggunakan
tanda baca titik (.) di akhir kata atau lariknya. Pada puisi Daur menggunakan tanda baca koma (,)
pada bait pertama (I) di larik ketiga. Pada puisi Daur juga menggunakan tanda petik dua (“...)
pada bait ketiga (III) di larik keenam, pemilihan tanda baca petik dua (“...”) pada kata aku pulang
mensiratkan maksud dan amanat yang tersampaikan dalam puisi tersebut.

2) Diksi

Diksi dalam puisi Daur tersebut antara lain ; Pada puisi bagian I terdapat diksi terpasung
diksi ini dipilih untuk menggantikan keadaan hati yang terkunci atau mati. Pada puisi bagian II
terdapat diksi semu, kelabu, dan inkarnasi penulis memilih diksi semu untuk menggantikan kata
tidak nyata, memilih kata kelabu untuk menggantikan kata menyesatkan padangan atau menipu
dan diksi inkarnasi untuk menggantikan kata kehidupan selanjutnya. Pada puisi bagian III
terdapat diksi hening untuk menggantikan kata sunyi. Pada puisi bagian IV terdapat diksi berupa;
peraduan, untuk mengantikan kata desir gelombang yang saling beradu. daur, untuk
menggantikan kata peredaran atau perputaran masa dan diksi mandala untuk menggantikan kata
lingkaran.

3) Imaji atau Citraan

Imaji yang peneliti temukan dalam puisi yang berjudul Daur karya Nur Annisa
Kusumawardani, bagian I terdapat kata menjilat, kata tersebut akan identik dengan penggunaan
sebuah indra manusia yaitu indra perasa. Selanjutnya imaji juga ditemukan pada puisi bagian II
pada kata menatap (imaji penglihatan) pada larik yang berbunyi Menatap luar namun tak mampu
menyentuhnya dan kata menyentuhnya pada larik tersebut juga merupakan sebuah imaji. Pada
puisi bagian III juga terdapat imaji penglihatan berupa kata menatap pada larik Duduk di ruang
tamu dan menatap keluar.
4) Kata kongkret

Kata kongkret yang tampak pada puisi Daur antara lain; kata kulit, ombak, rumah, mata,
jendela, rumah, pintu, pakaian, ruang tamu, hujan, gelombang, dan kereta.

5) Bahasa figuratif (Majas)

Majas yang peneliti temukan dalam puisi berjudul Daur antara lain; Pada puisi bagian I
terdapat dua jenis majas yang peneliti temukan yaitu majas personifikasi dan majas hiperbola.

6) Verifikasi (Rima, Ritma dan Mentrum)

Rima dalam puisi Daur karya Nur Annisa Kusumawardani secara keseluruhan hanya
terdapat rima akhir. Pada bagian I terdapat rima akhir dengan pola bunyi /a/ dari larik pertama
sampai ketiga dengan kata /laba- laba/, /dewasa/, dan /dermaga/. Pada puisi bagian IV terdapat
juga rima akhir dengan pola bunyi /an/ pada kata /peraduan/, dan /lingkaran/, serta ditambah lagi
rima berpola /ng/ pada kata /pulang/, dan /menghilang/.

Mentrum yang terdapat dalam puisi Daur antara lain terciptanya nada turun pada kata
atau juga, proses penurunan nada ditandai dengan penggunaan tanda baca koma dalam puisi
tersebut. Sementara terdapat juga nada naik dan panjang pada kata /“Aku pulang”/ dengan
ditandai penggunaan tanda baca petik dua yang menghampit kata-kata tersebut.

Bentuk struktur fisik puisi Daur juga memiliki maknanya tersendiri, Unsur yang sangat tampak
dalam puisi ini ialah pemilihan diksi yang menarik dan sedikit rumit sehingga menambah nilai
estetika pada puisi itu sendiri.

Tema Puisi Daur Karya Nur Annisa Kusumawardani

Tema yang digunakan dalam puisi Daur ialah mengenai kehidupan, bagiamana
perjuangan serta lik-liku kehidupan yang harus dilalui serta dihadapi.

4. Struktur Fisik Puisi Kepada Puisi dan Segala Yang Dirahasiakannya Karya Huda
Agsefpawan
1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Perwajahan dalam puisi yang berjudul Kepada Puisi dan Segala yang Dirahasiakannya,
secara keseluruhan, puisi tersebut terdiri dari tujuh bait dan dibagi menjadi tiga bagian yang
ditandai dengan penomoran (1,2, dan 3). Pada puisi bagian nomor satu (1) terdiri dari tiga bait
dengan jumlah larik yang tidak beraturan atau bait yang satu dengan yang lain jumlah lariknya
berbeda. Bait pertama puisi bagian 1 terdiri dari tujuh larik. Bait kedua terdiri dari empat larik
dan bait ketiga terdiri dari lima larik.

Pada puisi bagian 2 terdiri dari tiga bait dan jumlah lariknya juga berbeda, bagian puisi 2
bait pertama, jumlah lariknya adalah lima larik. Bait kedua jumlah lariknya adalah sembilan
larik, dan pada bait ketiga jumlah lariknya adalah lima larik. Sementara pada bagian puisi
terakhir atau nomor 3 hanya terdiri dari satu bait saja dan bait tersebut terdiri dari lima larik.

Jumlah bait yang tidak teratur dalam puisi tersebut bisa saja karena keadaan penulis
ketika menulis puisi tersebut sedang tidak baik atau sedang mengalami kekacauan hidup.

Perwajahan atau tipografi lainnya yang tampak dalam puisi tersebut adalah penggunaan
huruf kapital. Huruf kapital dalam puisi tersebut hanya digunakan di awal setiap larik.
Penggunaan huruf kapital juga terdapat pada awal larik, sementara pada bagian dua (2) puisi
tersebut tidak menggunakan huruf kapital. Menurut analisis peneliti, bagian dua (2) puisi tersebut
terletak di antara puisi bagian pertama (1), dan bagian ketiga (3) atau terletak ditengah-tengah
bagian puisi. Peneliti meyakini bahwa bagian dua (2) tidak menggunakan huruf kapital karena
penulis ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa dalam proses menulis puisi tersebut,
penulis sedang berada di tengah-tengah duka dan kehampaan.

2) Diksi

Diksi dalam puisi Kepada Puisi dan Segala yang Dirahasiakannya antara lain, pada puisi
bagian nomor 1, diksi atau pemilihan kata yang lebih menarik terdapat pada kata memahat,
tumbang, liat, menggeliat, dan pucat. Untuk bagian puisi nomor 2, diksi atau pemilihan kata
yang lebih menarik terdapat pada kata tuli, dan sukma. Sementara untuk bagian puisi nomor 3,
diksi atau kata yang lebih menarik yang digunakan adalah kata menyelami.

3) Imaji atau Citraan


Imaji yang terdapat dalam puisi yang berjudul Kepada Puisi dan Segala yang
Dirahasiakannya adalah berupa imaji gerak atau penglihatan dan imaji pendengaran.

4) Kata kongkret

Kata kongkret yang terdapat dalam puisi yang berjudul Kepada Puisi dan Segala yang
Dirahasiakannya antara lain; pohon-pohon, daun-daun, asap, bumi, malam, pagi, malaikat,
gurun, matahari, dan udara.

5) Bahasa figuratif (Majas)

Majas yang terdapat dalam puisi berjudul Kepada Puisi dan Segala yang Dirahasiakannya
antara lain; majas personifikasi dan majas hiperbola.

6) Verifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)

Rima dalam puisi tersebut antara lain terdapat rima awal dan pengulangan bunyi yang
peneliti temukan pada kata: /pohon-pohon/, /daun- daun/, /pagi-pagi/, /diam-diam/, /hari demi
hari/, /tulang-belulang/, dan /potret-potret/. Dalam puisi tersebut juga ditemukan rima akhir
pada larik yang memiliki kata terakhir berupa: /kata-katamu/, /huruf-hurufmu/, dan /lorong-
lorong waktu/.

Sementara mentrum dalam puisi tersebut secara keseluruhan selalu menggunakan nada
rendah di setiap awal baitnya.

Bentuk struktur fisik puisi Kepada Segala yang dirahasiakannya sangat jelas tergambar
dari ke-enam unsur dan unsure tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga membuat puisi
ini memiliki makna yang mendalam dan memiliki keindahan bentuk serta makna yang ingin
disampaikan lebih mengenai pembacanya. Terlihat jelas pada penggunaan tipografi yang tidak
teratur serta pilihan diksi nya, begitu pula rima yang penulis gunakan.

Tema Puisi Kepada Segala Yang dirahasiakannya KaryaHuda Agsefpawan

Tema atau gagasan pokok dalam puisi Kepada Segala yang dirahasiakannya adalah
bagaimana pahitnya perjuangan yang harus dilewati setiap harinya, menggambarkan kehidupan
yang harus terus berlanjut sebanyak apapun musibah yang datang.
5. Struktur Fisik Puisi Gengan di Pelupuk Rasmi Karya Sari Rahmadani Hsb

1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Perwajahan puisi atau tipografi yang tampak dalam puisi Genangan di Pelupuk Rasmi
antara lain adalah terdiri dari enam bait, dengan pola bait genap-ganjil. Bait pertama terdiri dari
enam larik. Bait kedua terdiri dari lima larik. Bait ketiga terdiri dari enam larik. Bait keempat
terdiri dari lima larik. Bait kelima terdiri dari enam larik, dan yang terakhir bait keenam terdiri
dari lima larik.

Penulisan kata dalam puisi tersebut selalu diawali dengan menggunakan huruf kapital di
awal kata disetiap larik. Penggunaan huruf kapital juga ditemukan pada setiap kata setelah
penggunaan tanda baca, dan saat penulisan nama serta penulisan /Rabb-mu/. Selain itu, puisi
Genangan di Pelupuk Rasmi sangat banyak menggunakan tanda baca. Tanda baca yang peneliti
temukan dalam puisi tersebut antara lain; tanda baca elipsis (...) pada bait pertama, tanda baca
seru (!) pada bait (1,3, dan 4), tanda baca tanya (?), selanjutnya adalah penggunaan tanda baca
koma (,) pada bait ke lima dan pada bait keenam.

2) Diksi

Pada bait pertama puisi tersebut, diksi yang penulis pilih tampak pada kata
/menapaki/, /merintih/, /tua bangka/, dan /mahkotamu/. Pada bait kedua puisi tersebut diksi yang
penulis pilih tampak pada kata /fatamorgana/, dan /ceruk/. Diksi lain juga tampak pada bait
keempat yaitu pada kata /genangan/, /kantung-kantung/, /berlenggok-lenggok/, dan /cukong/.
Pada bait keenam diksi yang dipilih penulis tampak pada kata /cerebrum/ dan /bersimpuh/.

3) Imaji atau Citraan

Tidak banyak imaji atau citraan yang ditemukan dalam puisi yang berjudul Genangan di
Pelupuk Rasmi, hanya imaji gerak yang terlihat dalam puisi tersebut tampak pada kata
/menapaki/, /menumpahkannya/, /berpindahlah/, dan /bangkitlah/.

4) Kata kongkret

Kata kongkret dalam puisi Genangan di Pelupuk Rasmi antara lain terdapat pada kata/
hujan/, /langit/, /tanah/, dan /pelangi/.
5) Bahasa figuratif (Majas)

Majas yang ditemukan dalam puisi Genangan di Pelupuk Rasmi adalah majas
personifikasi, dan majas hiperbola.

6) Verifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)

Rima yang sangat tampak dalam puisi Genangan di Pelupuk Rasmi adalah rima awal
pada bait pertama tampak berpola bunyi /me/ pada kata mengemis, menapaki, merampas, dan
memaksamu. Pada bait kelima juga terdapat rima awal yaitu pada kata /kau/ dengan bunyi larik
Kau bilang, ini sudah terlanjur/Kau bilang, kau butuh rupiah untuk mengeluarkan janinmu/Kau
lupa? Tentang Rabb-mu yang Maha Agung// dan juga rima awal pada larik selanjutnya pada kata
/tentang/, Tentang cinta yang tertumpah tanpa perantara/Tentang kasih sayang yang mengalir di
sdarahmu//.

Selain rima awal, pada puisi Genangan di Pelupuk Rasmi juga ditemukan rima
menyeluruh pada larik yang berbeda, Tak ada lagi senja yang kau harapkan/ Takadalagipelangi
yang kau impikan. Dua larik tersebut memiliki pola bunyi atau rima yang hampir sama secara
keseluruhan.

Sementara itu, mentrum dalam puisi Genangan di Pelupuk Rasmi sebagai berikut; pada kata
/ohh.../ menggunakan nada sedikit lebih panjang. Selanjutnya setiap kata /Rasmi/ pada puisi
tersebut selalu di akhiri dengan tanda seru yang menandakan bahwa setiap larik yang terdapat
kata /Rasmi/ selalu dibaca dengan nada tinggi atau naik, seperti pada larik /Bangkitlah Rasmi!/.
Selanjutnya kata /tapi nyatanya?/ menggunakan nada sedikit mendayu, kata /lagi-lagi/
menggunakan kata pelan, /kata kau lupa?/ menggunakan suara yang keras dan tegas karena pada
larik tersebut penulis seakan-akan sedang marah kepada Rasmi. Pada larik yang berbunyi Dari
ragamu yang kian meletih/Dari emosi yang kian membumbung tinggi/Sudah sepantasnya kau
bersimpuh sujud/ menggunakan suara yang keras dan lantang. Terakhir ketika pada larik
/Memohon cinta dari Rabb-mu yang kau lupa/ menggunakan bunyi yang pelan dan lembut agar
bisa lebih menusuk ke hati dan jiwa seseorang.

Bentuk struktur fisik puisi Genangan di Pelupuk Rasmi terlihat dari ke-enam unsur yang
telah dianalisis, enam unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Sehingga membuat
puisi ini terlihat lebih indah dan makna yang ingin disampaikan penyair dapat tersampaikan
dengan baik.

Tema Puisi Genangan di Pelupuk Rasmi Karya Sari Rahmadani

Tema yang digunakan dalam Genangan di Pelupuk Rasmi adalah menceritakan


bagaimana nasib seorang Rasmi yang menjadi korban pemerkosaan lelaki jahat, dan bagaiamana
seharusnya Rasmi berjuang untuk terus melanjutkan kehidupannya.

6. Struktur Fisik Puisi Harapan Pilu Karya Septia Armima Lubis

1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Perwajahan atau tipografi dalam puisi Harapan Pilu adalah; puisi tersebut terdiri dari dua
bait dan masing-masing bait terdiri dari sepuluh larik.

Setiap larik dalam puisi tersebut selalu diawali dengan menggunakan huruf kapital.
Kemudian di akhir larik ataupun larik dua puluh (20) dalam puisi tersebut diakhiri dengan tanda
titik(.), dimana tanda menjadi akhir dalam puisi tersebut.

2) Diksi

Diksi dalam puisi Harapan Pilu antara lain, pada bait pertama diksi tampak pada kata /Sembilu
pilu/ kata tersebut dipilih oleh penulis untuk menggantikan makna sebenarnya yaitu
permasalahan dan kehampaan hati yang membuat seseorang mengalami kesedihan yang
mendalam. Diksi pada bait pertama juga tampak pada kata /sukma/ yang menggantikan makna
sebenarnya yaitu nurani atau tempat daya pikir jiwa yang membuahkan rasa.

Pada bait kedua diksi tampak pada pemilihan kata /jalur/ untuk menggantikan kata jalan
dan dalam puisi tersebut berarti masih berdiam ditempat. Diksi yang lain terdapat pada pemilihan
kata /jua/ untuk menggantikan kata juga.

3) Imaji atau Citraan

Tidak banyak imaji yang ditemukan dalam puisi Harapan Pilu, hanya terdapat satu imaji
yaitu imaji penglihatan.
4) Kata kongkret

Kata kongkret yang peneliti temukan adalah kata /hari/, dan /jiwa/.

5) Bahasa figuratif (Majas)

Bahasa figuratif atau majas yang peneliti temukan dalam puisi Harapan Pilu antara lain,
terdapat majas personifikasi dan hiperbola.

6) Verifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)

Rima dalam puisi Harapan Pilu yaitu, penggunaan rima awal pada larik pertama
ditemukan dalam kata /sembilu pilu/. Selanjutnya rima akhir juga ditemukan dengan pola bunyi
akhir /i/ yaitu pada bait pertama dalam kata /mendatangi/, /sepi/, /menemui/, /menemani/, /hari/,
/pasti/, /mengampiri/, /berarti/, dan /dihadapi/.

Sementara ritma atau mentrum dalam puisi tersebut cenderung datar dan intonasi bunyi
yang rendah.

Bentuk struktur fisik puisi Harapan Pilu terlihat sangat sederhana, dalam menyampaikan
makna dari puisi itu sendiri. Hal tersebut dapat terlihat dari keenam unsur yang telah dianalisis,
baik tipografif, pilihan diksi, kata kongkret serta penggunaan imaji dan majas yang begitu
sederhana namun tetap memunculkan keindahan pada tiap barisnya.

Tema Puisi Harapan Pilu Karya Septia Armima Lubis

Tema yg dipakai pada puisi Harapan Pilu yaitu menceritakan bagaimana seorang tiap
harinya harus berjuang melawan pikiran dan ketakutan akan masa depan, tetapi ia harus selalu
semangat berjuang melawan semua itu buat terus bertahan hidup.

7. Struktur Fisik Puisi Hikayat Lupa Karya Shobrina ShifaAuliyah

1) Perwajahan Puisi(Tipografi)

Dalam puisi Hikayat Lupa, perwajahan atau tipografi yang tampak antara lain; puisi
tersebut terdiri dari empat bait. Bait pertama terdiri dari empat larik. Bait kedua terdiri dari
empat larik. Bait ketiga terdiri dari tiga larik. Dan yang terakhir bait keempat terdiri dari empat
larik. Selain itu, penulisan kata di awal setiap larik selalu menggunakan huruf kapital.

Namanya insan

Cita-citanya ingin setara dan serupa Antara jiwa dan raga

Biar seragam katanya

Selain terdapat tanda baca tanya(?)pada bait keempat larik pertama dan kedua tepatnya
kata/siapa?/,dan juga terdapat tanda baca koma (,) pada bait keempat larik ketiga setelah kata
/terlalu lama,/.

2) Diksi

Terdapat diksi didalam puisi Hikayat lupa yaitu pada bait pertama terdapat diksi insan
sebagai pengganti manusia, diksi setara sebagai pengganti sama rata, dan serupa sebagai
pengganti rupa atau sama bentuk.

Pada bait Kedua pemilihan kata atau diksi tampak pada kata, elok untuk menggantikan kata
bagus, diksi lulabi untuk mengantikan makna nyanyian nina-bobo, diksi dwisisi untuk
menggantikan makna dua sisi yang berbeda, dan kata harmoni untuk menggantikan makna kata
keindahan.

Pada bait ketiga diksi tampak pada kata hardik yang bermakna menipu atau membohongi,
kata cekal yang menggantikan kata yang bermakna pencegahan atau penangkalan akan sesuatu
hal, dan diksi puan untuk menggantikan kata yang bermakna seseorang.

Pada bait ke empat diksi tampak pada kata lerak yang menggantikan kata yang bermakna
telak rusak dan hancur berantakan, dan diksi jenggala yang menggantikan makna dari kata hutan
ataurimba.

3) Imaji atau citraan

Imaji atau citraan yang terdapat didalam puisi hikayat lupa ialah imaji pendengaran yang
terdapat pada bait Kedua larik kedua didalam puisi tersebut yaitu " Elok nyanyian lulabi".

4) Kata kongkret
Kata kongkret yang ditemukan dalam puisi Hikayat Lupa antara lain adalah kata
/pandemi/, /suara/, dan/ raga/.

5) Bahasa figuratif (majas)

Majas yang terdapat didalam puisi hikayat lupa adalah majas personifikasi yaitu yang
tampak pada penggalangan larik pandemi pandemi/elok nyanyian lulabi. Dikatakan personifikasi
dikarenakan pandemi yang ada didalam puisi tersebut seakan-akan bisa bernyanyi dengan merdu.

6) Verifikasi (Rima, Ritma, danMetrum)

Rima dalam puisi tersebut yaitu dalam bait pertama terdapat rima akhir dengan pola
bunyi /a/ pada kata /serupa/, /raga/, dan /katanya/. Bait kedua terdapat rima akhir dengan
persamaan pola bunyi /i/ pada kata/pandemi/,/lulabi/, /harmoni/, dan /menjadi/. Pada bait
ketiga terdapat rima akhir dengan pola bunyi akhir /a/ pada kata /siapa?/, /siapa?/, /rupa/, dan
/jenggala/. Sementara ritma atau mentrum dalam puisi tersebut antara lain; padakata
/pandemi-pandemi/ menggunakan nada lebih panjang, padakata /siapa?/siapa?/ bait ketiga larik
pertama dan kedua menggunakan nada sedikit keras atau naik, dan terakhir pada kata /terlalu
lama/, menggunakan nada yang menurun.

Bentuk struktur fisik puisi Hikayat Lupa menggambarkan kesederhanaan namun tetap
mementingkan nilai estetikanya sebagai puisi, terlihat dari enam struktur fisik yang telah
dianalisis.

Tema puisi Hikayat Lupa Karya Shobrina Shifa Auliyah

Tema yang digunakan dalam puisi Hikayat Lupa ialah menceritakan bagaimana
perjuangan seorang insan dalam kehidupan mengejar cita-citanya, tak perduli berkali-kali
dihantam.

8. Struktur Fisik Puisi Labil Perjuangan Karya Shofiyah Anjani

1) Perwajahan Puisi(Tipografi)
Tipografi yang tampak dalam puisi Labil Perjuangan adalah puisi tersebut terdiri dari tiga
bait dan masing-masing bait terdiri dari empat larik. Dapat dilihat puisi Labil Perjuangan sudah
taat akan keteraturan larik dalam bait. Penggunaan huruf kapital juga ditemukan pada tiap awal
larik.

Lima dari sepuluh

Sepuluh dari dua puluh

Selain itu perwajahan yang tampak dalam puisi tersebut adalah penggunaan tanda baca. Ada dua
jenis tanda baca yang digunakan penulis dalam menciptakan puisi tersebut yaitu, tanda baca
tanya (?) yang ditemukan pada bait pertama larik tiga, larik keempat dan bait kedua larik
keempat. Tanda baca lain yang peneliti temukan adalah tanda petik tunggal (‘).

2) Diksi

Diksi dalam puisi l Labil Perjuangan ialah Pada bait pertama, diksi ditemukan pada kata
utuh sebagai pengganti sempurna atau satu kesatuan dan pada kata separuh sebagai pengganti
kata setengah atau sebagian. Pada bait Kedua terdapat pada kata tuk guna sebagai kata ganti
untuk. Pada bait ketiga terdapat kata labil sebagai kata pengganti ketidakjelasan atau penuh
keraguan.

3) Imaji atau Citraan

Imaji yang terdapat pada puisi Labil Perjuangan ialah imaji pendengaran dan imaji
penglihatan. Imaji pendengaran dalam puisi tersebut tampak pada kata /hentakan langkah/ pada
bait kedua di larik pertama, yang kedua yaitu pada kata /helaan napas/ pada bait kedua di larik
kedua, karena hentakan langkah dan helaan napas memerlukan indra pendengaran untuk
mengetahuinya. Untuk imaji penglihatan terdapat pada bait terakhir, pada larik pertama yaitu
/gedung mimpi dan harapan/, lalu pada larik kedua yaitu /puing/, dan yang terakhir pada larik
ketiga yaitu pada kata/hangus/.

4) Kata konkret

Kata kongkret yang terdapat pada puisi Labil Perjuangan antara lain, yaitu /gedung/,
/puing/, dan /hangus/. Kata gedung disini melambangkan besarnya sebuah mimpi dan juga
harapannya. Selanjutnya kata puing yang menggambarkan sebuah kehancuran yang tidak ada
lagi harapan di dalamnya. Lalu pada kata hangus berarti telah habis tanpa sisa sedikit pun.

5) Bahasa figuratif (majas)

Majas yang ditemukan dalam puisi Labil Perjuangan karya Shofiyah ialah majas hiperbola dan
majas personifikasi. Majas hiperbola ditemukan pada bait kedua pada larikpertama /Kegelisahan
dalam satu hentakan langkah/ dan kedua /Kebimbangan tiap satu helaan napas/ dapat kita lihat
kata kata yang digunakan pada kedua larik tersebut dilebih-lebihkan untuk menciptakan kesan
mendalam.

Majas personafikasi terdapat pada tiga larik dalam bait terakhir /Gedung mimpi dan
harapan/. Lalu pada larik kedua /Kini hancur menjadi puing angan-angan/ . Yang terakhir pada
larik ketiga /Hangus oleh kobaran keraguan/

6) Verifikasi (Rima, Ritma, danMetrum)

Rima yang digunakan dalam puisi Labil Perjuangan ada dua, yaitu rima akhir dan rima
awal.Pada bait pertama jelas sekali rima akhir dengan persamaan pola /uh/ pada kata /sepuluh/
/dua puluh/ /untuh/ dan /separuh/. Pada bait kedua terdapat persamaan awal dengan bunyi
/ke-an/ padakata /kegelisahan/ dan /kebimbangan/. Pada larik ketiga dan keempat terdapat
persamaan akhir /an/ pada kata /masa depan/ dan /kepastian/. Yang terakhir terdapat persamaan
akhir /an/ pada bait ketiga, yaitu pada kata /harapan/,/angan-angan/, /keraguan/, dan /perjuangan/.

Sementara mentrum pada puisi Labil Perjuangan adalah jambe, pada bait pertama, larik satu
dan dua dimulai dengan nada rendah, dilanjut larik ketiga dan keempat memakai tanda tanya di
akhir kalimat dibaca dengan menggunakan nada tegas. Begitu juga pada bait ketiga. Berbeda
dengan bait kedua, pada larik ketiga yang ditandai dengan tanda (‘) pada kata /’tuk/ di baca
dengan nadatinggi.

Bentuk struktur fisik puisi Labil Perjuangan tergambar dalam enam unsur yang telah dianalisis

Tema Puisi Labil Perjuangan Karya ShofiyahAnjani

Tema yang digunakan dalam puisi Labil Perjuangan adalah menceritakan bagaimana
labilnya perjuangan yang harus kita hadapi sebagai manusia, bagaimana harus meyakinkan diri
untuk terus memperjuangkan masa depan tanpa ada keraguan karena segala kegagalan yang telah
dilewati.

9. Struktur Fisik Puisi Harapan Sang Pertiwi Karya Sindy MarcheliaPutri

1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Perwajahan puisi atau tipografi yang tampak pada puisi Harapan Sang Pertiwi adalah,
pada puisi tersebut hanya terdiri dari satu bait yang menandakan satu harapan besar. Bait puisi
tersebut terdiri dari 17 larik, menurut analisis peneliti jumlah 17 larik dalam puisi tersebut
identik dengan tanggal kemerdekaan Indonesia yaitu tanggal 17 agustus 1945. Perwajahan lain
yang tampak adalah, disetiap larik selalu diawali dengan huruf kapital dan dalam puisi
tersebuttidakadajeda,baityangmemisahkan,danpemenggalankatayang menandakan terdapat
sebuah harapan dan perjuangan yang harus terus berlanjut dan jangan sampai terjeda atau
terpenggal.

2) Diksi

Diksi dalam puisi yang berjudul Harapan Sang Pertiwi antara lain rintihmu yang
memiliki arti atau makna tangisan dan kesedihan yang dialami oleh seseorang, diksi menyayat
yang memiliki arti atau makna melukai atau membuat sebuah luka, diksi menggema memiliki
arti mengumandangkan suatu bunyi atau kata-kata, dan diksi secercah yang memiliki makna
sedikit.

3) Imaji atau Citraan

Pada puisi Harapan Sang Pertiwi peneliti menemukan imaji pendengaran dan imaji
rabaan. Imaji pendengaran itu terlihat pada larik pertama yaitu /rintihmu/ dan pada larik kedua
/jeritmu menggema/. Imaji rabaan terlihat pada larik pertama /menyayat/ dan larik kedua
/merobek/.

4) Kata kongkret

Kata kongkret yang terdapat pada puisi Harapan Sang Pertiwi antara lain Kata rintihmu
terdapat pada larik pertama, kata rintihmu disini melambangkan sebuah kepedihan yang
mendalam.Kata gugur terdapat pada larik ketiga. Kata anak-anakmu terdapat pada larik kelima,
dan kata menari pada larik ketujuh, yang melambangkan kebebasan.

5) Bahasa figuratif(Majas)

Majas simile ditemukan pada larik keempat /seperti pahlawan di masa lalu/ Lalu pada
larik kesembilan /hukum bak dagangan/. Majas personafikasi ditemukan pada larik ketiga
/harapanmu gugur satu persatu/ majas metafora ditemukan pada larik kedua belas /walau tikus-
tikus menggerogoti hasil petani/

6) Verifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)

Rima yang terdapat pada puisi Harapan Sang Pertiwi ialah rima awal pengulangan bunyi
/mu/ pada larik pertama, kedua, dan ketiga /rintihmu/, /jeritmu/, dan /harapanmu/. Selain itu
terdapat asonansi /a/, /i/, dan /u/yang saling mendominasi, namun juga terdapat aliterasi /n/ di
beberapa baris, yaitu baris kelima, sembilan, dan sepuluh, yang terakhir satu aliterasi /ng/ pada
baris ketiga belas. Sedangkan ritma yang digunakan ialah jambe. Yaitu hampir keseluruhan
menggunakan nada naik, hanya bagian larik sebelum tanda koma(,) menggunakan nada setingkat
lebih rendah dari yang lainnya.

Bentuk struktur fisik puisi Harapan Sang Pertiwi menggambarkan ketegasan puisi hal itu
terlihat jelas pada tipografi yang digunakan dalam puisi Harapan Sang Pertiwi. Selain tipografi,
pemilihan diksi serta rima yang digunakan juga membuat puisi ini tampak sederhana namun
tetap memiliki kekuatan magis nya sendiri.

Tema Puisi Harapan Sang Pertiwi Karya Sindy Marchelia Putri

Tema dalam puisi Harapan Sang Pertiwi ialah menceritakan bagaimana rasa kekecewaan
rakyat dengan keadaan ibu pertiwi sekarang.

10. Struktur Fisik Puisi Mimpi Yang Berlari Karya Siti Nurhidayati

1) Perwajahan Puisi (Tipografi)


Perwajahan puisi atau tipografi yang tampak pada puisi Mimpi yang Berlari adalah dalam
puisi tersebut terdiri dari empat bait dan masing-masing bait terdiri dari empat larik sehingga
total larik keseluruhan dalam puisi tersebut adalah 16 larik. Puisi Mimpi yang Berlari selalu
diawali dengan huruf kapital diawal seluruh lariknya yang menegaskan makna dari puisi
tersebut.

Di malam yang sunyi

Aku termenung sendiri

Memikirkan semua mimpi-mimpi

Yang satu persatu telah pergi

2) Diksi

Diksi dalam puisi Mimpi Yang Berlari antara lain; pada bait pertama tampak pada kata
sunyi yang memiliki arti sebuah kehampaan atau kesepian, dan kata peluh yang berarti keringat
dari rasa lelah seseorang.

3) Kata kongkret

Kata kongkret yang terdapat dalam puisi di atas adalah /sunyi/ dan/peluh/. Kata sunyi
terdapat pada bait I di baris pertama, dan kata peluh pada baut II di baris terakhir.

4) Imaji atau citra

Imaji yang ditemukan dalam puisi Mimpi Yang Berlari hanya imaji pendengaran. Hal itu
dapat dilihat pada bait I baris pertama /Di malam yang sunyi/. Tentu sunyi adalah kata yang
melibatkan indra pendengaran.

5) Bahasa figuratif(Majas)

Majas yang terdapat pada puisi di atas ialah majas personafikasi. Yang terdapat pada bait
II baris kedua /kejarlah mimpimu itu semua/.

6) Verifikasi (Rima, Ritma, danMetrum)


Rima yang terdapat dalam puisi Mimpi Yang Berlari ialah asonansi /a/ dan /i/. Lalu
terdapat pengulangan kata pada bait I dan IV. Pada bait I /mimpi- mimpimu/ dibaris ketiga, dan
pada bait IV di baris kedua /bayang-bayang/.

Ritma atau metrum pada puisi ini ialah Jambe. Yaitu pada bait I-III menggunakan nada
tinggi atau bertekanan keras, dan pada bait IV atau terakhir menggunakan nada rendah atau
lemah namun tetap penuh penekanan serta penegasan.

Bentuk struktur fisik puisi Mimpi Yang Berlari terlalu sederhana, terlihat pada penggunaan
tipogarfi yang teratur serta rima yang biasa, hingga membuat puisi ini kurang menarik dan juga
terlalu mudah dipahami hingga puisi ini jadi membosankan.

Tema Puisi Mimpi Yang Berlari Karya Siti Nurhidayati

Tema dalam puisi Mimpi Yang berlari menceritakan bagaimana perjuangan seseorang
dalam meraih mimpinya.

Tema Puisi yang Telah dipilih dalam Antalogi Menenun Rinai Hujan Karya Sapardi
Djoko Damono dan Para Penulis Terpilih Indonesia

Tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang atau yang makna
yang ingin disampaikan (Siswanto, 2008). Tema yang diangkat didalam antologi ini memiliki
tema yang sama. Meskipun bahasa serta bentuk struktur yang berbeda tema dalam sepuluh puisi
ini adalah perjuangan, perjuangan yang dimaksud disini adalah perjuangan mengenai kehidupan.

Struktur Fisik Puisi Bertema Perjuangan dalam Antologi Menenun Rinai Hujan Karya
Sapardi Djoko Damono dan Para Penulis Terpilih Indonesia Sebagai Alternatif Bahan
Ajar Apresiasi Sastra di SMA

Setelah peneliti menganalisis struktur fisik puisi bertema perjuangan dalam antologi
Menenun Rinai Hujan sesuai dengan kajian teori yang telah dipaparkan, hasil penelitian ini
dapat di jadikan sebagai alternatif bahan ajar pembelajaran Bahasa Indonesia apresiasi sastra di
SMA, terkhusus dalam menemukan dan mendata kata- kata yang menunjukkan tipografi, diksi,
imaji/citraan, kata kongkret, majas, dan rima. Adapun kerelevanannya ialah tepat digunakan
pada Kurikulum 2013 kelas X/Semester Genap pada Kompetensi Dasar (KD) 3.17 yaitu
menganalisis unsur pembangun puisi, yang di maksud unsur pembangun puisi di sini ialah
struktur fisik dan struktur batin. Maka dari itu puisi bertema perjuangan dalam Antologi
Menenun Rinai Hujan sebagai alternatif bahan ajar apresiasi sastra khususnya kelas X di SMA
sesuai dengan KD3.17.

Adapun puisi yang telah di analisis struktur fisiknya antara lain, yaitu Di Tangan Anak-
Anak Karya Sapardi Djoko Damono, Wiji: Yang Lantang dan Yang Hilang Karya Fandy Ahmad
Salim, Daur Karya Nur Annisa Kusumawardani, Kepada Puisi dan Segala Yang dirahasiakannya
Karya Huda Agsefpawan, Genangan di Pelupuk Rasmi Karya Sari Rahmadani Hsb, Harapan Pilu
Karya Septia Armima Lubis, Hikayat Lupa Karya Shobrina Shifa Auliyah, Labil
PerjuanganKarya Shofiyah Anjani, Harapan Sang Pertiwi Karya Sindy Marchelia Putri, dan
Mimpi Yang Berlari Karya Siti Nurhidayati.

PEMBAHASAN

1. Struktur Fisik Puisi Bertema Perjuangan dalam Antologi Menenun Rinai Hujan
Karya Sapardi Djoko Damono dan Para Penulis Terpilih Indonesia

Menurut Siswanto (2008: 113) bentuk dan struktur fisik puisi mencakup (1) perwajahan puisi
(tipografi), (2) diksi, (3) pengimajian, (4) kata kongkret, (5) majas atau bahasa figuratif, dan (6)
verifikasi (rima dan ritma). Keenam struktur fisik tersebut dideskripsikan dalam kesepuluh puisi
yang telah dikelompokkan sebagai puisi bertema perjuangan yang terdapat dalam Antologi
Menenun Rinai Hujan Karya Sapardi Djoko Damono dan Para Penulis Terpilih Indonesia.

Struktur fisik puisi yang pertama perwajahan puisi atau tipografi. Dari hasil penelitian
terdapat tujuh puisi yang menggunakan tipografi tidak beraturan dengan bait dan larik yang
berbeda, dan tiga puisi lagi memiliki tipografi teratur. Selanjutnya diksi,diksi adalah pemilihan
kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya (Siswanto, 2008:114). Struktur fisik
selanjutnya ialah imaji. Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan (Siswanto, 2008:118).
Struktur fisik yang kelima yaitu bahasa figuratif (majas). Majas ialah bahasa berkias yang dapat
menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasitertentu(Siswanto,2008:120).
2. Struktur Fisik Puisi Bertema Perjuangan dalam Antologi Menenun Rinai Hujan
Karya Sapardi Djoko Damono dan Para Penulis Terpilih Indonesia Sebagai
Alternatif Bahan Ajar Apresiasi Sastra diSMA

Sesuai dengan prinsip yang dikemukakan Depdiknas (2006) dalam penyusunan bahan ajar
atau materi pembelajaran, menjadi acuan kerelevanan dari hasil analisis yang telah disebutkan di
atas untuk dapat di jadikan sebagai alternatif bahan ajar apresiasi sastra di SMA. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Prinsip relevansi, yaitu adanya kesesuaian antara materi pokok dengan kompetensi
dasar yang ingindicapai.

2. Prinsip konsistensi, yaitu adanya keajegan antara materi pokok dengan kompetensi
dasar dan standarkompentensi.
3. Prinsip kecukupan, yaitu materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam
membantu siswa menguasai kompetensi dasar yangdiajarkan.

Dan sepuluh puisi yang telah dianalisis tersebut sesuai dengan ketiga prinsip yang
dikemukakan Depdiknas tersebut. Sehingga hasil penelitian ini tepat digunakan pada Kurikulum
2013 kelas X/Semester Genap pada Kompetensi Dasar (KD) 3.17 yaitu menganalisis unsur
pembangun puisi, yang di maksud unsur pembangun puisi di sini ialah struktur fisik dan struktur
batin.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dari analisis Struktur Fisik Sajak Bertema Perjuangan dalam
Antalogi Puisi Menenun Rinai Hujan Sebagai Alternatif Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SMA
dapat disimpulkan sebagai berikut, struktur fisik yang ditemukan dalam kesepuluh puisi bertema
perjuangan yang berujudul Di Tangan Anak-Anak karya Sapardi Djoko Damono, Wiji: Yang
Lantang dan Yang Hilang karya Fandi Ahmad Salim, Daur karya Nur Annisa Kusumawardani,
dan Kepada Puisi dan Segala Yang Dirahasiakannya Karya Huda Agsefpawan Genangan di
Pelupuk Rasmi Karya Sari Rahmadani Hsb, Harapan Pilu Karya Septia Armima Lubis, Hikayat
Lupa Karya Shobrina Shifa Auliyah, Labil Perjuangan Karya Shofiyah Anjani, Harapan Sang
Pertiwi Karya Sindy Marchelia Putri, dan Mimpi Yang Berlari Karya Siti Nurhidayati memiliki
kekhasannya masing masing.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang saya temukan, berbagai saran yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi mengulas atau
memberi penilaian baik buruknya karya sastra terutama pada puisi bertema
perjuangan, untuk bahan ajar puisi di sekolah yang berkaitan dengan unsur
pembangun puisi.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya, dengan
menggunakan bidang pengkajian yang berbeda seperti analisis struktur batin.
3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah wawasan
serta referensi dalam menulis puisi terutama pada puisi bertema perjuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Asteka, P. (2017). Analisis Penggunaan Diksi dalam Puisi Selamat Pagi Indonesia Karya Sapardi
Djoko Damono Sebagai Bahan Ajar Apresiasi Sastra di SMA. Jurnal Educatio
FKIP UNMA, 3(1).

Bogdan, Robert C. and Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An.
Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn and bacon, Inc, 1982.

Damono, S.D. 2019. Menenun Rinai Hujan. Surakarta: Oase Grup.

Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Depdiknas.

Endraswara, S. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta: Buku Seru.

Fatimah, S. 2013. Bentuk dan Jenis Puisi Prismatis dalam Kumpulan Puisi Air Kata Kata Karya
Sindhunata. Malih Peddas (Majalah Ilmiah Pendidikan Dasar), 3(2).

Kualjtatif, P. M. P. (1996). tidak dapat lain haruslah dilakukan secara kualitatif. 2.

Lofland, J & Lyn H. Lofland. 1984. Analyzing Social Settings: A Guide to Qualitative
Observation and Analysis. Belmont, Cal: Wads worth Publishing Company.

Muntazir, M. 2017. Struktur Fisik dan Struktur Batin Pada Puisi Tuhan, Aku Cinta
Padamu Karya WS Rendra. Jurnal Pesona, 3(2).

Nurgiyantoro, B. (2005). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada.


Wardani, E. D., Rustono, R., & Nuryatin, A. 2017. Analisis Teks Anekdot Bermuatan Karakter
dan Kearifan Lokal sebagai Pengayaan Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SMA. Jurnal
pendidikan
bahasa dan sastra indonesia, 6(2), 68-77.

Waluyo, H.J. 1987. Teori Puisi dan Apresiasinya. Jakarta: Airlangga.

Yudhiswara. JP-BSI (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), 2017, 1.2: 3

Anda mungkin juga menyukai