Anda di halaman 1dari 21

i

ANALISIS FRASA ENDOSENTRIS


CERPEN BULAN KUNING SUDAH TENGGELAM
DALAM KUMPULAN CERPEN NYANYIAN MALAM
KARYA AHMAD TOHARISEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR
DISEKOLAH MENENGAH ATAS

RANCANGAN PENELITIAN

OLEH
FELLYCIA FILDZAH AMELIA
NPM 1788201019
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KOTABUMI
LAMPUNG UTARA
2022
2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat keterampilan

berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari keempat

keterampilan tersebut, hanya keterampilan menulis yang dianggap sebagai

keterampilan bahasa yang sulit. Pada keterampilan menulis, seseorang harus

mampu menguasai, menyusun ide, maupun gagasan yang akan disampaikan

kepada pembaca dengan susunan kata yang tepat berdasarkan pemilihan kata,

penggunaan kata, dan stuktur kalimat. Dalam memadukan kata untuk menjadi

sebuah kalimat dalam bentuk paragraf seseorang akan mengalami kesulitan karena

tidak memiliki keterampilan menulis.

Seseorang dalam kegiatan menulis membutuhkan kemampuan untuk

menyusun kata pada kalimat. Kemampuan menyusun kalimat masuk ke dalam

ilmu sintaksis. Dalam sintaksis terdapat beberapa cabang ilmu, salah satunya

frasa. “Frasa merupakan cabang ilmu sintaksis yang mempelajari susunan kata

pada kalimat” (Rosyidah, 2021). Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai

frasa.

Sebagai bagian dalam ilmu sintaksis, frasa memiliki fungsi sebagai salah

satu unsur penyusun terbentuknya suatu kalimat. “Kalimat yang terbentuk dari

frasa akan memperkaya kata yang akan dipakai. Selain itu, keberadaan frasa

dalam kalimat dapat memberikan kejelasan makna pada kalimat” (Rosyidah,

2021). Pengetahuan akan frasa untuk menyusun kalimat agar memiliki makna

yang jelas harus diajarkan pada siswa di sekolah.


3

Pengajaran frasa pada siswa dilakukan agar menambah ilmu

pengetahuannya dalam kegiatan menulis. Pemahaman frasa perlu dilakukan oleh

siswa dalam menggabungkan dua kata atau lebih pada tulisannya. Ketika frasa

dipahami oleh siswa sebelum menulis maka makna pada kalimat ditulisannya

akan terbentuk dengan jelas. Selain itu, keberadaan frasa dapat memberikan

pemahaman pada siswa untuk menghubungkan kata pada kalimat.

Keberadaan frasa dalam bidang sintaksis terbagi menjadi dua jenis, yaitu

frasa eksosentris dan frasa endosentris. Frasa eksosentris memiliki perbedaan

yang jelas dengan frasa endosentris. Perbedaan tersebut muncul saat unsur frasa

pada keduanya memiliki kedudukan yang berbeda. Dalam penelitian ini akan

dibahas salah satu frasa ialah frasa endosentris.

Selain kedudukan unsur yang berbeda, pemilihan frasa endosentris sebagai

objek penelitian didasari oleh penggunaan frasa endosentris pada kalimat lebih

banyak daripada frasa eksosentris. Hal tersebut sejalan dengan pendapat

Kridalaksana (2009) yang menjelaskan “Frasa endosentris terdiri dari tiga jenis,

yaitu koordinatif, subordinatif, dan apositif. Frasa eksosentris hanya dua jenis,

yaitu direktif dan non-direktif”. Kedudukan yang sama atau setara dan

penggunaan jenis frasa yang lebih banyak menjadikan alasan dipilihnya frasa

endosentris.

Setiap karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan tentu akan memiliki

struktur sintaksis dan fungsi sintaksis. “Karya sastra diciptakan oleh pengarang

untuk dipahami dan dinikmati pembaca pada khususnya serta masyarakat pada

umumnya” (Teeuw dalam Pradopo, 2013). Karya sastra harus memiliki struktur

kalimat yang jelas agar mudah dipahami oleh pembaca. Pemakaian struktur dan
4

fungsi sintaksis akan membuat kalimat dalam karya sastra tersusun baik dan

mudah dipahami oleh pembaca. Selain tersusun dengan baik, kalimat dalam karya

sastra akan memiliki makna yang jelas.

Salah satu bentuk karya sastra adalah cerpen. Cerpen merupakan karangan

pendek yang berisi rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang

disekelilingnya. Cerpen tentu memiliki unsur kebahasaan, salah satu unsurnya

ialah sintaksis. Salah satu sastrawan yang membuat karya cerpen dan akan

dijadikan objek penelitian ini adalah cerpen karya Ahmad Tohari. Ahmad Tohari

terkenal dengan cerpen yang memiliki rangkaian cerita kehidupan seseorang yang

mengangkat tema kehidupan masyarakat pedesaan, persoalan sosial, kerinduan

akan perlindungan-Nya, dan cinta dan kasih sayang manusia terhadap sesama.

Ahmad Tohari lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas pada tanggal

13 Juni 1948. Ia merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang berprestasi. Ia

pernah mengikuti Writing Program di Lowa City Amerika Serikat tahun 1990.

Menerima hadiah sastra Asean dari karya yang diciptakannya. Karya-karya trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala telah

diterjemahkan ke dalam bahasa asing” (Wikipedia, 2011). Tahun 2002, Yayasan

Lontar menerbitkan trilogi tersebut ke dalam Bahasa Inggris dengan judul The

Dancer. Dalam Wikipedia (2011) novel Ronggeng Dukuh Paruk sudah diadaptasi

menjadi film pada tahun2011 dengan judul Sang Penari.

Ahmad Tohari menulis beberapa karyasastra, diantaranya novel dan

cerpen. Novel karya Ahmad Tohari terdiri dari “Kubah (1980), Ronggeng Dukuh

Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), Di Kaki Bukit Cibalak (1986),

Jantera Bianglala (1986), Berkisar Merah (1993), Belantik (2001), Orang-orang


5

Proyek (2002)”. Kumpulan cerpen karya Ahmad Tohari terdiri dari “Senyum

Karyamin (1989), Rusmi Ingin Pulang (2004), dan Mata Yang Enak Dipandang

(2013)” (Wikipedia, 2011). Dari beberapa karya yang dihasilkan Ahmad Tohari

dipilihlah kumpulan cerpen berjudul Nyanyian Malam untuk diteliti.

Nyanyian Malam merupakan kumpulan cerpen yang terdiri dari sepuluh

cerpen, yaitu “Mata yang Enak Dipandang”, “Nyanyian Malam”, “Pencuri,

Penipu yang Keempat”, “Daruan”, “Warung Penajem”, “Pemandangan Perut”,

“Paman Doblo Merobek Layang-Layang”, “Kang Sarpin Minta Dikebiri”, dan

“Bulan Kuning Sudah Tenggelam”. Dari sepuluh cerpen yang ada di dalam

kumpulan cerpen Nyanyian Malam, dipilih Bulan Kuning Sudah Tenggelam untuk

dijadikan subjek penelitian.

Dipilihnya cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam dalam kumpulan

cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari sebagai subjek penelitian didasari

oleh beberapa alasan, yaitu (1) cerita pendek lebih sederhana daripada novel.

Dengan demikian, objek kajian lebih sederhana dan mudah dilakukan (2) cerpen

Bulan Kuning Sudah Tenggelam merupakan cerpen yang memiliki cerita

terpanjang dengan halaman terbanyak dari semua cerpen yang terdapat di dalam

kumpulan tersebut dan (3) cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam belum pernah

diteliti dari segi frasa endosentris di Universitas Muhammadiyah Kotabumi.

Penelitian frasa dalam cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam diharapkan dapat

menjadi alternatif bahan ajar guru di sekolah.

Bahan ajar merupakan salah satu komponen yang digunakan guru untuk

menunjang keberhasilan dalam pembelajaran. “Bahan ajar adalah bahan-bahan

atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan
6

siswa dalam proses pembelajaran” (Kantun & Budiawati, 2015). Bahan ajar

menjadi suatu hal yang sangat penting karena akan memudahkan siswa untuk

memahami materi yang disampaikan guru.

Pemilihan bahan ajar yang tepat merupakan suatu kewajiban yang hakiki

dilakukan oleh guru. “Masalah yang berkenaan dengan bahan ajar adalah memilih

sumber bahan ajar” (Kantun & Budiawati, 2015). Banyak terjadi kecenderungan

bahwa sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber

bahan ajar selain buku yang dapat digunakan oleh guru.

Dalam memberi pengajaran di kelas, guru dapat menggunakan karya sastra

sebagai alternatifnya. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif

bahan ajar guru di sekolah. Sebagai salah satu karya sastra, cerpen masuk ke

dalam bahan ajar yang dapat digunakan dalam di sekolah, khususnya SMA.

1.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ialah frasa endosentris cerpen Bulan Kuning Sudah

Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari

sebagai alternatif bahan ajar di sekolah menengah atas.

1.3 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini ialah bagaimanakah frasa endosentris

cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam

karya Ahmad Tohari dapat dijadikan alternatif bahan ajar di sekolah menengah

atas?.
7

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian untuk mendeskripsikan frasa endosentris cerpen Bulan

Kuning Sudah Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya

Ahmad Tohari sebagai alternatif bahan ajar di sekolah menengah atas.

1.5 Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini, sebagai berikut.

1. Bagi siswa diharapkan mendapat pengetahuan lebih, terkait frasa

endosentris yang ada di dalam novel cerpen Bulan Kuning Sudah

Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad

Tohari.

2. Bagi guru diharapkan dapat menggunakan cerpen Bulan Kuning Sudah

Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad

Tohari sebagai alternatif bahan ajar di sekolah.

3. Penelitian frasa endosentris dalam cerpen Bulan Kuning Sudah

Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad

Tohari diharapkan dapat dipakai peneliti lain untuk melaksanakan

penelitian berikutnya.

4. Menambah bahan bacaan karya ilmiah di Universitas Muhammadiyah

Kotabumi (UMKO).
8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Frasa

Dalam kegiatan menulis tentu memerlukan pemahaman dalam menyusun

dan menata kata pada kalimat. Pemahaman tersebut masuk ke dalam bidang

sintaksis. Bagian dalam bidang sintaksis, yaitu berupa kata, frasa, klausa, kalimat,

dan wacana”(Chaer, 2012). Frasa sebagai salah satu bagian dari sintaksis akan ada

pada strukur kalimat dan paragraf.

Frasa sebagai bagian dari sintaksis berasal dari serapan bahasa asing.

“Istilah frasa dalam bidang sintaksis diserap dari kata asing phrase” (Chaer,

2010). Menurut Bloomfield (dalam Chaer, 2010) “Frasa merupakan bentuk kata

yang terdiri dari dua atau lebih”. Hal ini sejalan dengan pendapat Ramlan (2005)

“Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak

melebihi batas fungsi unsur klausa”. Fungsi unsur dalam frasa hanya sebagai satu

unsur dalam pemakaiannnya di kalimat.

Berkaitan dengan frasa, Parera (2011) berpendapat “Frasa sebagai suatu

konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk

sebuah pola dasar kalimat maupun tidak”. Sebagai satuan sintaksis yang paling

kecil, frasa biasanya dibangun oleh konstruksi yang lebih dari dua kata. Dalam

satu kesatuan gabungan dua kata atau lebih itulah yang menjadi unsur pembentuk

frasa dalam bahasa Indonesia. “Dua kata atau lebih yang membentuk frasa

masing-masing kata mempertahankan makna kata dasarnya, sementara gabungan

kedua kata tersebut menunjukkan relasi tertentu” (Ba’dulu & Herman, 2005).

Pendapat yang sama dari Suhardi (2013) “Frasa terbentuk dari dua kata atau lebih
9

yang masing-masing kata mempertahankan makna dasar katanya, sementara

gabungan keduanya menunjukan relasi tertentu”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa frasa

adalah satuan gramatikal yang merupakan gabungan dua kata atau lebih yang

lebih kecil dari klausa. Frasa juga bagian fungsional sebagai pengisi salah satu

fungsi kalimat dengan tidak melebihi batas fungsinya dan bersifat nonpredikatif.

Menurut Baehaqie (2014) “Frasa memiliki ciri-ciri yang membedakan

dengan unsur lain”. Ciri-ciri yang terdapat pada frasa sebagai berikut:

a. Satuan gramatikal (satuan bentuk yang bermakna) yang dapat berdiri


sendiri, berada pada tataran di atas kata dan di bawah klausa.
b. Konstruksi nonpredikatif, artinya hubungan antar unsur yang membentuk
frasa tidak berstruktur S-P atau berstruktur P-O.
c. Ada kecendrungan urutan kata dalam frasa yang bersifat kaku, sehingga
posisinya dipindah dan frasa itu akan berpindah secara utuh.
d. Frasa dapat diperluas.

2.2 Klasifikasi Frasa

Klasifikasi frasa dalam bidang sintaksis terbagi menjadi dua jenis, yaitu

frasa eksosentris dan frasa endosentris. “Frasa eksosentris adalah frasa yang unsur

dan komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama

dengan keseluruhannya. Komponen dalam frasa eksosentris memiliki fungsi

sebagai preposisi dalam kalimat” (Suhardi, 2013). ”Frasa endosentris adalah frasa

yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang

sama dengan keseluruhannya. Frasa ini memiliki salah satu unsur yang menjadi

pusat atau komponen utama dalam kalimat” (Suhardi, 2013).

Frasa eksosentris memiliki perbedaan yang jelas dengan frasa endosentris.

Perbedaan tersebut muncul saat unsur frasa pada keduanya memiliki kedudukan

yang berbeda. Menurut Kridaklaksana (2009) “Kedudukan pada frasa endosentris


10

terlihat pada kedudukan frasa yang berunsur sama atau setara dan frasa

eksosentris sebaliknya tidak berunsur sama atau setara”. Contoh pada kalimat (a)

Dua orang siswa sedang belajar di perpustakaan dan kalimat (b) Dua siswa

belajar di perpustakaan. Pada kalimat (a) frasa endosentris terlihat pada kata dua

orang siswa. Ketika dua orang tanpa diberi kata siswa dan sebaliknya akan unsur

sama atau setara pada kalimat yang merujuk pada subjek. Pada kalimat (b) frasa

eksosentris muncul pada kata dua siswa. Ketika kata dua tidak diikuti dengan

siswa kedudukan yang muncul tidak sama atau setara.

Kridalaksana (2009) menjelaskan “Frasa endosentris terdiri dari tiga jenis,

yaitu koordinatif, subordinatif, dan apositif. Frasa eksosentris hanya dua jenis,

yaitu direktif dan nondirektif”. Dalam penelitian frasa endosentris ini akan

menggunakan teori Supriyadi.

2.2 Hakikat Frasa Endosentris

Menurut Supriyadi (2014) “Frasa endosentris merupakan frasa yang salah

satu unsur atau komponen memiliki distribusi unsur sama dengan unsurnya. Salah

satu unsur dapat menjadi pusat atau komponen utama dalam kalimat”. Dalam

frasa endosentris tergolong menjadi empat bagian, yaitu frasa endosentris zero,

frasa endosentris koordinatif, frasa endosentris atributif, dan frasa endosentris

apositif. Berikut penjelasan dan contoh dari empat golongan Frasa endosentris.

1. Frasa Endosentris Zero

Menurut Supriyadi (2014) “Frasa endosentris zero terdiri atas satu unsur

saja berupa kata. Satu unsur tersebut akan menjadi inti dalam kalimat”. Berikut

contoh frasa endosentris zero pada kalimat: “Doni makan pisang”. Berdasarkan

teori Supriyadi (2014) tentang frasa endosentris zero bahwa masing-masing dari
11

contoh tersebut mewaliki unsur subjek, predikat, dan keterangan. Contoh yang

mewakili unsur tersebut tidak melebihi batas fungsi klausa. Batas fungsi klausa

yang dimaksudkan ialah subjek, predikat, objek, dan keterangan. Dalam contoh

“Doni makan pisang” yang menjadi inti dari kalimat ialah predikat. Letak

predikat pada contoh memberikan keterangan kegiatan yang dilakukan oleh Doni.

2. Frasa Endosentris Koordinatif

Menurut Supriyadi (2014) “Frasa endosentris koordinatif terdiri atas

beberapa unsur yang memiliki kedudukan yang sama. Kedudukan yang sama dari

unsur tersebut akan memberikan kesetaraan. Unsur yang setaranya juga ditandai

dengan konjungsi dan atau konjungsi atau”. Keberadaan unsur yang setara pada

kalimat akan menandakan adanya frasa endosentris koordinatif. Berikut contoh

penggunaan frasa endosentris koordinatif pada kalimat: “Baik keadaaan kaya atau

keadaan miskin sifatnya tetap sama”. Contoh pada kalimat tersebut terdiri dari

dua frasa yaitu keadaan kaya atau keadaan miskin. Berdasarkan teori Supriyadi

(2014) jika salah satu dari frasa tersebut dihilangkan, akan tetap memiliki

kedudukan yang sama. Pada contoh di atas juga terlihat tanda dari frasa

endosentris koordinatif dengan adanya konjungsi “atau”.

3. Frasa Endosentris Atributif

Menurut Supriyadi (2014) “Frasa endosentris atributif memiliki perbedaan

dengan frasa endosentris koordinatif yang terletak pada unsur yang tidak setara.

Unsurnya tidak memungkinkan keterhubungan dengan konjungsi”. Keberadaan

unsur yang tidak setara pada kalimat akan menandakan adanya frasa endosentris

atributif. Berikut contoh penggunaan frasa endosentris atributif: Pembangunan

lima tahun. Contoh pada kalimat terlihat jelas tidak bisa diberikan konjungsi
12

seperti frasa endosentris koordinatif. Dalam contoh terlihat jelas unsurnya tidak

setara. Berdasarkan teori Supriyadi (2014) bahwa “Penggunaan tanpa konjungsi

dan tidak diikuti unsur yang setara mencirikan frasa endosentris atributif”.

4. Frasa Endosentris Apositif

Menurut Supriyadi (2014) “Frasa endosentris apositif terdapat penggantian

kata melalui frasa. Penggantian kata yang muncul lewat frasa merujuk kata

sebelumnya yang berbentuk subjek pada kalimat. Hal ini membedakan frasa

endosentris apositif dengan frasa endosentris lainnya”. Berikut contoh

penggunaan frasa endosentris apositif pada kalimat: Yogyakarta, kota istimewa.

Contoh pada kalimat tersebut terlihat bahwa kata Yogyakarta merupakan subjek

pada kalimat. Frasa kota istimewa merupakan frasa endosentris apositif yang

merujuk kota Yogyakarta. Frasa endosentris apositif pada contoh menjelaskan

tentang Yogyakarta sebagai kota istimewa.

2.3 Bahan Ajar

Bagi seorang guru, bahan ajar merupakan bahan pertama yang harus

disiapkan. Bahan ajar harus layak digunakan oleh seorang guru untuk dipakai

dalam memberikan pengajaran pada siswa di kelas. Menurut Kantun & Budiawati

(2015) “Bahan ajar harus disusun secara sistematis, sesuai dengan aturan yang

ditetapkan dalam proses belajar”. Tidak bisa sembarangan bahan ajar diberikan

kepada siswa harus disusun secara sistematis. Dalam penelitian ini, novel Orang-

Orang Biasa karya Andrea Hirata akan ditentukan kelayakannya untuk menjadi

bahan ajar guru di sekolah. Menurut Ramlan (2005) “Dalam memilih bahan ajar

sastra yang tepat, perlu dipertimbangkan 3 aspek berikut ini, yaitu sudut bahasa,
13

psikologi, dan latar belakang budaya”. Berikut penjelasan dari tiga aspek

pembelajaran sastra.

1. Bahasa

Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-

masalah yang dibahas, tetapi juga pada faktor-faktor lain seperti: cara penulisan

yang dipakai pegarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan

kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Dalam segi kebahahasaan,

pemilihan bahan ajar sastra harus memiliki kriteria-kriteria tertentu, yaitu harus

sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, harus diperhitungkan kosakata

baru, dan memperhatikan ketatabahasaan.

2. Psikologi

Perkembangan psikologi dari taraf anak menuju kedewasaaan ini melewati

tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam memilih bahan ajar

sastra, tahap-tahap psikologi ini hendaknya diperhatikan oleh guru karena sangat

besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal.

Urutan tahapan perkembangan anak yang diharapkan dapat membantu guru untuk

lebih memahami tingkat perkembangan psikologis peserta didiknya, yaitu tahap

pengkhayalan (8 sampai 9 Tahun), tahap romantik (10 sampai 11 Tahun), tahap

realistik (13 sampai 16 Tahun), dan tahap generalisasi (16 tahun dan seterusnya).

Bagi siswa SMA, tahap generalisasi lebih tepat digunakan dalam bidang

psikologinya. Pada tahap ini peserta didik sudah tidak lagi berminat pada hal-hal

yang praktis. Peserta didik berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak

dengan menganalisis suatu fenomena yang terjadi dilingkungannya. Dalam tahap


14

ini muncul rasa tau akan kehidupan nyata dan proses pengaplikasian lebih lanjut.

Proses pengaplikasian dalam tahap ini berbentuk tindakan yang lebih terkonsep.

3. Latar Belakang Budaya

Dalam pembelajaran, siswa akan mudah tertarik pada karya sastra dengan

latar belakang yang erat hubungannya dengan kehidupan mereka. Latar belakang

budaya yang sama dengan keadaan siswa dapat membuat karya sastra itu menarik

untuk dibaca. Dengan demikian, siswa dapat tertarik dengan materi yang disajikan

oleh guru terutama dibidang sastra.

2.4Frasa Endosentris dalam Novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata


sebagai Alternatif Bahan Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas

Bahan pembelajaran merupakan komponen penting yang digunakan guru

dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Kantun & Budiawati (2015) “Bahan

pembelajaran yang baik dapat membantu peserta didik dalam rangka mencapai

kompetensi”. Sumber bahan ajar yang dipilih guru dititikberatkan hanya pada satu

bahan ajar. Padahal banyak pilihan sumber bahan ajar yang bisa digunakan. Selain

sumber bahan ajar, terdapat kendala lain seperti ruang kelas yang tidak kondusif

dan kurang minatnya siswa dalam belajar.

Menurut (Ratnaningsih & Septiana, 2019) “Pembelajaran bahasa

Indonesia di sekolah masih banyak kendala dalam pelaksanaannya terutama dalam

memilih bahan ajar yang tepat”. Kendala yang terjadi biasanya terdapat pada

kesalahan memilih bahan pembelajaran yang akan dipakai. “Pada dasarnya dalam

memilih bahan pembelajaran dan penentuan jenis kandungan materi sepenuhnya

terletak di tangan guru. Namun, ada beberapa hal yang diperhatikan sebagai dasar

pegangan memilih bahan pembelajaran” (Kantun & Budiawati, 2015). Dalam hal

ini, pemilihan cerpen diharapkan dapat menjadi bahan ajar di sekolah. Dalam
15

proses pemilihan itu sendiri ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebagai

tolok ukur kelayakannya, terutama kesesuaiannya dengan kurikulum yang berlaku

saat ini.

Pada penelitian ini diharapkan cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam

dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari bisa menjadi

alternatif bahan ajar di sekolah menengah atas. Melalui penelitian ini juga akan

akan ditentukan layak atau tidaknya cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam

dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari dijadikan sebagai

alternatif bahan ajar sastra. Cerpen ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

terhadap bahan pembelajaran sastra di sekolah menengah atas.


16

III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Menurut Emzir (2014) “Metode deskriptif ialah metode penelitian data

yang dikumpulkan, lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar dari pada

angka-angka”. Pemanfaatan metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif

dimaksudkan agar objek penelitian dapat digambarkan atau dipaparkan secara

sistematis, akurat, dan faktual. Menurut Widayati (2018) “Proses pemaparan data

yang dilakukan merupakan keutamaan dari hasil penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif mengutamakan proses daripada hasil”. Proses data yang terjadi

sangatlah diutamakan dalam penelitian kualitatif.Pemanfaatan metode ini sesuai

dengan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan frasa endosentris dalam cerpen

Bulan Kuning Sudah Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya

Ahmad Tohari

3.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini ialah Cerpen Bulan Kuning Sudah

Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari.

Cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam terdapat dalam kumpulan cerpen

Nyanyian Malam yang diterbitkan oleh PT Grasindo. Cerpen Bulan Kuning Sudah

Tenggelam terdiri dari 35 halaman. Cerpen dicetak pertama kali pada tahun 2000.

Cerpen ini dicetak dalam bahasa Indonesia dengan nomor ISBN. 978-669-6851.
17

3.2 Instrumen Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan alat atau instrumen yang

membantu penelitian. “Instrumen penelitian adalah satu alat yang digunakan

untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati secara spesifik”

(Sugiyono, 2013). Instrumen-instrumen dalam ilmu sosial telah baku (standar),

tetapi terdapat instrumen yang belum baku bahkan belum ada. “Peneliti harus

mampu menyusun sendiri instrumen pada setiap penelitian dan menguji validitas

dan reliabilitasnya”(Sugiyono, 2013). Dalam penelitian tersebut peneliti sendiri

yang berperan sebagai perencana, pengumpul data, penafsir data, dan pelapor

hasil penelitian. Dalam penelitian ini digunakan instrumen kartu data sebagai

tempat untuk mencatat berbagai macam hal-hal yang berkaitan denganfrasa

endosentris dalam cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam dalam kumpulan

cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013) “Teknik pengumpulan data merupakan langkah-

langkah strategis dalam sebuah penelitian”. Data dalam penelitian kualitatif

diperoleh dengan pencatatan data-data yang berkaitan dengan bentuk frasa

endosentris. Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian adalah sebagai berikut.

1. Cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian

Malam karya Ahmad Tohari dibaca secara berulang-ulang.

2. Hal-hal yang berkaitan dengan frasa endosentris pada Cerpen Bulan Kuning

Sudah Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari

akan ditandai dan digarisbawahi.


18

3. Frasa endosentris yang telah ditandai dan digarisbawahi pada Cerpen Bulan

Kuning Sudah Tenggelam dalam kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya

Ahmad Tohari kemudian dicatat dalam kartu data.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang akan digunakan untuk menganalisis frasa

endosentris zero, frasa endosentris koordinatif, frasa endosentris atributif, dan

frasa endosentris apositif pada cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam dalam

kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari akan melalui beberapa

langkah-langkah analisis. Berikut ini langkah-langkah proses analisis data.

1. Pendataan setiap frasa endosentris akan diberi kode sebagai berikut.

Frasa endosentris zero akan diberi kode (Feze)

Frasa endosentris koordinatif akan diberi kode (Feko)

Frasa endosentris atributif akan diberi kode (Feat)

Frasa endosentris apositif akan diberi kode (Feap)

Contoh data dalam kutipan novel:

Feze/138/III artinya frasa endosentris zero dalam halaman 138


di paragraf tiga

2. Pengelompokkan dalam kartu data, kemudian diperiksa oleh pembimbing

pertama dan pembimbing kedua.

3. Penginterpretasian tentang frasa endosentris berinduk tunggal dan banyak

yang ada dalam Cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam dalam kumpulan

cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari.


19

4. Penentuan layak atau tidak Cerpen Bulan Kuning Sudah Tenggelam dalam

kumpulan cerpen Nyanyian Malam karya Ahmad Tohari untuk dijadikan

sebagai bahan ajar di sekolah menengah atas.

5. Penarikan simpulan.
20

Daftar Pustaka

Arifin, Z., & Juraiyah. (2008). Sintaksis. Grasindo.


Ba’dulu, A. M., & Herman. (2005). Morfosintaksis. Rineka Cipta.
Baehaqie, I. (2014). Sintaksis Frasa. Penerbit Ombak.
Chaer, A. (2010). Sintaksis Bahasa Indonesia. Rineka Cipta.
Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Rineka Cipta.
Emzir. (2014). Metodologi Penelitian Pendidikan. Rajawali Pers.
Finoza, L. (2009). Komposisi Bahasa Indonesia. Diksi Insan Mulia.
Kantun, S., & Budiawati, Y. S. R. (2015). Analisis Tingkat Kelayakan Bahan Ajar
Ekonomi yang Digunakan Oleh Guru di SMA Negeri 4 Jember. Jurnal
Pendidikan Ekonomi, 9(2), 129–146.
Parera, J. D. (2011). Sintaksis. Gramedia.
Parera, J. D. (2009). Dasar-Dasar Analisis Sintaksis. Erlangga.
Pradopo, R. D. (2013). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Pustaka Pelajar.
Ratnaningsih, D., & Septiana. (2019). Pembelajar Kolaboratif Pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonseia di SMK Negeri 1 Kotabumi. Edukasi Lingua
Sastra, 17(1), 1–14.
Rahmanto, B. (2005). Metode Pengajaran Sastra. Penerbit Kanisius.
Ramlan. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. CV Karyono.
Rosyidah, U., Cahyo, H., & Ahmad, K. A. (2021). Kajian Frasa Pada Novel
Trauma Karya Boy Candra. Jurnal Ilmiah SEMANTIKA, 3(1), 10-20.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Suhardi. (2013). Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Ars Ruzz Media.
Supriyadi. (2014). Sintaksis Bahasa Indonesia. UNG Press
Sukini. (2010). Sintaksis Sebuah Panduan Praktis. Yuma Pustaka.
Waluyo, H. J. (2006). Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Universitas Sebelas
Maret.
Widayati, S. (2018). Ekranisasi Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari (Dee)
Ke Dalam Film Filosofi Kopi Sutradara Angga Dwimas Sasongko Sebagai
21

Aternatif Bahan Ajar Di Sekolah Menengah Atas. Edukasi Lingua Sastra,


16(2), 1–12. https://doi.org/10.47637/elsa.v16i2.89
Wikipedia. (2011) . Biografi dan Karya Ahmad Tohari. https:
www.wikipedia.biografi.org.

Anda mungkin juga menyukai