id
BAB II
puisi ciptaan Rendra dan Taufik Ismail, serta bentuk gaya pengungkapan kedua wacana
puisi tersebut. Hasil penelitian ini menggunakan data kuantitatif yang dimaksudkan
untuk mendeskripsikan ciri-ciri karakteristik kedua penyair tersebut. Mekanisme
penganalisisan data untuk menemukan hasil penelitian. Persamaan karya Lamusu
dengan penelitian penulis yaitu sama-sama mengkaji penelitian dalam stilistika.
Perbedaan ada pada objek kajian, yaitu puisi-puisi karya Rendra dan Taufik Ismail,
sedangkan pada objek penelitian ini objek kajiannya adalah Sepilihan Sajak Hujan
Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.
Kusuma Yuda, Tesis 2014.
Polaria Karya H. Erman dan Danil: Kajian Stilistika dan Relevansinya Sebagai
penelitian tesis ini menunjukkan bahwa pada naskah film Kembang Polaria karya H.
Erman dan Danil terdapat unsur gaya kata, gaya kalimat, gaya wacana, bahasa figuratif
(figurative language), dan citraan (imagery). Gaya kata terdiri dari kata konotatif, kata
konkret, kata serapan dari bahasa asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata
vulgar. Gaya kalimat terdiri dari kalimat yang susunan subjek predikatnya dibalik,
kalimat pendek dan kalimat repetisi (perulangan). Gaya wacana yang digunakan adalah
gaya wacana repetisi. Bahasa figuratif terdiri dari majas, tuturan idiomatik, dan
peribahasa. Citraan terdiri dari penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, gerak,
pengecapan dan intelektual. Analisis penelitian ini penulis menonjolkan kemampuannya
menganalisis sebuah naskah film dengan menggunakan analisis stilistika dan
mengungkapkan beberapa gaya kata yang terdapat di dalam naskah drama tersebut.
Persamaan karya Ramadhan Kusuma Yuda dengan penulis yaitu sama-sama
mengkaji stilistika pada gaya bahasa, gaya kata (diksi), dan citraan. Perbedaan terletak
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
pada objek kajian, penelitian Ramadhan Kusuma Yudha objek kajiannya naskah film
Kembang Polaria karya H. Erman dan Danil, sedangkan pada objek kajian penelitian
ini adalah puisi Sepilihan Sajak Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.
Ramadhan Kusuma Yuda mengungkap tentang relevansi naskah film Kembang Polaria
karya H. Erman dan Danil sebagai pembelajaran kajian prosa fiksi di STKIP PGRI
Pontianak, sementara penelitian ini mengungkap relevansi puisi Sepilihan Sajak Hujan
Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono sebagai bahan pembelajaran Bahasa indonesia
di SMA dan mengungkapkan nilai-nilai karakter yang terdapat dalam puisi Sepilihan
Sajak Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.
Analisis Stilistika Novel
pemilihan dan pemakaian kosakata terdapat pada leksikon bahasa asing, leksikon
bahasa Jawa, leksikon ilmu pengetahuan, kata sapaan, kata konotatif pada judul.
Kekhususan aspek morfologis dalam novel Laskar Pelangi yaitu pada penggunaan
afiksasi leksikon bahasa Jawa dan bahasa Inggris serta reduplikasi dalam leksikon
bahasa Jawa. Kemudian aspek sintaksis meliputi penggunaan repetisi, kalimat majemuk
dan pola kalimat inversi. Pemanfaatan gaya bahasa figuratif yang unik dan
menimbulkan efek-efek estetis pada pembaca yaitu idiom, arti kiasan, konotasi,
metafora, metonimia, simile, personifikasi, dan hiperbola. Analisis di atas menunjukkan
bahwa penulis mampu menonjolkan keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata yang
spesifik dan lain dari yang lain. Keunikan tersebut dilatarbelakangi oleh faktor sosial
budaya dan pendidikan penulis. Hal itu menghasilkan style tersendiri yang menjadi ciri
khusus Andrea Hirata dalam menuangkan gagasannya melalui novel Laskar Pelangi.
Persamaan karya Eko Marini dengan penulis yaitu sama-sama mengkaji
pemanfaatan gaya bahasa figuratif yang unik dan menimbulkan efek-efek estetis pada
pembaca yaitu idiom, arti kiasan, konotasi, metafora, metonimia, simile, personifikasi,
dan hiperbola. Analisis di atas menunjukkan bahwa penulis mampu menonjolkan.
keunikan pemilihan dan pemakaian kosakata yang spesifik dan lain dari yang lain.
Keunikan tersebut dilatarbelakangi oleh faktor sosial budaya dan pendidikan penulis.
Hal itu menghasilkan style tersendiri. Perbedaannya adalah objek yang diteliti berbeda,
objek yang diteliti Eko Marini adalah Novel sedangkan penulis objek yang diteliti
adalah puisi. Selain itu dalam penelitian Eko Marini tidak ada nilai-nilai pendidikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
sastra. -sama
meneliti gaya bahasa pada puisi.
oleh Zhiqin Zhang (2010: 155), penelitian ini dalam bentuk jurnal internasional yang
membahas interpretasi novel karya Hemingway dengan gaya literal. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa gaya bahasa dan sastra merupakan jembatan yang menghubungkan
antara linguistik dan kritik sastra. Penelitian ini menyebutkan bahwa tema, nada, sikap,
dan nilai estetik yang dihasilkan oleh bentuk-bentuk linguistik pengrang dapat
meningkatkan kekuatan afektif atau emitif dari pesan, sehingga berkontribusi untuk
karakterisasi dan membuat fungsi realitas fiksi menjadi efektif. Persamaan penelitian
Zhiqin Zhang dan penelitian ini sama-sama terfokus pada kajian stilistika pada aspek
pemanfaatan bahasa figuratif, pemanfaatan citraan, dan nilai pendidika karakter,
sementara itu perbedaan terletak pada objek kajian yang diteliti.
Penelitian dalam bentuk jurnal internasional yang dilakukan oleh Yeibo (2012:
180) dengan judul -
. Dalam penelitian tersebut Yeibo menjelaskan bahwa bahasa
kiasan bertindak sebagai penanda semantik dalam teks dan membantu seniman sastra
mencapai keindahan dalam bentuk. Konsentrasi penelitian tersebut terletak pada
hubungan tema dan bahasa figurasi karya sastra. Yeibo mengatakan lebih lanjut bahwa
studi mengenai gaya secara umum berkaitan dengan pemakaian bahasa figuratif yang
berfungsi untuk menghasilkan efek estetik. Persamaan penelitian Yeibo dengan
penelitian ini terletak pada objek kajian yaitu puisi. Sementara perbedaan penelitian
Yeibo dengan penelitian ini terletak pada aspek yang diteliti, pada penelitian Yeibo
mengkhususkan pada pemakaian bahasa kiaan untuk mendeskripsikan dan
menginterpretasi diolek penyair, selain itu pada penelitian ini mendeskripsikan nilai
pendidikan karakter serta relevansinya dengan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.
Persamaan penelitian Bilal dan Chemaa dengan penelitian ini adalah sama-sama
menelaah kajian stilistika. Namun perbedaannya dalam fokus permasalahan penelitian.
Bilal dan Chemaa menelaah pemanfaatan stilistika puisi Early Spiring yang mengkaji
aspek penyimpangan sintaksis dan semantik yang dilakukan oleh Wordsworth,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
Sedangkan pada penelitian ini fokus permasalahan terletak pada pemanfaatan kajian
stilistika pada puisi karya Sapardi Djoko Damono Hujan Bulan Juni yang menyoroti
pemanfaatan pilihan kata, gaya bahasa, citraan, nilai pendidikan karakter dan
relevansinya dalam pelajaran bahasa Indonesia di SMA.
A. Landasan Teori
1. Kajian Stilistika dalam Sastra Puisi
a. Hakikat Stilistika
Stilistika adalah bagaimana bahasa disusun, digunakan, bahkan dengan
melakukan pelanggaran puitika, sehingga melahirkan keindahan Ratna (2009: 255).
Dilihat dari segi keindahan itu sendiri, jelas pemahamannya tidak tetap, berubah
sepanjang waktu, sesuai dengan proses hubungan antara karya sastra dengan subjek
penikmat. Menurut Satoto (2012: 54), Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan
bahasa di dalam teks sastra (istilah sastra disini dapat diartikan dalam arti sempit, dan
dalam arti luas. Begitu pula, arti istilah teks dan naskah perlu diluruskan. Leech dan
Short dalam Al-
wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra.
Kajian stilistika biasanya dibatasi pada kajian formal sebuah teks sastra dalam
pengertian yang extended, yang dimaksud dalam pengertian extended disini ialah bidang
linguistik terapan yang dikaitkan dengan bidang penggunaan bahasa sebagai unsur
penting (media bahasa utama) dan menerima teori linguistik sebagai yang tidak relevan,
tetapi dipakai sebagai teori atau metode pendekatannya Satoto (2012: 32). Pengertian
extended ini sebagai sisi lain dari pengertian restricted yaitu bidang linguistik terapan
yang dihubungkan khusus pada bidang bahasa itu berarti bahwa stilistika merupakan
bidang studi yang memiliki aspek seni (art) maupun ilmu pengetahuan (science)-begitu
juga sastra.
Keberadaan kreativitas seni sebagian dari aspek stilistika dalam karya sastra
mempermudah pernyataan keilmuan menemukan format ideal penyajiannya. Artinya,
bahwa stilistika keberadaannya memberikan sumbangsih pemahaman yang lebih
mendalam tentang makna karya sastra. Dengan menggunakan studi stilistika, ranah
pemakaian bahasa khas penyair dalam penulisan puisi-puisinya bisa diperdalam
sehingga ekspresi dan pemilihan kata-kata dalam puisi lebih dipahami. Meskipun bunyi
merupakan sarana stilistika. Orang beranggapan bahwa pengkajian stilistika lebih sering
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
sesuatu atau apa yang terciptakan dalam suatu bahasa. Kita secara normal mempelajari
gaya karena kita ingin menjelaskan sesuatu.
Secara umum stilistika sastra memiliki tujuan mmberikan penggambaran
hubungan antara bahasa dan fungsi artistiknya. Uraian tersebut seperti dungkapkan
Satoto (2012: 37) yang mengatakan bahwa begitu eratnya pengkajian bahasa dan sastra,
sehingga bidang studi Stilistika menjadi incaran yang menggairahkan bagi para ahli
bahasa dan ahli sastra. konsekuensiny, studi stilistika ada yang memasukkan ke dalam
bidang Ilmu Sastra-Stilistika adalah bidang ilmu studi yang sadar berupaya
menjembatani pengkajian bahasa dan sastra dengan mengkaji apa sebenarnya hubungan
fundamental antara bidang studi bahasa dan sastra.
Stilistika adalah tempat pertemuan di antara maksro-analisis sastra dan
makroanalisis bahasa. Ratna (2008: 5) mengatakan bahwa pada dasarnya gaya ada dan
digunakan dalam kehidupan praktis sehari-hari. Hampir setiap tingkah laku dan
perbuatan, sejak bangun pagi hingga tidur di malam hari, disadari atau tidak, dilakukan
dengan menggunakan cara tertentu. Demikian juga semua hasil aktivitas manusia, yang
disebut sebagai kebudayaan, diwujudkan melalui cara tertentu, sesuai dengan minat,
selera, dan kemauan penciptanya.
Stilistika berkaitan dengan pengertian ilmu tentang gaya secara umum, meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia. Maka dari itu, Stilistika memiliki corak modern
begitu memberikan gairah dalam artian positif, juga dikembangkan di dalam upaya
untuk pengembangbiakkan sebuah subdisiplin di mana metode stilistika akhirnya makin
berkembang dan makin kaya oleh teori-teori seperti teori wacana, budaya, dan
masyarakat.
Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Louise Hide, Joanna Bourke, and
Carmen Mangion (2005) yang mengatakan bahwa pikiran dan budaya untuk
mendapatkan wawasan berubah-pengalaman sejarawan sosial dan budaya, serta
akademisi, memeriksa dan menganalisis implikasi dari pergeseran wacana dalam narasi
pribadi serta komunitas religius, dan dalam teks-teks filosofis, medis dan psikiatris.
Ratna (2008: 381) mengatakan bahwa di satu pihak, bahasa adalah simbol, tanda, dan
lambang, tergantung dari teori yang digunakan untuk memahaminya, di pihak lain
bahasa adalah alat komunikasi. Pada adasarnya tidak ada perbedaan antara bahasa sastra
dengan bahasa sehari-hari, termasuk ilmu pengethuan. Keseluruhan kosakata dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
c. Gaya Bahasa
Keraf (2005: 112) mengatakan bahwa Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal
dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu
semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu
penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah
menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara
indah. Hakikat gaya (style) tidak lain adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah
melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian dan sebagaiany. Maka, kita lalu mengenal
,gaya bahasa , gaya berpakaian dan sebagainya (Keraf, 2005: 150).
Gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis,
non sastra dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa
dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu, Sudjiman (1993: 13)
menyatakan bahwa sesungguhnya. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu
ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup
diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang
digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.
Gaya bahasa adalah bagaimana seorang pengarang menyatakan mengenai apa
yang ingin dikatakan atau disampaikan dalam Nurgiantoro (2002: 276). Keraf (2000:
113) berpendapat bahwa gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa yang khas dengan memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa. Suatu
gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: a) kejujuran : kejujuran
dalam bahasa berarti, mau mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar
dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tak terarah serta penggunaan
kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Bahasa
adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu ia harus digunakan pula secara
tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran; b) sopan santun : memberi penghargaan
atau menghormati orang yang diajak bicara khususnya pendengar atau pembaca. Rasa
hormat dalam gaya bahasa ditunjukkan melalui kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca memeras keringat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
untuk mencari tahu apa yang ditulis. Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada
jalinan yang berliku-liku.Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk
mempergunakan kata-kata secara efisien. Diantara kejelasan dan kesingkatan sebagai
ukuran sopan santun syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat
kesingkatan; c) menarik : sebuah gaya bahasa harus pula menarik. Sebuah gaya bahasa
yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen : variasi, humor yang sehat,
pengertian yang baik, vitalitas, dan penuh daya khayal. Gaya bahasa adalah cara atau
teknik mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam bentuk lisan atau tulisan dengan
menggunakan bahasa kias sehingga memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang,
menghasilkan suatu pengertian yang jelas, menarik bagi pembaca. Nurgiantoro (2002:
296), pemajasan adalah bentuk pengungkapan bahasa yang maknanya tidak menunjuk
pada makna harfiah, melainkan pada makna yang ditambahkan atau makna yang
tersirat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa yang digunakan pengarang antara
satu dengan yang lainnya berbeda. Gaya bahasa adalah cara dalam pengungkapan
gagasan pengarang yang digunakan dengan media bahasa agar menimbulkan keindahan
yang akan menunjukkan sikap dan kepribadian pengarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang
sama dalam bentuk gramatikal yang sama; d) antitesis: sebuah gaya bahasa yang
mengandung gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kat atau
kelompok kata yang berlawanan; e) repetisi: perulangan bunyi, suatu kata, kata atau
bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam konteks yang
sesuai
4. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
yang berarti penyimpangan. Gaya
berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu acuan yang dipakai
masih mempertahankan makna denotasi atau sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa ini
dibagi menjadi dua , yaitu gaya retoris dan gaya kiasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
14) inversi/ Anastrof: gaya bahasa penegasan yang susunan (struktur) kalimatnya
sengaja dibuat terbalik. Contoh: Rindang sekali pohon-pohon yang tumbuh di
depan kampusku,
15) invokasi: sebuah majas yang mempergunakan kata seru dengan maksud
memohon kepada adi kodrati. Contoh: Izinkanlah permohonanku, Ya, Tuhan!
16) klimaks: sebuah gaya bahasa yang yang menyatakan beberapa hal secara
berturut-turut yang semakin tinggi atau memuncak, lawan dari antiklimaks.
Contoh: Semua orang mulai anak kecil, dewasa, sampai orang tua berkumpul
menyaksikan pertandingan sepak bola di stadion,
17) kolokasi: sebuah gaya bahasa yang menyatakan asosiasi permanen satu kata
dengan kata yang lain. Contoh: Jangan bergaul dengan buaya darat itu!,
18) koreksio/ Epanortosis: merupakan gaya bahasa yang maksud atau isinya berupa
pembetulan atau memperbaiki atas kata-kata atau pernyataan sebelumnya yang
dianggap salah. Contoh: Kaki anak yang kecelakaan itu retak, ah tidak retak,
tetapi sudah patah,
19) paralelisme: sebuah majas yang memiliki kesejajaran kata-kata atau frasa
dengan fungsi yang sama. Contoh: semua bentuk korupsi, tidak semata-mata
dikutuk, tetapi harus diberantas,
20) pararima: majas penegasan yang menggunakan perulangan konsonan awal dan
akhir dalam kata-kata tertentu. Contoh: Sambil mondar-mandir, ia membeli
beberapa pernak-pernik,
21) pleonasme: sebuah majas yang memberikan sebuah keterangan secara
berlebihan dari apa yang diperlukan. Contoh: kita harus dan wajib saling
menghormati,
22) praterio: gaya bahasa penegasan yang menyembunyikan maksud sesungguhnya.
Contoh: Bagaimana indahnya pernikahan itu, nanti Anda akan merasakan
sendiri,
23) repetisi: gaya bahasa penegasan dengan cara melakukan perulangan kata atau
kelompok kata berkali-kali. Gaya bahasa repetisi dibagi menjadi beberapa jenis
yakni sebagai berikut:
a) aliterasi: perulangan konsonan awal. Contoh: Bukan beta bijak berperi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
12) metafora: majas yang membandingkan suatu benda dengan benda lain yang
memiliki kesamaan sifat. Contoh: Para pemuda merupakan tulang punggung
bangsa,
13) metonimia: penyebutan merk (nama barang) untuk mengacu pada benda yang
sesungguhnya. Contoh: Ayah berangkat ke kantor naik Yamaha,
14) parabel: gaya bahasa perbandingan dengan mempergunakan perumpamaan
dalam hidup. Gaya bahasa ini terkandung dalam seluruh isi karangan. Dengan
tersimpul berupa pedoman hidup. Contoh: Bhagawat Gita, Mahabarata, Bayan
Budiman mengandung gaya bahasa ini,
15) paronomasia: sebuah gaya bahasa perbandingan berupa pemakaian kata yang
sama tetapi menampilkan makna yang berbeda. Contoh: Engkau ini orang besar,
tetapi besar mulut,
16) perifrasis: gaya bahasa perbandingan dengan mengganti sebuah kata dengan
beberapa kata atau kalimat, dengan kata lain, suatu kata diperluas dengan
ungkapan. Contoh: Liburan keluarga tahun ini kami akan berkunjung ke Negeri
Sakura,
17) personifikasi: gaya bahasa perbandingan yang membandingkan benda mati
seolah-olah bernyawa dan berperilaku seperti manusia. Contoh: Ombak
berkejar-kejaran di tepi pantai,
18) simbolik: majas perbandingan dengan menggunakan simbol. Contoh: Kita
harus berhati-hati terhadap lintah darat,
19) simile: gaya bahasa perbandingan yang memakai kata-katapembanding: seperti,
laksana, umpama. Contoh: Sifat kedua anak itu seperti bumi dan langit,
20) sinekdoke: merupakan sebuah bahasa kiasan yang menyebutkan sesuatu bagian
yang penting dari suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri. Majas ini
dibedakan menjadi dua macam yaitu sinekdoke pars prototo dan sinekdoke
totem proparte: a) sinekdoke pars prototo: penyebutan sebagian untuk
keseluruhan. Contoh: Mulai sekarang setiap kepala harus membayar pajak,
b) sinekdoke totem proparte: penyebutan keseluruhan untuk bagian. Contoh:
Dunia menghadapi krisis ekonomi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
21) sinestesia: merupakan gaya bahasa yang melibatkan penggunaan alat indera.
Contoh: Pandangannya yang dingin dan menyejukkan menyebabkan para
karyawan merasa segan,
22) tropen: majas yang memakai istilah lain dengan makna sejajar. Contoh: Ia
mencari uang sebagai kuli tinta (sejajar dengan menjadi wartawan).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
4) permainan kata: sindiran yang disertai humor dengan cara mengubah urutan kata.
Contoh: Ia bukan luar biasa, melainkan biasa di luar,
5) sarkasme: gaya bahasa sindiran yang paling kasar dengan mempergunakan kata-
kata tertentu yang cenderung tidak sopan. Contoh: Lelaki itu, anjing, yang tidak
tahu terima kasih,
6) sinisme: sindiran agak kasar. Contoh: Suaramu sangat merdu sehingga
memecahkan anak telingku.
f. Citraan
Altenbernd dalam Pradopo (1997: 89) mengemukakan bahwa citraan adalah
salah satu alat kepuitisan yang terutama dengan itu kesusastraan mencapai sifat-sifat
konkret, khusus, mengharukan, dan menyarankan. Sementara itu, menurut Wellek dan
Warren (1990: 236) pencitraan adalah topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan
masa
lalu yang bersifat indrawi dan berdasarkan persepsi-persepsi dan tidak selalu bersifat
visual.
-195) bahwa citraan meliputi
tujuh jenis, yakni: 1) citraan penglihatan (visual imagery), 2) citraan pendengaran
(auditory imagery ), 3) citraan perabaan (tactile/ thermal imagery), 4) citraan
penciuman (smeel imagery), 5) citraan gerak (movement/ kinesthetic imagery), 6)
citraan pengecapan (tante imagery), 7) citraan intelektual (intelectual imagery). Senada
dengan hal tersebut, Pradopo (1997: 81-87) menyatakan tentang gambaran-gambaran
angan itu ada bermacam-macam, dihasilkan oleh indera penlihatan, pendengaran,
perabaan, pengecapan, dan penciuman. Bahkan diciptakan juga oleh pemikiran dan
gerakan. Penjelasan tentang gambaran angan (citraan) yaitu, sebagai berikut.
Pertama, citraan penglihatan. Citra penglihatan adalah jenis yang paling sering
digunakan oleh penyair dibandingkan dengan jenis citraan yang lain. Citraan
penglihatan memberikan rangsangan kepada inderaan penglihatan, hingga sering hal-hal
yang tidak terlihat seolah-olah terlihat. Kedua, citraan pendengaran. Citraan penglihatan
(auditory imagery), juga sangat sering digunakan oleh penyair. Citraan itu dihasilkan
dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara. Ketiga, citraan perabaan.
Meskipun tidak sering dipakai seperti citraan penglihtan dan pendengaran, citraan
perabaan (tactile/thermal imagery) banyak dipakai oleh penyair juga. Keempat, citraan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
2. Pengertian Puisi
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani pocima
atau poeisis , dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry. Puisi
diartikan membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah
menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-
suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (Aminudin, 2011: 134).
Puisi adalah bentuk kasusastraan yang paling tua, Waluyo (2010: 10). Definisi
puisi sulit diberikan. Untuk memahami puisi biasanya diberikan ciri-ciri karakteristik
puisi dan unsur-unsur yan membedakan puisi dari karya sastra yang lainnya. Sejak
kelahirannya, puisi memang sudah menunjukkan ciri-ciri khas seperti yang kita kenal
sekarang, meskipun puisi telah mengalami perkembangan dan perubahan tahun demi
tahun. Bentuk karya sastra puisi memang dikonsep oleh penulis atau penciptanya
sebagai puisi dan bukan bentuk prosa yang kemudian dipuisikan. Tipografi puisi sejak
kelahirannya menunjukkan baris-baris putus yang tidak membentuk kesatuan sintaksis
seperti dalam prosa, baris-baris prosa berkesinambungan membentuk kesatuan sintaksis.
Dalam puisi terjadi kesenyapan antara baris yang satu dengan baris yang lain karena
konsentrasi bahasa yang begitu kuat (Waluyo, 2010: 3-4).
Puisi adalah ekspresi tidak langsung dalam kata-kata atau lebih tepatnya kata-
kata berirama dari beberapa emosi yang menguasai atau rasa yang berkuasa atau
perasaan yang langsung muncul dalam diri penyair, Abrams (1979:48). Selanjutnya
Abrams menyatakan bahwa puisi dari hampir segala usia ditulis dalam bahasa khusus,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
Puisi dan bentuk sastra imajinatif tidak ada perbedaan yang tajam. Puisi dapat
diakui oleh susunan garis-garis pada halaman atau penggunaan bahasa. Puisi adalah
semacam multidimensi. Bahasa biasa seperti yang kita gunakan untuk berkomunikasi
informasi pada dimensi itu ditujukkan hanya sebagian dari pendengar, pemahamannya.
Salah satu dimensi adalah intelektual. Puisi, bahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi pengalaman setidaknya empat dimensi, (1) dimensi intelektual, (2)
dimensi sensual; (3) dimensi emosional; dan (4) dimensi imajinatif.
Puisi mencapai dimensi yang ekstra dengan menggambar leih lengkap dan lebih
knsisten daripada bahasa yang biasa sejumlah sumber daya bahasa lebih dari yang khas
puisi. Di antara berbagai sumber daya adalah konotasi, perumpamaan, metafora, simbol,
paradoks, ironi, kiasan, repetisi, ritme, dan pola. Sementara itu Waluyo (2010: 29)
menyatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungapkan pikiran dan
perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan pengkonsentrasian struktur fisik
dan struktur batinnya. Struktur fisik atau metode puisi tersebut juga dipengaruhi pula
oleh penyimpangan bahasa dan sintaksis dalam puisi. Adapun struktur batin adalah
struktur yang berhubungan dengan tema, perasaan, nada dan suasana, amanat dan pesan.
Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan
kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas dan irama yang
terkandung didalam karya sastra itu. Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam
puisi dikarenakan oleh pemadatan segala unsur bahasa. Bahasa yang digunakan dalam
puisi berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Puisi
menggunakan bahasa yang ringkas, namun maknanya sangat kaya. Kata-kata yang
digunakannya adalah kata-kata konotatif, yang mengandung banyak penafsiran dan
pengertian (Koesasih, 2003: 206). Satoto (2012: 115) mengemukakan beberapa
sukarnya untuk menyebutkan ciri-ciri khusus bahasa puisi, karena adanya persamaan
penggunannya dengan bahasa nonpuisi. Mukarovsky menyangkal pendapat yang
mengatakan bahwa hanya ada satu sifat tertentu dalam bahasa puisi.
(ornamental expression);
bukan juga keindahan yang menjadikan ciri khasnya; tidak pula identik dengan bahasa
emosional; dan tidak sepenuhnya bercirikan secara khusus oleh kekongkritannya atau
keplaktisan; ini berarti kemenduaan (ambiguity). Bahasa puisi menempatkan fungsi
sebagai ciri khusus yang tetap. Fungsinya merupakan madus pemanfaatan (mode of
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
Struktur lahir puisi menurut Waluyo (2008: 83- 103) disebut juga dengan
metode puisi terdiri dari (1) diksi, (2) pengimajian, (3) kata konkret, (4) bahasa figurasi
atau majas, (5) Versifikasi, dan (6) tata wajah atau tifografi. Struktur fisik atau metode
puisi tersebut juga dipengaruhi pula oleh penyimpangan bahasa dan sintaksis dalam
puisi.
a. Metode puisi
1) Diksi
Gaya kata (diksi) dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang digunakan
pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek tertentu. Diksi adalah kata-kata
mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang meliputi persoalan fraseologi,
majas dan ungkapan. Diksi adalah pilihan kata atau rase dalam karya sastra (Abrams,
1979: 48). Setiap penyair akan memilih kata-kata yang tepat, sesuai dengan maksud
yang ingin diungkapkan dan efek puitis yang ingin dicapai. Diksi sering kali juga
menjadi ciri khas seorang penyair atau zaman tertentu. Dengan demikian diksi bukan
saja dipergunakan untuk menyatakan kata mana yang perlu dipakai untuk
mengungkapkan suatu gagasan, tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, dan
ungkapan-ungkapan.
Sejalan dengan uraian di atas diksi merupakan pilihan kata dan kejelasan lafal
untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang-
mengarang, Al- kan diksi dalam konteks sastra merupakan
pilihan kata pengarang untuk mengungkapkan gagasannya guna untuk mencapai efek
tertentu dalam karya sastranya.
Pemilihan kata berkaitan erat dengan hakikat karya sastra yang penuh dengan
intensitas. Sastrawan dituntut cermat dalam memilih kata-kata karena kata-kata yang
ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisinya dalam kalimat dan wacana,
kedudukan kata tersebut di tengah kata lain., dan kedudukan kata dalam keseluruhan
karya sastra. Dalam proses pemilihan kata-kata inilah sering terjadi pergumulan
sastrawan dengan karyanya bagaimana dia memilih kata-kata yang benar-benar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
mengandung arti yang sesuai dengan keinginannya. Dalam karya sastra terdapat banyak
diksi antara lain kata konotatif, kata konkret, kata sapaan, kata vulgar, dan sebagainya.
Kata konotatif sangat dominan dalam karya sastra. Menurut Leech (2003: 23),
arti konotatif merupakan nilai komunikatif suatu ungkapan menurut apa yang diacu,
melebihi di atas isinya yang murni konseptual . kata konotatif adalah kata yang
memiliki makna tambahan yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan pada
perasaan atau pikiran yang timbul pada pengarang atau pembaca. Jadi kata konotatif
adalah kata yang mengandung makna komunikatif yang terlepas dari makna harfiahnya
yang didasarkan atas perasaan atau pikiran pengarang tentang sesuatu yang
dibahasakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
3) Pengimajian
Pengimajian merupakan gambaran-gambaran angan dalam puisi yang
ditimbulkan melalui kata-kata (Pradopo, 2005: 79). Ada bermacam-macam jenis citraan,
sesuai dengan indra yang menghasilkannya, yaitu 1) citraan penglihatan, 2) citraan
pendengaran, 3) citraan rabaan, 4) citraan pengecapan, 5) citraan penciuman, 6) citraan
gerak.
4) Kata Konkret
Berdasarkan bentuk dan isi, kata-kata konkret dalam puisi dapat dibedakan
antara (1) lambang, yakni bila kata-kata itu mengandung makna seperti makna dalam
kamus (makna leksikal) sehingga semua maknanya tidak menunjuk pada berbagai
macam kemungkinan lain (makna denotatif), (2) utterance atau indice, yakni kata-kata
yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian, dan (3)
symbol, yakni bila kata-kata itu mengandung makna ganda (makna konotatif) dengan
melihat bagaimana hubungan makna kata terebut dengan makna kata lainnya (analisis
kontekstual), sekaligus berusaha menemukan fitur semantisnya lewat kaidah proyeksi,
mengembalikan kata ataupun bentuk larik (kalimat) ke dalam bentuk yang lebih
sederhana lewat pendekatan parafrastis.
Lambang dalam puisi mungkin dapat berupa kata tugas, kata dasar, maupun kata
bentukan. Sedangkan simbol dapat dibedakan antara (1) blank symbol, yakni bila simbol
itu, meskipun acuan maknanya bersifat konotatif, pembaca tidak perlu menafsirkannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
Kata konkret ialah kata yang dapat dilukiskan dengan tepat, membayangkan
(2009: 53) mengatakan bahwa kata konkret mengandung makna yang merujuk kepada
pengertian langsung atau memiliki makna harfiah, sesuai dengan konveksi tertentu. Jika
pengarang mampu mengkonkretkan kata-kata maka pembaca seolah-olah melihat,
mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan oleh pengarang. Jika citraan pembaca
merupakan akibat dari pencitraan kata-kata yang diciptakan oleh pengarang, maka
katakata konkret ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa proses pendidikan yang terangkum dalam nilai-nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
dan norma-norma tersebut juga merupakan bukti bagaimana warga negara suatu bangsa
berpikir dan berperilaku hingga mencapai peradaban yang tinggi dan pembinaan
kehidupan yang lebih sempurna. Selain itu, seperti yang dikutip dari Santoso (dalam
Hidayatullah, 2010:20), pendidikan juga dapat dimaknai sebagai usaha untuk
mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas
kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu
kemampuan dan batas kemampuannya, serta mempunyai kehormatan diri. Dengan
demikian, pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual, seperti
berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab,
mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan
interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi seacara efektif
dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan
masyarakatnya. Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha
melakukan hal yang terbaik.
Pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan
berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya
sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada
para siswanya Winton (dalam Samani & Hariyanto, 2013: 43-48). Pendidikan karakter
telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial,
emosional dan etika. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya proaktif yang
dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa
mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etika dan nilai-nilai kinerja, seperti
kepedulian, kejujuran, kerajinan, keuletan, dan ketabahan, tanggung jawab, menghargai
diri sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter merupakan bagian dari pembelajaran
yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik.
Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan
karakter yang mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-
nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama
manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak yang
merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-
prinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu
dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter, yakni (1) concience
(nurani), (2) self esteem (percaya diri), (3) empathy (merasakan penderitaan orang lain),
(4) loving the good (mencintai kebenaran), (5) self control (mampu mengontrol diri) dan
(6) humility (kerendahan hati).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
Meneruskan pembicaraan di atas, nilai pendidikan dalam karya sastra tidak akan
nilai pendidikan dalam karya sastra tidak selalu berupa nasihat atau petuah bagi
pembaca, tetapi juga dapat berupa kritikan pedas bagi seseorang, kelompok atau sebuah
struktur sosial yang sesuai dengan harapan pengarang dalam kehidupan nyata. Semi
(1993: 20) mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra memang banyak
diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian masalah dalam kehidupan
bermasyarakat. Sastra merupkan alat penting bagi pemikir-pemiki untuk menggerakkan
pembaca pada kenyataan dan menolong suatu keputusan apabila menghadapi masalah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi nilai-nilai yang telah diterima
atau pelajari untuk diterapkan dalam perilakunya sehari-hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44
(dipercaya dan dicontoh) secara tidak langsung juga memberikan pendidikan karakter
kepada dicontoh) secara tidak langsung juga memberikan pendidikan karakter kepada
peserta didiknya. Oleh karena itu, profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat
yang membawa peserta didiknya ke arah pembentukan karakter yang kuat.
Pendidikan Karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan oleh guru dan
berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya
sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada
siswanya. Pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang
mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan pengembangan etik
para siswa (Samani dan Hariyanto, 2012:43).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
Selanjutnya juga ditulis oleh Arthur bahwa Anne Lockwood (dalam Samani dan
Hariyanto, 2012:45) memerinci ada tiga proporsi sentral dalam pendidikan karakter.
Pertama, bahwa tujuan pendidikan moral dapat dikejar atau dicapai, tidak semata-mata
membiarkan sekadar sebagai kurikulum tersembunyi yang tidak terkontrol, dan bahwa
tujuan pendidikan karakter telah memiliki dukungan yang nyata dari masyarakat dan
telah menjadi konsensus bersama. Kedua, bahwa tujuan-tujuan behavioral tersebut
adalah bagian dari pendidikan karakter, dan ketiga, perilaku antisosial sebagai bagian
kehidupan anak-anak adalah sebagai hasil dari ketidakhadiran nilai-nilai dalam
pendidikan.
No Nilai Deskripsi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48
Imajinasi moral memiliki empat bentuk, yaitu visi moral, latihan moral, identitas
moral, dan keputusan moral. Karya sastra menolong pembaca mewujudkan visi moral
dan dapat memiliki konsekuensi sepanjang hidup. Selain itu, sastra juga dapat
merefleksikan kehidupan baik pada bentuk praktik maupun mental yang diejawantahkan
dalam keadaan yang serupa dalam hidupnya (Zuchdi, 2013: 223). Sastra dapat menjadi
semacam permainan menyeimbangkan segenap kemampuan mental manusia,
berhubung dengan adanya kelebihan energi yang harus disalurkan. Permainan yang
diintegrasikan dengan nilai-nilai sastra semakin menarik bagi seseorang. Dengan ilmu
sastra, seorang diasah kreativitas, perasaan, dan sensivitas kemanusiaannya sehingga
terhindar dari tindakan-tindakan yang destruktif, sempit kerdil dan picik (Schiller dalam
Wibowo, 2013: 20).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
penanaman nilai pendidikan karakter bermanfaat pula untuk membentuk siswa yang
kreatif sekaligus berakhlak mulia.
5. Relevansi Pengkajian Stilistika dalam Sepilihan Sajak Hujan Bulan Juni Puisi
karya Sapardi Djoko Damono sebagai materi pembelajaran bahasa Indonesia
di SMA.
a. Pengertian Pembelajaran Sastra
Menurut Ardianto (2007: 58) pembelajaran sastra pada umumnya akan
berhadapan dengan dua kemungkinan yaitu pembelajaran teori sastra, termasuk sejarah
sastra, dan pembelajaran apresiasi sastra. Sastra dapat berbentuk karya seni dan juga
sastra dalam bidang keilmuan. Hal inilah yang harus dipahami dalam pembelajaran
sastra. Pendidikan tentang sastra adalah pendidikan yang membahas hal ihwal tentang
sastra. Pendidikan semacam ini bertujuan mengembangkan kompetensi teori sastra.
Aspek yang dikembangkan lebih pada aspek kognitif peserta didik. Siswa dituntut untuk
lebih banyak menghafalkan pengertian, definisi, atau klasifikasi tentang karya sastra dan
sejarah sastra (Siswanto, 2008: 167). Mereka tidak dibelajarkan untuk secara langsung
mengapresiasi dan mengkritik karya sastra. Peserta didik, terutama di jenjang sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah atas, dituntut untuk menguasai dan
menghafal teori sastra. Saat mereka membahas sastra, yang dibahas lebih pada
menghafal pengertian, definisi, atau klasifikasi tentang puisi, cerita pendek, novel,
roman dan sejarah sastra.
Menurut Disick (dalam Wardani, 1981: 1), apresiasi berhubungan dengan sikap
dan nilai. Apresiasi digolongkan dalam tingkatan terakhir yang dapat dicapai dalam
domain afektif yang pencapaiannya memerlukan waktu yang sangat panjang serta
prosesnya berlangsung terus setelah pendidikan formal berkhir. Karena itu apresiasi
sastra yang sempurna sukar dicapai dibangku sekolah. Apresiasi yang dibina di bangku
sekolah merupakan proses menuju apresiasi yang sebenarnya. Proses ini dapat dibagi
dalam beberapa tingkatan, yaitu: (a) tingkat menggemari, yang ditandai dengan sikap
seperti adanya rasa tertarik pada buku-buku sastra serta ingin membacanya (seperi
buku-buku yang terkait dengan sastra seperti teori sastra, sejarah sastra, kritik sastra,
sastra perbandingan, dan seterusnya); (b) tingkat menikmati, yang ditandai dengan sikap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
b. Pendidikan Sastra
Pendidikan sastra menurut Siswanto (2008: 168) adalah pendidikan yang
mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses
kreatif sastra. Kompetensi apresiasi yang diasah dalam pendidikan ini adalah
kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Dengan pendidikan semacam ini,
peserta didik diacak untuk langsung membaca, memahami, menganalisis, dan
menikmati karya sastra swcara langsung. Siswa memahami dan menikmati unsur-unsur
karya sastra bukan melalui hafalan pengertiannya, tetapi langsung dapat memahami
sendiri melalui berhadapan dan membaca langsung karya sastranya. Saat membahas
unsur ekstrinsik karya sastra, siswa bisa langsung berhadapan dan berbicara dengan
sastrawan.
Pendidikan sastra yang mengapresiasi prosa rekaan akan mengembangkan
kompetensi anak untuk memahami dan menghargai keindahan karya sastra yang
tercermin pada setiap unsur prosa rekaan dengan secara langsung membaca karya
sastranya. Dengan pendidikan karya sastra, peserta didik tidak hanya diajak untuk
memahami dan menganalisis berdasarkan bukti nyata yang ada di dalam karya sastra
dan kenyataan yang ada di luar karya sastra, tetapi juga diajak untuk mengembangkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
sikap positif terhadap karya sastra. Pendidikan semacam ini akan mengembangkan
kemampuan pikir, sikap, dan keterampilan peserta didiknya.
Menyinggung tentang masalah relevansi antara analisis atau penelitian sastra ini
dengan pembelajaran bahasa indonesia yang ada di Sekolah Menengah Atas (SMA),
diketahui bahwa terdapat SK (Standar Kompetensi) pada kelas X semester II yang
menerangkan tentang mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui diskusi. Dari SK
tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut pada Kompetensi Dasar (KD) 14.1 yakni
membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran dan
imajinasi melalui diskusi, Kompetensi Dasar (KD) 14.2 Menghubungkan isi puisi
dengan realitas alam, sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka pelajaran bahasa indonesia bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan dalam menikmati serta memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
tersebut dapat disimpulkan sastra bukan hanya merupakan bentuk karya yang selalu
bersifat fantasi dan imajinasi, tetapi sastra juga dilandasi oleh data-data faktual
mengenai kehidupan manusia sehingga pembaca dapat menikmati serta memaknai
sastra sebagai pengalaman hidup.
Dengan demikian, karya sastra bukan saja sesuatu yang dapat dinikmati, tetapi
juga perlu dimengerti, dipahami, dihayati dan ditafsirkan. Untuk itulah diperlukan
kegiatan apresiasi sastra. Di dalam kegiatan apresiasi sastra terjadi proses pengenalan
dan pengakraban karya sastra, sehingga pada akhirnya akan melahirkan penghayatan,
pemahaman, penafsiran dan juga penerapan. Abidin (2012: 11) menambahkan dalam
kegiatan apresiasi sastra terdapat kriteria yang akan dijadikan pegangan penilaian, serta
nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
Sehubungan dengan uraian di atas, pembelajaran sastra di sekolah maupun
perguruan tinggi juga sering disebut sebagai pembelajaran apresiasi. Hal ini disebabkan
pengajaran sastra bukan hanya bertujuan agar peserta didik lebih mengenal karya sastra,
tetapi juga bagaimana peserta didik dapat memahami, menafsirkan dan memaknai karya
sastra tersebut. Dengan begitu, diperlukan kegiatan apresiasi untuk memahami,
menafsirkan dan memaknai karya sastra. dalam hal ini, Abidin juga menambahkan
bahwa kegiatan apresiasi sastra dapat meningkatkan kemampuan intelektual, emosional,
dan spritual. Pembelajaran apresiasi sastra bukan hanya akan berpengaruh pada
kemampuan intelektual peserta didik, tetapi juga pada tingkah laku peserta didik yang
dapat terwujud secara nyata.
Berdasarkan penjelasan di atas, pembelajaran sastra atau pembelajaran apresiasi
sastra adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan peserta didik untuk menemukan
makna dan pengetahuan yang terkandung dalam karya sastra di bawah bimbingan guru
dengan cara bersentuhan dengan karya sastra tersebut secara langsung, juga secara tidak
langsung (Abidin, 2012: 212). Bertolak pada pandangan tersebut dapat disimpulkan
bahwa peserta didik harus bersentuhan atau benar-benar menggauli karya sastra secara
langsung untuk menemukan makna yang terdapat dalam karya sastra. pengetahuan dan
teori dapat dijadikan pelengkap secara tidak langsung bagi peserta didik untuk
menambah bekalnya ketika mengapresiasi karya sastra.
Hakikat pembelajaran sastra adalah mengajak siswa untuk lebih mengenal,
menghayati, memahami nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Oemarjati yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
dikutip oleh Abidin (2012: 213-214) secara lebih khusus memaprkan tujuan
pembelajaran sastra yaitu untuk mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai
indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial secara sendiri-sendiri
atau gabungan dari keseluruhan itu sebagaimana yang terdapat dalam karya sastra.
dengan begitu, pembelajaran sastra dapat mengembangkan sikap dan perilaku peserta
didik dalam wujud yang lebih konkret.
Selain tujuan yang telah dipaparkan di atas, tujuan pembelajaran sastra dalam
pelajaran Bahasa Indonesia menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
adalah; (1) agar siswa bisa menikmati dan menfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa; dan (2) siswa mampu menghargai dan membanggakan sastra Indonesia
sebagai khazanah budaya dan intelektual manusa Indonesia. Kedua tujuan di atas
mengajak siswa untuk mencintai, menghargai, dan bangga terhadap karya sastra
Indonesia serta membentuk sikap positif terhadap karya sastra. Melalui tujuan tersebut
siswa diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai karya sastra,
membentuk tingkah laku dan budi pekerti yang baik, santun, bermoral dan berkarakter,
serta dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, terutama kemampuan berbahasa
sastra.
Melanjuti uraian di atas, Rahmanto (dalam Sunaryo, 158-159) menjelaskan
sejumlah fungsi pengajaran sastra di sekolah yaitu; 1) membantu keterampilan
berbahasa, empat keterampilan berbahasa dapat dikembangkan dan diintegrasikan
dalam berbagai pembelajaran sastra seperti drama, puisi, prosa, dan diskusi sastra; 2)
meningkatkan pengetahuan budaya, fakta-fakta yang disajikan dalam karya sastra
dianggap mampu memberikan pengetahuan yang mendalam tentang kehidupan manusia
lengkap dengan konteks budaya yang melatarbelakangi; 3) mengembangkan cipta dan
rasa, pembelajaran sastra dapat mengembangkan kecakapan siswa yang bersifat indra,
penalaran, afektif, sosial, dan religius; 4) menunjang pembentukan watak, pembelajaran
sastra diharapkan dapat mengembangkan berbagai kualitas kepribadian, seperti tumbuh
cita, rasa, dan kepekaannya terhadap sesuatu yang bernilai dan yang tidak benilai.
Dengan demikian akan tumbuh kualitas pribadi siswa sebagaiman yang dicita-citakan.
Menurut Wibowo (2013: 19) pembelajaran sastra memiliki pertautan erat dengan
pendidikan karakter, karena pembelajaran sastra dan sastra pada umumnya, secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
hakiki membicarakan nilai hidup dan kehidupan yang mau tidak mau berkaitan
langsung dengan pembentukan karakter manusia. Sastra dalam pendidikan anak bisa
berperan mengembangkan aspek kognitif, afektif, psikomotorik, mengembangkan
kepribadian dan mengembangkan pribadi sosial.
B. Kerangka Berpikir
Dalam Sepilihan sajak Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono yang
akan dianalisis penulis, yaitu: diksi, gaya bahasa,citraan, nilai-nilai pendidikan karakter
yang terdapat didalamnya. Hasil analisis tersebut mampu menjelaskan gaya bahasa yang
digunakan oleh pengarang yaitu dalam puisinya, secara dapat mengetahui karakteristik
dari pengarang untuk menarik para pembaca dalam memahaminya. Pemahaman puisi
melalui beberapa gaya bahasa dalam kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi
Djoko Damono juga akan menghasilkan atau memetik beberapa nilai-nilai pendidikan
karakter yang terdapat dalam puisi tersebut. Adapun nilai-nilai pendidikan yang terdapat
dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono meliputi empat
macam nilai pendidikan, yaitu: nilai pendidikan moral, religius, sosial, dan budaya.
Semua nilai yang ditemukan tersebut akan dapat bermanfaat bagi para pembaca
kumpulan puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono. Dari deskripsi di atas,
dapat dilihat dalam kerangka berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55
Relevansinya sebagai
pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA
Simpulan
commit to user