Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap

lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan mengunakan bahasa yang

indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang

ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam lewat

bahasa.

Ratna (2009: 334-335) mengemukakan bahwa media karya sastra adalah

bahasa, fungsi bahasa sebagai karya sastra membawa ciri-ciri tersendiri. Artinya,

bahasa sastra adalah bahasa sehari-hari itu sendiri, kata-katanya dengan sendirinya

terkandung dalam kamus, pekembangannya pun mengikuti perkembangan

masyarakat pada umumnya. Tidak ada bahasa sastra secara khusus, yang ada

adalah bahasa yang disusun sehingga menampilkan makna-makna tertentu.

Karya sastra tidak dapat dilepaskan dari pengarangnya dan sebaliknya,

pengarang pun tidak dapat terlepas dari keadaan dan kenyataan yang ada

disekitarnya. Gaya atau style pengarang akan mewarnai karya sastra yang

dihasilkannya. Dalam karya sastra, gaya pengarang tersebut dikenal sebagai unsur

gaya bahasa. Gaya bahasa adalah cara pengarang mengungkapkan sesuatu yang

akan dikemukakan (Nurgiyantoro, 2013: 276).

1
2

Keraf (2004: 23) menyatakan bahwa gaya bahasa yang dimiliki oleh seseorang

merupakan bagian dari diksi bertalian erat dengan ungkapan-ungkapan yang

individual atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik tinggi. Oleh karena itu,

gaya bahasa menjadi cara pengungkapan pikiran seseorang melalui bahasa secara

khas yang dapat memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa (penulis

bahasa), kemudian diwujudkan dengan cara pemilihan diksi secara tepat sehingga

dapat membedakan individu lainnya, karena pada hakikatnya unsur gaya

mempunyai keterkaitan dalam karya sastra.

Novel merupakan hasil karya sastra yang berbentuk prosa dan lazim

menceritakan kehidupan seseorang. Novel adalah salah satu karya sastra yang

medianya bahasa. Ungkapan konflik dalam kehidupan para tokohnya lebih

mendalam dan halus (Nurgiyantoro, 2013).

Novel berbeda dengan karya sastra lainnya yang dapat dilihat perbedaan

tersebut dari segi pengutaraan, jenis pemilihan karangan, isi sebagai pusat makna

cerita, sifat serta struktur yang memuat unsur pembangun. Unsur pembangun

tersebut yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur ini merupakan

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Penelitian ini lebih

menitik beratkan terhadap unsur intrinsik. Salah satu unsur intrinsik yang sanagat

berpengaruh dalam novel adalah gaya bahasa, dengan adanya gaya bahasa yang

dituangkan di dalam sebuah cerita pada novel akan menimbulkan perasaan

tertentu terhadap pembacanya. Gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang

disesuaikan dengan keahlian pengarang dalam memainkan bahasa untuk

menyampaikan cerita secara kompleks.


3

Novel salah satu media untuk menyampaikan ide melalui cerita yang ditulis

oleh novelis yang memanfaatkan bahasa dan gaya bahasa. Salah satu novel yang

gaya bahasanya menarik dan enak dibaca adalah novel Terusir karya Hamka.

Terdapat beberapa gaya bahasa dalam novel Terusir karya Hamka yang

digunakan pengarang untuk mengungkapkan sesuai dengan gagasan dan ide yang

yang dituangkan dalam sebuah cerita. Adanya variasi dalam penulisan gaya

bahasa pada novel Terusir menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam

pemakaian gaya bahasa yang digunakan seorang novelis. Dari hal itu, peneliti

lebih memilih novel Terusir karya Hamka untuk dijadikan sumber data penelitian.

Novel Terusir karya penulis, Hamka yang diterbitkan oleh Gema Insani tahun

2016.

Berdasarkan pembacaan awal terhadap novel Terusir karya Hamka bahwa

cerita yang ditulis dengan bagus, mengunakan gaya bahasa yang menarik akan

membuat pembaca merasa penasaran. Hal tersebut dapat tergambar dalam kutipan

berikut.

“ tetapi harus kuterangkan juga apa yang terasa, jangan ia menggulung dalam

dadaku”

Pada kutipan di atas pengarang mengunakan gaya bahasa metafora dengan

mengunakan kata menggulung dalam dada, yang berarti perasaan yang dipendam

dalam hati.

Keraf (2004:139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi yang

membandingkan dua hal yang secara langsung, tetapi dengan bentuk yang singkat.
4

Bukti lain yang menyatakan adanya gaya bahasa yang terdapat dalam novel

Terusir karya Hamka terdapat pada kutipan berikut ini.

“Berpucuk-pucuk suratku kirimkan”

Pada kutipan di atas pengarang mengunakan gaya bahasa hiperbola, kata

berpucuk-pucuk ingin menjelaskan betapa banyaknya surat yang dikirim.

Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya bahasa

yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan mebesar-besarkan

suatu hal. Dari jenis gaya bahasa yang diungkapkan di atas maka hal itulah yang

membuat peneliti tertarik untuk menganalisis gaya bahasa dalam novel Terusir

karya Hamka.

Penelitian tentang analisis gaya bahasa sudah dilakukan Soleh Ibrahim (2011)

dengan judul “Analisis Gaya Bahasa Dalam Novel Mimpi Bayang Jingga karya

Sanie B. Kuncoro”. Masalah penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

(1) Tipe gaya bahasa yang digunakan dalam novel Mimpi Bayang Jingga

yaitu gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, gaya bahasa berdasarkan

langsung tidaknya makna terdiri dari gaya bahasa retoris dan gaya bahasa

kiasan.

(2) jenis gaya bahasa yang digunakan dalam novel meliputi persamaan atau

simile personifikasi erotis.

Penelitian Indah Rusyana Novarav (2018) dengan judul penelitian “Analisis

Gaya Bahasa Pada Novel Daun Yaang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya

Tere Liye”. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui unsur pembangun novel terdiri
5

atas (1) tema, (2) alur/plot, (3) latar, (4) tokoh/penokohan, (5) amanat, (6) jenis

novel. Berdasarkan analisis gaya bahasa novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah

Membenci Angin karya Tere Liye, fungsi gaya bahasa dalam karya sastra

menambah keindahan karya sastra itu sendiri serta menjadikan cerita lebih hidup

dan menarik perhatian.

Penelitian Mulyadi (2019) dengan judul “Analisis Gaya Bahasa

Perbandingan dalam Novel Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta

Toer”. Masalah penelitian menunjukan bahwa gaya bahasa yang paling dominan

adalah gaya bahasa perbandingan perumpamaan (smile) yang terdapat dalam

novel Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Gaya bahasa yang

terdapat dalam novel ada enam macam gaya bahasa perbandingan yang

ditemukan dari sepuluh macam gaya bahasa perbandingan, yaitu penggunan (1)

gaya bahasa perumpamaan smile (2) metafora (3) personifikasi (4) alegori (5)

antisipasi atau prolepis (6) pleonasme dan tautologi. Gaya bahasa digunakan

pengarang untuk menimbulkan kesan menarik dan tidak membosankan untuk

dibaca, inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menganalisis Gaya Bahasa

Dalam Novel Terusir karya Hamka dan Implementasi Dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, Peneliti membatasi masalah penelitian ini

hanya pada gaya bahasa yang terdapat dalam novel Terusir karya Hamka.
6

C. Rumusan Masalah

Apa saja gaya bahasa yang terdapat dalam novel Terusir karya Hamka?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran yang jelas, lengkap, dan mendalam tentang

pendeskripsian gaya bahasa yang terdapat dalam novel Terusir karya Hamka.

E. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu terbagi menjadi

dua bagian:

1. Manfaat teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai tinjauan

untuk memahami gaya bahasa dalam novel Terusir Karya Hamka.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

perkembangan karya sastra.

2. Manfaat praktis

a. Bagi pembaca novel Terusir Karya Hamka ini dapat digunakan

sebagai bahan bacaan perbandingan dengan penelitian-penelitian lain

yang telah ada sebelum menganalisis gaya bahasa.


7

b. Bagi mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia penelitian ini

dapat digunakan mahasiswa untuk memotivasi ide atau gagasan

baru yang lebih kreatif dan inovatif di masa yang akan datang.

c. Bagi peneliti dapat memperoleh pengalaman langsung dalam

menganalisis sebuah karya sastra dan memberi dorongan kepada

peneliti lain untuk melaksanakan penelitian sejenis.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Gaya Bahasa

1. Pengertian Gaya Bahasa

Keraf (2004: 23) menyatakan bahwa gaya bahasa yang dimiliki oleh

seseorang merupakan bagian dari diksi bertalian erat dengan ungkapan-ungkapan

yang individual atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik tinggi. Oleh karena

itu, gaya bahasa menjadi cara pengungkapan pikiran seseorang melalui bahasa

secara khas yang dapat memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa

(penulis bahasa), kemudian diwujudkan dengan cara pemilihan diksi secara tepat

sehingga dapat membedakan individu lainnya, karena pada hakikatnya unsur

gaya mempunyai keterkaitan dalam karya sastra.

Menurut Kridalaksana (2001: 25) penjelasan istilah gaya bahasa secara luas

yaitu pertama, pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur

atau menulis. Kedua, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek

tertentu. Ketiga, keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Gaya

bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan

jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu

dengan benda atau hal lain yang lebih umum.

8
9

2. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Gaya Bahasa Perbandingan

Pradopo (2005: 65) berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah

bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan

mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, semisal,

seumpama, laksana, dan kata-kata lainnya. gaya bahasa perbandingan dapat

diklasifikasikan di antaranya sebagai berikut.

a. Personifikasi

Personifikasi yaitu gaya bahasa yang memeberikan karakteristik atau sifat-

sifat manusia kepada benda yang tidak hidup. Jadi benda-benda yang tidak hidup

seolah-olah bernyawa dan mempunyai sifat seperti manusia. Keraf (2004) dalam

Amalia (2010: 20) berpendapat bahwa personifikasi adalah semacam gaya bahasa

kiasan yang mengambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak

bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.

b. Hiperbola

Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa hiperbola yaitu semacam gaya bahasa

yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan mebesar-besarkan

suatu hal.
10

c. Metafora

Keraf (2004: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi

yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dengan bentuk yang

singkat. Sementara itu menurut Maulana (2008:1) dalam Amalia (2010: 21),

metafora juga dapat diartikan dengan majas yang memperbandingkan suatu benda

dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang

sama, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa

yang membandingkan secara implisit yang tersusun singkat, padat, dan rapi.

Contoh : generasi muda adalah tulang punggung negara.

d. Alegori

Keraf (2004: 140) berpendapat bahwa alegori adalah gaya bahasa

perbandingan yang bertautan satu dengan lainnya dalam kesatuan yang utuh. Gaya

bahasa alegori dapat disimpulkan kata yang digunakan sebagai lambangnya untuk

pendidikan serta mempunyai kesatuan yang utuh. Contoh: hati-hatilah kamu

dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang

penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami istri, nahkoda dan

jurumudinya itu setia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia akan

sampai kepulau tujuan.

e. Sinekdoke

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam bahasa

figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan

keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Dari


11

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa siknedoke adalah gaya bahasa yang

menggunkan nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya, contoh : akihirnya

Maya menampakan batang hidungnya.

f. Smile

Keraf (2004: 138) berpendapat bahwa smile adalah perbandingan yang

bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan lain. Semantara

itu smile atau perumpamaan dapat diartikan suatu majas membandingkan dua hal/

benda dengan menggunakan kata penghubung, contoh: caranya bercinta selalu

mengagetkan, seperti petasan.

g. Metonomia

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa metonomia adalah suatu gaya bahasa

yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena

mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sementara itu, Altennberd (dalam

Pradopo, 2005: 77) mengatakan bahwa metonomia adalah penggunaan bahasa

sebagai sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat

berhubungan dengan nya untuk menggantikan objek tersebut. Dari pendapat

diatas dapat disimpulkan bahwa metanomia penamaan terhapat suatu benda

dengan menggunakan nama yang sudah terkena atau melekat pada suatu benda

tersebut, contoh: ayah membeli kijang.


12

h. Eufemisme

Keraf (2004: 132) berpendapat bahwa eufemisme adalah acuan berupa

ungkapan-ungkapan yang halus mengantikan acuan-acuan yang mungkin

dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau menyugestikan sesuatu yang

tidak menyenangkan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan eufemisme

adalah gaya bahasa yang berusaha menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan

maksud memperhalus, contoh: kaum tuna wisma makin bertambah saja di kota

ku.

i. Alusio

Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa alusio adalah acuan yang berusaha

mensugestikan kesamaan antar orang, tempat atau peristiwa. Dari pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa alusio adalah gaya bahasa yang menunjukan

sesuatu secara tidak langsung kesamaan antar orang, peristiwa atau tempat,

contoh: memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya, engkau seperti

memberikan bunga kepada seekor kera.

B. Hakikat Novel

1. Pengertian Novel

Menurut Kosasih (2008: 54), bahwa novel adalah karya imajinatif yang

mengisahkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang

tokoh. Kisah novel berawal dari kemunculan persoalan yang dialami oleh tokoh

hingga tahap penyelesaiannya. Sedangkan menurut Semi (2008: 22), berpendapat

bahwa novel merupakan sesuatu yang mengungkapkan suatu konsentrasi yang


13

tegas dan menggunakan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam serta

disajikan dengan halus.

Menurut The American college dictionary (dalam Tarigan, 2015: 167) dapat

kita jumpai “novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang

tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang

refresentatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah kisah

kehidupan manusia atau seseorang yang berupa inspirasi serta pengalaman

peribadi si penulis novel.

2. Struktur Novel

Menurut Nurgiyantoro (2010: 23), menyebutkan bahwa di dalam novel

terdapat struktur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.

a. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur yang secara lansung turut serta membangun

cerita. Unsur yang dimaksud yaitu tema, alur, gaya bahasa, tokoh dan penokohan,

latar, sudut pandang, dan amanat. Hal tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:

1) Tema

Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema cerita

menyangkut segala persoalan, yaitu persoalan kemanusiaan, kekuasaan, kasih

sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Untuk mengetahui tema suatu cerita,


14

diperlukan apresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan. Bisa saja

tema “dititipkan” dalam unsur penokohan, alur, atau latar (Kosasih, 2008:55).

2) Alur

Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan

sebab-akibat (Kosasih, 2008: 58).

3) Gaya Bahasa (style)

Gaya bahasa (style) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau

bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan di

kemukakan (Nurgiyantoro, 2010: 276). Gaya bahasa ditandai oleh ciri-ciri

formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk

bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan lain-lain.

4) Tokoh dan Penokohan

Menurut Rokhmansyah (2014: 34), tokoh adalah pelaku yang mengemban

peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu

cerita. Ditambahkan oleh Nurgiyantoro (dalam Rokhmansyah, 2014: 34),

bahwa istilah tokoh mengacu pada orangnya.

Penokohan merupakan salah satu unsur intrinsik karya sastra, di samping

tema, alur, latar, sudut pandang, dan amanat. Penokohan adalah cara

pengarang dalam menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh

dalam cjerita (Kosasih, 2008: 61).


15

5) Latar

Latar termasuk unsur intrinsik karya sastra. Latar meliputi latar tempat

dan latar waktu. Tempat dan waktu yang dirujuk dalam cerita bisa merupakan

sesuatu yang faktual atau imajiner (Kosasih, 2008: 60).

6) Sudut Pandang

Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Posisi

pengarang terdiri atas dua macam, yaitu berperan langsung sebagai orang

pertama dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat

(Kosasih, 2008: 62).

7) Amanat

Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada

pembaca berupa nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan contoh atau teladan

(Kosasih, 2008: 64).

b) Unsur Ekstrinsik

Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya

sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem

organisme karya sastra, misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan faktor

sosio-politik, keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat (Nurgiyantoro,

2010: 35).
16

3. Jenis-jenis Novel

Menurut Tarigan (2015: 168-169), bahwa novel itu ada bermacam-macam, antara

lain :

a. Novel Avontur: Novel yang dipusatkan pada seorang lakon atau hero utama.

b. Novel Psikologis: Novel yang perhatianya tidak ditujukan pada petualangan

yang berturut-turut terjadi (baik petualangan lahir maupun rohani), tetapi lebih

diutamakan pemeriksaan seluruhnya dari semua pikiran-pikiran para pelaku.

c. Novel Detektif: Novel yang membutuhkan kejelian pembaca, karena

dibutuhkan bukti yang akurat untuk membuktikan pembunuhan dan

membongkar rahasia kejahatan.

d. Novel Sosial dan Novel Politik: Dalam novel sosial pelaku pria dan wanita

tenggelam dalam masyarakat, kelas, atau golongannya. Dalam novel ini

ditinjau bukan dari sudut persoalan orang-oraang sebagai individu, tetapi

persoalan ditinjau melingkupi persoalan golongan-golongan dalam

masyarakat, reaksi setiap golongan terhadap masalah-masalah yang timbul,

dan pelaku-pelaku hanya dipergunakan sebagai pendukung jalan cerita saja.

e. Novel Kolektif: Novel yang lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai

suatu totalitas atau keseluruhan bentuk novel seperti ini mencampur

pandangan-pandangan antropologis dan sosiologis dengan pengarang novel.

4. Gaya Bahasa dalam Novel

Diksi sesungguhnya sangat menentukan dalam menyampaikan makna suatu

karya sastra. Kata rangkaian kata, dan pasangan kata yang dipilih dengan seksama
17

dapat menimbulkan pada diri pembaca suatu efek yang dikendaki suatu

pengarang, misalnya penonjolan bagian tertentu suatu karya, menggunggah

simpati dan empati pembaca ataupun menghilangkan monotomi. Dapat

menimbulkan berbagai kesan, atau sekurang-kurangnya dimaksudkan untuk

menimbulkan berbagai kesan tertentu (Sudjiman, 1993: 32).

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa diksi sesungguhnya

dapat menentukan dalam menyampaikan makna suatu karya sastra. Pasangan kata

yang dipilih pengarang dapat menimbulkan kesan tertentu pada diri pembaca.

C. Hubungan Sastra dan Novel Dalam Pendidikan

1. Sastra Dalam Pendidikan

Pendidikan tentang sastra adalah yang membahas hal ihwal tentang sastra

pendidikan semacam ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi teori

sastra. Aspek yang dikembangkan lebih pada aspek kognitif peserta didik. Siswa

lebih banyak dituntut untuk menghafalkan pengertian, definisi, atau klasifikasi

tentang karya sastra dan sejarah sastra pendidikan sastra antara pendidikan yang

mencoba untuk mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan

proses kreatif sastra. Kompetensi apresiasi yang di asah dalam pendidikan ini

adalah kemampuan menikmati dan menghargai karya sastra. Dengan pendidikan

semacam ini, peserta didik diajak untuk langsung membaca, memahami,

menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Secara umum tujuan

pembelajaran bahasa dan sastra indonesia bidang sastra adalah agar peserta didik

mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan

kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan


18

dan kemampuan berbahasa. Peserta didik menghargai dan mengembangkan sastra

Indonesia sebagai khazanah dan intelektual manusia indonesia (Wahyudi, 2013:

153-156).

2. Novel Dalam Pendidikan

Novel adalah karya berupa prosa fiksi yang menampilkan beragam tokoh dan

permasalahan. Novel menjadi media sastra yang baik dalam mengajarkan

pendidikan karakter, karena terdiri atas alur cerita yang cukup panjang dan

mengambarkan perkembangan tokoh dengan cukup detail. Novel juga merupakan

bentuk komunikasi massa yang turut berperan dalam suatu praktik diseminasi

pesan-pesan tertentu. Melalui novel, pendidikan karakter sesungguhnya dapat

hadir secara mengalir serta menjadi kesatuan dan spirit dalam uraian bahasanya.

Untuk memilih novel sebagai bahan pembelajaran sastra ada dua kreteria yang

harus diperhatikan, yaitu kriteria kevalidan dan kesesuaian. Kriteria kesesuaian

terpenuhi bila novel memiliki bahasa yang tidak terlalu sulit untuk diikuti peserta

didik, sejalan dengan lingkungan sosial budaya peserta didik, sesuai dengan umur,

minat, dan perkembangan kejiwaan peserta didik, dapat menumpuk rasa ingin

tahu, dan sesuai dengan kurikulum SMA.

D. Pendekatan Stilistika

Secara etimologis stylistics berhubungan dengan style, artinya gaya,

sedangkan stilistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya (Endraswara,

2011:71). Gaya dalam kaitan ini mengacu kepada pemakaian dan penggunaan
19

bahasa dalam karya sastra. Akan tetapi, pengertian yang bersifat leksikal dan

epistimologi tersebut agaknya belum cukup memuaskan.

Menurut Endraswara (2011:71) pengertian stilistika adalah ilmu pemanfaatan

bahasa dalam karya sastra, ilmu yang mempelajari gaya bahasa suatu karya dan

penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra. Sedangkan menurut

Sayuti (2001:172-173) stilistika merupakan bagian dari linguistik yang

memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, yang walaupun tidak

secara eksklusif, terutama pemakaian bahasa dalam sastra, dan merupakan ilmu

gabungan yang tidak terhindarkan.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas penulis menyimpulkan

pengertian stilistika adalah ilmu gabungan yang merupakan bagian dari linguistik

yang memusatkan perhatiannya pada penggunaan dan pemanfaatan bahasa dengan

penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra.

1. Cakupan Pendekatan Stilistika

Menurut Endraswara, (2011:73-76) cakupan stilistika adalah sebagai berikut

(a) dilihat dari sudut penulis, (b) dilihat sebagai ciri teks, (c) pesan yang diperoleh

khalayak, dan (d) peneliti juga perlu mengungkap fungsi stilistika sebagai

medium komunikasi sastra. Peneliti stilistika wajib menemukan sinkronisasi gaya

dengan ide dan fungsinya dalam membangkitkan rasa keharuan, meransang daya

pikir dan akal.

2. Prinsip-prinsip Pendekatan Stilistika

Analisis stilistika hendaknya sampai kepada titik puncak kehebatan penulis

menggunakan gaya bahasa sastra. Bagaimana kemampuan penulis dalam


20

mengekspresikan kreativitas penggunaan gaya bahasa adalah pangkal tolak

analisis. Prinsip stilistika menurut Wellek dan Warren (1993: 226) adalah (1)

mulai dengan analisis secara sistematik terhadap sistem dan tanda-tanda lingusitik

dan kemudian menginterpretasikanya sebagai satu keseluruhan makna, dan tentu

saja hal itu dalam hubunganya dengan tujuan estetis sebuah karya dan (2) bukan

dalam pertentanganya dengan yang pertama, analisis dilakukan denganmengkaji

semua bentuk khusus linguistik yang menyimpang dari sistem yang berlaku

umum.

3. Tujuan Pendekatan Stilistika

Stilistika sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai penggunaan bahasa,

tidak terbatas pada sastra. Namun, biasanya stilistika lebih sering dikaitkan

dengan bahasa sastra.

Tujuan pendekatan stilistika menurut Sudjiman, (1993: 14) adalah mengkaji

stilistika dengan memperhatiakn preferensi penggunaan kata atau struktur bahasa,

mengamati antara hubungan pilihan itu untuk mengidentifikasi ciri-ciri stilistik

yang membedakan pengarang, karya, tradisi atau periode tertentu dan pengarang,

karya, tradisi atau periode lainnya. Tujuan pendekatan stilistika adalah (a) untuk

menerangkan bagaimana seseorang sastrawan memanipulasi penggunaan bahasa

didalam karya sastra untuk menghasilkan efek tertentu sesuai dengan prinsip

licentiapoetica dan (b) agar karya sastra dipahami oleh pembaca.

4. Metode dan Langkah Kerja Pendekatan Stilistika


21

Dalam melakukan penelitian stilistika tentunya peneliti memerlukan metode

dan langkah kerja untuk melakukan penelitian.

Menurut Endraswara (2011:75) langkah analisis stilistika adalah sebagai

berikut:

a. Menetapkan unit analisis, misalkan berupa bunyi, kata, frase, kalimat, bait.

b. Dalam puisi memang analisis dapat berhubungan dengan pemakaian

aletorasi, asonasi, rima, dan pariasi bunyi yang digunakan untuk mencapai

efek, stilistika.

c. Analisis diksi memang sangat penting karena ini tergolong wilayah

kesastraan yang sangat mendukung makna keindahan bahasa.

d. Analisis kalimat ditekankan variasi pemakaian kalimat setiap kondisi.

e. Kajian makna gaya bahasa juga perlu mendapat tekanan tersendiri.

D. Penelitian Relevan

Penelitian yang relavan tentang gaya bahasa sudah pernah dilakukan, gaya

bahasa kiasan dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia yang

dilakukan oleh Heni Hardianti tahun 2017.

Dalam penelitiannnya Heni mengunakan metode deskriptif analisis dan

metode hermeunetika. Kesimpulan hasil penelitian yang ditemukan adalah gaya

bahasa kiasan yang digunakan pengarang pada Novel Surga Yang Tak Dirindukan

Karya Asma Nadia ada enam puluh empat cuplikan yang dikelompokan kedalam

sepuluh macam gaya bahasa kiasan yaitu persamaan atau smile, metafora, alegori,

personifikasi, alusi, sinekdoke, metonomia, hipalase, innnuendo dan antifrasis.


22

Persamaan penelitian dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah

sama-sama menganalisis gaya bahasa pada novel dan sama-sama mengunakan

metode deskriptif, sedangkan perbedaan antara penelitian di atas dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan adalah objek kajiannya. Jika peneliti

meneliti Gaya Bahasa dalam Novel Terusir Karya Hamka, sedangkan Heni

Hardianti meneliti Gaya Bahasa Kiasan dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan

Karya Asma Nadia.

Penelitian lain yang relavan dengan penelitian yang akan penulis lakukan

adalah Mustari Peka Suban tahun 2018 yaitu Analisis Jenis-jenis Gaya Bahasa

dalam Novel Hujan Karya Derwis Tere Liye. Dalam penelitiannya Mustari Peka

Suban mengunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menemukan gaya bahasa

perbandingan (perumpamaan, metafora, personifikasi, alegori, antitetsis,

pleonasme dan tautology, perifasis, antisipasi atau prolepis), gaya bahasa

pertentangan (hiperbola, litotes, oksimoron, silepsis, satire, paradox, klimaks atau

anabasis, hiperton atau histeron,sinisme, sarkasme), gaya bahasa pertautan

(sinekdoke, alusio, antomasia, erotesis, paralelisme, ellipsis, asindekton, dan

polisindeton), gaya bahasa perulangan (anafora) yang terdapat dalam Novel

Hujan karya Darwis Tere Liye.

Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang akan peneliti lakukan

adalah sama-sama menganalisis gaya bahasa pada novel, sedangkan perbedaannya

terletak pada metode yang digunakan. Jika Mustari Peka Suban mengunakan

pendekatan kualitatif saja sedangkan penelitian ini mengunakan metode deskriptif.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-

fakta kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2009: 53).

Dengan demikian metode deskriptif analisis ini digunakan untuk

menggambarkan fakta-fakta yang berhubungan dengan gaya bahasa dalam novel

Terusir Karya Hamka.

B. Data dan Sumber Data

1) Data

Data dalam penelitian berupa kutipan/cuplikan yang merupakan gaya

bahasa dalam novel Terusir Karya Hamka.

2) Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Terusir Karya Hamka yang

terdiri dari 129 halaman, penulis Hamka dan diterbitkan oleh Gema Insani

tahun 2016.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini secara khusus meneliti gaya bahasa dalam novel

Terusir Karya Hamka dengan menggunakan teknik daftar data. Daftar data

23
24

yang dimaksudkan adalah bentuk daftar data yang terdiri dari kolom nomor

data kutipan bagian teks yang berhubungam dengan gaya bahasa.

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Membaca novel Terusir Karya Hamka, untuk mendapatkan gambaran cerita

secara umum.

2. Membaca ulang novel Terusir Karya Hamka dengan menandai bagian teks

yang berhubungan dengan gaya bahasa.

3. Mengumpulkan data kutipan teks yang berhubungan dengan gaya bahasa

dalam novel Terusir Karya Hamka.

4. Mengumpulkan seluruh aspek gaya bahasa yang telah ditemukan pada novel

Terusir Karya Hamka ke dalam daftar data.

D. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data maka penulis akan melakukan

analisis data lebih lanjut. Teknik analisis data yang digunakan peneliti, yaitu :

1. Mengidentifikasi macam-macam gaya bahasa kiasan yang telah

dikumpulkan dalam daftar data.

2. Mengelompokan masing-masing gaya bahasa kiasan yang sama di

kelompokan menjadi satu kelompok.

3. Mengumpulkan masing-masing gaya bahasa kiasan dianalisis lebih

lanjut untuk dideskripsikan.

4. Menganalisis masing-masing klarifikasi gaya bahasa kiasan

diinterpretasikan lebih lanjut.


25

5. Menyimpulkan hasil penelitian yang dilakukan.

E. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan metode penelitian deskriptif, pengumpulan data dilakukan

dengan mengunakan instrumen penelitian. Instrumen utama dalam

penelitian ini adalah peneliti sendiri untuk memudahakan proses analisis dan

interpretasi dibantu atau didukung oleh daftar data dan tabel berikut:

Tabel 1

Data Gaya Bahasa Dalam Novel Terusir Karya Hamka

NO Cuplikan Gaya Bahasa


1.
2.
3

Tabel 2

Interpretasi Gaya Bahasa Dalam Novel Terusir Karya Hamka

No Cuplikan Interpretasi Gaya Bahasa


1.
2
3.

Tabel 3

Pengelompokan/Klasifikasi Data Gaya Bahasa Dalam Novel Terusir

Karya Hamka
26

No Gaya Bahasa Jumlah Data


1. Personifikasi
2. Hiperbola
3. Metafora
4. Alegori`
5. Sinekdoke
6. Simele
7. Metonomia
8. Eufemisme
9 Alusio

F. Teknik Keabsahan Data

Menurut Moleong (2013: 326-343), bahwa keabsahan data terdapat sembilan

teknik, yaitu (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3)

triagulasi, (4) pemeriksaan sejawat melalui diskusi, (5) analisis kasus negatif, (6)

kelengkapan referensi, (7) pengecekan anggota, (8) uraian rinci, dan (9) auditing.

Dari sembilan teknik keabsahan data menurut Moleong di atas, peneliti

memakai lima cara, yang dipilih tersebut relevan dengan penelitian yang

dilakukan, berikut penjelasannya :

1. Perpanjang keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan dimaksudkan untuk membangun kepercayaan

para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri sendiri peneliti.

Perpanjangan keikutsertaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu,

perpanjangan waktu peneliti dalam membaca novel yang dijadikan sebagai objek

penelitian. Rentang waktu yang digunakan peneliti dalam membaca novel adalah

15 (empat belas) hari.


27

Jika waktu yang dipakai kurang memungkinkan, maka waktu penelitian akan

menambah 1 (satu) minggu untuk membaca ulang novel tersebut dan mengecek

kembali hasil temuan yang telah di tandai. Hal ini untuk menemukan hasrat tokoh

utama yang terkandung dalam dalam novel itu sendiri, sehingga peneliti dituntut

untuk memahami dan mendalami hasrat tokoh utama dalam karya sastra.

2. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan

berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif.

Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat

diperhitungkan dan apa yang tidak dapat.

Maksud ketekunan pengamatan di atas adalah ketekunan atau ketelitian dalam

menemukan bagian-bagian teks yang memuat unsur intrinsik dan hasrat tokoh

utama pada karya sastra.

3. Pemeriksaan teman sejawat

Pemeriksaan teman sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan

meminta bantuan kepada orang lain yang memiliki pengetahuan umum yang sama

tentang apa yang sedang diteliti sehingga bersama mereka peneliti dapat

mereview persepsi, pandangan, dan analisis yang sedang dilakukan.


28

Pemeriksaan teman sejawat yakni dengan melakukan diskusi/ menanyakan

kepada teman, jika meneliti menemukan data yang meragukan dalam menafsirkan

data. Teman sejawat yang dimaksud peneliti adalah Aryo Andrepa. Aryo Andrepa

meneliti Gaya Bahasa Pada Lirik Lagu Melayu Rejang Romansyah Sabania, dan

teman satu prodi yang sama-sama melakukan penelitian tentang stilistika pada

karya sastra.

4. Uraian rinci

Uraian rinci merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara melaporkan

hasil uraiannya. Teknik uraian rinci ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil

penelitiannya sehingga uraian itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang

menggambarkan konteks tepat penelitian diselenggarakan. Uraiannya harus

menggungkapkan secara khusus segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca

agar dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh.

5. Auditing

Auditing merupakan suatu proses mengenai pengumpulan dan penilaian

bukti-bukti informasi dari tenaga ahli dengan tujuan melaporkan tingkat

kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang diterapkan. Teknik auditing

dilakukan terhadap prosedur keseluruhan proses dan hasil penelitian, langkah


29

yang ditempuh adalah : (1) melakukan kolsultasi dengan auditor, (2)

menetapkan data yang di audit, (3) kesepakatan atau persetujuan formal antara

auditor dengan peneliti, (4) menentukan keabsahan data. Auditor dalam penelitian

ini adalah dosen pembimbing peneliti yaitu Dr. Hasmi Suyuthi, M.Pd.

Anda mungkin juga menyukai