Anda di halaman 1dari 5

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Kajian Puisi


Dosen Pengampu : Erfi Firmansyah, S.Pd., M.A

Melihat Gaya Bahasa Sindiran dalam Puisi “Kangen” karya WS Rendra


Menggunakan Kajian Stilistika
Oleh: Novia Rahma

Permasalahan dalam penggunaan gaya bahasa sindiran belum banyak diteliti oleh para peneliti di
Indonesia. Penggunaan bahasa dalam sebuah karya sastra dapat menarik minat pembaca adalah
menunjukkan beberapa atau salah satu gaya bahasa yang digunakan. Harimurti Kridalaksana
(2001: 63) menyatakan bahwa gaya bahasa atau style adalah (1) pemanfaatan atas kekayaan
bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk
memperoleh efek-efek tertentu; dan (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.
Puisi adalah salah satu karya sastra yang berbentuk pendek, singkat dan padat yang dituangkan
dari isi hati, pikiran dan perasaan penyair, dengan segala kemampuan bahasa yang pekat, kreatif,
imajinatif (Suroto, 2001:40). Bersifat imajinatif menjadi ciri khas yang kuat karena susunan kata-
katanya. Menurut Waluyo (dalam Dani, 2013:9) puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang
dipadatkan, dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias
(imajinatif). Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa puisi adalah
rangkaian hasil pikiran dan perasaan seseorang yang dituangkan ke dalam bahasa yang indah dan
terstruktur.
Puisi merupakan karya sastra yang banyak dikaji melalui pendekatan stilistika. Secara etimologis
stilistika berkaitan dengan style (gaya). Ratna (2009: 167) mengemukakan bahwa stilistika
adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Tetapi pada umumnya, lebih mengacu
pada gaya bahasa. Dalam bidang bahasa dan sastra, stilistika berarti cara-cara penggunaan
bahasa yang khas sehingga menimbulkan efek tertentu yang berkaitan dengan aspek-aspek
keindahan.
Dalam puisi Kangen karya WS Rendra, penggunaan bahasa sindiran dalam karya sastra
diciptakan olehnya. Rendra juga merupakan seorang penyair ternama yang sekaligus sutradara
teater. Karya-karyanya tidak hanya terkenal di dalam negeri, namun sudah sampai di luar negeri.
Puisi berjudul Kangen ini akhirnya dipilih sebagai topik kajian ini, sebab dalam puisi ini dapat
dilihat bahwa Rendra menggunakan bahasa sindiran sebagai ungkapan rasa rindu atau kangen.
Dengan permainan kata-katanya, Rendra berhasil menyihir puisi singkatnya jadi begitu
bermakna. Pembaca diajak merasakan kepuitisan, kekuatan, dan kecintaan penyair yang tertuang
dalam puisi tersebut. Karena permainan bahasa yang dapat dirasakan dari puisi Kangen, analisis
kajian puisi ini bertujuan untuk mendeskripsikan bahasa sindiran dengan aplikasi kajian
stilistika.
Pengertian Puisi :
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi adalah suatu ragam sastra yang bahasanya
terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Secara etimologis kata puisi
berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti membuat atau poeisis yang berarti
pembuatan, dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry.
 Menurut Waluyo (dalam Dani, 2013: 9) puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang
dipadatkan, dipersingkat, dan diberi rima dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata
kias (imajinatif). Suroto (2001: 40) mengemukakan bahwa puisi adalah salah satu karya
sastra yang berbentuk pendek, singkat dan padat yang dituangkan dari isi hati, pikiran dan
perasaan penyair, dengan segala kemampuan bahasa yang pekat, kreatif, imajinatif.
Roman Jakobson (dalam Ratna 2016: 47) mengatakan enam fungsi bahasa, yaitu: emotive,
refential, poetic, phatic, metalingual, dan conative. Baginya dari enam fungsi tersebut, fungsi
poetic yang paling dominan. Menurutnya, puitika merupakan fungsi yang dominan dari enam
fungsi tersebut. Puitika mempunyai tujuan untuk menemukan ciri khas dari seni-bahasa.
Stilistika bermula dari kata style yang bermakna gaya. Menurut Fananie (2000: 25)
mengemukakan stilistika atau gaya merupakan ciri khas pemakaian bahasa dalam karya sastra
yang mempunyai spesifikasi tersendiri dibanding dengan pemakaian bahasa dalam jaringan
komunikasi yang lain. Gaya tersebut dapat berupa gaya pemakaian bahasa secara universal
maupun emakaian bahasa secara universal maupun pemakaian bahasa yang merupakan
kecirikhasan masing-masing pengarang.
Endrawasara (2008: 73) menyebutkan dalam kajian stilistika terdapat tiga aspek yang diteliti,
yakni: (1) dari sisi penulis, yaitu mengkaji kedalaman penulis dalam menyusun gaya bahasa; (2)
dari segi ciri teks sastra; dan (3) gaya bahasa dalam membentuk kesan yang diperoleh pembaca.
Aspek terakhir cenderung mengarah pada perspektif sastra.
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan
memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain
yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta
menimbulkan konotasi tertentu (Dale [etal], 1971: 220). Harimurti (dalam Pradopo, 1993: 265)
mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam
bertutur atau menulis, lebih khusus adalah pemakaian ragam bahasa tertentu untuk memperoleh
efek tertentu. Efek yang dimaksud dalam hal ini adalah efek estetis yang menghasilkan nilai seni.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa “gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah
gaya bahasa yang baik harus mengandung unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik
(Keraf, 1985: 113).
Gaya bahasa sindiran merupakan gaya bahasa berkias yang tidak akan tampak makna aslinya.
Penggunaan gaya bahasa sindiran ditujukan agar seseorang merasa dan melakukan perubahas
atas sindiran dari seseorang. Keistimewaan gaya bahasa sindiran dapat dilihat melalui
penggunaan kata berkias di dalamnya. Semakin bagus dalam menggunakan kata kata akan
menciptakan kesan khusus ketika menuturkan pada seseorang yang menjadi sasaran.
Bahasa berkias yang mengungkapkan suatu sindiran untuk tujuan menciptakan kesan serta
pengaruh terhadap pembaca maupun pendengar disebut sebagai gaya bahasa sindiran. Menurut
Fitri (2015: 102) sindiran terdiri atas tiga aspek yaitu sinisme, ironi, dan sarkasme. Menurut
Ratna (2013:447) gaya bahasa sindiran terdiri dari enam majas, yaitu innuide, antifrasis,
pemakaian kata, ironi, sinisme, dan sarkasme. Menurut Waridah (2016:372) Gaya bahasa
sindiran terdapat lima aspek yaitu sarkasme, ironi, antifrasis, innuide, serta sinisme.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif.
Data penelitian ini yaitu berupa puisi Kangen karya WS Rendra yang mengandung jenis gaya
bahasa sindiran, jenis gaya bahasa pertentangan, fungsi gaya bahasa dan makna gaya bahasa.
Sumber data dalam penelitian ini adalah pemakaian bahasa pada puisi Kangen. Instrumen dalam
penelitian ini adalah peneliti yang dibekali seperangkat pengetahuan berhubungan dengan jenis
gaya bahasa sindiran, jenis gaya bahasa perbandingan, fungsi gaya bahasa, dan makna gaya
bahasa.
Data yang dikumpulkan melalui metode simak dengan teknik dasar teknik sadap dan teknik
lanjutannya teknik simak bebas libat cakap dan catat. Metode analisis data yang digunakan pada
penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif deskriptif adalah dengan
pembacaan yang penuh penghayatan dan mendalam. Teknik dasar yang digunakan dalam
penelitian adalah metode padan teknik pilah unsur tertentu yaitu teknik analisis data dengan cara
memilah-milah unsur satuan kebahasaan yang dianalisis dengan alat penentu yang berupa daya
pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti (Sudaryanto dalam Kesuma, 2007:51).
Dalam penelitian ini, metode yang diguna kan sebagai alat atau unsur penentu yaitu dengan
menggunakan tinjauan gaya bahasa. Hasil analisis akan disajikan secara informal. Metode
informal yaitu perumusan dengan kata-kata biasa yang apabila dibaca dengan serta merta dapat
langsung dipahami.
Ironi adalah sindiran halus dengan cara menyatakan sesuatu dengan melemparkan ke hal lain.
Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
Dari penggalam puisi tersebut, mengandung gaya bahasa ironi dimana pengarang sedang
menyindir seorang yang dicintainya. Pada baris pertama sudah jelas bahwa penggarang
menjelaskan rasa kesepiannya tersebut. Tetapi pada baris kedua pengarang menggunakan gaya
bahasa sindiran “…kemerdekaan…” kata tersebut di artikan sebagai kebebasan dengan rasa
bahagia yang mengikutinya. Pada baris pertama dan kedua dengan kata sindiran tersebut
mengibaratkan pengarang ingin menyampaikan rasa kesepiannya dimana pada saat itu ia
mengalami kebebasan dalam mengekspresikan rasa cintanya, tetapi cinta itu malah pergi entah
kemana, dan hal tersebut semakin membuatnya lebih kesepian.
Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir dan
menyinggung perasaan.
Kau tak akan mengerti segala lukaku
karna cinta telah sembunyikan pisaunya.
Pada baris ketiga dan keempat ini bisa dilihat puisi ini mengandung kepahitan didalamnya.
Dimana pada kata “…pisaunya.” Mengartikan sebuah luka yang dalam, walau pada baris ketiga
sudah dijelaskan dari kata “,,,lukaku.” Tetapi pada baris keempat ini di pertegas kembali dengan
“,,,telah sembunyikan pisaunya” yang bisa diartika bahwa pengarang rela memegang pisau yang
sudah jelas akan melukai salah satu anggota badan hingga mengeluarkan setetes darah hanya
berkorban unutk seorang yang dicintainya.
Secara singkat pengarang rela terluka secara sembunyi-sembunyi, hanya demi cinta yang sedang
ia rasakan.
Hiperbola ialah acuan yang melebihi sifat dan kenyataan yang sesungguhnya.
Engkau telah menjadi racun bagi darahku.
Apabila aku dalam kangen dan sepi
Terlihat dari kata “…racun bagi darahku…” tidak bisa dibilang melebihi dan tidak juga dibilang
kata yang memiliki arti biasa saja. Dimana pengarang menjelaskan rasa rindu itu sudah seperti
racun dalam darahnya, disaat rasa kangen dan sepi melanda padanya. Hal tersebut memang biasa
dirasakan semua orang ketika sedang merindukan seseorang yang dicintainya, tanpa sadar rasa
itu sudah bagaikan racun dalam tubuh melalui alirang anggota tubuh.
Alusio adalah gaya bahasa dengan ungkapan, peribahasa, atau sampiran pantun.
Itulah berarti
aku tungku tanpa api.
Kata “…tungku tanpa api.” menjelaskan bahwa kata tersebut menggunakan bahasa kiasan dalam
gaya bahasa sindiran. Pengarang mengibaratkan dirinya tungku dan seorang yang dicintainya
ialah api. Yang berarti dimana tungku tidak ada atau tanpa api, tungku tersebut tidaklah
berfungsi bahkan tidak ada gunanya. Kesimpulannya bahwa pengarang tidak ada apa-apanya
tanpa seorang yang dicintainya.
Dapat kita tarik bahwa kesimpulannya gaya bahasa sindiran merupakan gaya bahasa berkias
yang tidak akan tampak makna aslinya. Penggunaan gaya bahasa sindiran ditujukan agar
seseorang merasa dan melakukan perubahas atas sindiran dari seseorang. Keistimewaan gaya
bahasa sindiran dapat dilihat melalui penggunaan kata berkias di dalamnya.
Berdasarkan uraian dalam pembahasan, simpulan yang dapat diambil dalam penelitian puisi
Kangen karya WS Rendra adalah sebagai berikut: Pertama, jenis gaya bahasa sindiran yang
ditemukan meliputi: ironi, sarkasme, alusio, dan hiperbola.
Penggunaan bahasa sindiran yang ditemukan dalam puisi Kangen karya WS Rendra ini dapat
dimaknai sebagai suatu ungkapan rasa rindu dari pengarang untuk seseorang yang dicintainya.

Anda mungkin juga menyukai