A Navis
Kajian : Stilistika
Oleh:
Ana Ade Suryani
A1B109048
Abstrak
I. PENDAHULUAN
Sastra merupakan cerminan masyarakat, karya sastra tidak diciptakan begitu saja
melainkan hasil dari olahan antara realitas di dalam imajinasi pengarang. Melalui
akrab dengan lingkungan dan kehidupannya. Adanya karya sastra yang didasarkan
mengenai sesuatu yang terjadi pada periode tertentu (Elfiondri, 2007: 1).
Memahami dan menganalisis sebuah karya sastra pada hakikatnya bukanlah
sebuah hal yang asing dan baru, namun demikian, kegiatan ini kadangkala terasa asing
bagi orang yang belum sanggup menempatkan kegiatan ini sebagai bagian dari
pembacaan puisi dalam sebuah tayangan televisi, pada hakikatnya kita sedang
melakukan kegiatan memahami dan menganalisis karya sastra. Tetapi, akibat kegiatan
ini dilakukan tidak terencana, serta merta saja dalam keseluruhan aktivitas sehari-hari
maka nama dari aktivitas ini pun bahkan tidak pernah menjadi perhatian atau pemikiran
kita.
Oleh sebab itu, tidak berlebihan untuk memahami makna karya sastra harus memiliki
pemahaman terhadap aspek kebahasaan. Hal ini menunjukkan bahwa karya sastra
morfologi, sintaksis, tanda baca, dan lain-lain. Tetapi, berhubung karena karya sastra
memiliki sebuah keunikan dan kekhususan dalam mengolah bahasa sehingga menjadi
karya sastra. “penyimpangan” inilah yang harus menjadi fokus pembaca karya sastra
agar apa yang dapat dipahami secara utuh dengan ungkapan bahasa yang
disampaikan pengarangnya. Keutuhan inilah yang menjadi satu kesatuan yang menarik
Salah satu bentuk karya sastra adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan namanya,
adalah cerita yang pendek. Jassin (Nurgiyantoro, 2000:10) ”cerpen adalah sebuah
cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk. Karena bentuknya yang pendek, cerpen
menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang
lebih bersifat memperpanjang cerita”. Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang
tidak sulit kita temukan, cerpen sering kita jumpai di berbagai media, baik di media
massa maupun media pembelajaran seperti buku pelajaran. Sebagai salah satu karya
sastra, cerpen tentu memiliki nilai-nilai yang positif dan bahasa yang indah serta
Peneliti tertarik untuk menganalisis cerpen sebagai objek dalam penelitian ini
berdasarkan dari segi gaya bahasanya cerpen menggunakan bahasa Indonesia yang
dipilih oleh seorang pengarang agar dapat memberikan kesan dan makna yang menjadi
penyimpangan sehingga pembaca dapat tertarik untuk membaca sebuah karya sastra
khususnya cerpen. Seorang pengarang lebih banyak menggunakan gaya bahasa untuk
menceritakan suatu kejadian yang terjadi pada saat itu. Seorang pengarang mampu
menciptakan nilai estetik yang terdapat pada kumpulan cerpen ”Robohnya Surau Kami”
karya A.A Navis. Sehingga terdapat suatu pola unsur gaya bahasanya. Dalam
penelitian ini, peneliti hanya mengambil lima judul cerpen karya A.A Navis, yaitu: (1)
Robohnya Surau Kami, (2) Anak Kebanggaan, (3) Datangnya dan Perginya, (4) Angin
bahasa dalam menuliskan suatu jalan cerita akan memberikan rasa keindahan atau
unsur estetis suatu karya sastra. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai
pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Pendapat
tersebut didukung oleh beberapa pendapat para ahli. Menurut Tarigan (1985:5) “gaya
bahasa adalah bahasa yang indah dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan
jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan
serorang yang khas bagi seorang pengarang”. Selanjutnya menurut Keraf (dalam
Sugihastuti dan Suharto, 2002:56) “gaya bahasa sebagai cara mengungkapkan pikiran
Kualitas sebuah cerita karya sastra ditentukan oleh penempatan dan penggunaan gaya
dalam kehidupan yang nyata dan akan dapat menyentuh indra rasa hati dan akal, budi
personal. Dalam arti yang luas gaya bahasa adalah kualitas visi, pandangan seseorang
karena ia mrefleksikan cara pengarang memilih dan meletakkan kata-kata dan kalimat-
kenyataan penggunaan bahasa yang istimewa, dan tidak dapat dipisahkan dari cara
istimewa atau khusus. Menurut Dewi (2011:67) “gaya mengandung pengertian cara
Menurut Kridalaksana (2001), “gaya bahasa mempunyai tiga pengertian, yaitu (1)
pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, (2)
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan (3) keseluruhan
Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik.
Kian kaya kosakata seseorang, kian beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya.
Gaya bahasa mempelajari segala cara untuk mencapai efek tertentu dalam karya.
Tarigan (1985: 5), gaya bahasa dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok, yakni
(1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa
Metode ini berfungsi untuk melihat dan mendeskripsikan data yang terdapat dalam
kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis
Metode kualitatif selalu bersifat deskriptif artinya, data yang diperoleh berupa kata-
kata, tuturan atau perilaku, tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik
situasi yang diteliti dalam penggambaran suatu fenomena yang terjadi dalam
lingkungan. Metode ini dipilih untuk mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam
IV. PEMBAHASAN
Cerpen Berdasarkan hasil penelitian yang dibahas gaya bahasa yang terdapat
dalam kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis, yaitu gaya bahasa
perbandingan meliputi: simile/perumpamaan, metafora, personifikasi, dan alegori. Gaya
bahasa pertentangan meliputi: hiperbola dan litotes. Gaya bahasa pertautan meliputi:
cerpen tersebut diambil dari judul Anak Kebanggaan yaitu seluruh hidupnya bagai jadi
meredup seperti lampu kemersikan sumbu. Karena simile tersebut menggunakan kata
bagai dan seperti. Gaya bahasa metafora terlihat pada salah satu seloko misalnya
terhadap suatu yang terjadi padanya. Metafora yang terdapat dalam kutipan tersebut
cemerlang, artinya suatu kebahagian yang dinanti. Gaya bahasa personifikasi terlihat
pada salah satu cerpen yang berjudul Datangnya dan Perginya yaitu kedamaian alam
yang memagutnya tadi, serta merta terlempar jauh, terpelanting remuk. Personifikasi
tersebut terlihat pada kata alam yang seakan-akan bias hidup seperti layaknya
manusia.
Kedua, gaya bahasa pertentangan. Gaya bahasa hiperbola pada salah satu
kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Hiperbola dalam kutipan tersebut adalah api
neraka. Gaya bahasa litotes terlihat pada salah satu cerpen yang berjudul pada
simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di
ujung jalan nanti Tuan temui sebuah surau tua. Litotes pada kutipan tersebut terlihat
pada kata surau tua, maksudnya surau tersebut merupakan masjid yang ada di sebuah
perkampungan.
Ketiga, gaya bahasa pertautan. Gaya bahasa sinekdoke terlihat pada salah satu
judul cerpen yang berjudul Dari Masa ke Masa yaitu, “Apa janji itu Bung lakukan?”
Tanya sobat saya yang bekas diplomat itu. Sinekdoke dalam cerpen tersebut adalah
bekas diplomat. Gaya bahas eufemisme terlihat pada salah satu cerpen yang berjudul
Anak Kebanggaan yaitu, bila perlu, meski dengan resiko besar, bangunkanlah kembali
sedang redup.
Keempat, gaya bahasa perulangan. Gaya bahasa asonansi terlihat pada salah
satu cerpen yang berjudul Dari Masa ke Masa yaitu, orang-orang muda lebih mudah
digembalakan. Asonansi pada kutipan tersebut terlihat pada kata muda dan mudah.
kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. Ada beberapa judul yang
dipilih oelh peneliti yaiti: (1) Robohnya Surau Kami, (2) Anak Kebanggan, (3) Datangnya
dan Perhinya, (4) Angin dari Gunung, dan (5) Dari Masa ke Masa. Hasil penelitian
terdahulu hamper sama dengan hasil peneliti, hasil terdahulu hanya berbeda pada
objek penelitiannya, yaitu “Gaya Bahasa dalam Seloko Adat Nasihat Perkawinan
Masyarakat Melayu Jambi Desa Teluk Rendah Kabupaten Tebo” (Harisyah, 2012),
penelitian ini mendeskripsikan gaya bahasa tetapi hasil penelitian dalam judul tersebut
berbeda dengan judul penelitian tentang “Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analsis dan data penelitian dapat ditemukan gaya bahasa
dalam kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis, peneliti menemukan
gaya bahasa perbandingan, meliputi: simile, metafora, personifikasi, dan alegori. Gaya
bahasa pertentangan, meliputi: hiperbola dan litotes. Gaya bahasa pertautan, meliputi:
sinekdoke dan eufemisme. Gaya bahasa perulangan hanya ditemukan gaya bahasa
asonansi.
Gaya bahasa yang paling banyak digunakan dalam kumpulan cerpen Robohnya
Surau Kami karya A.A Navis adalah gaya bahasa metafora dan gaya bahasa
eufemisme. kedua gaya bahasa tersebut paling banyak terdapat dalam cerpen
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Y. Hj. Dra, dkk. 2011. Kajian Prosa Fiksi. Jambi: Universitas Jambi.
Priyatni, E.T. 2012. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: Bumi
Aksara