id
BAB II
A. Tinjauan Pustaka
penelitian yang dilakukan oleh Marini (2010: 149-150) dengan judul Analisis
Stilistika Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Hasil penelitian ini
pada leksikon bahasa asing, leksikon bahasa Jawa, leksikon ilmu pengetahuan,
kata sapaan, pemilihan dan pemakaian kata konotasi pada judul. Kekhususan
aspek morfologis dalam novel Laskar Pelangi yaitu pada penggunaan afiksasi
leksikon bahasa Jawa dan bahasa Inggris serta reduplikasi dalam leksikon
dan pola kalimat inversi. Pemanfaatan gaya bahasa figuratif yang unik dan
mengkaji stilistika dalam novel. Aspek yang dikaji antara lain: diksi,
555) dengan judul Kajian Stilistika Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu
Dan Petir Karya Dewi Lestari. Dari penelitian tesebut dapat diketahui bahwa
novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu dan Supernova (Petir) karya Dewi
dalam mengeksplor gagasan yang tertuang dalam teks sastra. Kekhasan pilihan
stilistika yang dikaji. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti secara garis
75) dengan judul Telaah Stilistika dalam Syair Burung Pungguk. Hasil
penelitian ini menunjukkan gaya bahasa yang digunakan pada teks Syair
Burung Pungguk berkaitan erat dengan nasehat yang terkandung di dalam bait
syair. Penyampaian nasehat dalam tiap bait syairnya dilakukan dengan diksi
dan bahasa yang indah. Nasehat yang terdapat pada teks Syair Burung
Pungguk ini bisa dijadikan bahan ajar atau upaya pembentukan karakter.
212) yang berjudul Analisis Wacana Penggunaan Gaya Bahasa dalam Lirik
Lagu-Lagu Ungu: Kajian Stilistika. Dari hasil penelitian lirik lagu-lagu Ungu
dapat disimpulkan bahwa lirik lagu Ungu tidak hanya didominasi oleh gaya
pleonasme, simploke, inversi, klimaks, antitesis, dan sinekdok pars pro toto.
pada penelitian Umami teks yang dikaji adalah lirik lagu Ungu, sedangkan
pada penelitian peneliti teks novel Pulang karya Leila S. Chudori yang dikaji.
(2013: 36) dengan judul Kajian Stilistika dalam Serat Pamoring Kawula Gusti
dan gaya bahasa. Diksi yang ditemukan antara lain dasa nama dan
Gusti karya Raden Ngabehi Ranggawarsita adalah gaya bahasa hiperbola dan
1) yang berjudul Diksi dan Majas dalam Kumpulan Puisi Nyanyian dalam
adanya wujud penggunaan diksi dan majas serta fungsinya. Diksi yang
dimaksud seperti kata serapan dari bahasa Jawa, bahasa asing, dan
yaitu pada penelitian Munir menggunakan aspek diksi dan majas, sedangkan
wacana, dan citraan. Perbedaan yang lain terletak pada jenis teks sastra yang
dikaji. Pada penelitian Munir teks sastra yang dikaji adalah puisi sedangkan
linguistik yang ada pada novel. Penelitian Zhiqin Zhang memiliki persamaan
perbedaan dari segi aspek stilistika yang dikaji. Pada penelitian Zhiqin Zhang
meneliti struktur gramatikal yang berkaitan dengan klausul dalam puisi, dalam
penilaian dan sikap dalam konteks wacana tertentu. Penelitian yang dilakukan
stilistika. Selain itu, perbedaan yang terdapat dalam penelitian Yeibo dan
penelitian peneliti adalah jenis teks sastra yang digunakan. Pada penelitian
Yeibo teks sastra yang digunakan adalah puisi sedangkan pada penelitian
(2013: 598) yang berjudul Analysis on Three Versions of if by Life You Were
membantu perbedaan bahasa puisi dalam bahasa Rusia, Inggris, dan China
supaya lebih jelas dan untuk membandingkan dua versi terjemahan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang asli. Puisi tersebut dianalisis berdasarkan perspektif gaya bahasa yang
diksi; bahasa figuratif; gaya kalimat; gaya wacana; dan citraan. Selain itu,
adalah jenis teks sastra yang digunakan. Pada penelitian Chen menggunakan
pragmatik berfokus pada suasana hati pengguna bahasa pada waktu dan
dalam penelitian Galita terdapat dua pendekatan sekaligus yaitu stilistika dan
pragmatik. Selain itu, perbedaan yang terdapat dalam penelitian Galita dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
penelitian peneliti adalah aspek stilistika yang dikaji dan objek kajian. Pada
stilistika yang dikaji adalah diksi, bahasa figuratif, gaya kalimat, gaya wacana,
dan citraan. Objek kajian yang diteliti dalam penelitian Galita adalah deixis
sedang objek kajian yang diteliti dalam penelitian peneliti adalah teks sastra
Aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah diksi, bahasa figuratif
(figurative language), gaya kalimat, gaya wacana, dan citraan. Selain itu,
dikaji pula nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Pulang karya Leila S.
Chudori.
B. Landasan Teori
1. Hakikat Stilistika
a. Pengertian Stilistika
diri gaya pribadi. Cara pengungkapan tersebut bisa meliputi setiap aspek
lain (Satoto, 2012: 35). Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Sutejo (2010:
(2003:159) menyatakan bahwa gaya atau style adalah aspek dari tulisan yang
cabang ilmu sastra yang meneliti tentang gaya. Gaya tersebut merupakan gaya
seorang pengarang yang secara khas tertuang dalam karyanya baik itu novel,
Objek kajian stilistika menurut Ratna (2009: 16) adalah teks atau
wacana. Objek analisis bukan bahasa yang digunakan, bahasa dalam proses
penafsiran. Pada saat sebuah kalimat diucapkan, sebagai parole, pada saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
itulah terjadi komunikasi antara objek dengan pembaca. Pada saat itu juga
terjadi proses penafsiran. Penafsiran itulah hasil dari analisis teks yang dapat
yang siap untuk diinterpretasikan kembali, baik oleh pembaca yang berbeda
maupun oleh pembaca yang sama pada saat yang berbeda. Selanjutnya, Ratna
abstrak dan konkret, frekuensi relatif kata benda, kata kerja, dan kata sifat, dan
bahasa. Stilistika, sebagai cabang ilmu sastra yang meneliti stail atau gaya,
daya ungkapan psikis yang terkandung dalam suatu bahasa, dan meneliti nilai-
nilai ekspresif khusus yang terkandung dalam suatu bahasa (language), yaitu
memandang stail, gaya (style) sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi
struktur lahir. Dengan cara ini akan diperoleh bukti-bukti konkret tentang style
sebuah karya. Metode (teknik) analisis ini akan menjadi penting karena dapat
stilistika itu sendiri dapat berupa: a) fonologi, misalnya pola suara ucapan dan
sebagainya.
stilistika terhadap lima aspek yaitu: gaya diksi, bahasa figuratif (figurative
language), gaya kalimat, gaya wacana, dan citraan. Dari beberapa teori yang
Al- -
mengkaji stilistika dalam karya sastra. Adapun objek kajian stilistika dalam
1) Diksi
kata yang dilakukan oleh pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek
makna tertentu. Kata merupakan unsur bahasa yang paling penting dalam
karya sastra. Oleh karena itu, dalam pemilihannya pengarang berusaha agar
sarana komunikasi puitis lainnya. Hal tersebut senada yang diungkapkan oleh
Waluyo (2010: 83), penyair sangat cermat memilih kata-kata sebab kata-kata
dan irama, serta kedudukan kata dengan kata lainnya. Sejalan dengan
kata berkaitan dengan makna kata. Dalam hal ini merujuk pada makna
merupakan arti yang sesuai dengan kamus (arti lugas), sedangkan konotasi
Pandangan lain juga diungkapan oleh Keraf (2006: 22-23). Diksi bukan
menggunakan suatu ide atau gagasan, tetapi juga dapat meliputi persoalan
mengenai jenis diksi yang terdapat dalam karya sastra antara lain kata
konotatif, konkret, kata sapaan khas dan nama diri, kata seru khas Jawa, kata
serapan, kata asing, kata arkaik, kata vulgar, kata dengan objek realitas alam,
disintesiskan diksi adalah pilihan kata yang khas oleh pengarang dalam
penelitian ini adalah kata konotatif, konkret, kata sapaan khas, kata serapan,
digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa,
bermakna kias atau makna lambang. Sesuai dengan pendapat tersebut untuk
menyaran pada makna literal (literal meaning). Berkaitan dengan hal tersebut,
stlitistika karya sastra meliputi majas, idiom, dan peribahasa. Hal tersebut
makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi, majas merupakan gaya
melalui ciri-ciri kesamaan antara keduanya, misalnya yang berupa ciri fisik,
sifat, sikap, keadaan, suasana, tingkah laku, dan sebagainya. Selain bentuk
kiasan, yaitu: (1) persamaan atau simile; (2) metafora, (3) alegori, parabel, dan
fabel; (4) personifikasi atau prosopopoeia; (5) alusi; (6) eponim; (7) epitet; (8)
sinisme, dan sarkasme; (13) satire; (14) inuendo; dan (15) antifrasis. Senada
dengan pernyataan tersebut, Waluyo (2010: 98) membagi enam gaya bahasa
62) mengungkapkan majas yang ditelaah dalam kajian stilistika karya sastra
toto dan totem pro parte). Berdasarkan uraian tersebut dapat disintesiskan
majas adalah bahasa yang mempunyai makna literal (litreal meaning) yang
yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu: (1) metafora, (2) simile, (3)
metafora adalah kiasan langsung, artinya benda-benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan. Jadi, ungkapan itu langsung berupa kiasan, sebagai contoh: lintah
darat, bunga bangsa, kambing hitam, bunga sedap malam, dan sebagainya.
hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Berbeda dengan
antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan yang kedua hanya bersifat
dua jenis metafora yaitu: metafora eksplisit dan metafora implisit. Metafora
misalnya cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar. Cinta sebagai hal yang
sambal tomat pada mata, untuk mengatakan mata yang merah, sebagai hal
yang dibandingkan.
yang lain. Selain itu, terdapat kata-kata yang menandai kesamaan tersebut.
Adapun contoh dari penggunaan kata tersebut dalam majas ini adalah sebagai
Wiyatmi (2006: 67) merupakan kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal
hal dengan hal lain secara tidak langsung dengan penanda seprtii, bak, seolah
dan lain-lain.
sastra, khusunya fiksi. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Waluyo (2010: 99)
(2010: 99) adalah keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai
keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ditegaskan oleh Keraf (2006: 140) yang menyatakan personifikasi adalah gaya
contoh dari majas tersebut adalah angin yang meraung di tengah malam yang
sifat benda mati dengan sifat-sifat seperti yang dimiliki manusia sehingga
dapat bersikap dan bertingkah laku sebagaimana halnya manusia. Jadi, dalam
benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia.
merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Sarkasme
adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan getir. Sarkasme
dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya
ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Sejalan dengan
tertentu yang cenderung tidak sopan, sebagai contoh: Lelaki itu, anjing, yang
adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang
Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti
nama. Atas dasar itu, metonimia dapat dinyatakan sebagai suatu gaya bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena
berupa penemu untuk hasil, penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki,
akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan
3) Gaya Kalimat
suatu kalimat untuk memperoleh efek tertentu, misalnya inversi, gaya kalimat
dikenal sebagai foregrounding, yang dipandang sebagai salah satu ciri bahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Di dalam penelitian ini gaya kalimat yang analisis adalah kalimat, klimaks,
antitetsis.
Gaya kalimat yang pertama adalah kalimat klimaks. Keraf (2006: 124)
sebagai gradasi. Istilah ini dipakai sebagai istilah umum yang sebenarnya
merujuk kepada tingkat atau gagasan tertinggi. Bila klimaks itu terbentuk dari
disebut anabias.
Gaya kalimat yang kedua adalah kalimat antiklimaks. Keraf (2006: 125)
mengendur. Anti klimaks sebagai gaya bahawa merupakan suatu acuan yang
kurang efektif karena gagasan yang penting ditempatkan pada awal kalimat,
sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-
bagian berikutnya dalam kalimat itu. Gaya kalimat yang ketiga adalah kalimat
repetisi. Repetisi menurut Keraf (2006: 127) adalah perulangan bunyi, suku
kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk meberi tekanan
dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi, seperti halnya paralelisme dan
pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam
bentuk gramatikal yang sama (Keraf, 2006: 126). Selanjutnya, Keraf (2006:
126) menyatakan kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk anak kalimat yang
bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. Gaya kalimat ini lahir dari
kalimat yang berimbang. Gaya kalimat yang kelima adalah kalimat antitesis.
Keraf (2006: 126) menjelaskan antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang
kata-kata atau sekelompok kata yang berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat
yan berimbang.
4) Gaya Wacana
dengan penggunaan lebih dari satu kalimat, kombinasi kalimat, baik dalam
prosa maupun puisi. Selain itu, gaya wacana dapat berupa paragraf (dalam
prosa atau fiksi), bait (dalam puisi atau sajak), keseluruhan karya sastra,
dianalisis meliputi gaya wacana repetisi, gaya wacana klimaks, gaya wacana
antiklimaks, gaya wacana campur kode, dan gaya wacana alih kode.
5) Citraan
(2010: 91) membagi citraan atau imaji ke dalam tiga jenis, yaitu: citraan atau
imaji penglihatan (visual), citraan atau imaji pendengaran (auditif), dan citraan
(2000: 174) menjelaskan citraan adalah suatu kata atau serangkaian kata yang
tertentu. Dalam fiksi citraan dibedakan menjadi citraan literal dan citraan
figuratif (Sayuti, 200: 174). Citraan literal tidak menyebabkan perubahan atau
yang harus dipahami dalam beberapa arti. Wiyatmi (2006: 68) membagi jenis
menyimpulkan citraan dari pendapat Pradopo dan Brett yang terbagi atas tujuh
(2009: 79) menjelaskan citraan penglihatan adalah citraan yang timbul oleh
Perasaan estetis akan lebih mudah terangsang melalui citraan visual ini. Selain
estetis.
imaji pembaca. Hal tersebut dapat terjadi karena di dalam pikiran pembaca
terdapat imaji gerakan itu. Citraan gerak adalah citraan yang melukiskan
dalam memahami karya sastra sehingga timbul efek estetis. Dalam fiksi, citra
Citraan peraban agak sedikit dipakai oleh pengarang dalam karya sastra,
atas teks sastra yan dibacanya melalui indera penciumannya. Citraan keenam
pengalaman indera pencecapan dalam hal ini lidah. Jenis citraan pencecapan
dalam hal-hal yang berkaitan dengan rasa di lidah atau membangkitkan selera
makan.
a. Pengertian Karakter
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang
adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti pendidik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada pendidik dan
dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
perilaku baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-
diamati oleh orang lain melalui proses sosialisasi dan komunikasi antar
individu dalam ruang lingkup kejadian yang dialami individu tersebut baik di
yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Selain
baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam
pada diri peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
dan kreatif.
nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Selaras dengan
didik yang tidak harus merupakan satu program atau pelajaran khusus.
Penanaman dan pengembangan nilai itu merupakan suatu dimensi dari seluruh
karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar salah,
kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Lain halnya Sudrajat (2011: 49), yang
kepribadian yang dilandasi dengan nilai dan karakter luhur untuk dapat
bernegara.
feeling meliputi: kesadaran akan jati diri, percaya diri (self esteem), motivasi
pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility). Jika kedua
aspek sudah terwujud, maka moral acting sebagai outcome akan mudah
dua cara dalam memahami nilai karakter. Pertama melihat hubungan nilai-
nilai tersebut dengan prinsip empat olah (olah hati, olah pikir, olah raga, olah
terhadapt Tuhan Sang Maha Pencipta, dengan kewajiban terhadap diri sendiri,
11) cerdas, 12) cerdik, 13) cermat, 14) pendaya guna, 15) demokratis, 16)
dermawan, 17) dinamis, 18) disiplin, 19) efisien, 20) empan papan, 21)
empati, 22) fair play, 23) gigih, 24) gotong royong, 25) hemat, 27) hormat, 28)
kehormatan, 29) ikhlas, 30) inisiatif, 31) inovatif, 32) kejujuran, 33)
pengendalian diri, 34) kooperatif, 35) kreatif, 36) kukuh hati, 37) lugas, 38)
mandiri, 39) kemurahan hati, 40) pakewuh, 41) peduli, 42) penuh perhatian,
43) produktif, 44) rajin, 45) ramah, 46) sabar, 47) saleh, 48) santun, 49) setia,
50) sopan, 51) susila, 52) ketaatan, 53) tabah, 54) tangguh, 55) tanggap, 56)
tanggung jawab, 57) bertaqwa, 58) tegar, 59) tegas, 60) tekad atau komitmen,
61) tekun, 62) tertib, 63) ketertiban, 64) tahu berterima kasih, 65) trengginas,
66) ketulusan, 67) tepat waktu, 68) toleran, 69) ulet, dan 70) berwawasan jauh
ke depan.
Nilai pertama adalah religius yang meliputi: sikap dan perilaku yang patuh
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Nilai kedua adalah jujur yang meliputi: perilaku yang didasarkan pada upaya
meliputi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Nilai
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Nilai kelima adalah
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki. Nilai ketujuh adalah mandiri yang meliputi: sikap dan perilaku yang
Nilai kedelapan adalah demokratis yang meliputi: cara berfikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Nilai
kesembilan adalah rasa ingin tahu yang meliputi: sikap dan tindakan yang
selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
kelompoknya.
Nilai kesebelas adalah cinta tanah air yang meliputi: cara berfikir,
ekonomi, dan politik bangsa. Nilai kedua belas adalah menghargai prestasi
senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Nilai keempat
belas adalah cinta damai yang meliputi: sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
kebajikan bagi dirinya. Nilai keenam belas adalah peduli lingkungan yang
meliputi: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Nilai ketujuh belas adalah
peduli sosial yang meliputi: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Nilai kedelapan
belas adalah tanggung jawab yang meliputi: sikap dan perilaku seseorang
Rasa ingin tahu, 10) Semangat kebangsaan, 11) Cinta tanah air, 12)
Menghargai prestasi, 13) Bersahabat atau komunikatif, 14) Cinta damai, 15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) Peduli sosial, dan 18) Tanggung
jawab.
3. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Novel menurut Waluyo (2011: 5) adalah bentuk karya sastra cerita fiksi
berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu
panjang, juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2009: 9-10). Novel dapat
lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan
yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang
Pengategorian ini berarti juga bahwa novel yang kita anggap sulit dipahami,
tidak berarti bahwa novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin
meminta penulis untuk menulis novel dengan gaya yang menurut anggapan
pembaca luwes dan dapat dicerna dengan mudah, karena setiap novel yang
selalu menjadi topik utama (Sayuti, 2000: 6-7). Masyarakat tentunya berkaitan
b. Jenis-jenis Novel
1) Novel Populer
secara intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Oleh karena itu,
dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Novel populer
serius atau novel populer bukanlah menjadi hal baru dalam dunia sastra. Usaha
ini sangat dipengaruhi oleh hal subjektif yang muncul dari pengamat, juga
banyak faktor dari luar yang menentukan. Misalnya, novel yang diterbitkan
oleh penerbit yang biasa menerbitkan karya sastra yang telah mapan, karya
tersebut akan dikategorikan sebagai karya yang serius, karya yang bernilai
2) Novel Serius
jika ingin memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi
disertai dengan kemauan untuk itu. Novel jenis ini, di samping memberikan
muncul pada novel serius memicu sedikitnya pembaca yang berminat pada
bertahan dari waktu ke waktu. Misalnya, karya Sutan Takdir, Armin Pane,
Sanusi Pane yang memunculkan polemik yang muncul pada dekade 30-an
yang hingga saat ini masih dianggap relevan dan belum ketinggalan zaman.
Namun, sebenarnya ada juga novel yang tergolong serius dan sekaligus laris
Nurgiyantoro (2009: 21) bahwa novel serius mengambil realitas kehidupan ini
C. Kerangka Berpikir
maksud yang terdapat di dalam novel tersebut. Hal tersebut tergambarkan dari
karakter di dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori. Untuk mengtahui nilai
ingin tahu, 10) Semangat kebangsaan, 11) Cinta tanah air, 12) Menghargai
prestasi 13) Bersahabat atau komunikatif, 14) Cinta damai, 15) Gemar
membaca, 16) Peduli lingkungan, 17) Peduli sosial, 18) Tanggung jawab.
dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori. Untuk memperjelas, dapat dilihat
skema kerangka berpikir berikut. Bertitik tolak dari uraian mengenai kerangka
berpikir peneliti tersebut, berikut ini adalah skema alur pemikiran peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ANALISIS NILAI
STILISTIKA PENDIDIKAN
KARAKTER