Jawaban UAS !
2. Al Quran
Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW. Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan
Malaikat Jibril. Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat
bagi Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah kerasulan dan
pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib
dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan
akhirat serta untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam surat Al
Isra ayat 88, Allah berfirman:
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu
satu sama lain."
Al-Sunnah
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta
mengakui bahwa sabda, perbuatan dan persetujuam Rasulullah
Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua
sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang
memerintahkan untuk mentaati Rasulullah SAW seperti firman Allah
SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu
berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Al-Ijma
Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al
Quran dan sunah Rasul. Dalam moraref atau portal akademik
Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma
sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan
perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma'
adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala
permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era
globalisasi dan teknologi modern.
Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma
sukuti. Ijma sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik
melalui pendapat maupun perbuatan terhadap hukum masalah tertentu.
Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang
dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit
dilakukan. Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan
ulama melalui cara seorang mujtahid atau lebih mengemukakan
pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa tertentu
kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak
ada seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan
perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti
pendapat itu.
Al-Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas
adalah bentuk sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang
memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya dalam kerangka teori
hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia
memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma
Al-Istihsan
Para ulama dari mazhab Hanabilah dalam kitab Raudah an-
Nazhir wa Jannat al-Munazhir oleh Ibnu Qudamah menjelaskan
pengertian istihsan adalah berpaling dari hukum dalam suatu masalah
disebabkan adanya dalil khusus yang menyebabkan pemalingan ini, baik
dari Kitab maupun dari Sunah.
Dijelaskan dari kesepakatan di atas, pengertian istihsan adalah
upaya memalingkan suatu dalil dari dalil yang lemah untuk diganti ke
dalil yang lebih kuat, tujuan kegiatan istihsan tak lain untuk
kemaslahatan umat manusia.
3. Talak atau perceraian yang dapat kembali rujuk itu dua kali (setelah itu
boleh memegang mereka) dengan jalan rujuk secara baik-baik tanpa
menyusahkan mereka (atau melepas), artinya menceraikan mereka (dengan
cara baik pula. Tidak halal bagi kamu) hai para suami (untuk mengambil
kembali sesuatu yang telah kami berikan kepada mereka) berupa mahar
atau maskawin, jika kamu menceraikan mereka itu, (kecuali kalau keduanya
khawatir), maksudnya suami istri itu (tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah), artinya tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah
digariskan-Nya. Menurut satu qiraat dibaca 'yukhaafaa' secara pasif,
Sedangkan 'an laa yuqiimaa' menjadi badal isytimal bagi dhamir yang
terdapat di sana.
Terdapat juga bacaan dengan baris di atas pada kedua fi`il tersebut.
Jika kamu merasa khawatir bahwa mereka berdua tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidaklah mereka itu berdosa mengenai uang
tebusan) yang dibayarkan oleh pihak istri untuk menebus dirinya, artinya tak
ada salahnya jika pihak suami mengambil uang tersebut begitu pula pihak
istri jika membayarkannya. Itulah seperti hukum-hukum yang disebutkan di
atas (peraturan-peraturan Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan Allah, maka merekalah
orang-orang yang aniaya).
7. Snouck Hurgronje (1857-1936) adalah nama yang tak asing bagi banyak
orang Indonesia yang belajar islamologi dan sejarah. Sebagai seorang
orientalis, kepakarannya dalam studi Islam memang sangat diakui.
Dalam The Crescent and the Rising Sun: Indonesian Islam Under the
Japanese Occupation, 1942-1945 (1958), Harry J. Benda mengatakan,
memang Snouck lah yang telah merumuskan untuk memisahkan Islam
dari politik dengan memilahnya menjadi dua bagian, yakni Islam religius
dan Islam politik. Kesimpulan ini ia peroleh setelah melakukan penelitian
kesusastraan, sejarah, dan etnografi selama bertahun-tahun.
Sebelum kedatangan Snouck ke Hindia Belanda pada 1889,
kebijakan yang diambil pemerintah kolonial terhadap Islam terkesan
inkonsisten. Di satu sisi, mereka mengembangkan sikap tidak mau ikut
campur dalam urusan-urusan ritual umat Islam, seperti saat ibadah salat,
zakat, ataupun jika umat Islam hendak membangun masjid. Namun di
sisi lain, mereka justru bersikap represif terhadap orang-orang Islam
yang hendak menunaikan ibadah haji. Snouck juga membagi golongan
Islam menjadi tiga kategori pokok berdasarkan lapangan aktivitas, yakni
Islam sebagai ritual keagamaan murni atau ibadat, Islam sebagai bidang
kemasyarakatan, dan Islam dalam bentuk kenegaraan.
Terhadap ketiga unsur Islam yang berbeda ini, ia menawarkan tiga pendekatan
yang berbeda pula. Sebagaimana diungkap Benda, kepada yang pertama,
pemerintah harus berlepas tangan atau tak usah ikut campur di dalamnya.
Sedangkan terhadap yang kedua—jika memungkinkan—pemerintah justru
harus memfasilitasi, seperti membantu dalam urusan ibadah haji. Tetapi untuk
kelompok yang ketiga, pemerintah harus bersikap keras dan tak pandang bulu.
Begitu pula halnya yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Hukum Islam
djadikan sebagai salah satu unsur yang mutlak untuk kelengkapan pengajaran
ilmu hukum di Fakultas Hukum.
Jadi tujuan mempelajari hukum islam yaitu Untuk dapat menjelaskan dan
menerangkan kembali aspek-aspek yang terdapat pada hukum islam itu sendiri
dan untuk mengetahui hubungan hukum yang terjadi antara hukum islam
dengan hukum-hukum lain yang ada di Indonesia.
KHI yang merupakan bentuk pembaharuan atas hukum Islam yang ada
dalam fikih-fikih klasik antara lain: harta bersama dalam perkawinan,
pencatatan nikah, ta’lik talak, wasiat wajibah, sertifikasi wakaf.
Hukum taklifi adalah hukum yang berlaku dan diterapkan dalam agama
Islam kepada orang yang sudah terkena syarat terhukum, yaitu sudah dewasa
(baligh), berakal (tidak gila), karena hal ini berkaitan dengan perintah dan
larangan Allah Swt. yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadits. Hukum Taklifi
adalah sesuatu yang menuntut suatu pegerjaan dari mukallaf, atau menuntut
untuk berbuat , atau memberikan pilihan kepadanya antara melakukan dan
meninggalkannya. Macam-macam hukum taklifi menurut Jumhur ulama Ushul
Fiqh yaitu: Ijab, Nadb, Ibahah, Karahah, Tahrim.