Anda di halaman 1dari 29

1.

berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, dan taat serta


patuh kepada-Nya, dengan penuh ketundukan dan perendahan diri
2. Secara garis besar ruang lingkup Islam terbagi atas tiga bagian yaitu:
1. Hubungan manusia dengan penciptanya (Allah SWT)
Firman Allah:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
(QS. Az Zariyat: 56)

Firman Allah:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
(QS. Al Bayyinah: 5)
2. Hubungan manusia dengan manusia
Agama Islam memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan,
kenegaraan, perekonomian dan lain-lain. Konsep dasar tersebut memberikan gamabaran
tentang ajaran yang berkenaan dengan: hubungan manusia dengan manusia atau disebut
pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Seluruh konsep kemasyaraktan yang ada bertumpu
pada satu nilai, yaitu saling menolong antara sesama manusia.

“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah: 2)

Manusia diciptakan Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup berkelompok
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Mereka saling membutuhkan dan saling mengisi
sehingga manusia juga disebut makhluk sosial, manusia selalu berhubungan satu sama lain.
Demikian pula keragaman daerah asal.

Tidak pada tempatnya andai kata diantara mereka saling membanggakan diri. Sebab
kelebihan suatu kaum bukan terletak pada kekuatannya, kedudukan sosialnya, warna kulit,
kecantikan/ketempanan atau jenis kelamin. Tapi Allah menilai manusia dari takwanya.

3. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya/lingkungannya


Seluruh benda-benda yang diciptakan oleh Allah yang ada di alam ini mengandung manfaat
bagi manusia. Alam raya ini berwujud tidak terjadi begitu saja, akan tetapi diciptak oleh
Allah dengan sengaja dan dengan hak.

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi
dengan hak?” (QS. Ibrahim; 19)

Manusia dikaruniai akal (sebagai salah satu kelebihannya), ia juga sebagai khalifah di muka
bumi, namun demikian manusia tetap harus terikat dan tunduk pada hukum Allah. Alam
diciptakan oleh Allah dan diperuntukkan bagi kepentingan manusia.
3. Qiyas

1. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu
yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain,
Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu
yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu
yang serupa karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Umpamanya hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al
Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (Qs.5:90)
Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan.
Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar dalam
hukumnya maka minuman tersebut adalah haram. Berhubung qiyas merupakan
aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur.
Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal
yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma
ulama.
2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan
qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha
mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna
menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka
menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal
karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini
menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.

Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i
dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila
tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang
kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka
berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i. Diantara ayat Al
Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari
kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak
menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-
benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah
mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-
sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka
memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan
orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai
orang-orang yang mempunyai wawasan. (Qs.59:2)
Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk
‘mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui, memindahkan
sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu melampaui suatu hukum
dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang diperintahkan. Hal yang
diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’ memiliki
pengertian melewati dan melampaui.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs.4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan ‘kembali
kepada Allah dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya
menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang dikehendaki
Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang
dinamakan qiyas.
Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits
Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya
oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di dalamnya qiyas, karena
qiyas merupakan salah satu macam ijtihad.
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya para
shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini diamalkan tanpa
seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu, perbuatan mereka secara
ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan waji b diamalkan.
Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’
kemudian ia berkata: “Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat saya, jika
(pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan. Yang dimaksud
dengan ‘kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak”. Pendapat ini
disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian
(dianalogikan) tidak memiliki bapak dan anak.
Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt
mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia
merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua, bahwa nash baik
Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia
lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang
menjadi sumber hukum syara’. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’
yang tetap berjalan dengan munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang
kemudian qiyas menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya
sesuai dengan syariat dan maslahah.
2. Rukun Qiyas
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal:
a. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis
alaihi
b. Furu’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-
maqîs.
c. Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum
asalnya. Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.
d. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun
atasnya.

C. Maslahah Mursalah
Yang dimaksud dengan mashlahah mursalah ialah maslahat yang secara
eksplisit tidak ada satu dalil pun yang mengakuinya ataupun menolaknya.
Maslahat ini merupakan maslahat yang sejalan dengan tujuan syara’
yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan
kebaikan yang dihajatkan oleh manusia serta terhindar dari kemudhorotan.
Karena tidak ditemukan variabel yang menola ataupun mengakuinya maka para
ulama berselisih pendapat mengenai kebolehannya dijadikan illat
hukum. Kalangan Malikiyyah menyebutnya maslahah mursalah, Al-Ghozali
menyebutnya istishlah, para pakar ushul fiqih menyebutnya al-munasib al-mursal al-
mula’im, sebagian ulama menyebutnya al-istidlal al-mursal, sementara Imam
Haromain dan Ibnu Al-Sam’ani memutlakkannya dengan istidlal saja.
Golongan yang mengakui kehujjahan maslahah mursalah dalam
pembentukan hukum
(Islam) telah mensyaratkan sejumlah syarat tertentu yang dipenuhi, sehingga
maslahah tidak
bercampur dengan hawa nafsu, tujuan, dan keinginan yang merusakkan manusia
dan agama.
Sehingga seseorang tidak menjadikan keinginannya sebagai ilhamnya dan
menjadikan syahwatnya sebagai syari`atnya. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan, Ahlul hilli wal aqdi dan mereka yang
mempunyai disiplin ilmu tertentu memandang bahwa pembentukan hukum itu
harus
didasarkan pada maslahah hakikiyah yang dapat menarik manfaat untuk manusi
a dan dapat menolak bahaya dari mereka. Maka maslahah-
maslahah yang bersifat dugaan, sebagaimana
yang dipandang sebagian orang dalam sebagian syari`at, tidaklah diperlukan, s
eperti dalih
mashlahah yang dikatakan dalam soal larangan bagi suami untuk menalak is
terinya, dan memberikan hak talak tersebut kepada hakim saja dalam semua keadaan.
Sesungguhnya
pembentukan hukum semacam ini menurut pandangan kami tidak mengandu
ng terdapat
maslahah. Bahkan hal itu dapat mengakibatkan rusaknya rumah tangga dan
masyarakat,
hubungan suami dengan isterinya ditegakkan di atas suatu dasar paksaan
undang-undang, tetapi bukan atas dasar keikhlasan, kasih sayang, dan cinta-mencintai.
2. Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu
dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit. Imam-Ghazali
memberi contoh
tentang maslahah yang bersifat menyeluruh ini dengan suatu contoh: oran
g kafir telah
membentengi diri dengan sejumlah orang dari kaum muslimin. Apabila kau
m muslimin dilarang membunuh mereka demi memelihara kehidupan orang Islam
yang membentengi mereka, maka orang kafir akan menang, dan mereka akan
memusnahkan kaum muslimin seluruhnya. Dan apabila kaum muslimin memerangi
orang islam yang membentengi orang kafir maka tertolaklah
bahaya ini dari seluruh orang Islam yang membentengi orang kafir tersebut. Demi
memlihara
kemaslahatan kaum muslimin seluruhnya dengan cara melawan atau m
emusnahkan musuh-musuh mereka.
3. Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju oleh
syari`. Maslahah tersebut harus dari
jenis maslahah yang telah didatangkan oleh Syari`.
Seandainya tidak ada dalil tertentu yang mengakuinya, maka maslahah tersebut
tidak sejalan dengan apa yang telah dituju oleh Islam. Bahkan tidak dapat disebut
maslahah.

3. Ikhtilaf Para Ulama tentang Maslahah Al Mursalah


Masalah al Mursalah tidak diterima oleh sebagian umat Islam, khususnya
mayoritas penganut mazhab asy-Syafi’iah sebagai dasar penetapan hukum Islam.
Dalam hal ini ada beberapa argumen yang mereka ajukan di antaranya yaitu :
1. Masalahat itu ada yang dibenarkan oleh syara’, ada yang ditolak oleh syara’ dan ada
pula yang diperselisihkan. Maslahat kategori pertama dan kategori kedua (yang
dibenarkan dan yang ditolak oleh syara’) tidak ada pertentangan di kalangan umat
Islam. Maslahat kategori pertama harus diterima sebagai dasar penetapan hukum
Islam, dan maslahat kategori kedua harus ditolak sebagai dasar penetapan hukum
Islam. Sedangkan maslahat kategori ketiga diperselisihkan, sebagian menerima
sebagai dasar penetapan hukum Islam, dan sebagian yang lain menolaknya. Sesuai
dengan definisi di atas, maslahat kategori ketiga inilah yang menjadi kajian dari
maslahah-mursalah atau istislah. Dengan demikian menurut kelompok umat Islam
yang tidak menerima maslahah-mursalah sebagai dasar penetapan hukum Islam
berpendapat, bahwa memandang maslahah-mursalah (kategori ketiga) sebagai hujjah
berarti mendasarkan penetapan hukum Islam kepada sesuatu yang meragukan.
2. Memandang maslahah-mursalah sebagai hujjah berarti menodai kesucian hukum
Islam karena penetapan hukum Islam tidak berdasarkan kepada nass-nass tertentu,
tetapi hanya mengikuti keinginan hawa nafsu belaka dengan dalih maslahat. Dengan
dalih maslahat dikhawatirkan akan banyak penetapan hukum Islam berdasarkan
kepada kepentingan hawa nafsu.
3. Bagi golongan ini, hukum Islam telah lengkap dan sempurna. Dengan menjadikan
maslahat sebagai dasar dalam menetap hukum Islam, berarti umat Islam tidak
mengakui prinsip kelengkapan dan kesempurnaan hukum Islam. Artinya hukum Islam
belum lengkap dan sempurna, masih ada yang kurang
4. Memandang maslahat sebagai hujjah akan membawa dampak terjadinya perbedaan
hukum Islam terhadap masalah yang sama (disparitas) disebabkan perbedaan kondisi
dan situasi. Dengan demikian akan menafikan prinsip universalitas, keluasan dan
fleksibelitas hukum Islam

4. 1. Basyar : (kulit) makhluk lahiriyah / biologis


Basyar dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat.[1]
Secara etimologi Basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat
tumbuhnya rambut.
Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia
adalah pada kulitnya.[2] Pada aspek ini terlihat perbedaan umum biologis manusia
dengan hewan yang lebih didominasi oleh bulu atau rambut. Makna etimologis dapat
dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan
dan keterbatasan, seperti makan, minum kebahagiaan dan sebagainya.
2. Insan : makhluk harmoni
Kata Insan yang berasal dari kata al-Uns dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 65 kali
dan tersebar dalam 43 surat.[3] Insan dapat diartikan secara etimologis adalah harmonis,
lemah lembut, tampak atau pelupa.[4]
Kata insan digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raganya.[5] Kata ini dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali.
Di antaranya terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 28.[6]
3. An-Nas : Makh sosial suka berkelompok
An-Nas dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 241 kali dan tersebar dalam 55 surat.[7]
Dalam al-Qur’an keterangan yang jelas menunjukkan pada jenis keturunan nabi Adam as.
kata an-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk social dan kebanyakan digambarkan
sebagai kelompok manusia tertentu yang sering melakukan mafsadah.[8]
4. Bani Adam : Makhluk beramal
Bani Adam di sebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 9 kali. Di antaranya pada surat Yasin
ayat 60.[9] Adam di dalam al-Qur’an mempunyai pengertian manusia dengan
keturunannya yang mengandung pengertian basyar, insan dan an-nas.[10]
Kata Bani Adam lebih ditekankan pada aspek amaliah manusia, sekaligus pemberi arah
ke mana dan dalam bentuk apa aktivitas itu dilakukan.[11]
5. Al-Ins : Damai (Dari jenis Insan)
Kata Al-Ins dalam Al-Qur’an digunakan sebanyak 18 kali, dari sekian banyak lafadz Al-Ins
hampir semua bersanding dengan kata Al-Jin.
Walau bersanding tapi kedua kata ini bukanlah kata yang memiliki makna serupa atau
kedudukan yang setara. Kata Al-Jin dalam Al-Qur’an menggambagkan suasana yang
mencekam dan mengerikan, kebuasan, dan kacau, sedangkan Al-Ins merupakan lawan
kata dari Al-Jin yaitu bermakna kelembutan, jinak, dan kedamaian. Dalam maqoyis al-
lughoh dan mu’jam ghorib al-quran lil ashfahani lafaz al-insu berarti berbeda dari jin.
Dalam mu’jam ghorib al-quran lil ashfahani ditambahkan bahwa al-insu berarti berbeda
juga dari sekelompok orang. Dikatakan seperti itu karena banyaknya sifat ramah atau
senangnya. Oleh karena itu dikatakan hewan yang jinak.
Kata Al-Ins dari akar katab yang sama dengan kata insaan,an-nas, dari tiga huruf Alif.
Nun, dan sin. Walau dari akar kata yang sama tapi ada bedanya :
Letak perbedaan penggunaan antara al-insu, al-nas, al-insanu yaitu:
Al-insu digunakan untuk menunjukkan jenis manusia itu sendiri. Oleh karena itu setiap
lafaz al-insu selalu disandingkan dengan al-jin
Dalam bebebrapa konteks al-insu sering bermakna suatu golongan ataupun individu.
Jumlah lafaz al insi di al-Quran ada 18:
Q.S Al-An’am: 112, 128, dan 130
6. Abd : Hamba : Makhluk yang tunduk
Hamba, jika dimaksudkan dengannya adalah al-muta’abbad yaitu yang ditunddukkan
maka mencakup seluruh makhluk, seluruh alam semesta yang berakal atau tidak, yang
kering maupun yang basah, yang bergerak maupun yang diam, yang nampak maupun
yang tersembunyi, yang mukmin maupun yang kafir, yang baik maupun yang fajir dan
sebagainya.
Seluruhnya adalah makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berada di bawa
pemeliharaan dan pengaturan-Nya, .
Dan jika dimaksdukan dengan hamba tersebut adalah yang mencintai dan yang tunduk
maka khusus bagi orang-orang yang beriman karena mereka adalah hamba-hamba Allah
yang mulia, wali-wali Allah yang bertakwa, tidak ada rasa takut pada diri mereka dan juga
tidak bersedih hati.
Misalnya Hamba Allah, HambaKu (lihat 17 : 1)

5. Tugas
Manusia mempunyai tugasnya yaitu Beribadah, seperti Sholat,
puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan ibadah adalah melaksanakan
semua aktifitas baik dalam hubungan dengan secara vertikal kepada Allah
SWT maupun bermuamalah dengan sesama manusia untuk memperoleh
keridoan Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan Hadist.
Dan tentunya dari makna ibadah dalam arti luas ini akan terpancarkan
pribadi seorang muslim sejati dimana seorang muslim yang mengerjakan
kelima rukun Islam maka akan bisa memberikan warna yang baik dalam
bermuamalah dengan sesama manusia dan banyak memberikan manfaat
selama bermuamalah itu.
Disamping itu, segala aktifitas yang kita lakukan baik itu aktifitas
ibadah maupun aktifitas keseharian kita dimanapun berada di rumah, di
kampus di jalan dan dimanapun haruslah hanya dengan niat yang baik dan
lillahi ta’ala, tanpa ada motivasi lain selain ALLAH, sebagai misal beribadah
dan bersedekah hanya ingin dipuji oleh orang dengan sebutan “alim dan
dermawan”; ingin mendapatkan pujian dari orang lain; ingin mendapatkan
kemudahan dan fasilitas dari atasan selama bekerja dan studi dengan
menghalalkan segala cara dan lain sebagainya. Sekali lagi jika segala
aktifitas bedasarkan niatnya karena Allah, dan dilakukan dengan peraturan
yang Allah turunkan maka hal ini disebut sebagai ibadah yang
sesungguhnya. Di dalam Adz Dzariyat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Kita beribadah kepada Allah bukan berarti Allah butuh kepada kita,
Allah sama sekali tidak membutuhkan kita. Bagi Allah walaupun semua
orang di dunia ini menyembah-Nya, melakukan sujud pada-Nya, taat pada-
Nya, tidaklah hal tersebut semakin menyebabkan meningkatnya kekuasaan
Allah. Demikian juga sebaliknya jika semua orang menentang Allah, maka
hal ini tak akan mengurangi sedikitpun kekuasaan Allah. Jadi sebenarnya
yang membutuhkan Allah ini adalah kita, yang tergantung kepada Allah ini
adalah kita, yang seharusnya mengemis minta belas kasihan Allah ini adalah
kita. Yang seharusnya menjadi hamba yang baik ini adalah kita. Allah
memerintahkan supaya kita beribadah ini sebenarnya adalah untuk
kepentingan kita sendiri, sebagai tanda terimakasih kepada-Nya, atas nikmat
yang diberikan-Nya, agar kita menjadi orang yang bertaqwa, Allah SWT
berfirman: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” [2 : 21]
Kewajiban dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Kewajiban terbatas

b) Kewajiban tidak terbatas

Tanggungjawab
Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala
sesuatunya. Sehingga bertanggungjawab adalah kewajiban menanggung,
memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawaban
dan menanggung akibatnya.

Berdasarkan penjalasan di atas, maka dapat kita jelaskan macam-macam


dari bentuk tanggungjawab sebagai berikut :

Macam-macam Tanggungjawab :
1. Tanggungjawab terhadap diri sendiri
“If it is to be, it is up to me” maksud dari pepatah lama tersebut adalah hanya
diri kita yang sepenuhnya bertanggungjawab terhadap kehidupan atau nasib
diri kita sendiri. Ada beberapa ketentuan untuk dapat melaksanakan
tanggungjwab kehidupan ini dengan baik. Ketentuan pertama adalah
mengenali dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri sendiri. Selain
itu, memahami tujuan hidup supaya
langkah untuk dikerjakan lebih terfokus. Yang terpenting dari semua itu
adalah berpikir dan bersikap positif walau apapun yang terjadi. Kesuksesan
dimasa depan tidak terkait erat dengan latar belakang maupun latar depan.
Keadaan dalam merespon keadaan menentukan tingkat keberhasilan. Suatu
keadaan yang sama, tetapi bila direspon secara berbeda maka akan
memberikan hasil yang berbeda pula. Sebagai contoh adalah kehidupan
mengenai sepasang saudara kembar di Amerika Serikat. Kejadian ini
berlangsung sekitar tahun 1950-an. Keluarga pasangan saudara kembar ini
berantakan. Sang kakak merespon keadaan itu secara positif, dan bertekad
untuk sukses dalam kehidupan. Berkat usaha keras dalam belajar dan
tekadnya yang besar, maka ia berhasil menjadi senator ternama di Amerika
Serikat. Sedangkan saudara kembarnya sendiri melihat kekacauan dalam
keluarganya itu secara negatif. Sehingga ia kehilangan kendali dan selalu
berusaha menghancurkan dirinya sendiri. Akibatnya, ia harus mendekam di
penjara seumur hidup karena melakukan tindakan kejahatan yang sangat
fatal. Tidak ada orang lain yang harus dipersalahkan. Kesalahannya sendiri
merupkan penyebab dari nasib buruknya itu. Dalam kisah tersebut terdapat
perbedaan rasa tanggungjawab hidup yang besar. Faktor pembeda yang
pertama adalah kepahaman terhadap potensi dalam diri masing-masing
individu. Sang kakak merasa memiliki potensi yang cukup untuk ia
kembangkan lebih lanjut. Oleh sebab itu, ia merasa bertanggung jawab untuk
dapat meraih kehidupannya yang lebih baik. Sedangkan sang adik sama
sekali tidak melihat potensi yang ada di dalam dirinya. Sehingga sang adik
tidak merasa mampu mengemban tanggungjawab kehidupam ini dengan
baik. Selain itu, sang kakak sudah menetapkan tujuan yang pasti, sehingga
setiap langkahnya terarah. Sedangkan sang adik tidak memiliki tujuan hidup
yang pasti. Sehingga, ia merasa tidak perlu bertanggungjawab terhadap
kehidupan ini. Sementara sang kakak selalu menyikapi keadaan secara
positif. Dilain pihak, sang adik tidak melihat sisi positif dari bencana yang
menimpa keluarga mereka. Perbedaan tingkat rasa tanggungjawab hidup
diantara mereka berdua telah menyebabkan perbedaan nasib yang sangat
besar pula.

Dari contoh di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa hanya diri kita
sendirilah yang bertanggungjawab menentukan
kehidupan seperti apa yang kita harapkan. Sedangkan orang lain tidak
bertanggungjawab terhadap nasib ataupun esuksesan kita. Peran dari orang
lain hanya bersifat sebagai instrumen yang melengkapai usaha diri kita
sendiri.
2. Tanggungjawab terhadap Keluarga
Secara tradisional keluarga adalah tempat dimana manusia saling
memberikan tanggungjawabnya. Si orang tua bertanggungjawab kepada
anaknya, anggota keluarga saling tanggungjawab. Anggota keluarga saling
membantu dalam keadaan susah, saling mengurus di usia tua dan dalam
keadaan sakit. Ini terlepas dari apakah kehidupan itu berbentuk perkawinan
atau tidak. Di lihat dari segi tanggungjawab, orang tua adalah orang yang
paling bertanggungjawab terhadap pendidikan anak. Anak dilahirkan dan
dibesarkan oleh orang tua, orang yang pertama kali dijumpai anak adalah
orang tuanya, jadi secara tidak langsung ayah dan ibu adalah guru pertama
bagi anak, disadari atau tidak oleh orang tua itu sendiri.

3. Tanggungjawab terhadap masyarakat


Manusia bertanggungjawab terhadap tindakan mereka. Manusia
menanggung akibat dari perbuatannya dan mengukurnya pada
berbagai norma. Ini merupakan bentuk dari tanggungjawab terhadap
masayarakat, dimana di dalam masyarakat telah ada aturan-aturan.
Kehidupan bersama antar manusia membentuk norma yang kemudian
berkembang menjadi aturan-aturan, hukum-hukum yang dibutuhkan suatu
masyarakat tertentu. Dalam negara-negara modern aturan-aturan atau
hukum-hukum tersebut termaktub dalam sebuah sistem hukum dan sama
bagi semua warga. Apabila aturan-aturan ini dilanggar yang bersangkutan
harus memperoleh hukuman atau sanksi. Jika ia misalnya merugikan hak
milik orang lain maka Pengadilan dapat menghukum sikap yang bersalah
(pelanggaran) berdasarkan KUHP.

4. Tanggungjawab terhadap bangsa / negara


Pendidikan merupakan salah satu dari contoh bentuk tanggungjawab
masyarakat atau lebih khususnya pelajar terhadap bangsa dan negara.
Karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang terbaik bagi
bangsa dan negara. Sumber Daya Manusia Indonesia masih sangat lemah
untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya
karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan
sebagai prioritas terpenting. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk
memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.

– Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan


sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan
modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-
ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-
ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan
ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan
berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif. Para penganut teori human
capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber
daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter.
Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang
lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa
pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan
kesehatan. Manfaat
moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan
seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu
dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. Sumber
daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan
nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang
yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk
membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan,
ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga
pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.

– Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang


lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang
lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang
dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan
yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja.

– Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain


fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan,
fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-
kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan
manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda.

Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk


mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu
perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila
sumber daya manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa
keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu
merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Dari paparan di atas tampak
bahwa pendidikan adalah wahana yang amat penting dan strategis untuk
perkembangan ekonomi dan integrasi bangsa.

5. Tanggungjawab terhadap Tuhan


Penciptaan manusia dilandasi oleh sebuah tujuan luhur. Maka, tentu saja
keberadaannya disertai dengan berbagai tanggungjawab. Konsekuensi
kepasrahan manusia kepada Allah Swt, dibuktikan dengan menerima seluruh
tanggungjawab (akuntabilitas) yang datang dari-Nya serta melangkah sesuai
dengan aturan-Nya. Berbagai tanggungjawab ini, membentuk suatu relasi
tanggungjawab yang terjadi antara Tuhan, manusia dan alam. Hal tersebut
meliputi antara lain: tanggungjawab manusia terhadap Tuhan,
tanggungjawab manusia terhadap
sesama, tanggungjawab manusia terhadap alam semesta serta
tanggungjawab manusia tehadap dirinya sendiri. Tanggungjawab manusia
terhadap Tuhan meliputi dua aspek pokok. Pertama, mengenal Tuhan.
Kedua, menyembah dan beribadah kepada-Nya.

Pengabdian dan Pengorbanan

Wujud tanggungjawab juga berupa pengabdian dan pengorbanan.


Pengabdian dan pegorbanan adalah perbuatan baik untuk kepentingan
manusia itu sendiri. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran,
pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta kasih sayang,
norma, atau satu ikatan dari semua itu dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian
itu pada hakekatnya adalah rasa tanggungjaab. Apabila orang bekerja keras
sehari penuh untuk mencapai kebutuhan, hal itu berarti mengabdi keapada
keluarga. Manusia tidak ada dengan sendirinya, tetapi merupakan mahluk
ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi kepada
Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan diri sepenuhnya kepada uhan, dan
merupakan perwujudan tanggungjawab kepad Tuhan.

Pengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang berarti


persembahan, sehingga pengorbanan berarati pemberian untuk menyatakan
kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu
mengandung keikhalasan yangtidak menganadung pamrih. Suatu pemberian
yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas semata-mata.
Perbedaan antara pengabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Karena
adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Antara sesame kawan sulit
dikatakan pengabdian karena kata pengabdian mengandung arti lebih
rendah tingkatannya, tetapi untuk kata pengorbanan dapat juga diterapkan
kepaa sesame teman..

Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat


berupa harta benda, pikiran dan perasaan, bahkan dapat juga berupa
jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada
perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan sja diperlukan. Pengabdian lebih
banyak menunjuk pada perbuatan sedangkan pengorbanan lebih banyak
menunjuk pada pemberian sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan,
tenaga, biaya. Dalam pengabdian selalu dituntut pengorbanan, tetapi
pengorbanan belum tentu menuntut pengabdian.

6.
7.
8. Perbedaan Masyarakat Madani dengan Civil Society
Istilah mas yarakat madani sebenarnya hanya salah satu di antara beberapa istilah lain yang seringkali
digunakan orang dalam penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia, padanan kata civil society.
Disamping masyarakat madani, padanan kata lainnya yang sering digunakan adalah masyarakat warga
atau masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, masyarakat beradab,atau masyrakat berbudaya.

Istilah civil society yang identik dengan masyarakat berbudaya (civilized society).
Lawannya, adalah “masyarakat liar” (savage society). Pemahaman yang melatari ini sekedar
mudahnya, agar orang menarik perbandingan di mana kata yang pertama merujuk pada masyarakat
yang saling menghargai nilai-nilai sosial-kemanusiaan (termasuk dalam kehidupan politik),
sedangkan kata yang kedua jika dapat diberikan penjelasan menurut pemikiran Thomas Hobbes,
bermakna identik dengan gambaran masyarakat tahap” keadaan alami” (state of nature) yang tanpa
hukum sebelum lahirnya negara di mana setiap manusia merupakan serigala bagi sesamanya (homo

homini lupus). Eksistensi civil society sebagai sebuah abstraksi sosial diperhadapkan secara kontradiktif
dengan masyarakat alami ( natural society).

Mendekati pengertian masyarakat madani, terjemahan lain yang juga sering digunakan
adalah masyarakat madani. Dibanding istilah lainnya ini yang paling populer dan banyak
digandrungi di Indonesia. Tak pelak bahwa kata “madani” merujuk pada Madinah, sebuah kota
yang sebelumnya bernama Yastrib di wilayah Arab, di mana masyarakat Islam di bawah
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di masa lalu pernah membangun peradaban tinggi. Menurut
Nurcholish Madjid, kata “madinah” berasal dari bahasa Arab “madaniyah”, yang berarti peradaban.
Karena itu, masyarakat madani berasosiasi ”masyarakat peradaban”.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai


kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Masyarakat madani,
konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society
yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium
Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta.
Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal
adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur
yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan
dengan kestabilan masyarakat.

Banyak orang memadankan istilah ini dengan istilah civil society, societas civilis (Romawi) atau koinonia
politike (Yunani). Padahal istilah “masyarakat madani “ dan civil society berasal dari dua sistem budaya
yang berbeda. Masyarakat madani merujuk pada tradisi Arab-Islam sedang civil society tradisi Barat
non-Islam. Perbedaan ini bisa memberikan makna yang berbeda apabila dikaitkan dengan konteks
istilah itu muncul. Dalam bahasa Arab, kata “madani” tentu saja berkaitan dengan kata “madinah” atau
‘kota”, ehingga masyarakat madani biasa berarti masyarakat kota atau perkotaan . Meskipun begitu,
istilah kota disini, tidak merujuk semata-mata kepada letak geografis, tetapi justru kepada karakter atau
sifat-sifat tertentu yang cocok untuk penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat
madani tidak asal masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah memiliki sifat-
sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu yang berperadaban. Dalam kamus bahasa Inggris diartikan
sebagai kata “civilized”, yang artinya memiliki peradaban (civilization), dan dalam kamus bahasa Arab
dengan kata “tamaddun” yang juga berarti peradaban atau kebudayaan tinggi. Penggunaan istilah
masyarakat madani dan civil society di Indonesia sering disamakan atau digunakan secara bergantian.
Hal ini dirasakan karena makna diantara keduanya banyak mempunyai persamaan prinsip pokoknya,
meskipun berasal dari latar belakang system budaya negara yang berbeda.

9. Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi


Dengan uraian secara deskriptif di atas, maka judul makalah ini dapat didekati agak menjadi
lebih jelas yang menghubungkan antara ajaran agama Islam dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Agama Islam banyak memberikan penegasan mengenai ilmu pengetahuan baik
secara nyata maupun secara tersamar, seperti yang disebut dalam surat Al-Mujadalah ayat
11 yang artinya sebagai berikut :

"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan."
Maksudnya sebagai berikut : sama-sama dari kelompok yang beriman, maka Allah SWT
akan masih meninggikan derat bagi mereka, ialah mereka yang berilmu pengetahuan.

Orang berilmu pengetahuan berarti menguasai ilmu dan memilki kemampuan untuk
mendapatkan dan menjelaskannya. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diperlukan
antara lain adanya sarana tertentu, yakni yang disebut “berpikir”. Jelasnya berpikir pada
dasarnya merupakan suatu proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, apabila di dalam Al-Qur’an sering-sering disebut dengan kata-kata
“berpikir” atau “berpikirlah” dan sebagainya. Dalam arti langsung maupun dalam arti
sindiran dapat kita artikan juga sebagai perintah untuk mencari atau menguasai ilmu
pengetahuan.

Dalam Al-qur’an dan Hadist sangat banyak ayat-ayat yang menerangkan hubungan
tentang ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan serta pemanfaatannya yang kita sebut
Iptek. Hubungan tersebut dapat berbentuk semacam perintah yang mewajibkan,
menyurum mempelajari, pernyataan-pernyataan, bahkan ada yang berbentuk sindiran.

Kesemuanya itu tidak lain adalah menggambarkan betapa eratnya hubungan antara
Islam dan Iptek sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Tegasnya hubungan antara Islam dan Iptek adalah sangat erat dan menyatu.

Dalam pandangan Islam, Iptek juga di gambarkan sebagai cara mengubah suatu
sumber daya menjadi sumberdaya lain yang lebih tinggi nilainya, hal ini ter-cover
dalam surat Ar-Ra’d syat 11, yaitu :

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya Al-Qur’an telah mendorong
manusia untuk berteknologi supaya kehidupan mereka meningkat. Upaya ini harus
merupakan rasa syukur atas keberhasilannya dalam merubah nasibnya. Dengan
perkataan lain, rasa syukur atas keberhasilannya dimanifestasikan dengan
mengembangkan terus keberhasilan itu, sehingga dari waktu kewaktu keberhasilan itu
akan selalu maningkat terus.

Pada masa Nabi sudah ada penemuan-penemuan yang bisa dinamakan dengan Iptek,
sepertihalnya Iptek dalam dunia pertanian. Para sahabat Nabi pernah melalukan
pembuahan buatan (penyilangan atau perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi
menyarankan agar tidak usah melakukannya. Kemudian ternyata buahnya banyak yang
rusak dan setelah itu dilaporkan kepada Nabi, maka Nabi berpesan “ Abirruu antum
a’lamu biumuuri dunyaakum” (lakukanlah pembuahan buatan! Kalian lebih
mengetahui tentang urusan dunia kalian).

Di dalam Al-Qur’an disebutkan juga secara garis besar, tentang teknologi. Yaitu tentang
kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang penciptaan
mahluk hidup, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya, dipacu akalnya
untuk menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya, meskipun Al-Qur’an bukan buku
kosmologi, atau biologi, atau sains pada umumnya, namun Al-Qur’an jauh sekali dalam
membicarakan teknologi.

Dari beragam uraian di atas bahwasanya kita dapat melihat sendiri bagaimana
pandangan Islam terhadap Iptek. Dalam pedoman utamanya (Al-Qur’an), banyak
disebutkan sesuatu hal yang berkaitan dengan Iptek, hal ini menunjukkan bahwa Islam
sangat erat sekali dengan Iptek. Jadi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini
merupakan wujud dari implikasi Al-Qur’an yang sebenarnya.

Banyak seruan-seruan di dalamnya yang menganjurkan manusia untuk berfikir dan


mengembangkan potensinya dalam pengetahuan. Namun satu hal yang sangat
disayangkan, umat muslim sangat rendah dalam bidang Iptek, sehingga ketinggalan
perkembangan dengan orang-orang non muslim. Semoga dengan ini umat Islam sadar
dan mau mengembangkan pengetahuannya dalam berbagia hal, sehingga menjadi
umat yang berkualitas dengan adanya ketakwaan dan pengetahuan yang ditinggi.

Nah, dengan demikian dapatlah kita tarik kesimpulan sebagai berikut:

Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) adalah keilmuan yang tinggi yang dimiliki oleh
seseorang dan mampu menjadi alat untuk menyelesaikan masalah.

Pandangan Islam terhadap Iptek adalah Iptek merupakan suatu hal yang tidak bisa
ditinggalkan oleh seseorang, karena sangat pentingnya Iptek, maka hal tersebut sering
disebut dalam Al-Qur’an. dalam arti Islam sangat menganjurkan pengembangan Iptek.

10.
11. Sejarah Kedudukan Ilmu di dalam Islam
Jika melihat sejarah, sering ada dugaan bahwa kemunduran dunia riset Islam dimulai ketika iklim
kebebasan berpikir – yang sering dianggap direpresentasikan kaum mu’tazilah – berakhir, dan
digantikan oleh iklim fiqh yang skripturalis dan kaku. Teori ini terbukti bertentangan dengan fakta
bahwa munculnya ilmu-ilmu fiqh dan ilmu-ilmu sains dan teknologi berjalan beriringan. Bahkan
ketika ilmu dasar ummat musim mulai kendur, teknologi mereka masih cukup tinggi untuk
bertahan lebih lamaHunke dengan cukup baik melukiskan latar belakang masyarakat Islam di
masa khilafah Islam sehingga keberhasilan pengembangan teknologi terjadi, dan ini bisa
diklasifikasikan menjadi dua hal.

Pertama adalah paradigma yang berkembang di masyarakat Islam, yang akibat faktor teologis
menjadikan ilmu “saudara kembar” dari iman, menuntut ilmu sebagai ibadah, salah satu jalan
mengenal Allah (ma’rifatullah), dan ahli ilmu sebagai pewaris para nabi, sementara percaya
tahayul adalah sebagian dari sirik. Paradigma ini menggantikan paradigma jahiliyah, atau juga
paradigma di Romawi, Persia atau India kuno yang menjadikan ilmu sesuatu privilese kasta
tertentu dan rahasia bagi awam. Sebaliknya, Hunke menyebut “satu bangsa pergi sekolah”, untuk
menggambarkan bahwa paradigma ini begitu revolusioner sehingga terjadilah kebangkitan ilmu
dan teknologi. Para konglomeratpun sangat antusias dan bangga bila berbuat sesuatu untuk
peningkatan taraf ilmu atau pendidikan masyarakat, seperti misalnya membangun perpustakaan
umum, observatorium ataupun laboratorium, lengkap dengan menggaji pakarnya.
Kedua adalah peran negara yang sangat positif dalam menyediakan stimulus-stimulus positif bagi
perkembangan ilmu. Walaupun kondisi politik bisa berubah-ubah, namun sikap para penguasa
muslim di masa lalu terhadap ilmu pengetahuan jauh lebih positif dibanding penguasa muslim
sekarang ini. Sekolah yang disediakan negara ada di mana-mana dan bisa diakses masyarakat
dengan gratis. Sekolah ini mengajarkan ilmu tanpa dikotomi ilmu agama dan sains yang bebas
nilai.

Rasulullah pernah mengatakan “Antum a’lamu umuri dunyaakum” (Kalian lebih tahu urusan dunia
kalian) – dan hadits ini secara jelas berkaitan dengan masalah teknologi – waktu itu teknologi
penyerbukan kurma. Ini adalah dasar bahwa teknologi bersifat bebas nilai. Bahkan Rasulullah
telah menyuruh umat Islam untuk berburu ilmu sampai ke Cina, yang saat itu pasti bukan negeri
Islam.
B. Qur’an sebagai Sumber Inspirasi Ilmu
Obsesi menjadikan Qur’an sebagai sumber inspirasi segala ilmu tentu suatu hal yang positif,
karena ini bukti keyakinan seseorang bahwa Qur’an memang datang dari Zat Yang Maha Tahu.
Namun, obsesi ini bisa jadi kontra produktif jika seseorang mencampuradukkan hal-hal yang
inspiratif dengan sesuatu yang empiris, atau memaksakan agar kaidah hukum empiris sesuai
penafsiran inspiratifnya.

12. PERAN DAN FUNGSI MASJID

1. Peran masjid

Dalam arti khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk
menjalankan ibadah, terutama salat jema’ah. Pengertian ini juga menggerucut
menjadi, masjid yang digunakan untuk salat jum’at disebut masjid jami’. Karna salat
jum’at diikuti oleh orang banyak maka masjid jami’ biasanya besar. Sedangkan
masjid yang hanya digunakan untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa
juga di kantor, dan biasnya tidak terlalau besar atau bahkan kecil sesuai dengan
keperluan, disebut musholla, artinya tempat solat. Dibeberapa daerah, musholla
diberi nama langgar atau surau. Jika menengok sejarah Nabi, ada tujuh langkah
strategisbyang dilakukan oleh Rasul dalam membangun masyarakat madani
dimadinah.

1. Mendirikan masjid
2. Mengikat persaudaraan antar komunitas muslim
3. Mengikat perjanjian dengan nonmuslim
4. Membangun sitem politik(syura)
5. Meletakkan system dasar ekonomi
6. Membangun keteladanan pada elit masyarakat
7. Menjadikan ajaran Islam sebagai system nilai dalam masyarakat

Ketika Nabi memilih membangun masjid sebagai langkah pertama membangun


masyarakat madani, konsep masjid bukan hanya sebagai tempat solat, atau tempat
berkumpulnya kelompok masyarakat(kabilah) tertentu, tetapi masjid sebagai majlis
untuk memotifisir atau

Beberapa peran masjid dalam kehidupan kita adalah:


1. Peran ruhaniyah masjid

Peran masjid yang paling utama adalah untuk menmemotivasi dan membangkitkan
kekuatan ruhanyah dan imam, sebaliknya, jika kita merenungkan tentang peran
tempat-tempat peribadatan agama lain, kita lihat bahwa tempat-tempat tersebut
merupakan tempat dilakukannya perbuatan yang tercela. Karna masjid sangat
berbeda, suasana yang berlaku dalam masjid karna mendorong untuk diamalkannya
ibadah dan shalat,islam benar-benar membasmi perbuatan yang hina, seperti sebelum
islam datang orang-orang arab biasanya bertwaf di ka’bah dalam keadaan telanjang
bulat sebagai suatu ibadah, dan hal ini dilakukan secara bersama-sama oleh laki-laki
dan perempuan.

Di dalam islam juga kita bisa beribadah dimana pun tempat asalkan tempat itu bersih
dan suci, islam juga mengajar kan kita kita untuk bertutur yang sopan, dan
menghindari perkataanyang keji.[1] Islam memerintahkan para pemeluknya untuk
shalat lima kali sehari semalam di mesjid, sehingga aktifitas keduniaan mereka di
sesuaikan dengan shalat lima waktu di mesjid.[2]

2. Mesjid sebagai pusat kebudayaan

Peran mesjid yang terpenting dalam masyarakat juga untuk menghidupkan


kebudayaan yang ada, kebudayaan islam meliputi setiap bidang kehidupan, dan ia
mencerminkan cara kehidupan islam yang lengkap, dan memiliki hubungan yang
khusus dan mendasar dengan pengetahuan yang muncul sejak lahirnya
islam.[3] Budaya-budaya yang dimaksud di sini yakni seperti memiliki madrasah-
madrasah unruk anak-anak menuntut ilmu seperti al-quran dan hadits. Jadi kita harus
bisa memahami budaya yang ada dalam agama kita, jangan lah kita terlalu larut
dalam budaya barat yang hanya akan membawa kita kedalam lembah kesesatan.

3. Peran mesjid dalam bidang social

Dalam bidang social peran masjid tentu begitu penting, dengan adanya masjid
didekat kita maka akan lebih memudahkan kita untuk melaksanakan shalat lima
waktu, dan kita akan tau waktu shalat lebih cepat karna adanya orang yang azan, dan
yang lebih penting dengan masjid dekat dengan lingkungan kita itu membuat kita
rajin untuk shalat jema’ah, karna pahala shalat jema’ah 27 derjat lebih mulia dari
pada shalat sendiri. Dalam buku Suprianto Abdullah peran mesjid dalam bidang
social yakni semua urusan kemasyarakatan, baik yang menyangkut urusan pribadi
maupun bersama akan dibicarakan di dalam mesjid, dan segala keputusan akan
diselesaikan semua nya didalam mesjid.dengan keterangan diatas peran mesjid dapat
membuktikan bahwa dalam islam urusan ruhani maupun dunia dan kebendaan saling
terkait, dan adalah sebagai pusatnya.

4. Peran mesjid dalam bidang politik


Dalam bidang politik yang dimainkan umat islam yang shalih dan taat boleh
dikatakan bahwa politik adalah hal yang terlarang, karna bagaimana pun politik
adalah alat untuk mencapai tujuan yang banyak mengandung arti keji, seperti kita
lihat pada saat ini politik hanya lah sebuah kebohongan untuk mencapai sebuah
kemakmuran, yang belum tentu lama untuk kita nikmati, apa gunanya kita bahagia
dalam kebohongan. Saat politik seakan saama dengan korupsi, tipu daya, dan haus
akan sebuah kekuasaan.

Sesungguhnnya politik yang diterapkan dalam islam adalah politik untuk menyeru
manusia agar mereka dapat berserah diri secara mutlak kepada allah, dan menolak
secara mutlak hal-hal yang bertentangan dengan kehendak allah dan agar saling
menjaga hubungan yang selaras dengan sesama manusia.[4]

1. Fungsi mesjid

Fungsi mesjid bagi kehidupan manusia itu sangat lah penting sebagaimana di uraikan
di bawah ini:

Fungsi mesjid pada masa


kini Mesjid sebagai pusat
kehidupanShalat fardhu yang kita lakukan hendaknya selalu dikerjakan secara
berjamaah di masjid. Karna sebagaimana kita ketahui lebih mulia dari pada shalat
sendiri.[5]

1. Sebagai sentra peribadatan umat islam, terutama dalam shalat lima waktu
2. Sebagai sekolah, tempat para ulama besar berkumpul dalam mengajarkan ilmu
tentang syari’at-syari’at islam. Masjid nabawi di madinah telah menyebarkan
fungsinya sehingga lahir peranan mesjid yang beraneka ragam, sejarah mencatat
tidak kurang dari sepuluh peranan yang telah di emban oleh mesjid nabawi yaitu
sebagai berikut:[6]
3. Tempat ibadah.
4. Tempat konsultasi dan komunikasi.
5. Tempat pendidikan.
6. Tempat santunan social.
7. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya.
8. Tempat pengobatan para korban perang.
9. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
10. Aula dan tempat menerima tamu.
11. Tempat menawan tahanan.
12. Pusat penerangan atau pembelaan agama.

Fungsi dan peranan mesjid besar seperti pada masa keemasan islam tentunya sulit
untuk diwujudkan pada masa kini. Karena pada saat ini mesjid tidak begitu berarti
dan tidak terlalu di pandang oleh umat sekarang ini, mesjid multi fungsi yang pernah
tercipta pada masa Rasullullah sekarang mulai pudar.[7]

Fungsi masjid pada masa Rasullullah Masjid pada masa Rasullah SAW bukan
hanya sekedar tempat penyaluran emosi religious semata ia telah dijadikan pusat
aktifitas umat. Hal-hal yang dapat direkam sejarah tentang fungsi masjid di
antaranya:

1. Tempat latihan perang. Rasullullah saw mengizinkan aisyah menyaksikan dari


belakang beliau orang-oramg habsyah berlatih menggunakan tombak mereka
dimasjid Rasullullah pada hari raya.
2. Balai pengobatan tentara muslim yang terluka, Sa’ad bin Muadz terluka ketika
perang khandaqn\maka Rasullullah mendirikan kemah masjid
3. Tempat tinggal sahabat yang ditinggal.
4. Tempat menerima tamu ketika urusan kaumTsafiq datang kepada NAbi saw beliau
menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai ttempat perjamuan mereka.
5. Tempat penahanan tawanan perang.
6. Rasullullah menggunakan masjid tempat penyelesaian perselisihan antara para
sahabat.
7. Selain hal-hal atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing musafir
atau tunawisma. Dimasjid mereka mendapatkan pakaian, makan, minum, dan
kebutuhan lainnya.
8. Masjid Rasullullah saw adalah masjid yang berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid
tersebut sebagai tempat menimbah Ilmu menyucikan jiwa dan raga.

Yang lebih strategis lagi, pada zaman Rasullullah, masjid adalah pusat
pengembangan masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar
arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal, prinsip-prinsip keberagaman, tentang
system masyarakat baru, juga ayat-ayat alqur’an yang baru turun. Didalam masjid
pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang
dikumandangkan lima kali sekali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat
dalam membangun kebersamaan.[8]

Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi akses-akses dimana bisnis dan


urusan duniawi lebih dominan dalam pikran disbanding ibadah meski didalam
masjid, dan hal ini memberikan inspirasi kepada Umar bin Khatab untuk membangun
fasilitas di dekat masjid, dimana masjid lebih utama untuk hal-hal yang jelas makna
ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih dimensi duniawi,
umar membuat ruang khusus disamping masjid. Itulah asal usulnya sehinnga pada
masa sejarah zaman klasik hingga sekarang, pasar dan sekolahan selalu ada
masjidnya.

Menurut Suryo AB (Al-tasamuh-2003) mengatakan Diera kebangkitan umat saat ini.


Fungsi dan peran masjid mulai diperhitungkan. Setidaknya ada empat fungsi dan
peran masji dalam manjemen ppotensi umat
1. Pusat pendidikan dan pelatihan. Saat sumber daya manusia menjadi salah satu ikon
penting dari proses peletakan batu pertama pembangunan umat. Proses menuju
kearah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian pelatihan-
pelatihan.
2. Pusat perekonomian rakyat. Koperasi dikenal sebagai guru perekonomian rakyat
Indonesia. Namun dalam kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak
laku. Tterlepas dari berbagai macam alas an mengenai koperasi, tak ada salahnya bila
masjid mengambil alih sebagai koperasi yang positif bagi umat.
3. Pusat penjaringan bagi umat. Masjid dengan jama’ah yang selalu hadir sekedar untuk
menggugurkan kewajibannya terhadap tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan,
bahkan ribuan orang jumlahnya.
4. Pusat kepustakaan, perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad adalah
“membaca” . dan sudah sepatutnya kaum muslimin gemar membaca, dalam
pengertian konseptual maupun kontekstual. Saat ini sedikit kali dijumpai dari
kalangan yang dikategorisasikan sebagai golongan menengah pada tataran
intelektual.

Secara umum pengelolaan masjid kita masih memprihatinkan, apa kiranya


solusibyang bisa dicoba untuk ditawarkan dalam mengaktualkan fungsi dan peran
masjid diera modern. Hal ini selayaknya perlu kita pikirkan bersama agar masjid
dapat menjadi sebtra aktivitas kehidupan umat kembali sebagai mana telah
ditauladankan oleh Rasullullah saw bersama para sahabatnya.

Pada masa sekarang masjid semakin perlu untuk difungsikan, diperluaskan jangkaun
aktifitas dan pelayanan nya serta ditangani dengan organisasi dan manajemen yang
baik, tegasnya, perlu tindakan-tindakan mengaktualkan fungsi dan peran masjid
dengan member warna dan nafas modern. Pengertian masjid sebagai tempat ibadah
dan pusat kebudayaan islam telah memberi warna tersendiri bagi umat Islam modern.
Tidaklah mengherankan bila suatu saat, Insya Allah, kita jumpai masjid yang
dikelola dengan baik, terawatt kebersihannya, kesehatan dan keindahannya.
Terorganisir dengan manjemen yang baik serta memiliki tempat pelayanan social
seperti: poliklinik, TPA, Sekolah, madrasah diniyah, majelis ta’lim, dan lain
sebagainya.[9]

——- AVICENNA BATUTAH —

NB:

ISI POST INI BISA BERUBAH KAPANPUN, SESUAI TAMBAHAN


REFERENSI YANG PENULIS PEROLEH. ADAPUN “ JANGAN “ MENELAN
APA YANG TERTULIS DALAM TULISAN INI, KECUALI MANA YANG
JELAS SUMBER YANG TELAH PENULIS CANTUMKAN. ADPUN JIKA
NANTI DITEMUKAN SUMBER YANG SALAH DAN PENULISAN YANG
SALAH, MAKA HAL YANG PALING BIJAK ADALAH MEMBERIKAN
ARAHAN DEMI MENCAPAI KEBENARANNYA.
[1] Peran dan fungsi masjid, Suprianto Abdullah,cahaya hikmah:2003 hal: 5

[2] Ibid hal :6

[3] Ibid hal 8

[4] Ibid hal : 11

[5] Ibid hal: 17

[6] Manajemen masjid,Budiman Mustafa, ziyad : 2007 hal :27

[7] Ibid hal: 30

[8] Moh. E. Mukhsin Ayub. Mk dan Ramlan Majoned.2001, Manajemen


masjid:petunjuk praktis bagi par pengurus.gema insane press. Hal : 75-78

[9] Ibid hal :80

13. DEFINISI ZAKAT


Zakat adalah kata bahasa Arab “az-zakâh”. Ia adalah masdar dari fi’il madli
“zakâ”, yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang. Ia juga bermakna
suci. Dengan makna ini Allah berfirman:

9 :‫قَ ْد أ َ ْفلَ َح َمن زَ َّكاهَا )الشمس‬


Artinya: “Sungguh beruntung orang yang mensucikan hati”. (QS. As-Syams: 9)

Secara istilah fiqhiyah, zakat ialah sebuah ungkapan untuk seukuran yang telah
ditentukan dari sebagian harta yang wajib dikeluarkan dan diberikan kepada
golongan-golongan tertentu, ketika telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan. Harta ini disebut zakat karena sisa harta yang telah dikeluarkan
dapat berkembang lantaran barakah doa orang-orang yang menerimanya. Juga
karena harta yang dikeluarkan adalah kotoran yang akan membersihkan harta
seluruhnya dari syubhat dan mensucikannya dari hak-hak orang lain di
dalamnya.

Selain nama zakat, berlaku pula nama shadaqah. Shadaqah mempunyai dua
makna. Pertama ialah harta yang dikeluarkan dalam upaya mendapatkan ridho
Allah. Makna ini mencakup shadaqah wajib dan shadaqah sunnah (tathawwu’).
Kedua adalah sinonim dari zakat. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
At-Taubah ayat 60:

‫ام ِلينَ َعلَ ْي َها َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة قُلُوبُ ُه ْم َوفِي‬


ِ َ‫ين َو ْالع‬ َ ‫اء َو ْال َم‬
ِ ‫سا ِك‬ ِ ‫ص َدقَاتُ ِل ْلفُقَ َر‬
َّ ‫إِنَّ َما ال‬
‫سبِي ِل )التوبة‬ ِ َّ ‫سبِي ِل‬
َّ ‫َّللا َواب ِْن ال‬ َ ‫َار ِمينَ َوفِي‬ ِ ‫ب َو ْالغ‬ ِ ‫الرقَا‬
ِّ ِ : 60)
Artinya: “Sesungguhnya shadaqah-shadaqah itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 60)

Makna As-Shadaqat dalam ayat tersebut adalah shadaqah yang wajib (zakat),
bukan shadaqah tathawwu’.
Selanjutnya makna shadaqah disesuaikan dengan konteks pembicaraan dan
pembahasannya. Jika konteknya adalah zakat, maka shadaqah berarti zakat
dan begitu pula sebaliknya.

B. SEJARAH PENSYARIATAN ZAKAT


Pada dasarnya, kewajiban zakat bukan khususiah ummat Islam. Zakat telah
disyariatkan kepada umat-umat terdahulu. Dalam Islam, pensyariatan zakat
dilakukan dalam beberapa fase. Pada periode Mekah, sebenarnya telah turun
ayat-ayat tentang perintah zakat, diantaranya adalah firman Allah:

ِ ‫سائِ ِل َو ْال َم ْح ُر‬


(25-24 :‫وم )المعارج‬ َّ ‫ ِلل‬، ‫َوالَّذِينَ فِي أ َ ْم َوا ِل ِه ْم َح ٌّق َم ْعلُو ٌم‬
Artinya: “dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi
orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang
tidak mau meminta)”. (QS. Al-Ma’arij: 24-25)

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan bahwa mengenai awal turunya perintah


zakat terdapat perselisihan pendapat dikalangan ulama. Ibnu Huzaimah dalam
shahihnya mengatakan bahwa kewajiban zakat turun sebelum hijrah. Menurut
pendapat yang shahih, dan menjadi pendapat mayoritas ulama, pensyariatan
zakat terjadi pada tahun ke-8 setelah Rasulullah SAW melakukan hijrah dari
Mekah ke Madinah, sebelum diturunkannya kewajiban puasa ramadhan.

C. HUKUM DAN DALIL ZAKAT


Zakat adalah salah satu rukun Islam. Ia adalah wajib berdasarkan dalil-dalil
qath’i dan merupakan perkara ma’lum fiddin bid dharurah, sehingga keraguan
dan keingkaran akan kewajiban zakat menyebabkan kekufuran. Dalil terpenting
kewajiban zakat adalah:

َّ ‫أَقِي ُمواْ ال‬


َّ ْ‫صالَة َ َوآتُوا‬
(43 :‫الز َكاة َ )البقرة‬
Artinya: “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. (QS. Al-Baqarah: 43)

Perintah semacam ini, diulang hingga pada 32 tempat dalam al-Quran. Hal ini
menunjukkan bahwa kedudukan zakat sangat penting dalam syariat Islam.

Dalil-dalil zakat dalam hadits juga sangat banyak, diantaranya adalah sabda
Rasulullah SAW:

،‫ شهادة أن ال إله إال هللا وأن محمدا ً رسول هللا‬:‫بني اإلسالم على خمس‬
‫ وصوم رمضان )رواه البخاري‬،‫ والحج‬،‫ وإيتاء الزكاة‬،‫وإقام الصالة‬
‫)ومسلم وغيرهما‬
Artinya: “Islam dibangun di atas lima perkara: Bersaksi tiada Tuhan selan Allah
dan Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
menunaikan haji dan puasa ramadhan”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits yang disepakati keshahihannya (al-muttafaq alaih) disebutkan


bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’adz ketika ia diutus ke Yaman:
“Jika mereka taat, maka kabarkanlah bahwa Allah mewajibkan mereka
shadaqah yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan
kepada orang-orang faqir mereka”.

Disamping ayat al-Quran dan hadits, kewajiban zakat juga disokong dengan
konsensum ulama (ijma’). Ulama Islam dalam setiap masa hingga saat ini
sepakat akan kewajiban zakat ini. Para sahabatpun sepakat bahwa orang-
orang yang tidak mau mengeluarkan zakat boleh diperangi.

D. HIKMAH DAN FUNGSI ZAKAT


Hikmah dan fungsi zakat sangat banyak dan tidak dapat dimuat secara
keseluruhan dalam lembar-lembar makalah ini. Yang jelas, secara global
hikmah dan fungsinya kembali kepada kebaikan pemberi dan penerima zakat,
yang pada tahap selanjutnya, memberikan kebaikan dan kesejahteraan sosial
secara menyeluruh. Berikut adalah sebagian hikmah dan fungsi zakat:

1. Zakat dapat membiasakan muzakki (pemberi zakat) untuk bersifat


dermawan, dan melepaskan dirinya dari sifat-sifat bakhil, apalagi jika ia mampu
merasakan manfaatnya, serta menyadari bahwa zakat mampu
mengembangkan harta yang dimiliki.
2. Zakat dapat memperkuat jalinan ukhuwah dan mahabbah antara diri muzakki
dan orang lain. Jika kepopuleran zakat dapat tergambarkan, hingga setiap
muslim sadar diri untuk menunaikannya, maka tergambarkan pula nuansa kasih
sayang, kuatnya persatuan, dan teguhnya persaudaraan.
3. Zakat mampu memperkecil jarak kesenjangan sosial, menghilangkan
kecemburuan sosial dan meredam tingkat kejahatan.
4. Zakat mampu mengentaskan kemiskinan yang pada akhirnya memperkecil
angka pengangguran dan membangkitkan geliat perekonomian.
5. Zakat adalah sarana yang paling manjur dalam mensucikan hati dari sifat-
sfat dengki, hasud dan dendam, dimana ketiga sifat ini adalah penyakit utama
masyarakat yang paling mematikan. Dalam hal ini Allah berfirman:

َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬


َ ُ ‫ص َدقَةً ت‬
(103 :‫ط ِ ِّه ُر ُه ْم َوتُزَ ِ ِّكي ِه ْم ِب َها )التوبة‬
Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka”. (QS. At-Taubah: 103)

6. Zakat menghilangkan sifat cinta dunia, yang merupakan sumber segala


kesalahan
7. Zakat adalah pelebur dosa dan penyembuh berbagai macam penyakit

14. Zakat menurut bahasa artinya adalah membersihkan diri atau


mensucika diri. Sedangkan menurut istiah zakat adalah kadar harta
tertentu yang wajib dikeluarkan kepada orang yang membutuhkan
atau yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu
sesuai dengan syariat islam. Zakat terbagi menjadi dua yaitu zakat
fitrah dan zakat mal.

Zakat Fitrah
Apa yang dimaksud dengan zakat fitrah ? adalah zakat yang wajib
dikeluarkan oleh setiap orang islam. Laki laki dan perempuan, besar
dan kecil, merdeka atau hamba sahaya. Tujuanya untuk
membersihkan jiwa / diri seseorang yang sudah melaksanakan
puasa. Zakat fitrah berupa makanan pokok yang mengenyangkan
yaitu sebanyak 3,2 liter atau 2,5 kg.
Hukum Zakat fitrah
Hukum dari zakat fitrah hukumnya adalah wajib ain yang artinya
wajib bagi muslim laki laki, perempuan, tua maupun muda.

Waktu pembayaran zakat fitrah


berikut adalah beberapa waktu yang diperbolehkan, wajib, sunnah,
makruh, dan haram pada saat pembayaran zakat fitrah.
a. Waktu yang diperbolehkan, yaitu dari bulan ramadhan sampai
terakhir bulan ramadhan
b. Wajtu yang Wajib, yaitu dari terbenam matahari penghabisan
bulan ramadhan.
c. Waktu yang lebih baik (sunnah), yaitu dibayarkan sesudah shalat
shubuh, sebelum pergi shalat ied.
d. Waktu makruh, yaitu membayar zakat fitrah sesudah shalat ied,
tetapi sebelum terbenam matahari, pada hari raya idul fitri.
e. Waktu haram, yaitu membayar zakat fitrah setelah terbenam
matahari pada hari raya idul fitri.

Syarat Wajib Zakat Fitrah.


Berikut adalah Syarat wajib mengeluarkan zakat fitrah:
a. Islam. orang yang bukan islam tidak wajib
b. Dilaksanakan sesudah terbenam matahari diakhir bulan
Ramadhan
c. Mempunyai kelebihan harta untuk keperluan makan dirinya sendiri
dan keluarga.
Rukun Zakat Fitrah
Berikut adalah Rukun dari zakat fitrah.
a. Niat zakat
b. Orang yang berzakat atau nama lainya adalah muzakki
c. Orang yang menerima atau nama lainya adalah Mustahik
d. Makanan pokok yang dizakatkan.

Zakat Mal
Pengertian zakat mal , menurut bahasa adalah berasal dari kata
tazkiyah yang artinya adalah menyucikan harta benda. Sedangkan
menurut istilah kadar harata benda tertentu yang wajib dikeluarkan
oleh umat islam yang memenuhi syarat kepada orang yang berhak
menerimanya.

Hukum Zakat mal


Mengeluarkan zakat Mal hukumnya adalah Wajib bagi orang
islam yang memenuhi syarat. Tujuanya adalah untuk membersihkan
diri dari harta benda yang dimilikinya.

Syarat Zakat Mal


Apa Syarat dari mengeluarkan Zakat mal ? syaratnya adalah
a. Islam
b. Merdeka
c. Cukup senisab ( batas jumlah minimal)
d. Cukup waktunya (haul)

Rukun dari Zakat mal


Berikut adalah rukun dari zakat mal , yaitu
a. Niat berzakat
b. Orang yang berjakat (muzakki)
c. Orang yang menerima (mustahik)
d. Barang/harta yang dizakatkan

Waktu pelaksanaan Zakat Mal


Zakat mal dikeluarkan setahun sekali bila sudah cukup nisabnya
kecuali hasil panen dan temuan sedangkan zakat fitrah dikeluarkan
pada bulan ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri.

Yang berhak menerima Zakat adalah :


Berikut adalah yang berhak menerima zakat, yaitu
1) Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi kehidupanya.

2) Orang miskin: orangyang tidak cukup penghidupannya dan dalam


keadaan kekurangan.
3) Pengurus zakat : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan
dan membagikan zakat.

4) Muallaf: orang kafir yang ada harapan untuk masuk agama islam
dan orang yang baru mask agama islam yang imanya masih kurang
atau lemah.

5) Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim


yang ditawan oleh orang orang kafir.

6) Orang berhutang : orangyang berhutang karena untuk


kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup
membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara
persatuan umat islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun
ia mampu membayarnya.

7) Pada jalan allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan


islam dan kaum muslimin. diantara mufasirin ada berpendapat bahwa
fisabilillah itu mencakup juga kepentingan kepentingan umum seperti
mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain lain.

8) Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat


mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya tersebut.

sekian artikel saya tentang Pengertian dan Penjelasan Zakat mal


dan Zakat fitrah Semoga artikel yang saya berikan bermanfaat bagi
anda. dan jangan lupa untuk tetap membaca artikel di febrian.web.id ,
berbagai macam artikel ada disini.

Anda mungkin juga menyukai