Anda di halaman 1dari 3

Nama : Eky Septia Paramita

NIM : 23106620173

Tugas 3
1. Bagaimana pendapat saudara tentang definisi Qiyas baik secara etimologi serta
terminologi dengan mendasarkan pendapat para pakar ilmu islam...? Tulis analisis
saudara...!
Jawab :
Secara etimologi, qiyas merupakan bentuk masdar dari kata qâsa- yaqîsu, (‫ ﯾﻘﯿﺲ‬- ‫)ﻗﺎس‬
yang artinya ukuran, mengetahui ukuran sesuatu (Ahmad Warsono Munawwir, 1984).
Amir Syarifudin menjelaskan bahwa qiyas berarti qodaro (‫ )ﻗﺪر‬yang artinya
mengukur, membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya. Sebagai contoh, "Fulan
Meng-qiyas-kan baju dengan lengan tangannya", artinya membandingkan antara dua
hal untuk mengetahui ukuran yang lain. Secara bahasa juga berarti "menyamakan",
dikatakan "Fulan meng-qiyas-kan extasi dengan minuman keras", artinya
menyamakan antara extasi dengan minuman keras (Amir Syarifuddin, 1997:144).
Arti qiyas secara terminologi menjadi perdebatan ulama, antara yang mengartikan
qiyas sebagai metode penggalian hukum yang harus tunduk pada nash, dan yang
mengartikan qiyas sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri di luar nash. Menurut
ulama ushul fiqh, Pengertian qiyas secara terminologi sebagaimana yang dipaparkan
Amir Syarifuddin seperti :
Menurut ulama ushul fiqh, qiyas ialah menetapkan hukum dari suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu
kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash
karena ada persamaan '‘Illat antara kedua kejadian atau peristiwa tersebut
(Muhammad Abu Zahrah:173).

2. Bagaimana fungsi qiyas menurut para pakar ataupun ulama...? Serta persyaratan
qiyas itu dapat di lakukan oleh umat islam jelaskan...!
Jawab :
Fungsi qiyas adalah untuk menjadi salah satu metode untuk menerapkan hukum Islam.
Prinsip dalam qiyas untuk menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Maknanya,
menyamakan ketentuan hukum antara sesuatu yang sudah ada aturan hukumnya,
dengan sesuatu yang lain yang belum diatur hukumnya, karena ada kesamaan illat
antara keduanya.
Persyaratan qiyas :
Maka syarat ashal dalam qiyas adalah harus berasal dari nash al Qur'an, al-Sunnah,
dan al-Ijma'.

3. Berikankanlah contoh 2 saja tentang qiyas yang pernah dilaksanakan oleh para
ulama terkait persoalan syara' (pemecahan hukum)...
Jawab :
- Transaksi sewa menyewa saat adzan shalat jumat, hukumnya makruh. Sebagai
ketentuan larangan jual beli pada saat adzan sholat jumat dalam Q.S. 62 ayat 9.
- Penerima wasiat yang membunuh pewasiat terhalang untuk mendapatkan wasiat.
Hal ini diqiyaskan dengan ketentuan ahli waris yang membunuh pewaris terhalang
untuk mendapatkan warisan sesuai hadis Rasulullah SAW, “Orang yang melakukan
pembunuhan, tidak mendapatkan pusaka.”
4. Sebagaimana Qiyas dengan hadis memiliki rukun. Berilah penjelasan saudara
tentang Rukun Qiyas agar persoalan dapat di qiyaskan hukumnya...?
Jawab :
1. Ashlun
Ashlun adalah sebuah hukum pokok yang diambil dari persamaan atau sesuatu yang
sudah ada nash hukumnya. Adapun syarat sahnya ashlun adalah sebagai berikut:
Hukum yang dipindahkan pada cabang masih ada di dalam pokok. Jika memang
sudah tidak ada karena sudah dihapus maka tidak memungkinkan terdapat
perpindahan hukum. Hukum yang ada di dalam pokok haruslah hukum syara’, yaitu
bukan hukum bahasa atau hukum akal.
2. Far’un
Far’un adalah hukum cabang yang dipersamakan. Disebut juga sebagai sesuatu yang
tidak memiliki nash hukumnya. Adapun syarat-syarat Far’un adalah sebagai berikut:
Hukum cabang tidak lebih dulu ada dari hukum pokok. Cabang tidak memiliki
kekuatan sendiri.‘Illat yang ada di hukum cabang harus sama dengan illat yang ada
pada pokok. Hukum cabang harus sama dengan hukum pokok.
3. ‘Illat
‘illat adalah sifat yang dijadikan dasar untuk persamaan antara hukum pokok dan
hukum cabang. Adapun syarat-syarat ‘illat adalah sebagai berikut:
‘Illat adalah sesuatu yang harus berupa teran dan tertentu.‘Illat tidak berlawanan
dengan nash. Apabila berlawanan, maka nash akan didahulukan.
4. Hukum
Hukum adalah hasil dari qiyas tersebut. Untuk lebih jelasnya, dapat dicontohkan
dengan Allah SWT sudah mengharamkan arak. Sebab, arak akan membinasakan
badan, merusak akal dan menghabiskan kekayaan. Oleh karena itu, semua minuman
yang berpotensi memabukkan dihukumi haram. Dalam hal tersebut, bisa dijelaskan
sebagai berikut:
Segala minuman yang akan memabukkan adalah far’un atau cabang. Artinya adalah
yang diqiyaskan. Arak adalah sesuatu yang menjadi tempat atau ukuran, yang
menyerupai atau mengqiyaskan hukum. Hal tersebut adalah “Illat penghubung atau
sebab. Hukum segala yang membuat mabuk adalah haram.

5. Terkait legalitas qiyas mayoritas ulama berpendapat bahwa qiyas merupakan


salah satu sumber hukum islam yang harus di amalkan tidak ada yang membantah
kecuali beberapa sekte zhahiriyah dan sebagian pengikut syiah. Bagaimana pendapat
saudara tentang quran surat An Nisa ayat 59 tentang legalitas qiyas tersebut.
Jawab :
Surat An-Nisa ayat 59 berisi perintah supaya umat Muslim yang beriman taat kepada
Allah SWT dan Rasulullah, bertindak sesuai dengan hukum Islam. Dalam ayat
tersebut Allah SWT berfirman:

ِ‫ﯾٰٓﺎَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾْﻦَ اٰﻣَﻨُﻮْٓا اَطِﯿْﻌُﻮا ﷲَّٰ وَاَطِﯿْﻌُﻮا اﻟﺮﱠﺳُﻮْلَ وَاُوﻟِﻰ اﻻَْﻣْﺮِ ﻣِﻨْﻜُﻢْۚ ﻓَﺎِنْ ﺗَﻨَﺎزَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲْ ﺷَﻲْءٍ ﻓَﺮُدﱡوْهُ اِﻟَﻰ ﷲِّٰ وَاﻟﺮﱠﺳُﻮْل‬
‫ِّٰ وَاﻟْﯿَﻮْمِ اﻻْٰﺧِﺮِۗ ذٰﻟِﻚَ ﺧَﯿْﺮٌ وﱠاَﺣْﺴَﻦُ ﺗَﺄْوِﯾْﻼًﭛ‬Y‫اِنْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮْنَ ﺑِﺎ‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Jadi, taat kepada Allah adalah mengikuti ajaran Alquran, sedangkan taat kepada
Rasulullah adalah mengamalkan sunah-sunahnya. Selain itu, orang-orang yang
beriman juga diperintahkan untuk taat kepada Ulil Amri, pemimpin kaum muslimin
dan para ulama. Ketaatan kepada Ulil Amri harus disertai dengan ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Ulil Amri
apabila telah disepakati, maka umat muslim berkewajiban untuk melaksanakannya.
Tentunya dengan catatan bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan Alquran
dan hadist. Apabila terjadi perselisihan pendapat dan tidak tercapai kata sepakat, maka
persoalan tersebut wajib hukumnya dikembalikan kepada Alquran dan Hadist. Jika
masih belum menemukan titik terang, sebaiknya disesuaikan dengan hal-hal yang ada
persamaannya di dalam Alquran dan sunnah Rasul. Tentunya, yang dapat melakukan
hal-hal tersebut adalah orang-orang yang berilmu pengetahuan serta memahami isi
Alquran dan Sunnah Rasul.

Anda mungkin juga menyukai