2. Hadits
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa
sabda, perbuatan dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah
sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam
Al Quran yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah SAW seperti firman
Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:
Artinya : Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,
Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
3. Ijma
Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan
sunah Rasul. Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk
Pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam
dan Relevansinya dengan perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty
Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas
segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era globalisasi
dan teknologi modern. Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan
Wahab Khallaf, merumuskan ijma dengan kesepakatan atau konsensus para
mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah
SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau peristiwa.
Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma
sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat
maupun perbuatan terhadap hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat
langka terjadi, bahkan jangankan yang dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan
tidak dalam forum pun sulit dilakukan. Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti
yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau lebih mengemukakan
pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa tertentu kemudian
pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada seorangpun di
antara mujtahid lain yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau menyanggah
pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.
4. Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk
sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat
penting. Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas
menduduki tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih lemah dari pada
ijma.
Mukjizat Alquran adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa pada Alquran
yang terjadi melalui nabi Muhammad SAW, sebagai bukti kenabiannya yang
ditantangkan kepada orang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal yang
serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut. Adapun ilmu yang
mempelajari kemukjizatan Alquran dinamai “Ilmu I‟jazil Quran”. Para ulama berbeda
pendapat tentang aspek-aspek yang dikaji dalam “I‟jazil Quran”, namun jika
disimpulkan meliputi aspek kebahasaan, aspek berita-berita ghaib, aspek hukum
(syari‟at), dan aspek ilmu pengetahuan. Ulama yang memulai kajian ini adalah al-
Jahiz (w. 225 H) dalam bukunya Nazhm al-Quran dan Abu Abdillah Muhammad bin
Yazid al-Wasithi (w. 306 H) dalam bukunya I‟jaz al-Quran, lalu tokoh-tokoh dari
kalangan Muktazilah antara lain Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar Al-Nazhzham dengan
mengajukan konsep “Shirfah” yang mengatakan bahwa kemukjizatan Alquran itu
pada faktor di luar Al-Qur‟an, yaitu keikutsertaan Allah dalam melindungi
keotentikan dan purifikasi Al-Qur‟an. Menurut konsep ini sejatinya orang Arab
mampu menandingi Alquran, tetapi Allah SWT memalingkan kemampuan itu
(sharfah), sehingga mereka tidak bisa menandinginya.
Konsep tersebut mendapat tantangan dari ulama lainnya, antara lain al-
Khattabi. Ia berpendapat bahwa mukjizat Alquran terletak pada Alqurannya itu
sendiri baik dari gaya bahasanya maupun isi kandungannya. Perdebatan ini sangat
menarik untuk dikaji sehingga melahirkan berbagai ilmu pengetahuan. Aspek
kemukjizatan Alquran lainnya yang sekarang banyak dibicarakan adalah
kemukjizatan dalam aspek ilmu pengetahuan. Alquran adalah kitab yang mengandung
kebenaran dalam berbagai bidang ilmu khususnya sains, yang pada saat
diturunkannya, ilmu-ilmu tersebut belum ditemukan, sehingga pada waktu itu masih
berada diluar kemampuan manusia untuk mengungkapnya. Pada masa sekarang
dengan banyak hasil penelitian yang seuai dengan isyarat-isyarat Alquran
menunjukkan tentang kemukjizatan Alquran. Isyarat-isyarat tersebut bersifat global
E. As Sunnah
Definisi dan Fungsi Sunnah Sunnah secara literal adalah jalan, baik jalan
kebaikan ataupun jalan keburukan, sementara sunnah menurut pemaknaan
terminologis para muhadditsin, sunnah adalah sabda, perbuatan, ketetapan, sifat
(watak budi atau jasmani) baik sebelum menjadi Rasulullah SAW. maupun
sesudahnya. Berdasar definisi ini, sunnah merupakan sinonim dari hadis (al-A‟zhami,
1992: 1). Para ushuliyyin mendefinisikan sunnah dengan sabda, perbuatan, ketetapan,
sifat yang dapat dijadikan sebagai sumber syariat. Di sini, dapat dilihat adanya
perbedaan mengenai definisi sunnah menurut ushuliyyin dan sunnah menurut
muhadditsin. Jika ushuliyyin hanya berkepentingan terhadap sunnah sebagai sumber
hukum, maka tidak demikian halnya dengan muhadditsin yang menggolongkan segala
sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW. sebagai sunnah, baik yang memiliki
konsekuensi hukum ataupun tidak. Sehingga pemaknaan sunnah menurut muhadditsin
lebih luas jangkauannya daripada pemaknaan sunnah menurut ushuliyyin. Hal ini
dapat dimengerti mengingat fokus perhatian para ushuliyyin adalah sunnah dalam
kapasitasnya sebagai sumber hukum Islam. Mereka memandang Rasulullah SAW.
sebagai sosok yang menjelaskan hukum syariat dan meletakkan kaedah-kaedah
kepada para mujtahid sepeninggal beliau (Tarmizi M. Jakfar,2011: 124). Adapun
sunnah menurut para fuqaha adalah suatu sifat hukum atas suatu perbuatan yang
apabila dikerjakan memperoleh pahala, sementara jika ditinggalkan maka tidaklah
berdosa. Pemaknaan ini dilatarbelakangi bahwa para fuqaha memposisikan sunnah
sebagai salah satu hukum syara‟ yang lima yang mungkin berlaku terhadap suatu
perbuatan. Banyak literatur yang menjelaskan tentang fungsi sunnah Diskursus
Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam,