Anda di halaman 1dari 3

Begawi Adat Lampung

By
 Tomi Nurrohman
-
 July 10, 2021

Indonesia adalah negara dengan segudang kebudayaan adatnya. Budaya adat tiap daerah di
Indonesia memiliki perbedaan sebagai ciri khas daerahnya masing-masing. Beberapa memiliki nama
yang berbeda untuk tradisi adat yang hampir mirip pelaksanaannya.
Contoh keberagaman budaya Indonesia terlihat dari banyaknya budaya adat pernikahan. Tiap suku
atau bahkan tiap daerah memiliki nama dan tatacara adat untuk melangsungkan pernikahan. Budaya
adat pernikahan mengiringi terjalinnya ikatan sakral hidup dan mati dari sepasang pengantin.
DI daerah Lampung, terdapat salah satu tradisi adat bagi pasangan pengantin yang melangsungkan
pernikahan. Adat tersebut dikenal dengan Begawi Adat Lampung. Dalam tradisi tersebut dikenal
dengan tingginya angka mahar pihak perempuan, kisarannya hingga 400 Juta.

Pengertian dan Maksud dari Begawi


Begawi adalah tradisi upacara adat warga Lampung dengan maksud memberikan suatu gelar adat
kepada pengantin. Istilah lengkapnya adalah Begawi Cakak Papadun, yang kemudian banyak disebut
dengan Begawi saja. Begawi biasa dilaksanakan oleh kelompok masyarakat adat Lampung Papadun.
Secara bahasa, Begawi berarti “membuat gawi” atau suatu pekerjaan. Istilah Papadun diambil dari alat
yang digunakan dalam Begawi,yaitu sebuah singgasana terbuat dari kayu sebagai pertanda sebuah
status sosial dalam keluarga. Singgasana itu penting dalam upacara adat Begawi, karena di disanalah
gelar adat akan diberikan.
Gelar adat tidak semudah itu didapatkan, orang yang ingin mendapatkan gelar tersebut diwajibkan
menyembelih kerbau dalam jumlah tertentu dan memberikan mahar pada pihak perempuan sekitar
400 jutaan tergantung permintaan. Begawi Cacak Pepadun ini wajib dilaksanakan oleh masyarakat
Lampung Pepadun.

Tujuan Pelaksanaan Begawi


Tujuan utama tradisi Begawi adalah untuk memberikan gelar adat kepada seseorang. Statusnya dalam
adat akan naik dengan dilaksanakannya begawi dan mendapatkan gelar Suttan yang merupakan gelar
tertinggi. Dalam adat Lampung Pepadun urutan gelar lain dari yang tertinggi adalah Suttan, Pengiran,
Rajo, Ratu, dan Batin.
Begawi mengangkat seseorang menjadi penyimbang. Penyimbang adalah kedudukan adat tertinggi
(memiliki gelar Suttan) yang dipegang oleh anak laki-laki paling tua dari keturunan tertua. Orang
dengan gelar penyimbang memiliki wewenang untuk menentukan suatu keputusan.
Adat Begawi ini juga menegaskan bahwa sistem kekerabatan masyarakat Lampung Pepadun bersifat
patrilineal. Mengutamakan garis keturunan dari bapak, maka dari itu yang menjadi seorang
penyimbang adalah anak laki-laki paling tua diharapkan mampu mewarisi kepemimpinan bapak
dalam sebuah keluarga.

Tahap Pelaksanaan Begawi


Begawi biasanya dilaksanakan dalam waktu 7 hari dan 7 malam. Sepanjang itu diisi dengan kegiatan-
kegiatan tertentu yang telah ditentukan oleh tetua adat Lampung Pepadun. Sebelum menuju acara
Begawi cakak Pepadun, dilakukan beberapa kegiatan seperti pernikahan pada umumnya.
Dilakukan Ngakuk Muli atau lamaran sebagai langkah awal untuk kemudian dilanjut dengan Pepung
Marga atau sidang marga untuk menentukan segala hal terkait pelaksanaan Begawi nanti agar bisa
berjalan baik sesuai rencana.
Kemudian pihak perempuan akan dijemput menggunakan Khatow atau kereta kencana dari rumahnya
menuju rumah pihak laki-laki. Setelah sampai, mempelai laki-laki berjalan mengelilingi Khatow yang di
dalamnya masih ada mempelai perempuan, diiringi dengan lantunan dzikir dan bacaan dari kitab
Barzanji.
Setelah itu akan ada Cangget (tari-tarian) dan ritual Turun Diway atau ritual mencuci kedua kaki.
Dalam rangkaian tersebut, dilaksanakan juga Merwatin atau musyawarah adat kemudian ada
penyerahan uang sidang yang diletakan pada Sigeh atau tempat sirih. Selain adanya musyawarah,
diadakan juga pemotongan kerbau untuk kemudian dagingnya menjadi jamuan bagi penyimbang.
Dimulainya Turun Diway ditandai dengan Pemukulan Canang (semacam gamelan khas lampung) oleh
Penglaku. Mengian (pengantin laki-laki) dan Majuw (pengantin perempuan) akan mendapatkan gelar
Dipatcah Haji. Keduanya menggunakan pakaian seperti raja dan ratu sambil membawa tombak yang
digantung Kibuk Ulow Wou (sebuah kendi) dengan diiringi Lebou Kelamou (paman mempelai),
Menulung (kakak mempelai), dan Penyimbang.
Selanjutnya, keduanya duduk ditemani dengan keluarga (orang tua, paman, kakak, dan tetua
keluarga). Pada saat itu, kedua ibu jari kaki pengantin dipertemukan oleh lebou kelamu, menulung,
dan batang pangkal di atas kepala kerbau.
Kemudian dilanjutkan dengan musek. Musek adalah acara yang berisi pemberian makanan (dengan
cara disuapi) oleh Batang Pangkal, Lebou Kelamo, dan Menulung, dan Tuwalau Anau (orang tua
mempelai). Setelahnya, ada pembagian uang kepada penyimbang, dan Canang kembali ditabuh
pertanda Inai Adek atau acara pemberian gelar akan dimulai.
Pemberian gelar kepada kedua mempelai oleh Batang Pangkal, Lebou Kelamo, Menulung, dan para
Penyimbang, acara itu juga menjadi akhir dari Turun Diway. Kemudian dalam acara penutup, para
Penyimbang dan Orang tua mempelai memberikan pesan dalam bentuk nasihat dan pantun kepada
kedua mempelai.

Penulis: Hazmi Fathan Kariema, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Peserta Magang GenPinas 2021

Anda mungkin juga menyukai