Anda di halaman 1dari 31

pengertian puisi

Pengertian Puisi
Karya sastra terdiri atas 2 jenis, yaitu prosa dan puisi. Biasanya prosa disebut karangan
bebas, sedangkan puisi disebut karangan terikat. Akan tetapi, pada waktu sekarang, para
penyair berusaha melepaskan diri dari aturan yang ketat itu hingga terciptalah sajak
bebas.
Dalam sastra Indonesia ada 2 istilah puisi dan sajak. Puisi dalam bahasa Inggris poetry
dan sajak dalam bahasa Inggris poem. Puisi adalah jenis sastra, sedangkan sajak adalah
individu puisi. Oleh karena itu, kedua istilah itu jangan dicampuradukkan pemakaiannya.
Korespondensi dan periodisitas merupakan bentuk formal sebuah puisi. Bahkan puisi
Pujangga Baru masih ada yang terikat pada korespondensi dan periodisitas.
Puisi baru (modern) menyimpangi pengertian puisi menurut pandangan lama. Puisi baru
tidak terikat oleh bentuk-bentuk formal, korespondensi, dan periodisitas itu. Oleh karena
itu, puisi baru (modern) disebut puisi bebas atau sajak bebas.
Bentuk-bentuk formal puisi lama sesungguhnya merupakan sarana-sarana kepuitisan
untuk membuat puisi menjadi indah. Bentuk-bentuk formal itu masih juga dipergunakan
oleh puisi modern, tetapi bukan merupakan ikatan, bukan merupakan pola yang tetap.
Puisi baru sesungguhnya terikat juga, tetapi terikat oleh hakikatnya sendiri, bukan terikat
oleh pola-pola bentuk formal. Pola-pola bentuk formal bukan merupakan hakikat puisi.

Hakikat Puisi
Puisi adalah karya seni. Sifat seni ini merupakan ciri khas puisi. Puisi adalah sebuah karya
yang fungsi estetiknya atau fungsi keseniannya dominan. Aspek estetik ini bermacam-
macam. Di antaranya gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat serta wacana. Bahkan,
aspek estetik itu terwujud dalam bentuk tipografinya.
Puisi itu sebuah pernyataan yang hanya mengedepankan inti gagasan, pemikiran,
ataupun peristiwa. Oleh karena itu, dipilih kata, frase, dan kalimat yang setepat-tepatnya
supaya puisi menjadi mampat dan padat. Hal-hal yang dirasa tidak perlu dihilangkan.
Dengan demikian tinggal intinya yang mengandung ekspresivitas yang itensif (berdaya
guna).
Dari waktu ke waktu, puisi itu selalu berubah karena evolusi selera dan perubahan
konsep estetik atau konsep keindahan.
Ketidaklangsungan ekspresi itu disebabkan oleh 3 hal, yaitu (1) penggantian arti, (2)
penyimpangan arti, (3) penciptaan arti. Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan
metafora dan metonimi dalam sajak.
Penyimpangan arti disebabkan oleh adanya ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense.
Penciptaan arti disebabkan oleh pengorganisasian ruang teks, diantaranya berupa (pola)
persajakan, ejambemen, tipografi, dan homologue.
Fungsi Puisi
Fungsi puisi adalah fungsi spiritual yang sifatnya tidak langsung bagi kehidupan fisikal
yang praktis. Hal ini sesuai dengan hakikat puisi yang merupakan ekspresi tidak
langsung. Kegunaan atau manfaat puisi ini berhubungan dengan kehidupan batin/rohani
atau kejiwaan manusia. Puisi mempengaruhi kehidupan manusia lewat kehidupan batin
dan kejiwaannya. Lewat kehidupan kejiwaan ini puisi mempengaruhi aktivitas kehidupan
fisik manusia.
Karena puisi merupakan karya seni penyampai gagasan maka fungsi puisi adalah dulce
(indah, manis) dan utile (berguna, bermanfaat). Dulce berhubungan dengan ekspresi dan
sarana ekspresinya, sedangkan utile berhubungan dengan muatan yang dikandung puisi,
berupa ajaran, gagasan, atau pikiran.
Puisi merangsang kepekaan terhadap keindahan dan rasa kemanusiaan. Karya seni,
termasuk puisi berupaya mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan yang terkikis teknologi
dan menyadarkan kembali manusia pada kedudukannya sebagai subjek dalam
kehidupan ini. Puisi berusaha mengembalikan stabilitas, keselarasan, dan keutuhan
dalam diri manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Alisyahbana, S. Takdir. (1996). Puisi lama. Jakarta: Dian Rakyat.

Andangdjaya, Hartoyo. (1973). Buku Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.

Anwar, Chairil. (1959). Deru Campur Debu. Jakarta: Yayasan Pembangunan.

Efendi, Rustam. (1953). Percikan Permenungan. Jakarta: FASCO.

Hamzah, Amir. (1959). Buah Rindu. Jakarta: Pustaka Rakyat

Herfanda, Ahmadun Yusi. (1996). Sembahyang Rumputan. Yogyakarta: Bentang.

Maulana, Sofi Farid. (1984). Bunga Kecubung. Tasik Malaya: Gotong Royong Sastra.

Pane, Sanusi. (1957). Madah Kelana. Jakarta: Balai Pustaka.

Soejarwo. (1993). Bunga-bunga Puisi dan Taman Sastra Kita. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.

Jenisjenis Puisi Indonesia Lama


Puisi lama ada bermacam-macam jenis. Akan tetapi, yang paling dominan adalah pantun
dan syair.
Aturan-aturan puisi lama sangat ketat. Aturan mengenai jumlah baris dalam setiap bait,
jumlah kata dalam tiap baris, jumlah kata dalam setiap larik, terutama pola sajak akhir
harus ditaati benar
Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara
etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun,
membentuk, membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno
berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir
menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang
berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru,
orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang
kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan
berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-
katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu
seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan
sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara
implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada
makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan
struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang
mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam
wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Yang Membedakan Puisi dari Prosa
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan
puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan
kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang
disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di
dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya,
melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas
pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu
memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses
penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan
jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas
yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa
menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik ,
bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi.
Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat
sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih
diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik
bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama,
jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada
batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada
kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah,
tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme)
adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi.
Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi
(misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata
yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang
pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk
irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang
menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak
didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa
menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi
disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu
struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal
sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan
tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait,
maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,
kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis,
dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi
suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya
bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang
sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan
dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui,
mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan
masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan
rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong
penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan
puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-
sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik
puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi
kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat
menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena
puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi
erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh
(imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan
merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata
kongkret salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata
kongkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi,
kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek
dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan
puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna
(Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas
antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi,
anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem
pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan
bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1)
onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi
Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir,
persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan
sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi
rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam
pembacaan puisi.
Analisis Puisi Ibunda Tercinta
Friday, June 4, 2010 6:24:25 AM
Ibunda Tercinta

Perempuan tua itu senantiasa bernama:


duka derita dan senyum yang abadi
tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi
dari ujung rambut sampai telapak kakinya

Perempuan tua itu senantiasa bernama:


korban, terima kasih, restu dan ampunan
dengan tulus setia telah melahirkan
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia

Perempuan tua itu senantiasa bernama:


cinta kasih sayang, tiga patah kata purba
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya
Umbu Landu Paranggi
1965
1.Makna Keseluruhan
a.Makna Esensial
Ibunda Tercinta puisi karya Umbu Landu Paranggi mempunnyai gagasan yang ingin
disampaikan oleh pengarang yakni tentang kehidupan yang dialami seorang ibu dalam
mengarungi kehidupan yang penuh penderitaan dan kegembiraan.Walaupun seorang ibu
merasa dalam keadaan susah dia berusaha bahagia di mata anak serta keluarganya.

b. Kata Kunci
Kata kunci dalam puisi ibunda tercinta yaitu /perempuan tua/ karena diulang tiga kali dan
terdapat pada baris pertama awal kata tiap bait. Makna perempuan tua berarti
perempuan yang sudah tua, kulitnya keriput, rambut mulai memutih, sudah berkeluarga,
sering sakit-sakitan, dan biasanya ditujukan pada perempuan yang hidupnya tidak lama
lagi.
Kata perempuan tua pada bait pertama menggambarkan kehidupan perempuan yang
sudah mengalami susah dan senang dalam hidupnya. Bait kedua menggambarkan
perempuan yang kadang kala mendapat hinaan dan pujian dalam hidupnya. Walaupun
begitu sifatnya selalu lemah lembut, ikhlas, dan tulus dalam hidupnya. Bait ketiga
menggambarkan seorang perempuan yanng selalu memberikan cinta kasih yang kekal
dan tidak akan pernah pudar walau zaman telah berubah demi anak-anaknya berhasil
menggapai impian.

c.Kata Inti
Kata inti pada puisi ibunda tercinta terdapat pada kata abadi, puisi, ampunan, dan
melahirkan.
Kata abadi dalam puisi di atas artinya kekal tidak pernah pudar atau dimakan usia. Kata
puisi melambangkan suatu sajak yang merdu penuh alunan seolah-olah ibu diibaratkan
sebuah puisi yang berharga atau mulia. Kata ampunan bermakna suatu pengampunan
atas suatu kesalahan yang diperbuat demi suatu tujuan yang lebih mulia. Kata
melahirkan bermakna seorang perempuan yang pada akhirnya menjadi seorang ibu
bagi anak-anaknya.

2.Pembanding Puisi
Ibunda Tercinta karya Umbu Landu Paranggi dalam larik /cinta kasih sayang, tiga patah
kata purba/ memilki persamaan makna dengan puisi Sajak Buat Anakku karya Saini KM
dalam larik /sampai cinta ayah dan ibu, anakku/ melambangkan cinta orang tua pada
anaknya tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman. Begitu juga dalam larik
/menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya/ bermakna sama dengan
larik /jangkau bintang bintang dari abad ke abad/ melambangkan orang tua yang setia
dan berusaha agar anaknya bisa berhasil. Larik /dengan tulus setia telah melahirkan/
bermakna sama dengan puisi Ibu karya D.Zawawi Imron dalam larik /ibulah yang
meletakkanku di sini/ melambangkan begitu tulusnya seorang ibu dengan kelahiran
anaknya.

3.Tata Bahasa
Ibunda Tercinta merupakan puisi karya Umbu Landu Paranggi menggunakan bahasa
sastra yang dapat dikatakan cukup indah. Puisi tersebut mempunyai perlambangan yang
sangat puitis, apabila puisi tersebut kita pahami dengan teliti larik /duka derita dan
senyum abadi/ pada kata /duka derita/ melambangkan derita diterima oleh ibu. Kata
senyum melambangkan suatu kegembiraan. Dalam penggabungannya larik /duka derita
dan senyum abadi/ dapat melambangkan susah senang yang dialami oleh seorang ibu.
Larik /tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi/ melambangkan ibu seperti sajak yang
bertemakan kasih sayang yang tulus kepada anaknya.
Larik /korban, terima kasih, restu, dan ampunan/ melambangkan ibu yang dalam
hidupnya selalu menderita dan ada saatnya mendapat pujian. Ibu selalu berdoa demi
anaknya dan memaafkan kesalahan yang dilakukan anaknya agar bisa berhasil mencapai
tujuan.
Larik /dengan tulus setia telah melahirkan berpuluh lakon/ melambangkan begitu
tulusnya seorang ibu dengan kelahiran anaknya. Larik /nasib dan sejarah manusia/
melambangkan ibu yang telah melahirkan anak-anaknya dengan berbagai karakter dan
menentukan arah dari sejarah manusia.
Larik /cinta kasih sayang tiga patah kata purba/ melambangkan kasih sayang seorang ibu
yang tidak akan pernah berubah walaupun sampai akhir zaman. Larik /di atas pundaknya
setiap anak tegak berdiri/ melambangkan begitu besar beban seorang ibu yang berusaha
mengangkat derajat anaknya agar tercapai dan berhasil. Larik /menjangkau bintang-
bintang dengan hatinya dan janjinya/ melambangkan ibu yang setia dan berusaha agar
anaknya bisa berhasil.

4.Analisis Tata Bahasa


Larik pertama /perempuan tua itu bernama/ merupakan lambang yang digunakan oleh
penyair dalam menyebut seorang perempuan yang sudah berkeluarga dan memang
kodratnya menjadi seorang ibu. Larik di atas juga terdapat pada bait ke-2 dan bait ke-3.
Larik /duka derita dan senyum abadi/ digunakan penyair untuk menyampaikan pesan
bahwa seorang ibu di setiap hidupnya mengalami suka dan duka dalam mendidik
anaknya.
Bait ke-2 penyair menyampaikan pesan bahwa begitu mulianya seorang ibu. Walaupun
ibu menderita atau susah tetapi selalu memaafkan kesalahan anaknya dengan tulus
tanpa pamrih atau imbalan demi cita-cita anaknya tercapai.
Bait ke-3 penyair menyampaikan bahwa kasih sayang seorang ibu tidak akan pernah
berubah hngga akhir zaman dan berusaha mengangkat derajat anaknya untuk
menggapai impian.

5.Majas
Gaya bahasa atau majas yang digunakan dalam puisi Ibunda tercinta merupakan majas
perbandingan (metafora) yang membandingkan dua hal benda secara singkat dan padat
ditemukan dalam larik /perempuan tua itu senantiasa bernama/ pada bait ke-1, ke-2, ke-
3, dan baris ke-1 masing-masing bait.

6.Aspek Bunyi
a.Persajakan (rima)
Persajakan merupakan bunyi yang sama dalam puisi (Sayuti,2003:104). Ditambahkan
oleh Atmazaki (1991:80) bahwa bunyi itu berulang secara terpola dan biasanya terdapat
ditengah larik sajak (puisi), tetapi kadang-kadang pula terdapat ditengah baris.

Perempuan tua itu senantiasa bernama a


duka derita dan senyum yang abadi b
tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi b
dari ujung rambut sampai telapak kakinya a

Perempuan tua itu senantiasa bernama a


korban, terima kasih, restu dan ampunan c
dengan tulus setia telah melahirkan c
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia a

Perempuan tua itu senantiasa bernama a


cinta kasih sayang, tiga patah kata purba a
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri b
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya a

Puisi karya Umbu Landu Paranggi berjudul Ibunda Tercinta di atas menggunakan
pengulangan larik serta persamaan rima seperti dalam larik /perempuan tua itu
senantiasa bernama/ yang terdapat pada baris ke -1. Larik tersebut juga terdapat pada
awal bait ke -2 dan bait ke -3
Persamaan rima juga terdapat dalam kata abadi baris ke-2 dan kata puisi pada baris
ke-3 demikian juga pada baris ke-6 kata ampunan dan kata melahirkan pada baris ke-
7.

b.Aliterasi
Atmazaki mengatakan jika pengulangan bunyi dalam satu rangkaian kata-kata yang
berdekatan dalam satu baris berupa bunyi konsonan disebut aliterasi. Puisi Ibunda
Tercinta bunyi aliterasi terdapat pada bait ke-1 dan baris ke-3 larik /tertulis dan terbaca,
jelas kata-kata puisi/ ditemukan konsonan /t/ sebanyak lima kali.

c.Asonansi
Puisi Ibunda Tercinta terdapat asonansi pada baris ke-1 dan bait ke-1, baris ke-1 dan bait
ke-2, serta baris ke-1 bait ke-3. Asonansi pusi berupa bunyi vokal /a/ dalam larik
/perempuan tua itu bernama/.

d.Efoni dan Kakafoni


Efoni dalam puisi Ibunda Tercinta dapat ditemukan kata senyum yang terdapat pada
bait ke-1 baris ke-2 dengan lambang bunyi /u/. Efoni juga terdapat dalam kata /cinta
kasih/ pada bait ke-3 baris ke-2 dengan lambang bunyi /a/.
Kakafoni dalam puisi Ibunda Tercinta dapat ditemukan dalam kata duka pada bait ke-1
baris ke-2, dan kata korban pada bait ke-2 baris ke-2.

e.Irama dan Metrum


Irama adalah sarana kemerduan (Atmazaki, 1993:92). Irama sebuah sajak tidak hanya
oleh bunyi-bunyi yang tersusun rapi, dan terpola. Irama juga ditentukan oleh suasana
yang ada dalam sajak, sementara yang menentukan suasana tersebut tidak hanya bunyi,
melainkan juga kata dan diksi. Suasana sedih biasanya tidak menimbulkan irama cepat
atau tinggi, sebaliknya suasana marah atau riang tidak menimbulkan irama rendah atau
tinggi.
Pada puisi di atas dapat diperoleh irama yang berbeda tergantung kepada arti dan
maksud dari puisi yang akan dibacakan.
Metrum adalah bagian dari irama. Puisi Ibunda Tercinta di atas yang merupakan metrum
adalah terdapat pada pola persajakannya. Serta ada pemenggalan dalam
membacakannya( pemberian jeda).

Perempuan tua itu senantiasa bernama


korban, terima kasih, restu dan ampunan
dengan tulus setia telah melahirkan
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia

Dapat kita temukan metrum atau jeda setelah kata /perempuan tua/ kemudian
dilanjutkan kata /senantiasa bernama/ bisa juga kata /perempuan tua itu/ kemudian
dilanjutkan dengan kata yang kedua yaitu kata /senantiasa bernama/ dan kemudian
seterusnya pada bait dan baris selanjutnya. Pemenggalan larik /perempuan itu
senantiasa bernama/ terdapat kata itu yang merupakan kata tunjuk dasar atau
demonstrativa. Jadi, pemenggalan kata menjadi tiga bagian kata yaitu kata /perempuan
tua/, itu, dan
/senantiasa bernama/.

7.Biografi Pengarang
Umbu Landu Paranggi dilahirkan di Sumba, Nusa Tenggara Timur, 10 Agustus 1943.
Bersama Ragil Suwarna Pagolapati, Teguh Ranusastra Asmara, Iman Budhi Santosa,
mendirikan Persada Studi Klub, 5 Maret 1969, yang di kemudian hari melahirkan
sejumlah penyair. Karya-karya penyair yang terakhir bekerja sebagai redaktur Bali Post
ini adalah: Melodia, Maramba Ruba, Sarang.

Analisis Puisi Kupu-Kupu

Kupu-Kupu
Di tamanku ada seekor kupu-kupu
Selalu terbang dengan lucu
Aneka warna sayapmu
Indah dipandang selalu
Namun, orang suka usil padamu
Kau selalu diburu-buru
Sayapmu dicabuti
Badanmu diteliti
Wahai kawanku
Jangan tangkap kupu-kupu
Lestarikan hewan itu
tuk menambah keindahan kebunmu
Teori dan Metode Strukturalisme
Diksi
Puisi adalah curahan perasaan yang disampaikan dengan bahasa, yang konkretnya
berwujud kata-kata. Kata dalam puisi mempunyai arti yang penting karena dengan kata
yang relatif singkat, puisi harus dapat menyampaikan pengalaman yang banyak. Tidak
mengherankan bila bahasa (kata) dalam puisi yang singkat dan padat, ketika dimaknai,
ternyata menyampaikan banyak hal. Hal ini menunjukan bahwa pemilihan kata (diksi)
menjadi aspek yang penting dalam puisi.
Barfeld (1952 via Pradopo, 2005: 54) menjelaskan bahwa kata-kata (dalam puisi) itu
dipilih dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan imajinasi estetik, yang
disebut diksi puitis. Jadi, diksi dalam puisi dipilih dalam rangka untuk menyampaikan
aspek-aspek keindahan yang bisa membangkitkan imajinasi pembacanya. Ketika
membaca puisi, kata-kata yang indah (estetis) bisa membangkitkan imajinasi
pembacanya. Pembaca akan mengalami kekaguman dan keterpesonaan dan juga
merasakan ada sesuatu pesan (makna) yang disampaikan puisi tersebut, yang
membekas pada perasaan pembaca. Kenyataan ini menandakan bahwa diksi adalah
aspek penting, yang akan menimbulkan efek-efek pada struktur fisik puisi lainnya,
misalnya bunyi dan irama, imajinasi, dan permajasan.
Metafora
Supaya puisi itu lebih indah biasanya penulis puisi menggunakan gaya bahasa untuk
membandingkan sesuatu dengan yang lainnya. Penggunaan kata-kata kiasan dan
perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan suatu maksud agar membentuk
pemilihan bahasa yang tepat. Dari macam-macam gaya bahasa perbandingan salah
satunya adalah metafora. Metafora adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata
bukan arti sesungguhnya, melainkan sebagai kiasan (lukisan) yang berdasarkan
persamaan dan perbandingan. Biasanya masing-masing penulis puisi memiliki cara
pemilihan gaya bahasa sendiri-sendiri untuk mengungkapkan maksud isi puisinya.
Bunyi
Puisi anak biasanya berkaitan dengan permainan bunyi sebagai sarana untuk
menciptakan keindahan puisi. Selain karena anak menyukai bunyi yang merdu, puisi
adalah rangkaian dari kata-kata yang enak (merdu) untuk didengarkan. Artinya,
pemilihan kata dalam puisi, selain untuk keperluan makna, juga dibedakan untuk
keperluan estetis, terutama bunyi.
Dalam bukunya Heru Kurniawan (2007: 95) menjelaskan : efek bunyi dalam puisi
biasanya menimbulkan 2 kesan : (1) kesan merdu yang disebut efoni, yaitu kombinasi
bunyi dalam puisi yang indah; (2) kesan bunyi yang tidak merdu yang disebut kakafoni,
yaitu kombinasi bunyi dalam puisi yang bernada parau dan sedih. Kombinasi bunyi yang
merdu ini biasanya bernada bunyi-bunyi vokal (asonansi) (a, i, u, e, o), sedangkan
kombinasi bunyi yang tidak merdu biasanya bernada bunyi-bunyi konsonan (aliterasi),
seperti k, p, t, s. Kedua efek tersebut, hadir dalam puisi sebagai sarana untuk
menyampaikan suasana sebagai bagian makna yang ingin disampaikan pada pembaca.
Amanat
Amanat adalah hal yang mendorong penyair (anak) untuk menciptakan puisi.
Waluyo(1987) dalam buku Heru Kurniawan (2009: 95) mengatakan bahwa amanat itu
tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan
(Jabrohim, 2003: 67). Amanat dalam puisi anak ini berkaitan dengan pesan-pesan, yang
berupa nilai-nilai moral yang terdapat dalam puisi.
Hasil Analisis
Analisis Diksi
Bait ke-1
(1) Di tamanku ada seekor kupu-kupu
Selalu terbang dan lucu
Aneka warna sayapmu
Indah dipandang selalu
Pada bait ke-1 kata-kata yang dipilih dan disusun (diksi) menunjukan suatu kekaguman
dan keterpesonaan pada ciptaan Tuhan. Kata-kata yang digunakan sederhana tetapi
mengandung makna yang dalam. Ketika dibaca perbaris makna itu belum terlihat, akan
tetapi jika dibaca secara keseluruhan akan ditemukan makna yang penuh kekaguman.
Walaupun pilihan kata yang digunakan sederhana tetapi membentuk susunan kalimat
yang indah.
Bait ke-2
(2) Namun, orang suka usil padamu
Kau selalu diburu-buru
Sayapmu dicabuti
Badanmu diteliti
Pada bait ke-2 ini, susunan kalimat yang dipilih dan digunakan lebih sederhan dari bait
yang ke-1. Apabila bait yang ke-2 ini dicermati lebih mendalam akan menghadirkan
suasana keperihatinan dan kesedihan terhadap nasib sang kupu-kupu.
Bait ke-3
(3) Wahai kawanku
Jangan kau tangkap kupu-kupu
Lestarikan hewan itu
tuk menambah keindahan kebunmu
Pada bait yang ke-3 terdapat suatu pesan (makna) mulia yang disampaikan si penulis
puisi untuk pembaca puisi.
Analisis Bahasa Kiasan
Di dalam puisi yang berjudul Kupu-Kupu dari bait ke-1 sampai dengan bait ke-3 hampir
semuanya tidak menunjukan adanya bahasa kiasan yang digunakan.
Analisis Bunyi
Pada puisi Kupu-Kupu bait ke-1, struktur bunyi yang ditulis mempunyai kesan yang
merdu (efoni) dengan kombinasi bunyi yang bernada bunyi-bunyi vokal (asonansi) (a, i,
u, e, o), yang terdapat pada kata-kata : kupu-kupu, lucu, warna sayapmu, indah
dipandang selalu. Rima yang terbentuk aa aa .
Sedangkan pada bait yang ke-2, struktur bunyi yang membangunnya mengkombinasikan
bunyi yang bernada parau (kakafoni) dengan kombinasi yang terdapat pada kata usil,
diburu, sayapmu dicabuti, badanmu diteliti. Semuanya menyiratkan bunyi yang parau
(sedih), meskipun rima yang terbentuk aa bb. Jika dianalisis dengan cermat, rima aa bb
pada bait yang ke-2 ini terjadi sifat negatif (asosiasi). Sehingga tampak kuat suasana
yang tercipta adalah tentang kesedihan dan keperihatinan.
Pada bait yang ke-3, dalam penggunaan kata dan kombionasi yang tercipta , kata
tangkap mengandung asosiasi berempati dan ingin merasakan kesedihan. Kombinasi
bunyinya terkesan indah (efoni) dengan kalimat : lestarikan hewan itu, tuk menambah
keindahan kebunmu.
Analisis Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi kupu-kupu adalah ajakan agar bisa melestarikan
dan menjaga alam dan lingkungannya supaya tetap indah.
Hubungan Antar Unsur
Hubungan antar unsur puisi Kupu-Kupu yaitu diksi, bahasa kiasan, bunyi, dan amanat
adalah baik. Sekalipun puisi ini ditulis oleh seorang yang masih anak-anak , tetapi cukup
memberikan makna dan kesan dengan pilihan kata yang sederhana tetapi mempunyai
bunyi yang cukup indah serta menyampaikan pesan yang luhur untuk anak-anak dan
orang dewasa.
Kesimpulan
Di dalam puisi yang berjudul Kupu-Kupu menggunakan pilihan dan susunan kata (diksi)
yang sederhana tetapi penuh makna. Susunsan kalimat yang terbentuk dari kata-
katanya yang sederhana sesuai dengan umur anak-anak (penulis puisi). Meskipun tidak
terdapat bahasa kiasan, tetapi struktur bunyi yang dibangun merupakan kombinasi yang
bernada merdu (efoni) dan bernada parau dan sedih ( kakafoni). Amanat yang
terkandung di dalam puisi Kupu-Kupu adalah ajakan agar bisa melestarikan dan menjaga
alam dan lingkungannya supaya tetap indah.
1. Pengertian Unsur Ektrinsik
Karya sastra disusun oleh dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik, tidak
terkecuali pada puisi. Unsur intrinsik karya sastra adalah unsur-unsur penyusun karya
sastra yang terdapat di dalam karya tersebut, sedangkan unsur ekstrinsik karya sastra
adalah unsur-unsur penyusun karya sastra yang berada di luar karya sastra (Dewi:2008).
Unsur intrinsik menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan
struktur suatu karya sastra seperti tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran,
latar dan pelataran, dan pusat pengisahan. Unsur intrinsik hanya memandang unsur-
unsur yang terdapat di dalam karya saja. Penilaian yang tepat untuk menentukan unsur
intrinsik ini adalah penilaian objektif, karena penilaian tersebut hanya menilai unsur-
unsur yang terdapat di dalam karya yang dinilai. Penilaian objektif menganggap sebuah
karya sastra adalah karya yang berdiri sendiri tanpa mengaitkan karya sastra dengan
sesuatu yang berada di luar karya itu, baik itu penyairnya, muapun aspek-aspek lain
yang mempengaruhi.
Unsur ekstrinsik sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi,
psikologi, dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu
pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor
kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta
kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur
yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan
terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi,
psikologi, filsafat, dan lain-lain.
Menurut Tuhusetya (2007), sebuah karya sastra yang baik mustahil dapat
menghindar dari dimensi kemanusiaan. Kejadian-kejadian yang terjadi dalam masyarakat
pada umumnya dijadikan sumber ilham bagi para sastrawan untuk membuat suatu karya
sastra.
Seorang sastrawan memiliki penalaran yang tinggi, mata batin yang tajam, dan
memiliki daya intuitif yang peka. Kelebihan-kelebihan itu jarang sekali ditemukan pada
orang awam. Dalam hal ini, karya sastra yang lahir pun akan diwarnai oleh latar belakang
sosiokultural yang melingkupi kehidupan sastrawannya.
Suatu keabsahan jika dalam karya sastra terdapat unsur-unsur ekstrinsik yang
turut mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ektrinsik yang dimaksud seperti filsafat,
psikologi, religi, gagasan, pendapat, sikap, keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam
memandang dunia. Karena unsur-unsur ekstrinsik itulah yang menyebabkan karya sastra
tidak mungkin terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang
makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Sastrawan berupaya untuk menyalurkan obsesinya agar mampu dimaknai oleh
pembaca. Visi dan persepsinya tentang manusia di muka bumi bisa ditangkap oleh
pembaca, dan pembaca terangsang untuk tidak melakukan hal-hal yang berbau hedonis
dan tidak memuaskan kebuasan hati. Persoalan amanat, tendensi, unsur edukatif dan
nasihat bukanlah hal yang terlalu berlebihan dalam karya sastra. Bahkanunsur-unsur
tersebut merupakan unsur paling esensail yang perlu digarap dengan catatan tanpa
meninggalkan unsur estetikanya. Sebab jika sebuah tulisan hanya mengumbar pepatah-
petitih sosial, kepincangan-kepincangan sosial, tanpa diimbangi aspek estetika, namanya
bukan karya sastra. Tulisan tersebut hanyalah sebuah laporan jurnalistik yang
mengekspose kejadian-kejadian negatif yang tenagh berlangsung di tengah masyarakat.
Oleh sebab itu, kehadiran unsur-unsur tersebut bersama dengan proses penggarapan
kara sastra.
2. Biografi Singkat Chairil Anwar
Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak tunggal
dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ayahnya bekerja sebagai pamongpraja. Ibunya masih
mrmpunyai pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.
Chairil dibesarkan dalam keluarga yang berantakan. Kedua orang tuanya bercerai dan
ayahnya menikah lagi dengan wanita lain. Setelah perceraian itu, Chairil mengikuti
ibunya merantau ke Jakarta. Saai itu, ia baru lulus SMA.
Chairil masuk Hollands Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang
pribumi waktu penjajah Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah menengah pertama Belanda, tetapi dia keluar
sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja, namun tak satu pun
puisi awalnya yang ditemukan. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai
bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman. Ia mengisi waktu luangnya dengan
membaca buku-buku dari pengarang internasional ternama, seperti Rainer M. Rilke, W.H.
Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis
ini sangat mempengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung mempengaruhi puisi
tatanan kesusasteraan Indonesia.
Semasa kecil di Medan, Chairil sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini
memberikan kesan lebih pada hidup Chairil. Dalam hidupnya yang jarang berduka, salah
satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan
kedukaan itu dalam sajak yang pedih sebagaimana yang tertulis dalam kutipan (1).
(1) Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak
kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta

Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil sayangi. Dia bahkan
terbiasa menyebut nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu. Hal itu ia lakukan sebagai
tanda bahwa ia yang mendampingi nasib ibunya. Di depan ibunya juga, Chairil sering kali
kehilangan sisi liarnya. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada
ibunya.
Chairil Anwar mulai memiliki perhatian terhadap kesusasteraan sejak sekolah
dasar. Di masa itu, ia sudah menulis beberapa sajak yang memiliki corak Pujangga Baru,
namun ia tidak menyukai sajak-sajak tersebut dan membuangnya. Begitulah pengakuan
Chairil Anwar kepada kritikus sastra HB. Jassin. Seperti yang ditulis oleh Jassin sendiri
dalam Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45.
Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kegigihannya. Seorang teman dekatnya,
Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika
semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah
pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam
mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang
menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah
diam.
Jassin juga pernah bercerita tentang salah satu sifat sahabatnya tersebut, Kami
pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui
kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana
kami bertanding di depan para gadis.
Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis
Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Semua nama gadis
itu masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Hapsah adalah gadis kerawang yang menjadi
pilihannya untuk menemani hidup dalam rumah tangga. Pernikahan itu tak berumur
panjang. Karena kesulitan ekonomi dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah
meminta cerai. Saat itu, anaknya baru berumur tujuh bulan dan Chairil pun menjadi
duda.
Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada
beberapa versi tentang sakitnya, namun banyak pendapat yang mengatakan bahwa TBC
kronis dan sipilislah yang menjadi penyebab kematiannya. Umur Chairil memang pendek,
27 tahun. Kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan
Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh
di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil
Anwar yang menjadi notaris di bekasi harus meminta maaf saat mengenang kematian
ayahnya di tahun 1999. Ia berkata, Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu
dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar, (Haniey:2007).
Tak sedikit buku-buku karangan Chairil semasa hidupnya, buku-buku itu adalah
sebagai berikut. Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang
Putus (1949), Tiga Menguak Takdir (1950, dengan Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku Ini
Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949, diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh
Sapardi Djoko Damono (1986), Derai-derai Cemara (1998), Pulanglah Dia Si Anak Hilang
(1948), terjemahan karya Andre Gide Kena Gempur (1951), dan terjemahan karya John
Steinbeck.
Selain itu, karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing,
antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya
seperti Sharp gravel, Indonesian poems, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley? California,
1960), Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati (Madrid:
Palma de Mallorca, 1962), Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin
Salam (New York, New Directions, 1963), Only Dust: Three Modern Indonesian Poets, oleh
Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969), The Complete Poetry
and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State
University of New York Press, 1970), The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan
diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University
Education Press, 1974), Feuer und Asche: smtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh
Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978), dan The Voice of the Night: Complete
Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University,
Center for International Studies, 1993).
3. Unsur Ekstrinsik dalam Puisi Aku
Puisi yang sebelumnya berjudul Semangat ini terdapat dua versi yang berbeda.
Terdapat sedikit perubahan lirik pada puisi tersebut. Kata ku mau berubah menjadi
kutahu. Pada kata hingga hilang pedih peri, menjadi hingga hilang pedih dan peri.
Kedua versi tersebut terdapat pada kumpulan sajak Chairil yang berbeda, yaitu versi
Deru Campur Debu, dan Kerikil Tajam. Keduanya adalah nama kumpulan Chairil sendiri,
dibuat pada bulan dan tahun yang sama. Mungkin Chairil perlu uang, maka sajaknya itu
dimuat dua kali, agar dapat dua honor (Aidit:1999).
Penjelajahan Chairil Anwar berpusar pada pencariannya akan corak bahasa ucap
yang baru, yang lebih berbunyi daripada corak bahasa ucap Pujangga Baru. Chairil
Anwar pernah menuliskan betapa ia betul-betul menghargai salah seorang penyair
Pujangga Baru, Amir Hamzah, yang telah mampu mendobrak bahasa ucap penyair-
penyair sebelumnya. Idiom binatang jalang yang digunakan dalam sajak tersebut pun
sungguh suatu pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih
cenderung mendayu-dayu.
Secara makna, puisi Aku tidak menggunakan kata-kata yang terlalu sulit untuk
dimaknai, bukan berarti dengan kata-kata tersebut lantas menurunkan kualitas dari puisi
ini. Sesuai dengan judul sebelumnya, puisi tersebut menggambarkan tentang semangat
dan tak mau mengalah, seperti Chairil sendiri.
Pada lirik pertama, chairil berbicara masalah waktu seperti pada kutipan (2).
(2) Kalau sampai waktuku
Waktu yang dimaksud dalam kutipan (2) adalah sampaian dari waktu atau sebuah
tujuan yang dibatasi oleh waktu. Seperti yang telah tertulis di atas, bahwa Chairil adalah
penyair yang sedang dalam pencarian bahasa ucap yang mampu memenuhi luapan
ekspresinya sesuai dengan yang diinginkannya, tanpa harus memperdulikan bahasa
ucap dari penyair lain saat itu. Chairil juga memberikan awalan kata kalau yang berarti
sebuah pengandaian. Jadi, Charil berandai-andai tentang suatu masa saat ia sampai
pada apa yang ia cari selama ini, yaitu penemuan bahasa ucap yang berbeda dengan
ditandai keluarnya puisi tersebut.
(3) 'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Pada kutipan (3) inilah watak Charil sangat tampak mewarnai sajaknya. Ia tahu
bahwa dengan menuliskan puisi Aku ini akan memunculkan banyak protes dari berbagai
kalangan, terutama dari kalangan penyair. Memang dasar sifat Chairil, ia tak menanggapi
pembuicaraan orang tentang karyanya ini, karena memang inilah yang dicariny selama
ini. Bahkan ketidakpeduliannya itu lebih dipertegas pada lirik selanjutnya pada kutipan
(4).
(4) Tidak juga kau
Kau yang dimaksud dalam kutipan (4) adalah pembaca atau penyimak dari puisi
ini. Ini menunjukkan betapa tidak pedulinya Chairil dengan semua orang yang pernah
mendengar atau pun membaca puisi tersebut, entah itu baik, atau pun buruk.
Berbicara tentang baik dan buruk, bait selanjutnya akan berbicara tentang nilai
baik atau buruk dan masih tentang ketidakpedulian Chairil atas keduanya.
(5) Tidak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Zaini, salah seorang Sahabat Chairil pernah bercerita, bahwa ia pernah mencuri
baju Chairil dan menjualnnya. Ketika Chairil mengetahui perbuatan sahabatnya itu,
Chairil hanya berkata, Mengapa aku begitu bodoh sampai bisa tertipu oleh kau. Ini
menunjukkan suatu sikap hidup Chairil yang tidak mempersoalkan baik-buruknya suatu
perbuatan, baik itu dari segi ketetetapan masyarakat, maupun agama. Menurut Chairil,
yang perlu diperhatikan justru lemah atau kuatnya orang.
Dalam kutipan (5), ia menggunakan kata binatang jalang, karena ia ingin
menggambar seolah seperti binatang yang hidup dengan bebas, sekenaknya sendiri,
tanpa sedikitpun ada yang mengatur. Lebih tepatnya adalah binatang liar. Karena itulah
ia dari kumpulannya terbuang. Dalam suatu kelompok pasti ada sebuah ikatan, ia dari
kumpulannya terbuang karena tidak ingin mengikut ikatan dan aturan dalam
kumpulannya.
(6) Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari

Hingga hilang pedih peri

Peluru tak akan pernah lepas dari pelatuknya, yaitu pistol. Sebuah pistol seringkali
digunakan untuk melukai sesuatu. Pada kutipan (6), bait tersebut tergambar bahwa
Chairil sedang diserang dengan adanya peluru menembus kulit, tetapi ia tidak
mempedulikan peluru yang merobek kulitnya itu, ia berkata Biar. Meskipun dalam
keadan diserang dan terluka, Chairil masih memberontak, ia tetap meradang
menerjang seperti binatang liar yang sedang diburu. Selain itu, lirik ini juga
menunjukkan sikap Chairik yang tak mau mengalah.
Semua cacian dan berbagai pembicaraan tentang baik atau buruk yang tidak ia
pedulikan dari sajak tersebut juga akan hilang, seperti yang ia tuliskan pada lirik
selanjutnya.
(7) Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Inilah yang menegaskan watak dari penyair atau pun dari puisi ini, suatu
ketidakpedulian. Pada kutipan (7), bait ini seolah menjadi penutup dari puisi tersebut.
Sebagaimana sebuah karya tulis, penutup terdiri atas kesimpulan dan harapan.
Kesimpulannya adalah Dan aku akan lebih tidak perduli, ia tetap tidak mau peduli.
Chairil berharap bahwa ia masih hidup seribu tahun lagi agar ia tetap bisa mencari-cari
apa yang diinginkannya.
Disamping Chairil ingin menunjukkan ketidakpeduliannya kepada pembaca, dalam
puisi ini juga terdapat pesan lain dari Chairil, bahwa manusia itu itu adalah makhluk yang
tak pernah lepas dari salah. Oleh karena itu, janganlah memandang seseorang dari baik-
buruknya saja, karena kedua hal itu pasti akan ditemui dalam setiap manusia. Selain itu,
Chairil juga ingin menyampaikan agar pembaca tidak perlu ragu dalam berkarya.
Berkaryalah dan biarkan orang lain menilainya, seperti apa pun bentuk penilaian itu.
4. Simpulan
1. Unsur ektrinsik adalah unsur-unsur dari luar karya sastra yang mempengaruhi isi karya
sastra. Contoh unsur ekstrinsik adalah psikologi, sosial, Agama, sejarah, filsafat, ideologi,
politik.
2. Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 26 Juli 1922. Dia merupakan anak tunggal dari
pasangan Toeloes dan Saleha. Ia meninggal pada pukul 15.15 WIB, 28 April 1949.
Penyebab kematiaannya terdapat beberapa versi tentang sakitnya, namun banyak
pendapat yang mengatakan bahwa TBC kronis dan sipilislah yang menjadi penyebabnya.
Umur Chairil 27 tahun. Namun, kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi
perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik untuk sikap
yang tidak bersungguh-sungguh dalam menggeluti kesenian.
3. Unsur ekstrinsik dalam puisi Aku ini adalah Psikologi pengarangnya, Chairil Anwar.
Penjelajahan Chairil Anwar berpusar pada pencarian corak bahasa ucap baru yang lebih
berbunyi daripada corak bahasa ucap Pujangga Baru. Ia menghargai salah seorang
penyair Pujangga Baru, Amir Hamzah, yang telah mampu mendobrak bahasa ucap
penyair-penyair sebelumnya. Sajak Aku adalah sajak yang paling memiliki corak khas
dari beberapa sajak Chairil lainnya. Sajak trsebut bersifat destruktif terhadap corak
bahasa ucap yang biasa digunakan penyair Pujangga Baru seperti Amir Hamzah
sekalipun. Idiom binatang jalang yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh
suatu pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung
mendayu-dayu.
Daftar Rujukan
Dewi. 2008. Pengertian Fungsi dan Ragam Sastra. dewi-biru.blogspot.com. (Diakses pada
tanggal 24 Maret 2008)
Tuhusetya, Sawali. 2008. Karya Sastra yang Baik Tak Lepas dari Dimensi Hidup. sawali.info.
(Diakses pada tanggal 24 Maret 2008)
Haniey. 2007. Biografi Chairil Anwar (19221949). penyair.wordpress.com. (Diakss pada tanggal
15 November 2007)
Ginting, T. D. 2007. Pertem(p)u(r)an Chairil Anwar dengan Tuhan. www.puisi.net. (Diakses pada
tanggal 15 November 2007)
Aidit, Sobron. 1999. Bab 1: Chairil Anwar. www.lallement.com. (Diakses pada tanggal 15
November 2007)

A. PUISI

Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima atau Poesis
yang berarti pembuatan. Sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut Poem atau Poetry
yang berarti membuat atau pembuatan, karena lewat puisi pada dasarnya seseorang
telah menciptakan suatu dunia tersendiri yang mungkin berisi pesan atau gambaran
suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah.
Definisi puisi cukup banyak, salah satu pendapat yang cukup mudah dipahami
diantaranya mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya Sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan
semua kekuatan bahasa, yakni struktur fisik dan struktur batinnya ( Waluyo.1995:28,
dalam buku Drs.Supriyadi, Mpd. Pembelajaran Sastra yang apresiatif dan Integratif dari
SD 2006:44 ). Berdasarkan asal-usul istilah puisi dari atas dan berbagai pendapat para
ahli, pengertian puisi dapat didefinisikan sebagai salah satu cabang sastra yang
menggunakan kata-kata, rima, dan irama sebagai media penyampaian untuk
membuatkan ekspresi, ilusi dan imajinasi.
Bila dibandingkan dengan karya sastra fiksi atau drama, pilihan kata dalam puisi
cenderung padat, singkat, imajinatif sehingga dikatakan mempunyai bentuk tersendiri.
Penggunaan rima dan irama agar puisi lebih indah juga merupakan pembeda yang
sangat signitifikan bola dibandingkan fiksi dan drama.
Pengertian Puisi Anak
Menurut Norton (323-324) puisi anak-anak mempunyai kriteria sebagai berikut:

1. Puisi anak adalah puisi yang berisi kegembiraan.

2. Mengutamakan bunyi bahasa dan membangkitkan semangat bermain bahasa.

3. Harus berupaya memperbaiki ketajaman imajinasi visual dan kata yang


dipergunakan mengmbangkan imajinasi, dan melihat serta mendengar kata-kata
dalam cara baru.
4. Menyajikan cerita sederhana dan memperkenalkan tindakan sehari-hari.

5. Dituls berdasarkan pengalaman anak.

6. Berbentuk informasi sederhana yang membuat anak dapat menafsir dan


menangkap sesuatu dari puisi itu.

7. Tema puisi harus menyenangkan anak-anak, menyatakan sesuatu kepada anak,


menggelitik egonya, mengingat kebahagiaan, menyentuh kejenakaan dan
membangkitkan semangat pribadi anak-anak.

8. Dapat dibaca anak-anak dan mudah dimengerti.

Contoh puisi anak


BERDOA
Karya: Abdul Goni
Ibuku yang telah memelihara dan membesarkan daku
Dan dia telah menyekolahkanku
Dia satu-satunya untukku
Yang merawat aku semenjak kecil

Aku akan mendoakan ibuku


Karna dia mengayun-ayun
Ketika aku masih kecil
Dan dia yang membesarkanku.

Jenis-jenis Puisi
Puisi Tradisional atau Puisi Lama
Yaitu puisi yang tidak mendapat pengaruh kesustraan barat puisi lama merupakan
pancaran masyarakat lama yang mempunyai ciri-ciri:
a) Masyarakat yang hidup bersama atau masyarakat gotong-royong.
b) Merupakan masyarakat yang kurang mengenal baca tulis.
c) Merupakan masyarakat yang statis dan setia memertahankan sifat konservatif dan
tridisional.
Ciri-ciri Puisi lama
1. Puisi tradisional umumnya milik rakyat atau masyarakat dan tidak kenal
pengarangnya (anonim), karena pada umumnya penyairnya tidak mau menonjilkan diri.
2. Pada asalnya disampaikan secara lisan, dari mulut ke mulut, namun akhirnya terdapat
pula dalam bentuk tulisan.
3. Pada umumnya sangat terikat oleh syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi oleh
norma sebuah puisi tertentu.
Macam-macam Puisi Lama
1) Bidal
adalah puisi Tradisional yang berupa susunan kata atau kalimat singkat yang
mengandung pengertian sindiran, perbandingan serta kiasan. Puisi yang dapat
digolongkan bidai adalah sebagai berikut :
Peribahasa atau ungkapan
adalah kiasan yang dinyatakan dengan kata-kata pendek dan singkat.
Pepatah
adalah kiasan yang dinyatakan dengan kalimat.
Tamzil
adalah kiasan yang diungkapkan dengan persajakan dan berirama.
Perumpamaan
adalah kiasan yang berupa kalimat dan digunakan untuk menyampaikan seseorang
atau suatu tabiat, perangaui, kelakuan yang didahului dengan kata-kata : seumpama,
seperti, laksana, bagaikan, dll.

Ibarat
adalah perumpamaan yang menyatakan sesuatu dengan sejelas-jelasnya serta
dengan mengambil perbandingan.
Pemeo
adalah kalimat pendek yang ada suatu waktu banyak dipergunakan sebagai
semboyan guna membangkitkan atau mengobarkan semangat.
2) Pantun
3) Pantun kilat / karmina
adalah jenis pantun yang dalam 1 bait terdiri atas 2 baris. Baris pertama berupa
sampiran dan baris kedua berupa isi.
Sajak pantun kilat adalah a, a
Contoh : - kura kura dalam prahu (a)
- pura pura tidak tahu (a)
Puisi Baru atau puisi modern
Adalah puisi yang sudah dipengaruhi seni budaya barat puisi baru berisi ide, ekpresi,
pancaran penyairnya dan umumnya merupakan pancaran masyarakat baru yang
tergolong puisi baru adalah puisi yang diciptakan pada zaman mulai pujangga baru
sampai sekarang :
Macam-macam Puisi baru :
a) Puisi Naratif
adalah puisi yang mirip dengan cerita atau narasi. Puisi naratif disamping
mempunyai tema dan amanat, latar, tokoh, gaya bahasa, juga rangkaian peristiwa yang
dijalin dengan jelas aturannya.
Contohnya puisi AKU karya Chairil Anwar (Maret 1943)
b) Epik
adalah puisi yang didalamnya mengandung serita kepahlawanan, baik
kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah.
Contohnya puisi TERATAI karya Sanusi Pane (1957).
c) Puisi Lirik
adalah puisi yang berisi luapan batin Individual penyairnya dengan segala macam
pengalaman, sikap maupun suasana batin yang melengkapinya.
Contoh puisi NISAN karya Charil Anwar (oktober 1942).
d) Puisi Dramatik
adalah puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat
lakuan dialog mauppun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu.
Contohnya puisi MENYESAL karya Ali Hasjing (1954)
e) Elegi
adalah puisi yang isinya merupakan luapan kepedihan atau mengungkapkan
kepedihan. Puisi jenis ini banyak dijumpai pada syair lagu yang sedih atau sendu.
Contohnya puisi KARANGAN BUNGA karya Taufik Ismail (1966).
f) Himne
adalah puisi yang isinya tentang pujian kepada Tuhan atau ungkapan rasa cinta
terhadap tanah air, pada perkembangannya himne juga dapat pula digunakan sebagai
pujian kepada suatu organisasi atau proses.
Contohnya : Himne Guru
g) Puisi Kontemporer
adalah puisi modern yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Puisi ini menolak kata dan mengganti dengan titik,garis huruf / simbol.
2) Puisi yang menggunakan simbol-simbol non kata / menggunakan kata seminimal
mugkin
3) Puisi yang dengan bebas memasukkan unsur-unsur bahasa asing atau bahsa daereh ke
dalamnya.
4) Puisi yang mementingkan fisografi
5) Puisi yang menggunakan kata secara tepat sehingga menghasilkan ungkapan baru.
6) Puisi yang menggunakan kata-kata Supra kata-kata yang dijungkir balikan suku-suku
katanya.
Pelopor puisi kontemporer Indonesia adalah Sutardji Calzoum Backhri, Danarto,
Ibrahim Sattah, dll
Contohnya puisi SHANG HAI karya Sutardji Calzoum Backhri
h) Puisi Mbeling
Mbeling berasal dari bahasa jawa yang berarti nakal, maunya sendiri, kelakar. Puisi
mbeling dapat diartikan sebagai puisi yang isinya kritikan kata, dan mengandung unsur
humor yang menyindir / menggelitik tapi ada unsur benarnya. Tokoh yang banyak
menulis puisi mbeling adalah W.S.Rendra, Sutardji Calzoum Backhri, Ibrahim Sattah,
Emha Ainun Najib, dll.
Contohnya puisi KWATRIN TENTANG SEBUAH POCI karya Goenawan Muhammad.
Unsur-unsur Pembangunan Puisi :
1) Tema dan amanat
2) Citraan ( pengimajinasian )
3) Rima
4) Diksi
5) Irama ( musika lisan )
6) Sudut pandang

B. PANTUN

Pantun adalah puisi lama yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :


1) Tiap bait terdiri atas empat baris
2) Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata
3) Sajaknya berselang abab
4) Hubungan baris : baris 1 dan 2 sampiran, sedangkan baris 3 dan 4 Isi. Pantun dikenal
dan digunakan oleh hampir seluruh bangsa Indonesia, hanya didaerah tertentu istilahnya
yang berbeda, misalnya Wangsalan/parikan (Jateng dan Jatim), Jula-juli ( Jatim), Pantun
(melayu/Indonesia), Ende-ende (batak) dll.
Menurut isinya pantun dapat dibedakan menjadi :
Pantun anak-anak :
Pantun bersuka cita
Pantun berduka cita
Pantun Orang muda
Pantun dagang atau nasib
Pantun perhubungan
Pentun berkenalan
Pantun berkasih-kasihan
Pantun perceraian
Pantun beriba hati
Pantun Jenaka
Pantun Orang tua
Pantun nasihat
Pantun adat
Pantun agama
Contoh Pantun anak-anak :
Elok rupanya si kumbang jati
Di bawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat Ibu sudah datang

Contoh Pantun Orang Muda :


Tanam melati dirama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Contoh Pantun Jenaka :
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbang
Biar marah tertawa juga
Contoh Pantun orang tua :
Wahai muda kenali dirimu
Ialah perahu tamsil tubuhmu
Tiadalah berapa lama hidupmu
Ke akhirat juga kekal diammu
Fungsi Pantun
1) Digunakan dalam kegiatan berumuskan upacara / religi
2) Digunakan dalam kegiatan Seni yang berfungsi sebagai hiburan
3) Sebagai alat komunikasi
4) Alat hiburan dan Jenaka
5) Alat pendidikan

C. SYAIR

Syair adalah bentuk puisi lama yang terikat oleh jumlah larik setiap bait, jumlah
suku kata, setiap barisnya dan semua lariknya merupakan Isi dan berirama akhir sama.
Ciri-ciri Syair :
1) Setiap bait terdiri empat larik atau baris
2) Setiap larik terdiri antara delapan sampai dua belas suku kata
3) Semua larik merupakan isi dan adanya hubungan yang logis
4) Rima akhir sama, yang dapat dirumuskan a,a,a,a
Fungsi Syair :
a. Sebagai hiburan
b. Media komunikasi
c. Kegiatan keagamaan
d. Media untuk menyampaikan berita
e. Media penyampai pengajaran
f. Gambaran daya kreativitas masyarakat melayu
Contoh Syair : Syair Ilmu Bekalan Hidup
Ilmu itu memang sakti
Sinarnya cerah cahaya sejati
Asal diamalkan dan ditaati
Sukar bercerai sampai kau mati

D. TALIBUN

Talibun adalah bentuk puisi yang terikat oleh jumlah suku kata, tiap larik, rima
akhir. Jumlah larik dalam satu bait dan tidak menunjukkan adanya hubungan yang logis
pada larik-lariknya.
Ciri-ciri talibun :
1) Setiap larik atau baris jumlah katanya antara 6-12 suku kata.
2) Setiap bait terdiri 6 larik / lebih dan jumlahnya genap.
3) Setengah dari jumlah baitnya merupakan sampiran dan setengahnya lagi merupakan
Isi.
4) Rima akhirnya dapat dirumuskan abc,abc,abcs,abcd.
5) Larik dalam setiap baitnya, hubungannya tidak / kurang logis.
Contoh Talibun :
Ayam kurik rambaian tadung
Ekor melewat dalam padi
Ambillah sayak berilah makan
Dalam daerah tujuh kampung
Tuan seorang tempat hati
Yang lair jadi diharamkan
Siapa belangir ke tepian
Jangan dahulu balik pulang
Tema-tema talibun yang umumnya digunakan
1) Keajaiban suatu benda atau peristiwa
2) Kebesaran / kehebatan suatu peristiwa
3) Kehebatan / kecantikan seseorang
4) Kelakuandan sikap manusia
BAB III
PENUTUP

Hakikat Sastra anak adalah karya Imajinatif dalam bentuk bahasa yang berisi
pengalaman, perasaan, dan pikiran anak secara jujur, yang secara khusus ditujukan bagi
anak-anak, ditulis oleh pengarang anak-anak atau orang dewasa. Topik Sastra anak
dapat mencakup seluruh kihidupan manusia atau binatang yang mengandung nilai-nilai
pendidikan, moral, agama, atau nilai positif lainnya.
Manfaat nilai Sastra anak bagi perkembangan kepribadian anak adalah sebagai
berikut:
1) Memberikan nilai kesenangan bagi anak dari sastra yang didengarnya, akibatnya rasa
senang itu dapat memotivasi anak untuk menyukai sastra dengan jalan membacanya.
2) Mengembangkan pemahaman anak tentang tingkah laku manusia yang berbeda-beda,
yang sangat berguna bagi masa depan anak kelak.
3) Memberikan pengalaman yang universal.

PUISI

Dengan Puisi, Aku

Dengan puisi aku bernyanyi


Sampai senja umurku nanti

Dengan puisi aku bercinta


Berbatas cakrawala

Dengan puisi aku mengenang


Keabadian yang akan datan
g
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris

Dengan puisi aku mengetuk


Nafas zaman yang busuk

Dengan puisi aku berdoa


Perkenankanlah kiranya
U N S U R U N S U R I N T R I N S I K P U I S I D e n g a n Pu i s i, A ku

TEMA
Tema dari puisi diatas yang berjudul Dengan Puisi, Aku adalahseseorang yang
meng-ekspresikan perasaannya lewat puisi

RASA

Rasa yang ditimbulkan penyair pada puisi diatas adalah rasakeharuan.


DIKSI

senja maksudnya adalah sampai tua/ lanjut usia.

berbatas cakrawala maksudnya adalah berbatas langitmaksud dari berbatas langit
adalah tidak ada batasnya.

jarum waktu bila kejam mengiris maksudnya adalahJalannya waktu yang penuh masalah.

nafas zaman yang buruk maksudnya adalah keadaanDunia yang tidak baik
-MAJAS
Majas Pleonasme

jarum waktu bila kejam mengiris

berbatas cakrawala

RIMAVokal i a menimbulkan efek tertentu terhadap rasa.

RITMEPuisi dibawakan dengan penuh penghayatan.

AMANATSeseorang dapat berkarya dengan meng-ekspresikan

perasaannya lewat sebuah puisi

ANALISIS PUISI DOAKARYA CHAIRIL ANWAR

1. Puisi Doa karya Chairil Anwar

Doa

Tuhanku

Dalam termenung

Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh


Caya-Mu panas suci

Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di Pintu-Mu aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

2. Analisis Unsur Intrinsik

a) Tema

Puisi Doa karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini
dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental
dengan kata-kata bernaka ketuhanan. Kata dua yang digunakan sebagai judul
menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan Sang
Pencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: Tuhanku, nama-Mu, mengingat
Kau, caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah
renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan.

Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisiDoasangat tepat bila digolongkan pada
aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau
jiwanya.. Perhatikan kutipan larik berikut :
(1) Biar rusah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

(2) Aku hilang bentuk

remuk

(3) Di Pintu-Mu aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan dialog dirinya dengan Tuhan.
Kata Tuhan yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah
penyair sedang berbicara dengan Tuhan.

b) Nada dan Suasana

Nama berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap
pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat
pembacaan puisi.

Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya


hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan dengan pembaca, maka puisi Doa
tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa
berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah
makna hidup ini sebagai sebuah pengembaraan di negeri asing.

c) Perasaan

Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi Doa gambaran perasaan
penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang
digunakan antara lain: termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku
tak bisa berpaling.

d) Amanat
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi Doa ini berisi amanat kepada pembaca agar
menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan amanat
tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair.
Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah pengembaraan
di negeri asing yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait
terakhir sebagai berikut:

Tuhanku,

Di Pintu-Mu Aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

DRAMA
DRAMA
C
AT
H
ITAM MENDAKWA
Pentas menggambarkan halaman belakang sekolah. Ada tembok bagian bagianbelakang sekolah itu. Di
dekat tembok ada semacam bangku panjang yang sudah luntur wana catnya terletak di sebelah kiri.
Tampak pada tembok coret-coretan yang dibuat dengancat
:
PROTHOLS, XELEX, THORAX, dan lain-lainnya. Tampaknya, coretan itu belum lamadibuat. Catnya belum
kering benar. Tatkala lakon ini berlangsung, waktu menunjuk saat istirahat. Dari sebelah kirimuncul dua
orang anak, siswa dan siswi. Tuti menarik tangan bakri. Tuti
:
(Nada mengajak) Lihat itu! Ayo, cepat. (Menarik tangan Bakri) Lihat itu.(Mereka tiba di depan tembok
yang bercoret -coret dan memandangi tulisan itu.Tentu saja, Mereka membelakangi penonton, tetapi
tidak perlu dipersoalkankarena ada alasannya). Nah, percaya tidak kamu? Bakri
:
Gila! (Menyentuh coretan). Catnya belum kering benar, Tut. PadahalTembok ini baru dikapur oleh Pak
Dullah seminggu yang lalu, ya k an? Tuti
:
(Berjalan menuju bangku dan duduk) Ya, aku juga tahu itu. Terlalu!Bakri
:
(Membalik ke arah Tuti) Siapa yang terlalu ?Tuti
:
Yaaaa siapa lagi ?Bakri
:
Jadi, kamu juga sependapat dengan Pak Guru bahwa si Muhdom yangmembuat coret-coret ini?Tuti
:
Aku tidak bilang sependapat, aku hanya mengatakan siapa lagi kan ?
Bakri
:
(Mendekati Tuti) Maksudmu siapa? (Duduk) siapa? Tuti
:
Aku tidak tahu. (Berdiri, berjalan ke arah tembok, kemudian membalik kemembalik ke arah Bakri).Tapi,
kalau aku piker bahwa di sekolah kita hanya Muhdom yang seringmembantu Pak Guru membuat
dekorasi panggung, hiasan kelas, dansebangsanya itu. Mungkin dugaan Pak Guru tidak terlalu
salah. Bakri : Ah, kamu ini, Tut. (Berdiri) Masak Muhdom? Dia sahabatku. Dan itu tidakmungkin. Tuti
: Selama sahabatmu bukan malaikat, kemungkinan selalu ada. Lagi pula,siapa yang
pintar main-main cat seperti ini kecuali Muhdom? Bakri : Jika kemungkinan selalu ada, aku
menduga ini perbuatan Nyoman
Tuti : Maksudmu Nyoman sahabatku? Itu tuduhan tidak berdasar. Bakri : (Tersenyum) Naaaah,
kalau menurut kamubukan Nyoman, menurut aku,juga bukan Muhdom yang membuat coret-coretan
ini. (Berjalan ke bangku danduduk) Kita memang tidak tahu. Kamu tidak mengerti, aku pun demikian
pula.Huh !! (Memandangi tulisan itu) (Terdengar beberapa anak memanggil -manggil, Tut, Tuti.)Tuti
: (Berteriak) Aku disini..!!! (Ita,Tarso,dan Bardas muncul.)Bardas : Tut, Muhdom akan disidang
nanti selepas jam terakhir !!! (MenatapCoretan dan mendekatinya, lalu geleng -geleng kepala tujuh
kali) Tuti : oh, ya ? (Memandang Bakri) Bakri : (Kaget,lalu berdiri) Apa? Ita : Ya, si
Muhdom!!! Kasihan, dia. (Melihat coretan, lalu geleng -gelengKepala delapan kali) Tarso :
Bagaimana, Kri. Dia kan sahabatmu? Bakri : (Menahan marah) Gila!!! Pak Guru bilang begitu?
(kepada Ita) Ita : Bukan, bukan Pak Guru. Bakri : Lalu si.. Tarso : (memotong) Tanjir yang
ngomong. Bakri : Tanjir yang berbicara dan kalian percaya ? Bardas : Habis, dia keluar dari ruangan
guru terus bilang begitu. Siapa tidakPercaya? (Semua terdiam, saling memandang. Sepi berlangsung
tujuh detik. Bakri berjalanpelan-pelan menuju bangku lalu duduk. Berpikir. Ita mendekatinya dan duduk
disebelahnya. Musik terdengar keras, gemuruh, lalu perlahan -lahan lenyap).
U N S U R - U N S U R I N T R I S I K D RA M A


TEMA
Memecahakan masalah untuk mencari tahu siapa yang mencoret -coret temboktembok sekolah.

ALUR/ PLOT
Drama di atas menggunakan alur maju.

PERWATAKAN/ PENOKOHAN


Tuti

berburuk sangka

Bakri

suka membela teman

Tarso

suka menyindir

Bardas

gampang percaya

Ita

baik

Tanjir

suka mengadu

LATAR/ SETTING
Di halaman belakang sekolah, waktu istirahat.

SUDUT PANDANG
Drama tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga.

MAJAS
Pleonasme pada kalimat selama sahabatmu bukan malaikat.

DIALOG
Dialog dilakukan oleh enam orang

PARA PELAKU
1.Tuti 4. Bardas2.Bakri 5. Ita3.Tarso 6. Tanjir

AMANAT/ PESAN

Janganlah mencoret-coret tembok sembarangan dan jagalah kebersihan.

Janganlah berburuk sangka terhadap orang lain.

BAB II
PEMBAHASAN

PEMBACAAN HERMENEUTIK PUISI


DARI SEORANG GURU KEPADA MURID-MURIDNYA

Dari seorang guru kepada murid-muridnya


Karya. Hartojo andangjaja

Apakah yang aku punya anak-anakku


Selain buku-buku dan sedikit ilmu
Sumber pengabdian kepadamu

Kalau hari minggu engkau datang kerumahku


Aku takut, anak-anakku
Kursi-kursi tua yang disana
Dan meja tulis sederhana
Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua padamu akan bercerrita tentang hidupku dirumah tangga

Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita


didepan kelas, sedang menatp wajah-wajahmu remaja
-horison yang selalu biru bagiku-
Karena ku tahu; anak-anakku
Engkau terlalu muda
Engkau terlalu bersih dari noda
Untuk mengenal ini semua

(dikutp dari teori dan apresiasi puisi 1987 : 271)

Pada bait pertama / apakah yang aku punya anak-anakku / hal ini menggambarkan rasa
kerendahan hati dari si Aku. Dia menyadari sepenuhnya tentang keadaan dirirnya. Aku
menyadari betapa kurang mampu dirinya.
Selanjutnya dalam baris kedua dan ketiga pada bait pertama /selain buku-buku dan sedikit
ilmu, sumber pengabdian kepadamu / hal ini menggambarkan penyesalan si Aku akan
kehidupannya, yang tidak memiliki apa-apa. Dalam hidup ini aku hanya bisa memberikan
buku-buku dan sedikit ilmu yang dijadikan alat untuk mengabdi kepada anak-anaknya. Tidak
ada lagi yang dipunyai oleh Aku selain kedua hal tersebut. Jadi secara keseluruhan pada bait
pertama menggambarkan ketidak mampuan dan ketidak berdayaan Aku. Aku merasa sangat
miskin sehingga tidak mampu memberikan apa-apa pada anak-anaknya.
Pada bait kedua / kalau di hari minggu engkau datang kerumahku / pada bait ini si Aku
menyatakan kekhawatiran yang berlebihan apabila anak-anaknya pada hari minggu datang
kerumahnya. Si Aku merasa ketakutan apabila anak-anaknya datang ke rumah. Dia bingung
karena apabila anak-anaknya datang dia tidak tahu harus berbuat apa, serta tidak tahu apa
yang harus diperbuat. Dalam baris kelima / aku takut, anak-anakku / pada baris ini si Aku
mulai menunjukan ketakutannya pada hal yang belum terjadi. Ketakutan si Aku mulai terlihat
apabila anak-anaknya datang. Baris keenam, ketujuh, dan kedelapan / kursi-kursi tua yang
disana, dan meja tulis sederhana, dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya /
Ketakutannya karena kursi-kursi tua yang ada di rumahnya, meja tulis sederhana, dan
jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya (citraan penglihatan). Si Aku takut sekali bila
anak-anaknya melihat semua hal tersebut. Si Aku menyadari betul penderitaan yang
dihadapinya. Dari semua hal yang ada di rumahnya tersebut, si Aku merasa tidak berani
menunjukan semua itu kepada anak-anaknya. Si Aku sangat tidak ingin kalau anak-anaknya
sampai melihat hal itu. Si Aku merasa bahwa hal tersebut tidak bole dilihat oleh anak-
anaknya. Baris kesembilan / Semua padamu akan bercerrita tentang hidupku dirumah
tangga / dalam baris ini penyair mengungkapkan betapa sederhana dan kurang layaknya
kehidupannya di rumah. Penyair merasa tidak pantas apabila hal ini dilihat oleh anak-
anaknya. Si aku menyadari betul bahwa dengan melihat hal-hal yang ada di rumahnya anak-
anak tersebut menjadi tahu tentang keadaan dirinya. Si Aku menyadari betul bahwa dengan
melihat benda-benda tersebut anak-anak memperoleh gambaran tentang keberadaan dirinya.
Karena benda-benda tersebut akan bercerita kepada anak-anaknya tentang kehidupannya
dirumah tangga. Secara keseluruhan pada bait kedua ini Aku menyampaikan perasaannya
malunya kepada anak-anaknya. Si Aku merasakan betapa takutnya Dia jika Anak-anaknya
datang kerumahnya.
Bait ketiga / Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita / Si Aku menyadari semua kehidupan
yang dialaminya itu sangat tidak baik untuk anak-anaknya sehingga semua hal yang terjadi
dalam kehidupannya tidak pernah ia ceritakan kepada anak-anaknya. Pada baris kesebelas / di
depan kelas, sedang menatp wajah-wajahmu remaja / apabila Si Aku sedang mengajar
didepan kelas dia selalu melihat wajah-wajah anaknya yang remaja. Wajah-wajah yang telah
meninggalkan masa anak-anak dan hendak melangkahkan kaki menuju dewasa. Masa
peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada baris keduabelas / -horison yang selalu biru
bagiku- / makna horizon adalah batas kehidupan yang dialami oleh anak-anaknya warna biru
melambangkan kegairahan atau masa muda yang sedang menggebu-gebu.(citraan
penglihatan). Pada baris ketigabelas, empatbelas, limabelas, dan enambelas / Karena ku tahu;
anak-anakku, Engkau terlalu muda, Engkau terlalu bersih dari noda, Untuk mengenal ini
semua / pada bait-bait tersebut Si Aku menyadari sepenuhnya tentang kehidupan ini. Dia
menyadari sepenuhnya bahwa anak-anaknya belum mampu untuk memahami arti kehidupan
ini, belum mampu merasakan penderitaan yang dihadapi olehnya. Penyair menyadari bahwa
anak-anaknya masih terlalu muda, masih terlalu polos untuk bisa mengerti tentang
panderitaan dan kesengsaraan yang dialaminya. Dia menyadari sepenuhnya bahwa anak-
anaknya masih sangat kecil dibaratkanbagai kertas yang masih kosong putih dan bersih
belum tercoret atau ditulisi apa-apa oleh kehidupan ini. Pada bait ini si Aku menceritakan
kegundahan hatinya yang teramat sangat. Si Aku menyadari betul bahwa anak-anaknya
belum pantas mengetahui kehidupannya di dalam rumah tangga. Si Aku menganggap bahwa
anak-anaknya masih suci dan polos sehingga belum cukup kuat dan mampu untuk
mengetahui semua penderitaannya.

Anda mungkin juga menyukai