KAJIAN PUSTAKA
2.2.2 Kata
Satuan arti yang membentuk struktur formal lingustik karya sastra adalah kata. Untuk
mencapai nilai seni pada suatu karya sastra maka pengarang dapat menggunakan berbagai
cara, terutama alatnya yang terpenting adalah kata, karena kata dapat menjelmakan
pengalaman jiwa si pengarang dalam karya yang dihasilkannya. Menurut Aminuddin
(1995:201) gaya pemilihan kata atau kata-kata dalam karya sastra adalah cara penggunaan
kata atau kata-kata dalam teks sastra sebagai alat untuk menyampaikan gagasan dan nilai
estetis tertentu. Jadi, kata memiliki arti dan efek tertentu yang akan ditimbulkannya. Di
antaranya adalah arti denotatif dan konotatif, pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan dan gaya
bahasa, citraan, dan hal-hal yang berhubungan dengan struktur kata-kata atau kalimat puisi,
yang semuanya dipergunakan penyair untuk melahirkan pengalaman jiwa dalam sajak-
sajaknya. Kata-kata yang telah digunakan oleh penyair ini disebut kata berjiwa, yang tidak
sama artinya dengan kata dalam kamus, yang harus melalui proses pengolahan. Dalam kata
berjiwa ini sudah dimasukkan perasaan-perasaan penyair, sikapnya terhadap sesuatu. Kata
berjiwa sudah diberi suasana tertentu.
Penggunaan kata pada puisi populer juga diupayakan untuk menimbulkan efek
tertentu dan melahirkan pengalaman jiwa penyair dalam sajak-sajaknya. Dalam hal ini
ditinjau dari arti kata yang meliputi pemilihan kata (diksi), denotasi dan konotatif, bahasa
kiasan, citraan, serta hal-hal yang berhubungan dengan struktur kata-kata atau kalimat puisi,
yang semuanya digunakan penyair untuk menggambarkan perasaan dan pengalaman jiwanya
dalam tiap sajaknya. Sama halnya dengan penyair pada umumnya, mereka yang termasuk
penulis puisi populer tentunya mempunyai cara sendiri untuk menyampaikan pengalaman
jiwanya.
2.2.3 Irama
Satu hal yang masih erat hubungannya dengan pembicaraan bunyi adalah irama.
Bunyi-bunyi yang berulang, pergantian yang teratur, dan variasi-variasi bunyi menimbulkan
suatu gerak yang hidup, seperti gercik air yang mengalir turun tak putus-putus. Gerak yang
teratur itulah yang disebut irama. Irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang
pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa yang teratur. Irama itu dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu metrum dan ritme. Metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya
sudah tetap menurut pola tertentu. Sedangkan ritme adalah irama yang disebabkan
pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan
jumlah suku kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang sukma penyairnya.
Dalam puisi timbulnya irama itu karena perulangan bunyi berturut-turut dan
bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi. Begitu juga karena adanya
pararelisme-pararelisme, ulangan-ulangan kata, ulangan-ulangan bait. Selain itu, disebabkan
pula oleh tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemah, disebabkan oleh sifat-sifat
konsonan dan vokalnya atau panjang-pendek kata, atau kelompok-kelompok sintaksis berupa
gatra atau kelompok kata.
Pada puisi-puisi Indonesia, puisi dengan metrum tertentu dapat dikatakan tidak ada.
Apabila terdapat metrum, maka bersifat individual, artinya metrum-metrum itu buatan-buatan
penyair-penyair pribadi yang saling berbeda, tanpa aturan dan patokan tertentu. Sebenarnya
yang mempunyai metrum adalah pantun dan syair. Hal ini disebabkan jumlah suku kata yang
cenderung tetap dalam tiap baris baitnya dan oleh persajakan (tengah dan akhir) yang tetap.
Sumber: http://belajarbahasa-bahasaindonesia.blogspot.com/2012/05/contoh-penulisan-kajian-
pustaka.html