Anda di halaman 1dari 2

Salah satu puisi yang terkenal dari Sapardi Djoko Damono adalah puisi yang berjudul

“Ajaran Hidup”. Tentu selain puisi tersebut banyak sekali puisi-puisi dari karya Sapardi
Djoko Damono yang terkenal, seperti puisi-puisi beliau yang berjudul “Aku Ingin”, “Pada
Suatu Hari Nanti”, “Hatiku Selembar Daun”, “Yang Fana Adalah Waktu”, “Hujan Bulan
Juni”, dan lain sebagainya. Karya-karya puisi Sapardi Djoko Damono terkenal akan diksi-
diksinya yang romantis dan makna yang begitu menyentuh hati. Akan tetapi, pada puisi
Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Ajaran Hidup” mempunyai makna yang berbeda.

Sebelum membedah lebih jauh tentang puisi “Ajaran Hidup” ini, alangkah baiknya
jika mengetahui sedikit dari biografi beliau terlebih dahulu. Sapardi Djoko Damono sudah
sangat terkenal menjadi penyair Indonesia, selain sebagai penyair beliau pun seorang dosen
juga ahli sastra, baik pengamat, kritikus, maupun pakar sastra. Beliau lahir di Surakarta, Jawa
Tengah, pada tanggal 20 maret 1940. Sapardi Djoko Damono mendapat gelar doktor dalam
jurusan ilmu sastra pada tahun 1989. Beliau mendapatkan begitu banyak penghargaan, seperti
penghargaan Cultural Award dari pemerintah Australia, penghargaan SEA Write Award dan
masih banyak yang lainnya.

Dalam puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Ajaran Hidup” bermakna bahwa
hidup punya aturan, bukan hanya aturan namun juga etika-etika yang harus dijaga. Karena
menjalani hidup butuh dorongan juga motivasi agar tidak tersesat dijalan. Diksi-diksi yang
dituliskan Sapardi Djoko Damono dalam puisi ini sangat sederhana namun tak mengurangi
rasa khusyuk pesan yang disampaikan beliau. Selain itu, dalam puisi ajaran hidup ini,
memberi kesan kepada pembaca jika meskipun kita telah berusaha keras, telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menggapai sesuatu yang sangat kita inginkan, namun belum
tercapai atau bahkan tidak tercapai maka kita harus mengikhlaskan dengan cara menjadikan
semua pengalaman menjadi sebuah pelajaran untuk hidup kita ke depannya nanti.

Tentu saja tema dari puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Ajaran Hidup”
bertema tentang kehidupan. Puisi ini pun dapat menjadikan renungan untuk kita memandang
apa arti hidup itu sendiri. Selain itu, puisi ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur kepada
Tuhan yang telah memberi kita nikmat hidup. Adakalanya dalam menjalani hidup kita harus
menerima kekalahan, agar kita dapat berpikir sejenak, mundur selangkah dan dapat berlari
mengambil langkah yang lebih jauh. Manusia adalah tempat segala lemah, maka sudah
sepantasnya manusia tidak boleh sombong dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan.
Pemilihan kata pada puisi “Ajaran Hidup” karya Sapardi Djoko Damono ini lebih
memilih memakai permisalan atau percontohan, seperti “misalnya buru-buru melepaskan
topi atau sejenak menundukkan kepala jika ada jenazah lewat” dan “rambutmu yang sudah
memutih, membetulkan letak kaca matamu”. Lalu, rasa yang didapat dalam puisi ini adalah
dimana semua manusia tidak pandang usia merasakannya, merasakan bagaimana susah
senangnya menjalani hidup. Dalam puisi ini mungkin Sapardi Djoko Damono ingin memberi
tahu bahwa menghargai hidup lebih penting daripada menyesali yang sudah berlalu, dengan
sisi romantisnya, meski puisi ini tidak ada kaitannya dengan persoalan cinta, namun makna
dari puisi tersebut dapat dipahami dengan baik.

Nada dalam puisi ini pun menggambarkan nada-nada yang sedikit tegas, jelas dan
menasihati. Karena puisi “Ajaran Hidup” ini mengandung kata-kata yang memberi wejangan.
Suasana yang tergambar dalam puisi ini pun adalah suasana yang penuh khusyuk, syahdu dan
meningkatkan optimis, tetapi ada bagian akhir yang berubah menjadi sedih karena bait
terakhir dalam puisi tersebut mengharuskan kita sebagai manusia harus tegar dan tegak
meskipun kekalahan datang dalam hidup kita.

Di dalam puisi “Ajaran Hidup“ karya Sapardi Djoko Damono ini ada beberapa
pengimajian, yaitu seperti, “misalnya buru-buru melepaskan topi“, itu adalah imaji
penglihatan, lalu, “atau sejenak menudukkan kepala jika ada jenazah lewat“, itu pun adalah
imaji penglihatan, lalu, ”menggumamkan beberapa larik doa“, itu adalah imaji pendengaran,
lalu, ”agar masih dianggap menghormati kekalahannya sendiri“, itu adalah imaji rasa, lalu,
”hidup telah mendidikmu dengan keras“, itu adalah imaji rasa.

Anda mungkin juga menyukai