Anda di halaman 1dari 7

Berita Biologi 8(3) - Desember 2006

PENGARUH KONSENTRASI NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP


PERTUMBUHAN, KANDUNGAN PROTEIN, KARBOHIDRAT DAN FIKOSIANIN
PAD A KULTUR Spirulinafusiformis
[Effects of Nitrogen and Phosphorous Concentration on the Growth, Protein, Carbohydrate
and Phycocyanin Content of Spirulinafusiformis Culture]

Tjandra Chrismadha13, Lily M Panggabean dan Yayah Mardiati


Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong, Bogor

ABSTRACT
An experiment was carried out to find out the optimum nitrogen and phosphorous concentration for growth and phycocyanin
production in Spirulina fusiformis culture. The cultures were grown in Zarouk medium at various nitrogen and phosphorous
concentrations, which were 0.0 mM N, 7.5 mM N, 15.0 mM N, 22.5 mM N, and 30.0 mM N, as well as 0 raM P, 90 mM P, 180
mM P, 270 mM P, and 360 mM P, with four replications each. The result shows that optimal growth of the alga, which is expressed
in terms of the biomass yield, was achieved at nitrogen and phosphorous concentration of 7.5 mM and 270 mM, respectively. At
the same time, the highest phycocyanin content was obtained at nitrogen concentration of 22.5 mM, which was 1,2% of the
biomass, and phosphorous concentration of 360 mM, which was 1.1% of the biomass. According to this result, it is suggested the
optimum concentration of nitrogen and phosphorous in the media of Spirulina culture for phycocyanin production is 22.5 mM
and 360 mM, respectively.

Kata Kunci: Alga, fikosianin, fosfor, nitrogen, Spirulina fusiformis.

PENDAHULUAN faktor yang terdiri dari sumberdaya yang secara


Spirulina adalah kelompok alga biru hijau yang langsung dipergunakan oleh sel-sel alga untuk
merupakan salah satu sumber pangan dan pakan pertumbuhannya, seperti unsur hara, cahaya
potensial dengan kandungan pigmen fikosianin yang mataharidan CO2. Sementara faktor pendukung terdiri
tinggi yang mencapai 20% dari total protein selnya dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
(Richmond, 1988). Kandungan pigmen fikosianin yang proses metabolisme dalam sel mikroalga, antara lain
tinggi dapat menjadi daya tarik bagi pengembangan suhu dan pH. Pengaruh faktor sumberdaya terhadap
kultur alga tersebut secara ekonomis, karena fikosianin pertumbuhan mikroalga pada umumnya digambarkan
memiliki karakteristik antioksidan dan dapat berfungsi sebagai fungsi hiperbolik yang dicirikan oleh fenomena
inflamatori, menghambat tumor nekrosis, dan titik jenuh, dimana penambahan ketersediaan faktor
melingdungi sel-sel syaraf (Romay et al., 1998,2003; sumberdaya tidak dapat lagi meningkatkan
Reddy et al, 2000), sehingga dianggap memiliki pasar pertumbuhan mikroalga. Fenomena titik jenuh ini
yang potensial dalam industri kesehatan. Potensi selanjutnya dimanfaatkan dalam kajian-kajian kultur
kandungan pigmen tersebut didukung oleh mikroalga untuk menentukan kondisi optimum untuk
kemampuan jenis alga biru-hijau ini untuk tumbuh mencapai tingkat produktivitas yang paling efisien.
dominan pada media yang bersifat sangat basa, yaitu Nitrogen dan fosfor merupakan sebagian dari
nilai pH hingga mencapai 11, sehingga lebih mudah faktor sumberdaya tersebut. Banyak penelitian telah
dikelola sebagai kultur monoalga dalam waktu yang dilakukan untuk mengkaji konsentrasi optimum kedua
relatifpanjang. unsur tersebut untuk pertumbuhan Spirulina. Namun
Goldman (1979) menyebut faktor-faktor yang disamping itu juga masih perlu dilakukan upaya
mempengaruhi pertumbuhan mikroalga sebagai faktor optimasi produksi bahan kimia unggul potensial dari
tumbuh (growth factors). Faktor tumbuh tersebut jenis alga tersebut, yaitu fikosianin yang mempunyai
selanjutnya diklasifikasikan sebagai faktor sumber nilai ekonomi tinggi. Hal ini sangat penting, karena
daya (resource factors) dan faktor pendukung (non produksi bahan kimia unggul tersebut dapat
resource factors). Faktor sumberdaya meliputi faktor- mendukung upaya pencapaian kelayakan ekonomi

163
Chrismadha et al - Pengaruh Konsentrasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Kultur Spirulina fusiformis

kultur mikroalga (Vonshak & Richmond, 1985; Sukenik, matahari penting untuk menurunkan resiko
1991; Tedesco & Duerr, 1989). Beberapa penelitian fotoinhibition dan peningkatan suhu kultur pada
tentang pengaruh nitrogen terhadap kandungan intensitas cahaya tinggi di siang hari. Kisaran suhu
pigmen fikosianin juga telah dilaporkan (Boussiba & harian pada media kultur berkisar antara 26 - 32 °C.
Richmond, 1980; Cortes et al, 1997). Namun kajian Kultur Spirulina dibiarkan tumbuh selama 24 hari agar
pengaruh fosfor terhadap kandungan fikosianin pada tumbuh hingga mencapai biomassa yang cukup padat.
jenis mikroalga tersebut hingga saat ini masih belum Pertumbuhan kultur diamati melalui parameter
dilakukan. Untuk itu pada penelitian ini dikaji pengaruh konsentrasi biomassanya 3 atau 4 hari sekali,
ketersediaan unsur hara secara lebih luas, meliputi sementara pengambilan sampel untuk pengamatan
nitrogen dan fosfor agar evaluasi pengaruh faktor kandungan protein, karbohidrat, klorofil, dan fikosianin
unsur hara ini dapat dikaji secara terpadu, sehingga dilakukan pada hari ke 24 .
dapat memberikan tambahan informasi untuk upaya Pengukuran Biomassa
optimasi produksi kultur Spirulina, khususnya terkait Untuk pengukuran biomassa, 10 ml suspensi
dengan produksi pigmen fikosianin. kultur dari tiap perlakuan disaring pada filter GF/A
Whatman yang telah ditimbang sebelumnya, dan
BAHAN DAN METODE dikering anginkan sebelum dimasukkan kedalam oven
Organisma dan Kondisi Kultur 100 °C selama satu jam. Selanjutnya sample di timbang
Alga biru-hijau Spirulina fusiformis diperoleh untuk menentukan berat kering sample. Berat kering
dari koleksi kultur mikroalga Puslit Oseanografi LIPI. sample merupakan selisih barat akhir yang dikurangi
Selanjutnya sampel ditumbuhkan pada wadah plastik dengan berat kering filter.
berbentuk persegi panjang ukuran 30 x 40 cm2 dan tinggi Pengukuran Kandungan Klorofil-a
10 cm dengan tutup transparan, yang berisi 3 L media Sebanyak 10 ml suspensi kultur dari tiap
Zarouk (Borowitzka, 1988) termodifikasi. Perlakuan perlakukan disaring pada filter GF/A Whatman dan
variasi konsentrasi nitrogen dan fosfor diberikan pada disimpan di freser hingga siap dianalisis. Sebelum
rentang konsentrasi lebih rendah dari konsentrasi analisis sampel dibiarkan pada suhu ruangan selama
media Zarouk normal. Hal ini dimaksudkan untuk sekitar 15 menit, kemudian diekstrak dalam larutan
mengkaji kemungkinan konsentrasi optimum kedua 90% aseton menggunakan homogeniser. Setelah
unsur tersebut pada konsentrasi yang lebih rendah, homogen sampel langsung dipindahkan ke tabung
sehingga kulturnya dapat lebih efisien. Percobaan sentrifus 15 ml dan ditambah akuades hingga volume
pertama dilakukan dengan perlakuan variasi konsentrasi 10 ml, dan selanjutnya disentrifus pada 3000 rpm
nitrogen 0,0,7,5,15,0,22,5 dan 30,0 mM yang dilakukan selama 10 menit. Absorbansi supernatan sampel
dengan pemberian sumber nitrogen dalam bentuk diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
KNO3 ke dalam media sebanyak 0,00 g/L, 0,25 g/L, 0,50 gelombang 664 dan 647 nm. Penghitungan kadar
mg/1, 0,75 g/L, dan 1,00 g/L. Setelah itu dilakukan klorofil-a didasarkan pada formula Jeffrey dan
percobaan kedua dengan perlakukan variasi Humprey(1975).
konsentrasi fosfor 0,90, 180, 270, dan 360 mM yang
Pengukuran Kandungan Protein
dicapai dengan pemberian larutan H3PO3 pekat ke
Untuk pengukuran kandungan protein, 10 ml
dalam media sebanyak 0,00 ml/1,6,25 ml/L, 12,5 ml/L,
suspensi kultur disaring pada filter GF/A Whatman dan
18,75 ml/L, dan 25 ml/L. Masing-masingtaraf perlakuan
disimpan dalam freser hingga siap untuk dianalisis. Saat
mempunyai empat ulangan. Inokulasi sampel dilakukan
melakukan pengukuran kandungan protein, sample
dengan kepadatan kultur awal sekitar 0,05 g/L dan
yang di ambil dari ruang frezer di biarkan selama 15
selanjutnya kultur ditumbuhkan pada ruang semi-
menit sebelum dianalisis. Kadar protein kultur
terbuka beratap polikarbonat yang mereduksi cahaya
ditentukan mengunakan metode folin-fenol (Lowrey
matahari hingga 60%. Pengurangan intensitas cahaya
etal, 1951).
Berita Biologi 8(3) - Desember 2006

Pengukuran Kandungan Karbohidrat hari ke-24. Kekurangan nitrogen hanya memberikan


Sebanyak 10 ml suspensi kultur disaring pada sedikit penurunan laju pertumbuhan biomassa kultur,
filter GF/A Whatman dan disimpan di freser hingga yaitu 5% pada media dengan 2,5 mM N, 6% pada media
siap dianalisis. Saat melakukan pengukuran kandungan dengan 15,0 mM N, dan 10% pada media dengan 7,5
protein, sample yang di ambil dari ruang frezer di mM N. Bahkan pada media tanpa nitrogen-pun (0,0
biarkan selama 15 menit sebelum dianalisis. Penentuan mM N) masih tercatat adanya pertumbuhan yang
kadar karbohidrat selanjutnya dilakukan mengunakan relatif baik, meskipun produktivitas kultur berkurang
metode fenol-asam sulfat (Kochert, 1975). hingga 25% (Gambar 1-A). Sementara itu pengaruh
Pengukuran Kandungan Fikosianin kekurangan unsur fosfor terhadap pertumbuhan
Antara 40- 100 ml kultur disaring pada filter GF/ Spirulina terlihat lebih nyata (Gambar 1-B). Pada
A Whatman sesuai dengan kepadatan biomassa konsentrasi fosfat 90 dan 180 mM tercatat penurunan
kulturnya untuk mendapatkan biomassa kering sekitar konsentrasi biomassa kultur hingga 30% dan 55%.
40 mgyang diperlukan untuk analisa fikosianin. Berat Kultur S fusiformis tidak dapat tumbuh tanpa fosfor
kering biomassa alga ditentukan sebelum analisis dan hanya terlihat tumbuh hingga hari ke-17.
kandungan fikosianin dilakukan. Selanjutnya Gambar 2 memperlihatkan pengaruh konsentrasi
penentuan kadar fikosianin dilakukan menggunakan nitrogen dan fosfor terhadap kandungan klorofil-a S.
metode ekstraksi dalam larutan buffer pH 7 (10,64 g fusiformis yang digambarkan dalam persentasi berat
K2HPO4 dan 5,29 g KH2PO4 dalam satu liter akuades) kering biomassa. Pengaruh nitrogen maupun fosfor
berdasar Boussiba dan Richmond (1979). tersebut nampak lebih nyata pada kondisi defisiensi
yang ekstrim. Kandungan klorofil-a turun hingga 0,65
HASIL % berat kering pada kultur dalam media tanpa nitrogen,
Pada media dengan konsentrasi N dan P tertinggi sementara pada konsentrasi nitrogen di atas 7,5 mM
(30 mM N dan 360 mM P), kultur S. fusiformis relatif stabil antara 1,05-1,19% berat kering. Penurunan
menunjukkan tingkat pertumbuhan yang baik hingga konsentrasi klorofil-a jugateramati padakultur dengan

Gambar 1. Pertumbuhan biomassa kultur S. fusiformis pada variasi konsentrasi nitrogen (A) dan fosfor (B)

165
Chhsmadha et al - Pengaruh Konsentrasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Kultur Spirulina fusiformis

0 7,5 15 22,5 30 90 180 270 360


Konsentrasi N (mM) Konsentrasi P (mM)

Gambar 2. Respon kandungan klorofil alga Sfusiformis terhadap variasi konsentrasi nitrogen dan fosfor

konsentrasi fosfor awal rendah hingga konsentrasi 90 Gambar 4 memperlihatkan pengaruh unsur
mM P, sementara di atas konsentrasi tersebut nitrogen dan fosfor terhadap kandungan fikosianin
kandungan klorofil-a relatif konstan. kultur Spirulina. Pola pengaruh nitrogen dan fosfor
Konsentrasi nitrogen dan fosfor yang rendah terhadap kandungan fikosianin relatif sama dengan
menghambat sintesis protein dan karbohidrat pada pola pengaruh kedua unsur tersebut terhadap
Spirulina. Hal ini terlihat dari lebih rendahnya kandungan baik protein, karbohidrat, maupun klorofil
kandungan protein dan karbohidrat pada kultur dengan a jenis alga tersebut (lihat Gambar 2 dan Gambar 3).
konsentrasi awal N 0,0 mMn dan konsentrasi awal terhadap perubahan konsentrasi kedua unsur hara
kurang dari 90 mM (Gambar 3). Pada kultur dengan makro tersebut. Kandungan fikosianin tertinggi didapat
konsentrasi awal nitrogen dan fosfor relatif tinggi (>7,5 pada kultur dengan konsentrasi nitrogen 22,5 mM yang
mM N dan > 180 mM P) kandungan protein alga berkisar mencapai 1,2% berat kering, dan fosfor dengan
antara 50-60% dari biomassanya. Sementara pada konsentrasi 360 mM, mencapai 1,1 % berat kering.
konsentrasi nitrogen rendah (< 7,5 mM N) kandungan Kondisi defisiensi unsur nitrogen dan fosfor juga
protein turun hingga sekitar 30% dari biomassa, bahkan menghambat sintesis fikosianin sel, hingga
pada kultur yang konsentrasi fosfornya rendah (<180 kandungannya turun berturut-turut menjadi 0,42% dan
mM P) kandungan protein turun hingga 24 % dari 0,35% dari berat keringnya.
biomassanya. Demikian juga kandungan karbohidrat
Spirulina pada konsentrasi nitrogen dan fosfor relatif PEMBAHASAN
tinggi berkisar antara 29-40% dari biomassa. Pada Secara umum respon tumbuh alga terhadap
konsentrasi nitrogen dan fosfor rendah kandungan ketersediaan nutrien di dalam media digambarkan
karbohidrat tersebut turun menjadi sekitar 8 - 19% sebagai fungsi hiperbolik laju tumbuh alga terhadap
dari biomassanya (Gambar 3). Sementara itu bila konsentrasi unsur hara yang tersedia. Pola respon
diperhatikan nilai proporsi kandungan protein terhadap hiperbolik demikian nampak lebih nyata pada respon
karbohidrat (P/K) cenderung turun sejalan dengan kultur Sfusiformis terhadap variasi konsentrasi unsur
berkurangnya ketersediaan unsur nitrogen dan fosfor, fosfor, sementara pada variasi konsentrasi unsur
dari kisaran nilai 1,5-2,1 pada kultur dengan konsentrasi nitrogen respon kultur alga hanya terlihat pada kondisi
notrogen >7,5 mM N dan fosfor > 180 mM P, menjadi kekurangan yang ekstrim, bahkan kultur masih terlihat
antara 1,2-1,7 pada kultur dengan konsentrasi nitrogen tumbuh baik pada kondisi media tanpa nitrogen,
<7,5 mM N dan fosfor <180 mM P. meskipun mengalami sedikit penurunan laju
Berita Biologi 8(3) - Desember 2006

0 7,5 15 22,5 30 0 90 180 270 360


Konsentrasi N(mM) Konsentrasi P(mM)

Gambar3. Respon kandungan protein dan karbohidrat alga S fusiformis terhadap variasi konsentrasi nitrogen
dan fosfor

0 7,5 15 22,5 30 0 90 180 270 360


Konsentrasi N (mM) Konsentrasi P (mM)

Gambar 4. Respon kandungan fikosianin alga Sfusiformis terhadap variasi konsentrasi nitrogen dan fosfor

pertumbuhan, yaitu sekitar 25%. Hal ini sejalan dengan rasio C/N pada biomassanya (Tedesco & Duerr, 1989).
hasil penelitian sebelumnya yang melaporkan masih Richmond (1988) mengaitkan kemampuan terus tumbuh
berlangsungnya pertumbuhan biomassa kultur dengan adanya kumpulan pigmen fikosianin yang
Spirulina hingga 40 jam setelah ditransfer ke media berfungsi sebagai cadangan nitrogen pada sel-sel
bebas nitrogen, dengan kompensasi peningkatan nilai Spirulina. Namun kemampuan tumbuh hingga hari ke

167
Ckrismadha et al - Pengaruh Konsentrasi Nitrogen dan Fosfor terhadap ICultur Spirulina fusiformis

24 pada media tanpa nitrogen pada percobaan ini dapat Sejalan dengan hal tersebut konsentrasi fosfor opti-
diinterpretasikan adanya kemampuan Sfusiformis untuk mum untuk produksi biomassa kultur S fusiformis
melalukan fiksasi unsur nitrogen dari udara, mengingat adalah pada kisaran 270 mM, namum hingga
jenis alga ini merupakan bagian dari kelompok konsentrasi fosfor tertinggi pada penelitian ini (360 mM)
cyanobacteria yang banyak jenisnya memiliki respon kandungan fikosianin sel alga masih
kemampuan fiksasi nitrogen bebas. memperlihatkan pola meningkat, yang berarti masih
Penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak diperlukan peningkatan konsentrasi fosfor dalam me-
melaporkan berkurangnya vitalitas sel alga akibat dia kultur untuk menstilulasi peningkatan
defisiensi berbagai unsur hara. Hal tersebut terkait produktivitas fikosianin tersebut.
dengan hilangnya kemampuan sel untuk membangun
struktur fungsional yang terkait dengan unsur hara KESMFULAN
yang jumlahnya terbatas tersebut. Nitrogen dan fosfor Pertumbuhan optimal kultur Spirulina
sangat berperan sebagai penyusun senyawa protein fusiformis yang digambarkan dengan perkembangan
dalam sel, sehingga kekurangan kedua unsur tersebut konsentrasi biomassanya dicapai pada konsentrasi
menyebabkan sel-sel alga mengalami penurunan nitrogen 7,5 mM dan fosfor 270 mM . Sedangkan
kandungan protein yang pada umumnya diikuti oleh kandungan fikosianin tertinggi dicapai pada
degradasi berbagai komponen sel yang berkaitan konsentrasi nitrogen 22,5 mM, yaitu 1,2% berat kering,
dengan sintesa protein, termasuk klorofil a dan pigmen dan konsentrasi fosfor 360 mM, yaitu 1,1 % berat
lainnya (Richardson etal, 1969;Piorrect&Pohl 1984; kering. Dengan demikian berdasar hasil penelitian ini
Thomas etal, 1984; Sukenik, 1991; Chrismadha, 1994; konsentrasi nitrogen dan fosfor untuk produksi
Chrismadha& Borowitzka, 1994). Fenomena fikosianin dari kultur Sfusiformis adalah berturut-turut
menurunnya kandungan protein, klorofil a, dan 22,5 mM dan 360 mM. Namun penelitian lanjutan masih
fikosianin akibat defisiensi nitrogen dan fosfor juga diperlukan, khususnya terhadap pengaruh unsur fosfor
teramati pada penelitian ini. Sementara penurunan terhadap kandungan fikosianin alga tersebut, karena
kandungan karbohidrat yang terjadi sejalan dengan pada penelitian ini masih belum memperlihatkan
degadasi komponen-komponen fungsional sel tersebut fenomena titik j enuhny a.
memberikan indikasi berkurangnya kemampuan
fotosintesis pada kondisi kekurangan unsur hara. DAFTARPUSTAKA
Vonshak & Richmond (1985) menekankan Borowitzka MA. 1988. Algal media and sources of algal
pentingnya produktivitas biomassa untuk menilai culture. In: Microalgal Biotechnology. MA
kelayakan ekonomi kultur alga. Sukenik (1991) Borowitzka and LJ Borowitzka (Eds), 456-465.
melaporkan perlunya pencapaian produktivitas Cambridge University Press. Cambridge.
biomassa yang sejalan dengan produksi kandungan Boussiba S and Richmond A. 1979. Isolation and
asam lemak tak jenuh pada kultur alga. Demikian juga purification of phycocyanins from the blue-green
pada upaya produksi pigmen fikosianin dari kultur S alga Spirulina platensis. Archives of Microbiology
fusiformis. Upaya ini memerlukan kondisi tumbuh yang 120,155-159.
dapat mendukung pencapaian produktivitas biomassa Boussiba S and Richmond A. 1980. c-Phycocianin as a
yang tinggi serta menstimulasi kandungan fikosianin storage protein in the blue-green alga Spirulina
dalam sel alga yang tinggi pula. Pada penelitian ini platensis. Archives of Microbiology 125, 143 - 147.
terlihat produktivitas biomassa dapat dicapai pada Chrismadha T. 1994. Growth and lipid production of
konsentrasi nitrogen sekitar 7,5 mM, namun kandungan Phaeodactylum tricornutum in a tubular
fikosianin maksimum (1,32 ± 0,26 % dari biomassa) photobioreactor. Master Thesis, Murdoch
dicapai pada konsentrasi nitrogen 22,5 mM, sehingga University, Perth, Western Australia, 211 pp.
untuk keperluan produksi fikosianin disarankan Chrismadha T and Borowitzka MA. 1994. Effect of cell
konsentrasi nitrogen optimum pada kisaran 22,5 mM. density and irradiance on growth, proxymate
Berita Biologi 8(3) - Desember 2006

composition and eicosapentanoic acid production Roessler PG 1988. Effect of silicon deficiency on lipid
of Phaeodactylum tricornutum grown in a tubular composition and metabolism in diatom Cyclotella
photobioreactor. Journal ofPhycology 6, 67-74. nana. Journal ofPhycology, 24, 394-400
Cortes MCC, Sly LI and Doelle HW. 1997. The effect of Romay C, Armesto J, Remirez D, Gonzalez R, Ledon N
nitrate concentration on phycocyanin production and Garcia I. 1998. Antioxidant and anti-
by Spirulina platensis UTEX 2340. Proceeding of inflammatory properties of c-phycocyanin from
The 2nd Asia-Pacific Marine Biotechnology and 3rd blue-green algae. Inflammatory Research, 47(1), 36-
Asia-Pacific Conference on Algal Biotechnology, 41.
Phuket, Thailand, 7-10 May 1997, 261-264. Romay C, Gonzalez R, Ledon N, Remirez D and Rimbau
Goldman JC. 1979. Outdoor algal mass culture. II. Photo- V. 2003. c-Phycocyanin: Abiliprotein with antioxi-
synthetic yield limitations. Water Research 13,119— dant, anti-inflammatory and neuroprotective effects.
136. Current Protein andPeptide Science, 4(3), 207-216.
Jeffrey SW and Humprey GF. 1975. New spectrophoto- Sukenik A. 1991. Ecophysiological consideration in opti-
metric equation for determining chlorophyll a, b, mization of eicosapentanoic acid production by
cl, and c2 in higher plants, algae and natural phy- Nannochloropsis sp. (Eustigmatophyceae).
toplankton. Biochemie und Physiolgie der Pflanzen Bioresource Technology 35,263-269.
1967,191-194. TaguchiS, HirataJA, and Laws EA. 1987. Silicate defi-
Kochert G. 1978. Carbohydrate determination by phenol- ciency and lipid synthesis of marine diatoms. Jour-
sulphuric acid method. In: Handbook ofPhycological nal ofPhycology 23, 260-267.
Methods: Physiological and Biochemical Methods. Tedesco MA and Duerr EO. 1989. Light, temperature,
JA Hellebust and JS Craigie (Eds), 95-75. Cam- and nitrogen starvation effects on the total lipid and
bridge University Press. Cambridge. fatty acid content and composition of Spirulina
Lowrey OH, Rosenbrough NJ, Farr ALand Randall RJ. platensis UTEX 1928. Journal of Applied Phycol-
1951. Protein measurement with the folin-phenol ogy 1,201-209.
reagent. The Journal of Biological Chemistry, 1983, Thomas WH, Siebert DLR, Alden M, Neori A and
265-275. Eldridge P. 1984. Yield, photosynthetic efficiencies
Piorreck M and Pohl P. 1984. Formation of biomass, total and proximate composition of dense marine
protein, chlorophylls, lipids, and fatty acids in blue microalgal cultures. I. Introduction and
green algae during one growth phase. Phytochemistry, Phaeodactylum tricornutum experiments. Biomass
23,217-223. 5,181-209.
Reddy CM, Bhat VB, Kinarmay G, Redding MN, Tornabene TG, Bourne TF, Raziuddin S and Ben-
Reddana P and Mediastla KM. 2000. Selective Am otz A. 1985. Lipid and lipopolysaccharide
inhibition of cyclooxygenase-2 by c-phycocyanin , constituents of cyanobacterium Spirulinaplantensis
a billiprotein from Spirulina platensis. Biochemical (Cyanophyceae, Nostocales). Marine Ecology
and Biophysical Research Communication 277,597- Progress Serries 22, 121-125.
603. VonshakAand Richmond A. 1985. Problems in develop-
Richardson B, Orcutt DM, Schwertner HA, Martinez ing the biotechnology of algal mass production. Plant
CL and Wickline HE. 1969. Effects of nitrogen- andSoil 89, 129-135.
limitation on the growth and composition of
unicellular algae in continuous culture. Applied
Microbiology, 18,245-250.
Richmond A. 1988. Spirulina. In: Microalgal Biotechnol-
ogy. MA Borowitzka and LJ Borowitzka (Eds),
85-121. Cambridge University Press. Cambridge.

169

Anda mungkin juga menyukai