Anda di halaman 1dari 6

CRITICAL BOOK REPORT

SEMANTIK

I. Identitas Buku – Pengantar Semantik Bahasa Indonesia


a. Judul : Pengantar Semantik Bahasa Indonesia
b. Penulis : Abdul Chaer
c. Edisi : Revisi, Desember 2009
d. Penerbit : PT Rineka Cipta,
e. Tempat terbit : Jakarta
f. Jumlah halaman : 179
g. Bahasa : Indonesia
h. ISBN : 978-979-518-150-7

II. Ringkasan Buku


Relasi Makna
Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna
(sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas).
Ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna
(redundansi), dan sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan masalah satu per satu.
a. Sinonimi
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu onoma
yang berarti ‘nama’, dan syn yang berarti ‘dengan’. Maka secarah harfiah kata
sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Secara semantik
Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau
kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Umpamanya kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang bersinonim; bunga,
kembang, dan puspa adalah tiga buah kata yang bersinonim; mati, wafat, meninggal,
dan mampus adalah empat buah kata yang bersinonim.
Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah.
Jadi, kalau kata bunga bersinonim dengan kata kembang, maka kata kembang juga
bersinonim dengan kata bunga. Demikian juga kata-kata yang bersinonim; karena
bentuknya berbeda maka maknanya pun tidak persis sama. Jadi, makna kata buruk
dan jelek tidak persis sama. Andai kata kata mati dan meninggal itu maknanya persis
sama, tentu kita dapat mengganti kata mati dalam kalimat Tikus itu mati diterkam
kucing dengan kata meninggal menjadi *Tikus itu meninggal diterkam kucing. Tetapi
penggantian tidak dapat dilakukan.ini bukti yang jelas bahwa kata kata yang
besinonim itu tidak memiliki makna yang percis sama.
Kalau dua buah kata yang bersinonim tidak memiliki makna yang persis sama maka
timbul pertanyaan: Yang sama apanya?? Menurut teori Verhaar yang sama tentu
adalah informasinya; padahal informasi ini bukan makna karena informasi bersifat
ekstralingual sedanngkan makna bersifat intralingual.
Di dalam beberapa buku pelajaran bahasa sering dikatakan bahwa sinonim
adalah persamaan kata atau kata-kata yang sama maknanya. Pernyataan ini jelas
kurang tepat sebab selain yang sama bukan maknanya, yang bersinonim pun bukan
hanya kata dengan kata, tetapi juga banyak terjadi antara satuan-satuan bahasa
lainnya.
b. Antonimi dan Oposisi
kata antonimi berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang artinya ‘nama’, dan
anti yang artinya ‘melawan’. Maka secarah harfiah antonim berarti ‘nama lain untuk
benda lain pula’. Secara semantik, Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai: Ungkapan
(biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang
maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya dengan kata
bagus adalah berantonimi dengan kata buruk; kata besar adalah kata berantonimi
dengan kata kecil; dan kata membeli berantonimi dengan kata menjual.
Dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia, antonim biasanya disebut
lawan kata. Banyak orang yang tidak setuju dengan istilah ini sebab pada hakikatnya
yang berlawanan bukan kata-kata itu, melainkan makna dari kata-kata itu. Namun,
benarkah dua buah kata yang berantonim, maknanya benar-benar berlawanan?
Benarkah hidup lawan mati? Putih lawan hitam? Dan menjual lawan membeli?
Sesuatu yang hidup memang belum atau tidak mati, dan sesuatu yang mati memang
sudah tidak hidup. Jadi, memang berlawanan. Apakah juga yang putih berarti tidak
hitam? Belum tentu, mungkin kelabu. Menurut ilmu fisika putih adalah warna
campuran dari segala warna, sedangkan hitam memang tidak ada warna sama sekali.
Lalu, apakah juga sesuatu yang jauh berarti tidak dekat? Juga belum tentu.
Tampaknya soal jauh atau dekat bersifat realtif. Patokannya tidak tentu bisa bergeser.
Soal menjual dan membeli tampaknya merupakan dua hal yang berlaku bersamaan;
tidak ada proses pembelian tanpa terjadinya proses penjualan. Begitu juga sebaliknya.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa antonim pun, sama halnya dengan sinonim,
tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya barangkali dalam batasan di atas, Verhaar
menyatakan “...yang hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
c. Homonimi, Homofini, Homografi
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya ‘nama’ dan
hono yang artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai ‘nama
sama untuk benda atau hal lain’. Umpamanya antara kata pacar yang berarti ‘inai’
dengan pacar yang berarti ‘kekasih’. Contoh lain, antara kata baku yang berarti
‘standar’ dengan baku yang berarti ‘saling’.
Hubungan antara kata pacar dengan arti ‘inai’ dan kata pacar dengan arti
‘kekasih’ inilah yang disebut homonim. Di dalam kamus kata-kata yang berhomonim
ini biasanya ditandai dengan angka Romawi yang diletakan di belakang tiap kata
(entri) yang berhomonimi itu.
Hubungan antara duah buah kata yang homonim bersifat dua arah. Artinya, kalau kata
bisa yang berarti ‘racun ular’ homonim dengan kata bisa yang berarti ‘sanggup’, maka
kata bisa yang berarti ‘sanggup’ juga homonim dengan kata bisa yang berarti ‘racun
ular.
Disamping homonimi ada pula istilah homofoni dan homografi. Ketiga istilah ini
biasanya dibicarakan bersama karena ada kesamaan objek pembicaraan. Kalau istilah
homonimi yang sudah panjang lebar kita bicarakan di atas dilihat dari segi bentuk
satuan bahasanya itu muka homofoni dilihat dari segi “bunyi” (homo= sama, fon=
bunyi). Sedangkan homografi dilihat dari segi ‘tulisan,ejaan’ (homo= sama, grafi=
tulisan).
Ada beberapa buku pelajaran yang menyatakan bahwa homograf adalah juga
homonim, yaitu homonim yang homofon, dan homonim yang hompgraf. Bagaimana
dengan homofon yang tidak homograf seperti kata bang X bank dan sangsi X sanski
tidak pernah dijelaskan.

III. Kritikalisasi Buku

A. Kelebihan Buku
1. Pembahasan pada materi relasi di buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia
lengkap.
2. Penjelasan teori dari para ahli.
3. Dengan adanya contoh-contoh yang banyak, jelas, dan terdapat bagan-bagan.
4. Font penulisan sangat bagus, dilengkapi juga dengan simbol-simbol.
5. Bahasa yang tidak terlalu baku
B. Kekurangan Buku
1. Terdapat kata-kata yang masih bersalahan, seperti huruf yang double dan
kekurangan huruf.
I. Identitas Buku Pembanding – Cara Mudah Menulis Pantun, Puisi, Cerpen)
a. Judul : Cara Mudah Menulis Pantun Puisi Cerpen
b. Penulis : Eko Sugiarto
c. Desain sampul : Tinardika S
d. Edisi : Cetakan pertama 2017
e. Penerbit : Khitah Publishing
f. Tempat terbit : Yogyakarta
g. Jumlah halaman : 137
h. Bahasa : Indonesia
i. ISBN : 978-602-98627-6-8

II. Ringkasan Buku


Cerpen atau cerita pendek adalah karya fiksi berbentuk prosa yang selesai dibaca dalam
“sekali duduk”. Entah itu duduk santai, duduk antre diperiksa dokter, duduk antre di
bank, dan sebagainya.
Menurut Jakob Sumardjo, dilihat dari jumlah halaman, ada 3 jenis cerpen. Pertama,
cerpen yang pendek. Di Indonesia, cerpen jenis ini hanya terdiri atas satu halaman atau
bahkan setengah halaman folio ketik. Kedua, cerpen yang terdiri atas 4 sampai 15
halaman folio. Ketiga, cerpen yang panjang. Cerpen ini biasanya terdiri dari 20 sampai 30
halaman folio.
Lantas bagaimana langkah menulis cerpen?
a. Memilih Bahan
Mengapa “memilih bahan” dan bukan “mencari bahan”? Pasal, bahan untuk sebuah
cerpen yang ada di sekitar kita sangat banyak. Kita tinggal pilih salah satu dari sekian
banyak bahan tersebut.
Lantas dari mana bahan atau ide untuk menulis muncul? Jawabannya adalah dari
mana saja. Kita bisa menulis cerpen berdasarkan pengalaman hidup sendiri,
pengalaman hidup orang lain (teman, keluarga, dan sebagainya), dan berita di media
cetak maupun elektronik.
b. Menulis Opini
Mungkin ada pembaca yang bertanya, mengapa perlu menulis opini? Bukankan
cerpen adalah karya fiksi sedangkan opini termasuk karya nonfiksi?
Ya betul. Cerpen adalah karya fiksi sedangkan opini termasuk karya nonfiksi.
Meskipun demikian, dalam sebuah cerpen tentu termuat sebuah opini atau pendapat
seorang pengarang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimana dia
memandang sebuah peristiwa, sebuah profesi, dan lain sebagainya akan terlihat dari
cerpen yang dia tulis.
Nah, di situlah letak opini dalam sebuah cerpen. Namun, opini dalam konteks menulis
cerpen bukanlah opini yang panjang layaknya opini yang dimuat di media cetak,
melainkan hanya beberapa baris atau paragraf. Opini yang kita tulis didasarkan pada
bahan yang telah kita pilih.
c. Berkhayal
Nah, inilah tahap yang paling menyenangkan dalam menulis cerpen. Berkhayal.
Mengapa saya katakan sebagai tahap yang paling menyenangkan?
Ketika melihat,mendengar,ataupun mengalami sendiri sebuah peristiwa, kita
biasanya lantas menganalisis peristiwa tersebut. Mengapa bisa demikian? Apa saja
penyebabnya? Bagaimana hal itu bisa terjadi? Siapa saja yang terlibat?
Dari pertanyaan-pertanyaan itu, lantas kita mulai menganalisis. Dari hasil analisi
sederhana yang kita lakukan, biasanya kita akan mendapat jawaban (dugaan) berupa
opini atau pendapat. Setelah mendapatkan jawaban berupa dugaan, kita lantas bisa
mulai berkhayal. Seandainya sebuah peristiwa terjadi karena suatu hal, apa yang bakal
terjadi seandainya ditambah? Bisa juga kita berkhayal tentang hal lain.
Begitulah. Dalam tahap ini kita “bebas” berkhayal tentang apapun. Bahkan,
kita juga “bebas” berkhayal menjadi siapa pun.
d. Teknis Penulisan
Pertama, memilih bahan. Kita mulai tahap pertama menulis cerpen dengan memilih
bahan cerita. Memilih bahan yang saya maksud adalah tidak sekedar memilih,
melainkan memilih sekaligus menuliskannya.
Bahan cerpen tidak perlu yang muluk-muluk atau yang aneh-aneh. Cukup cari bahan
cerita yang ada di sekitar kita.
Kedua, membuat judul. Judul merupakan hakikat sebuah cerpen. Judul memberi
gambaran terhadap apa yang akan diceritakan dan berkaitan erat dengan demikian,
judul bisa mengacu kepada tema, latar, tokoh, konflik, akhir cerita, dan sebagainya.
Judul bisa dibuat sebelum maupun sesudah cerpen ditulis. Bahkan, ketika
sedang menulis cerpen pun kita bisa membuat judul jika memang saat itu berkelebat
sebuah ide judul yang menarik.

III. Kritikalisasi Buku


A. Kelebihan Buku
1. Buku yang sangat bagus untuk pemula yang sedang belajar cara menulis cerpen
pantun maupun puisi
2. Penjelasan yang disampaikan sangat bagus sehingga dapat dimengerti
3. Dilengkapi tips-tips, dan contoh-contoh yang banyak
4. Bahasa yang digunakan tidak terlalu sulit

B. Kekurangan Buku
1. Defini atau pendapat para ahli masih kurang di paparkan.
2. Penggunaan font terlalu kecil
DAFTAR PUSTAKA

Sugiarto, Eko. 2017. Cara Mudah Menulis Pantun Puisi Cerpen. Yogyakarta: Khitah Publishing

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai