Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERBANDINGAN ADMINISTRASI NEGARA

OLEH : KELOMPOK 4

Jumarni (1922098)

Putri Wulansari (1922072)

Fitri Ramadani (1922071)

Fasihatul Annisa.R (1922073)

Nurhaerati (1922099)

Kamsal (1922091)

Faisal Ansar (1922097)

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SINJAI TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karuniaNya
yang diberikan kepada kita semua sebagai umatnya. saya dapat menyusun makalah dengan judul
“Perbandingan Sistem Administrasi Negara Indonesia Dan Jerman” untuk memenuhi mata
kuliah Perbandingan Administrasi Negara.

Makalah yang disusun untuk mempelajari lebih detail mengenai apa itu lingkungan organisasi,
dan bagaimana cara mengelolanya. Saya berharap informasi yang saya dapatkan tidak hanya
untuk saya sendiri melainkan untuk para pembaca sebagai ilmu untuk menambah wawasan .

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih ,semoga makalah ini dapat memberikan
kontribusi positif dan memberikan manfaat dalam hidup kita nantinya .Dari lubuk hati yang
paling dalam, sangat disadari bahwa, makalah yang saya buat masih jauh dari sempurna . Oleh
sebab itulah tidak ada salahnya saya mengharapkan berbagai kritik dan saran yang membangun
untuk lebih baik kedepannya.

Sinjai, 09 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halam Judul.....................................................................................................................................i
Kata Pengantar.................................................................................................................................ii

Daftar Isi.......................................................................................................................................iii

BAB I

PENDAHULUAN......................................................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................................2

1. Bagaimanakah Perbandingan Cahang Kekuasaan Negara Indonesia dan Jerman?..........................2

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3

A. Perbandingan Cahang Kekuasaan Negara Indonesia dan Jerman....................................................3

B. Netralitas Administrasi Negara........................................................................................................5

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................................7

A. Kesimpulan..............................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia masih menjalani proses reformasi dalam sektor publik. Sejumlah kemajuan
di bidang politik dan ekonomi telah dilakukan, terutama kegiatan pemilihan untuk pengisian
cabang kekuasaan eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR, DPD), serta
DPRD (council), juga penguatan dan stabilitas ekonomi makro. Namun, tanpa mengurangi
penghargaan atas kemajuan tersebut, masih terlalu banyak persoalan yang tersisa untuk
ditangani, yaitu yang langsung terkait dengan persoalan rakyat banyak.

Penyelenggaraan pelayanan publik yang memenuhi kebutuhan rakyat, profesional,


serta bebas-tidak memihak masih belum dirasakan rakyat kebanyakan. Ini menambah daftar
persoalan yang sebagiannya diakibatkan oleh kekeliruan dalam pembuatan kebijakan.
Namun, persoalan ini sesuatu yang bahkan masih belum dipahami oleh pengambil kebijakan
di Indonesia sehingga mengakibatkan penyelesaian yang tersendat dan penempatannya
dalam penentuan prioritas. Kedua produk hukum berupa Undang-Undang (UU) Pelayanan
Publik dan UU Informasi Publik telah disahkan dan diterbitkan untuk dijalankan. Namun,
melihat perkembangan positif yang kurang signifikan, menjadi pertanyaan, mengapa
penyelenggaraan pelayanan publik masih demikian.

Negara sebenarnya tampil dalam wujud administrasi negara yang menjalankan


pelayanan publik, sesuatu yang bersentuhan dengan keperluan rakyat sehari-hari. Salah satu
persoalan utama yang mendesak untuk dirampungkan adalah netralitas birokrasi dan
manajemen sumber daya aparatur negara. Telah jamak di Indonesia bahwa birokrasi sering
dijadikan alat politik pemerintah dan mereka yang duduk sebagai anggota dewan. Apa yang
disebut sebagai tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme banyak terjadi di wilayah ini.
Sebagai elemen penting dalam administrasi negara, para aparat negara adalah yang paling
sering terlibat persoalan ini sehingga netralitasnya dipertanyakan.

Sebenarnya kedua permasalahan dalam reformasi administrasi negara terletak pada


kedudukan dan peran administrasi negara dalam hubungannya dengan pemerintah
(eksekutif) dan cabang kekuasaan lainnya (legislatif, yudikatif) yang masih menyatu, tidak
terpisah. Telah jamak juga di Indonesia, aparat negara adalah aparat pemerintah,
administrasi negara adalah bagian dari pemerintah. Di samping itu, tidak ada standar baku
sebagai landasan hukum materiil bagi administrasi untuk menjalankan perannya selain bagi
Pengadilan Administrasi/TUN untuk memeriksa kasus gugatan dalam bidang terkait.
Merupakan hal aneh di Indonesia bahwa PengadilanAdministrasi/TUN memiliki UU sendiri,
sementara aspek materiil dari yang diurusi belum punya landasan legal-formal. Oleh karena
itu, lengkap sudah pertimbangan untuk mengajukan inisiatif gagasan mengenai perlunya UU
yang mengatur administrasi negara. Rancangan produk hukum itu kini telah dibuat dan hadir
dalam wujud Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Perbandingan Cahang Kekuasaan Negara Indonesia dan Jerman?
2. Bagaimanakah Netralitas Administrasi Negara?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Perbandingan Cahang Kekuasaan Negara Indonesia dan jerman
2. Untuk Mengetahui Netralitas Administrasi Negara
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbandingan Cahang Kekuasaan Negara Indonesia dan Jerman

Yaitu pemerintah dan administrasi negara sebagai unsur pelaksananya. Di


Indonesia, selain pemerintah menyatu dengan unsur pelaksananya, administrasi pemerintah
atau aparat pemerintah merambah, misalnya ke wilayah legislatif. Sekretariat Jenderal DPR
dalam konteks ini dianggap sebagai. aparatur pemerintah. 2 Hal yang sama ditemui
misalnya di wilayah yudikatif: Sekjen dan Kepaniteraan MK di Mahkamah Konstitusi
adalah aparatur Pemerintah 3 Dalam hal rincian tugas, fungsi, susunan dan tata kerja satuan
organisasi misalnya di lingkungan Sekjen DPR (legislatif) atau Mahkamah Konsitusi
(yudikatif), Sekjen kedua lembaga tersebut harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri
Pendayagunaaan Aparatur Negara (eksekutif) 4.Berbeda dengan Indonesia, pada wilayah
eksekutif Jerman, pemerintah tidak menyatu dengan Verwaltung (administrasi negara).
Pemerintah adalah entitas politik sebagai organ pembuat kebijakan, sedangkan administrasi
negara merupakan organ pelaksana. Pemisahan antara pemerintah dan administrasi negara
itu dianggap perlu demi pencapaian keterpisahan politik dan administrasi negara untuk
mewujudkan profesionalisme administrasi negara itu sendiri. Pemerintah sebagai entitas
politik menyerahkan pelaksanaan kebijakannya kepada para pengelola administrasi negara.
Penjaminan keterpisahan fungsi dan wewenang ini dimaksudkan agar tercipta suatu
administrasi negara yang mengabdi kepada publik. Pemerintah hendaknya memimpin dan
mengatur tetapi tidak verwalten/administer (mengelola dan melaksanakan). ,
Di Jerman, presiden, menteri, kepala daerah, selaku pemerintah adalah jabatan
politis yang eksis sebagai produk suatu kegiatan pemilihan nmum, baik di tingkat nasional
maupun tingkat daerah, dan/atau keputusan politik. Mirip dengan yang di Indonesia,
pemerintah punya hubungan akrab dengan parlemen: mengajukan rancangan undang-
undang, laporan pertanggungjawaban, kewajiban memberi keterangan, dan sebagainya,
sehingga terjalin dialog. Dengan hubungan ini terciptalah legitimasi demokratis pemerintah
sebagai aktor pimpinan politik yang membimbing, menuntun, mengarahkan dan
mengemudikan kegiatan kenegaraan. Pemerintah juga mengepalai administrasi negara:
mengawasi apakah administrasi negara bekerja sesuai dengan undang-undang
(Rechtsaufsicht) dan mengawasi profesionalisme kinerja administrasi negara (Fachaufsicht--
bukan politis) 5. Karena itu, peranan seorang menteri itu misalnya ganda. Pertama, ia adalah
kepala administrasi negara sepanjang kementeriannya memiliki departemen. Kedua, seorang
menteri adalah corong dan wakil partai politiknya atau satu kelompok politik dalam
persoalan-persoalan pemerintahan 6. Lazimnya seorang Menteri dibantu oleh beberapa
sekretaris negara sebagai deputinya. Mereka umumnya berasal dari parpolnya atau parpol
koalisi. Dalam hal ini jabatan sekretaris negara adalah jabatan politik.
Di Jerman secara spesifik administrasi negara sebagai bagian dari eksekutif,
menurut definisi negatif, adalah kegiatan non-pemerintah, non-legislatif, dan non-
yudikatif 7. Dengan kata lain, administrasi negara merupakan eksekutor undang-undang
sebagai produk keputusan atas kehendak demokratis dari partai-partai politik, pemilu,
parlemen, dan pemerintah. Keputusan pembuatan UU yang bersifat norma hukum umum-
abstrak ini dieksekusi oleh admnistrasi negara menjadi keputusan bersifat norma hukum
individual-kongkret. Selain itu, administrasi negara melaksanakan tugas sesuai dengan
perintah, seperti program pemerintah, atau menurut kewenangan yang dimilikinya 8. Bagi
masyarakat, negara tampil terutama dalam sosok administrasi negara.
Berkenaan dengan kedudukan dan fungsinya tersebut, perbuatan administrasi negara
di Jerman hanyalah dikendalikan oleh undang-undang dan secara internal dikenalikan oleh,
misalnya, Verwaltungsvorschriften/Verwaltungsverordnungen/
Verwaltungsrichtlinien (Petunjuk Pelaksanaan Teknis Administrasi Negara) 9. Antara lain
lewat UU Prosedur Administrasi Negara, administrasi negara dapat bergerak secara tak kaku
dan independen sehingga bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, dapat mengakrabi dan
melayani publik secara optimal.
B. Netralitas Administrasi Negara
Netralitas atau ketidakberpihakan dalam tulisan ini tidak dimaksudkan berbeda
secara tegas dengan independensi atau kemandirian sebagai istilah yang digunakan dalam
butir 2.3. di atas. Namun, pada butir 2.4. ini lebih ditekankan posisi administrasi negara yang
tidak condong pada pihak mana pun tanpa justifikasi hukum yang dibenarkan konstitusi.
Netralitas Administrasi (sekaligus Lembaga Negara) Jerman itu tersiratkan dalam
pernyataan keharusannya terikat pada Undang-Undanng dan Hukum sesuai dengan Pasal 20
ayat 3 UUD Jerman. Ini berarti pegawai negerinya pun harus mengabdi kepada rakyat,
bukan kepada satu partai. Dalam rnenjalankan tugasnya pegawai negeri haruslah netral dan
adil. Segenap siapnya haruslah berpihak kepada dan memperjuangkan tegaknya tatanan
bebas-demokratis 30.Karena di Jerman pendidikan itu urusan negara-negara bagian, setiap
negara bagian mengatur dalam UU Negara Bagian (setara dengan perda di Indonesia)
tentang netralitas umpamanya para pendidiknya. Untuk menjaga netralitas di negara bagian,
“dalam tugas kedinasannya, pegawai negeri harus bersikap netral baik secara politis,
fahamis maupun agamis”. 31 Di Negara Bagian Berlin, “PNS tidak boleh mengenakan
pakaian atau menggunakan simbol atau isyarat lainnya yang secara obyektif dapat
mengancam kepercayaan terhadap netralitas penjalanan tugas PNS tersebut” 32. Namun, hal
ini tidak berlaku bagi para siswa dan siswi sekolah-sekolah negeri 33. Di Negara Bagian
Bavaria yang mayoritasnya Katolik pernah ditemui salib yang tergantung pada setiap
dinding kelas sekolah dasar negeri. Gugatan masyarakat yang terusik dimenangkan oleh
Mahkamah Konstitusi Federal pada Mei 1995 dan salib pun harus dicopot 34. Meskipun
demikian, khusus di dunia pendidikan, di sekolah-sekolah swasta bermotifkan agama,
umpamanya sekolah kristen, larangan itu tidak berlaku 35. Sama halnya dengan netralitas
pegawai negeri: netralitas itu selama bekerja. Setelah meninggalkan tempat pekerjaannya,
pegawai negeri tidak dilarang untuk aktif di partai politik atau melakukan kegiatan
beragama, bahkan disarankan mendorong iklim toleransi dan memupuk kehidupan politis
dan beragama 36.
Karena administrasi negara Jerman itu netral, maka di sana misalnya tidak dikenal
KPU (Komisi Pemilihan Umum). Pelaksanaan Pemilihan Umum legislatif dilaksanakan oleh
lembaga negara yang bernama Badan Pusat Statistik Federal (untuk tingkat nasional) dan
Kantor Statitsik Daerah (untuk tingkat negara bagian). Maklum, Badan Pusat Statistik
Federal dan Kantor Statitsik Daerah merupakan Verwaltung (Administrasi Negara.) yang
tugasnya hanyalah mengeksekusi UU Pemilu. Petunjuk Teknis/Pelaksanaannya dibuatkan
oleh para perancang/pembuat UU.
Berkaca pada karakteristik posisi dan hubungan adininistrasi negara Jerman di atas,
kasus pemberian suaka kepada 42 warga Papua ke Australia tahun 2006 punya sisi yang
memperlihatkan ketidakpercayaan sejumlah elit politik dan cendekiawan di Indonesia
terhadap penjelasan Pemerintah Australia tentang netralitas administrasi negara dari
pemerintah. Netralitas administrasi negara Australian sulit dimengerti para elit politik
Indonesia sebab, menurut mereka, Departemen Imigrasi itu adalah bagian dari cabang
kekuasaan eksekutif 37, sebagaimana di Indonesia. Namun, kedudukan administrasi negara
Australia berbeda dengan yang di Indonesia. Keputusan pemberian suaka politik kepada 42
orang warga Papua ke Australia merupakan keputusan independen Departemen Imigrasi
sebagai eksekutor Undang-Undang tanpa campur tangan pemerintah 38. Kasus ini sama
dengan pemberian suaka politik oleh Departemen Imigrasi Jerman kepada para pelarian
Indonesia dari konflik dalam negeri tahun 1965, padahal saat itu berlangsung perang dingin
dan yang berkuasa adalah pemerintahan Jerman yang anti komunis.
Sebenarnya tindakan administrasi negara itu sangat mudah dibaca. Jika memenuhi
ketentuan Undang-Undang, visa tinggal harus turun. Administrasi negara berkewajiban
merestui pemberian suaka karena dalam kasus ini administrasi negara tidak
memiliki Ermessen (atau Diskresi dalam istilah RUU Administrasi Pemerintahan). 39 Jika
suaka politik tidak hendak diberikan kepada warga Papua, UU tentang Keimigrasian mesti
dicabut atau digubah. Seorang birokrat Jerman tidak mungkin untuk tidak memberikan
suaka politik hanya karena turun perintah penolakan dari pemerintahnya. Asas UU Prosedur
Administrasi Negara Jerman adalah pengedepanan UU, sedangkan perintah yang
dikeluarkan pemerintah berkedudukan di bawah UU, terlebih ada kewajiban birokrat untuk
menggunakan remonstrasi yang akan menggagalkan perintah dari pemerintah yang
bertentangan dengan UU, apalagi UUD.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerintah dan administrasi negara sebagai unsur pelaksananya. Di Indonesia, selain

pemerintah menyatu dengan unsur pelaksananya, administrasi pemerintah atau aparat pemerintah

merambah, misalnya ke wilayah legislatif. Sekretariat Jenderal DPR dalam konteks ini dianggap

sebagai. aparatur pemerintah. 2 Hal yang sama ditemui misalnya di wilayah yudikatif: Sekjen dan

Kepaniteraan MK di Mahkamah Konstitusi adalah aparatur Pemerintah 3 Dalam hal rincian tugas,

fungsi, susunan dan tata kerja satuan organisasi misalnya di lingkungan Sekjen DPR (legislatif) atau

Mahkamah Konsitusi (yudikatif), Sekjen kedua lembaga tersebut harus mendapat persetujuan tertulis

dari Menteri Pendayagunaaan Aparatur Negara (eksekutif) 4.Berbeda dengan Indonesia, pada

wilayah eksekutif Jerman, pemerintah tidak menyatu dengan Verwaltung (administrasi negara).

Pemerintah adalah entitas politik sebagai organ pembuat kebijakan, sedangkan administrasi negara

merupakan organ pelaksana. Pemisahan antara pemerintah dan administrasi negara itu dianggap

perlu demi pencapaian keterpisahan politik dan administrasi negara untuk mewujudkan

profesionalisme administrasi negara itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

https://www.watchindonesia.de/8034/administrasi-negara-atau-administrasi-pemerintahan?lang=ID

Anda mungkin juga menyukai