Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

BIROKRASI & GOVERNANSI

“Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Upaya Implementasi

Reformasi Birokrasi Polri”

oleh kelompok 5 :
1. Rendi Saputra 1910003811004
2. Mardiana 1910003811096
3. Monica Dara Eka Pratiwi 1910003811011
4. Fero Fernando 1910003811017
5. Wenni Angela 1910003811061
6. Ramadhiko 1910003811024

Dosen pengampu :
Yunnesa, S.A.P, M.A.P

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS EKASAKTI

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita


ucapkan. Atas karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya
penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shawalat serta salam
tercurahkan bagi Baginda Agung Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita
nantikan kelak.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Birokrasi &
Governansi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
mendukung serta membantu penyelesaian makalah. Harapannya, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekaligus menumbuhkan
rasa cinta tanah air.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada


ketidaksesuaian kalimat dan kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka
pada kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah.

Wassalamualaikum wr.wb

Sawahlunto, Desember 2021

Penulis
DAFTAI ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2

1.3 Tujuan ........................................................................................................2

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Birokrasi ....................................................................................................4

2.2 Reformasi Birokrasi...................................................................................5

2.3 Kepolisian Negara Republik Indonesia .....................................................6

2.4 Reformasi Birokrasi Polri ..........................................................................8

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Faktor Pendukung....................................................................................14

3.2 Faktor Penghambat ..................................................................................15

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan ..............................................................................................18

4.2 Saran ........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Good Governance adalah tata pemerintahan yang baik, bersih dan


berwibawa. Terkait dengan itu, pemerintah yang bersih (clean government) dan
bebas KKN.

Kepolisian, seperti juga kemiliteran, terdapat di setiap negara, baik negara


modern, seperti Inggris, Amerika Serikat ataupun Jepang, manapun negara kuno
seperti kerajaan Roma dan Cina, meskipun dalam bentuk yang berbeda beda dan
dengan nama yang belum tentu sama.

Sedangkan tugas dan fungsi kepolisian pada awalnya adalah merupakan


seni (craft), akan tetapi, dalam perkembangan suatu masyarakat menjadi
masyarakat yang modern, bertambah banyak jenis-jenis pekerjaan yang semula
dianggap seni berubah menjadi profesi. Sama seperti halnya kepolisian di
Indonesia, apabila kita melihat sejarah kepolisian Indonesia yang mempunyai
sendiri baik berupa bentuk, fungsi, tugas maupun kedudukan kepolisian yang
berubah paradigma kepolisian sesuai tuntutan masyarakat pada jaman itu.

Pada akhirnya dengan adanya globalisasi dan reformasi tahun 1998, maka
tuntutan masyarakat atas kinerja profesi kepolisian di Indonesia diharapkan lebih
profesional. Hal tersebut tersirat pada Ketetapan (Tap) MPR Nomor VI/MPR/2000
tentang Pemisahan TNI dan Polri serta Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang
Peran TNI dan Peran Polri. Dengan harapan bahwa Kepolisian Negara Republik
Indonesia dahulu mempunyai paradigma yang berfungsi sebagai alat kekuasaan,
beralih kepada paradigma baru yang fungsinya sebagai pelindung, pengayom,
pelayan dan penegak hukum, hal tersebut sesuai dengan UU No. 2 tahun 2002 pasal
13.

Menurut Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara


Republik Indonesia (POLRI), dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa : Fungsi Kepolisian
adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat. Tujuan Polri dalam Pasal 4 dijelaskan: Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri
yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, begitu pula upaya yang dilakukan di institusi Polri.

Permasalahan yang terjadi di institusi Polri adalah dengan adanya reformasi


birokrasi Polri, ternyata membawa konsekuensi besar bagi penataan birokrasi di
tubuh institusi Polri. Dengan kondisi sumber daya anggota yang masih perlu
diarahkan, membawa konsekuensi logis bagi Kepala institusi Polri untuk bekerja
ekstra dalam mengarahkan anggotanya dalam melaksanakan tugasnnya. Akibatnya,
hal ini berpengaruh pada kinerja anggota dan mereka harus selalu dipantau oleh
atasan dalam melaksanakan tugasnya. Arah perubahan Polri sangat terlihat pada
dua tahun terakhir ini telah terjadi perubahan paradigma (kerangka berfikir)
kepolisian (sebagai organisasi) yang signifikan.

Proses perubahan tersebut bertujuan merubah profesi kepolisian yang lebih


profesional. Dalam rangka mewujudkan upaya reformasi birokrasi Polri baik
menyangkut aspek instrumental, struktural dan kultural serta sikap transfaransi
Polri yang profesional, bermoral dan humanis, tentunya tidak boleh mengabaikan
anggota/PNS Polri sebagai pelaksana dan juga sebagai masyarakat/warga negara,
memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama didepan hukum, sehingga azas
praduga tak bersalah, proses penegakan hukum diberlakukan baginya termasuk hak
rehabilisasi akibat tindakan hukum yang diberlakukan kepadanya.

Berdasarkan uraian dari latar belakang permasalahan, Polri sebagai institusi


pelayanan publik yang mengemban salah satu tugas sebagai pelaksana pelayanan
publik masih saja menerima banyak keluhan dari masyarakat terhadap kualitas
pelayanannya. oleh karena itu peneliti mengambil judul tentang “Faktor- Faktor
Yang Mempengaruhi Upaya Implementasi Reformasi Birokrasi Polri”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa faktor pendukung yang mempengaruhi Uapaya Implementasi
Reformasi Birokrasi Polri?
2. Apa faktor-faktor pengahmpat yang mempengaruhi Uapaya Implementasi
Reformasi Birokrasi Polri?

1.3 Tujuan

Dengan mengacu pada latar belakang tersebut diatas, tujuan penelitian


adalah:Untuk mendeskripsikan dan menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi
upaya implementasi reformasi birokrasi polri untuk pelayanan publik dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya kepolisian.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Birokrasi

Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau + cracy),


diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan
bentuk piramida, di mana lebih banyak orang berada di tingkat bawah daripada
tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya sipil maupun militer.

Secara umum, birokrasi memiliki karakteristik atau ciri utama yaitu


digunakan oleh organisasi besar dan bersifat formal. Untuk mengetahuinya lebih
lanjut, berikut ciri-ciri birokrasi antara lain:

1. Pekerjaannya sangat ketan serta berpegang teguh pada aturan.


2. Tugasnya bersifat khusus atau spesifik.
3. Birokrasi memiliki sifat kaku dan sederhana.
4. Birokrasi memiliki sifat sentral atau terpusat.
5. Penyelenggaraannya dilaksanakan secara formal atau resmi.
6. Tidak melanggar peraturan yang telah disepakati.
7. Susunan organisasinya terstruktur dengan jelas.
8. Taat dan patuh terhadap peraturan yang telah ditetapkan.
9. Adanya kewenangan hierarki secara vertikal.
10. Biasanya prosedur pelayanannya sulit atau berbelit-belit sehingga
menyulitkan dalam proses keputusan.

Di Indonesia, birokrasi dibagi menjadi tiga jenis antara lain:

1. Birokrasi pemerintahan umum


Birokrasi pemerintahan umum merupakan suatu rangkaian organisasi
pemerintahan yang menjalankan tugas pemerintahan yang bersifat
umum. Birokrasi ini tugasnya lebih mengarah ke regulative-
function atau yang sifatnya mengatur. Misalnya seperti bidang
ketertiban dan keamanan. Contohnya yaitu Pemerintah Daerah.
2. Birokrasi pembangunan

Birokrasi pembangunan merupakan organisasi pemerintahan yang


tugasnya lebih khusus atau spesifik. Birokrasi pembangunan ini
bertujuan untuk mencapai tujuan pembangunan masyarakat. Misalnya
seperti bidang pertanian, kesehatan, pendidian dan industri. Contohnya
seperti rumah sakit dan sekolah.

3. Birokrasi pelayanan
Birokrasi pelayanan merupakan organisasi pemerintahan yang
berhubungan dengan masyarakat. Birokrasi ini bertujuan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Misalnya seperti bidang
pelayanan publik (seperti pembuatan KTP, Kartu Keluarga, dan
sebagainya), pengurusan paspor, dan banyak lagi. Contohnya yaitu
Dinas Kependudukan.

Birokrasi juga memiliki beberapa fungsi antara lain:

 Memberikan pelayanan kepada publik atau masyarakat.


 Pelaksana pembangunan yang profesional.
 Perencana, penggagas, pelaksana dan pengawas suatu kebijakan.
 Alat pemerintah untuk melayani segala kepentingan masyarakat dan
bukan merupakan bagian dari kekuatan politik. Dalam arti lain,
birokrasi ini netral tanpa campur tangan politik.

Selain memiliki fungsi, kita juga perlu mengetahui peranan diadakannya


birokrasi tersebut. Adapun peranan birokrasi yaitu:

 Berseimbangan dengan tujuan pemerintahan.


 Menjalanan manajemen pemerintahan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan sebagainya.
 Melakukan kegiatan dan program pemerintah demi tercapainya visi dan
misi pemerintah dan negara.
 Walaupun banyak pandangan negatif terkait birokrasi karena
cenderung menyusahkan masyarakat, birokrasi ini tetap dibutuhkan
masyarakat untuk menjadi pengubung antara negara dan masyarakat.

2.2 Reformasi Birokrasi

Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen


birokrasi, antara lain kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan,
akuntabilitas aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik. Beberapa contoh
reformasi birokrasi, misalnya reformasi kelembagaan dan kepegawaian, keuangan,
perbendaharaan, perencanaan dan pengangga ran, keimigrasian, kepabeanan,
perpajakan, pertanahan, dan penanaman modal.

Hal penting dalam reformasi birokrasi adalah perubahan mind-set dan


cultureset serta pengembangan budaya kerja. Reformasi Birokrasi diarahkan pada
upaya-upaya mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi, secara
berkelanjutan, dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan
berwibawa (good governance), pemerintah yang bersih (clean government), dan
bebas KKN.

2.3 Kepolisian Negara Republik Indonesia

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sering kita kenal dengan nama
Polri dalah sebuah lembaga negara atau aparat penegak hukum yang berfungsi
untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan untuk masyarakat dalam
usaha untuk menjaga keamanan dalam negeri.

Tugas pokok, wewenang Kepolisian RI dalam Undang-undang No.2 tahun


2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia :
1. Fungsi Kepolisian
Pasal 2 : “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara
di bidang pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat”.
Sedangkan Pasal 3: “(1) Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh : a. kepolisian khusus, b.
pegawai negri sipil dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. (2)
Pengemban fungsi Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a,b, dan c, melaksanakan fungsi Kepolisian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukum masing-masing”.
2. Tugas pokok Kepolisian
Pasal 13: Tugas Pokok Kepolisian Negara Rrepublik Indonesia dalam UU
No.2 tahun 2002 adalah sebagai berikut:
 Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
 Menegakkan hukum
 Memberikan perlindungan,pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat. “, penjabaran tugas Kepolisian di jelaskan lagi apada Pasal
14 UU Kepolisian RI.
3. Kewenangan Kepolisian
Pada Pasal 15 dan 16 UU Kepolisian RI adalah perincian mengenai tugas dan
wewenang Kepolisian RI, sedangkan Pasal 18 berisi tentang diskresi Kepolisian
yang didasarkan kepada Kode Etik Kepolisian. Sesuai dengan rumusan fungsi,
tugas pokok, tugas dan weweang Polri sebagaimana diatur dalam UU No. 2 tahun
2002, maka dapat dikatakan fungsi utama kepolisian meliputi :
 Tugas Pembinaan masyarakat (Pre-emtif)
Segala usaha dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat, kesadaran hukum dan peraturan perundang-
undangan. Tugas Polri dalam bidang ini adalah Community Policing,
dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat secara sosial dan
hubungan mutualisme, maka akan tercapai tujuan dari community
policing tersebut. Namun, konsep dari Community Policing itu sendiri
saat ini sudah bias dengan pelaksanaannya di Polres-polres. Sebenarnya
seperti yang disebutkan diatas, dalam mengadakan perbandingan sistem
kepolisian Negara luar, selain harus dilihat dari administrasi
pemerintahannya, sistem kepolisian juga terkait dengan karakter sosial
masyarakatnya. Konsep Community Policing sudah ada sesuai karakter
dan budaya Indonesia ( Jawa) dengan melakukan sistem keamanan
lingkungan ( siskamling) dalam komunitas-komunitas desa dan
kampong, secara bergantian masyarakat merasa bertangggung jawab
atas keamanan wilayahnya masing-masing. Hal ini juga ditunjang oleh
Kegiatan babinkamtibmas yang setiap saat harus selalu mengawasi
daerahnya untuk melaksanakan kegiata-kegiatan khusus.
 Tugas di bidang Preventif
Segala usaha dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara
keselematan orang, benda dan barang termasuk memberikan
perlindungan dan pertolongan , khususnya mencegah terjadinya
pelanggaran hukum. Dalam melaksanakan tugas ini diperlukan
kemampuan professional tekhnik tersendiri seperti patrolil, penjagaan
pengawalan dan pengaturan.
 Tugas di bidang Represif
Di bidang represif terdapat 2 (dua) jenis Peran dan Fungsi Kepolisian
Negara Republik Indonesia yaitu represif justisiil dan non justisiil. UU
No. 2 tahun 2002 memberi peran Polri untuk melakukan tindakan-
tindakan represif non Justisiil terkait dengan Pasal 18 ayat 1(1) , yaitu
wewenang ” diskresi kepolisian” yang umumnya menyangkut kasus
ringan.

KUHAP memberi peran Polri dalam melaksanakan tugas represif justisil


dengan menggunakan azas legalitas bersama unsur Criminal Justice sistem lainnya.
Tugas ini memuat substansi tentang cara penyidikan dan penyelidikan sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Bila
terjadi tindak pidana, penyidik melakukan kegiatan berupa:

1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa Yang dianggap sebagai tindak


pidana;
2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;
3. Mencari serta mengumpulkan bukti;
4. Membuat terang tindak pidana yang terjadi;
5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.

2.4 Reformasi Birokrasi Polri

Polri telah mencanangkan program Reformasi Birokrasi guna mewujudkan


harapan masyarakat menjadi “Polri yang dipercaya, yang memberikan pelayanan
prima, minimal zero complain, menjadikan Polri unggul dan profesional
berlandaskan revolusi mental, melalui:

 Bidang Sumber Daya Manusia


 Bidang administrasi dan operasional

Berikut Inovasi yang dilakukan oleh Polri dalam Bidang Penegakan Hukum
dan Pelayanan Publik :

1. Bidang Penguatan Kapasitas dan Integritas SDM Polri


 Rekrutment personel Polri dan PNS dengan mempertimbangkan
kebijakan minimal zero growth;
 Percepatan peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM serta
modernisasi teknologi kepolisian sebagai bagian dari penerapan
reformasi Polri;
 Meningkatkan profesionalisme anggota Polri melalui pendidikan dan
pelatihan;
 Membangun SDM Polri yang profesional melalui metode sekolah
sambil bekerja (off campus) di STIK-PTIK;
 Melakukan sertifikasi terhadap kemampuan teknis profesi Kepolisian,
melaluli Lembaga Sertifikasi Polri (LSP) : Penguji SIM; penerbit
STNK dan BPKB; Pendidik Polri; penyidik Laka lantas; petugas Patroli
dan pengawalan Lantas; penyidik dan penyidik pembantu;
 Mewujudkan tata kelola organisasi Polri yang bersih, transparan dan
akuntabel untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri;
 Melanjutkan pembangunan standar pelayanan prima pada tingkat
Polsek, Polres dan Polda dengan melengkapi Daftar Susunan Personel
dan Peralatan (DSPP);
 Membangun hukum kepolisian di pusat dan daerah sebagai elemen
Prolegnas bidang Kepolisian serta memfungsikan sebagai pusat
informasi hukum Kepolisian bagi pelaksana tugas Polri di lapangan
serta pusat penelitian hukum Indonesia dan negara-negara lain di dunia;
 Peningkatan kesejahteraan personel Polri dalam rangka meningkatkan
profesionalisme ;
 Menyelaraskan dan mengefektifkan secara optimal kegiatan
pengawasan dan pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah (APIP) guna mewujudkan aparat Polri yang profesional dan
akuntabel serta menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) secara maksimal guna mencegah terjadinya Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN).

2. Bidang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi


 Penyederhanaan mekanisme penerbitan SIM, STNK, BPKB dan SKCK
dengan menerapkan sistem on line diseluruh sentra pelayanan
kepolisian;
 Terlibat aktif dalam memback up kementerian keuangan khususnya
direktorat jenderal pajak dalam mengoptimalkan penerimaan pajak;
 Mengoptimalkan peran inspektorat dalam mengimplementasikan
Peraturan Kapolri nomor 21 tahun 2013 tentang whistleblowing system
dilingkungan Polri;
 Mengoptimalkan peran Divisi Humas selaku pejabat pengelola
informasi dan data dilingkungan Polri;
 Melakukan review prosedur pengadaan barang dan jasa dilingkungan
Polri untuk lebih transparan dan akuntabel dengan menerapkan e-
procurement maupun e-catalog dan bekerjasama dengan LKPP;
 Dalam upaya pengendalian gratifikasi, membentuk unit pengendalian
gratifikasi pada Itwasum Polri pada tingkat Mabes Polri dan Itwasda
ditingkat Polda serta menerbitkan surat edaran Kapolri tentang
mekanisme pelaporan gratfikasi;
 Menugaskan pelaksana fungsi Reskrim untuk aktif memberikan
sosialisasi anti korupsi serta memberikan asistensi kepada
kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah guna pencegahan
korupsi;
 Membuat system pengendalian perkara secara elektronik yang dapat
diakses oleh masyarakat untuk mengetahui perkembangan hasil
penyelidikan/penyidikan;
 Menandatangani beberapa nota kesepahaman sebagai upaya
peningkatan pemberantasan Tipidkor yang dilakukan secara sinergis
dalam kerangka integrated criminal justice system.

3. Bidang Pelayanan Publik


Upaya peningkatan pelayanan publik kepolisian agar transparan dan
akuntabel dilakukan tidak saja pada pelayanan administrasi seperti
pelayanan SIM, STNK dan BPKB namun juga meliputi pelayanan pada
bidang penyelidikan dan penyidikan kasus tindak pidana. Beberapa strategi
yang dilakukan sebagaimana tercantum dalam program PROMOTER
Kapolri, antara lain :
 Membangun budaya perilaku anti korupsi pada aparatur yang bertugas
pada pelayanan publik:
 Sosialisasi Budaya Anti Korupsi melalui pendidikan pada Diktuk,
serta pelatihan revolusi mental;
 Menerapkan pakta integritas untuk seluruh petugas pada fungsi
yang berpotensi terjadinya perilaku koruptif;
 Membangun wilayah bebas dari korupsi melalui pembentukan
Zona Integritas di 4 Polres (Banyumas, Cimahi, Palembang, dan
Pontianak).
 Pembinaan disiplin dan penegakan hukum bagi anggota yang
melakukan KKN
 Membangun system pelayanan publik yang mudah diakses masyarakat,
lebih cepat, bebas calo dan berbasis TI:
 Melaksanakan Anev Menyeluruh terhadap data entry Pusiknas dari
Tk. Mabes sampai dengan Tk. Polres
 Mengembangkan E-Policing :
- Merampungkan layanan pendaftaran SIM baru secara online
di seluruh polda
- Merampungkan layanan perpanjangan SIM online pada 72
kota
- Menyusun blue print layanan hukum online
- Mengembangkan pelayanan SKCK online ke seluruh satwil
- Inventarisasi dan evaluasi Perkap dan SOP Pelayanan Publik
agar berorientasi kepada layanan yang cepat.
 Menghilangkan pungutan liar, pemerasan dan makelar kasus dalam
proses penyidikan :
 Sosialisasi melalui banner, pamflet, spanduk, selebaran tentang
larangan pungutan liar, pemerasan dan makelar kasus dalam proses
penyidikan;
 Membuka akses kepada masyarakat melalui “website/public
complain online” tentang keluhan masyarakat terkait proses
penyidikan (www.itwasum.polri.go.id);
 Meningkatkan pengawasan melekat dan pengawasan struktural
dalam proses penyidikan;
 Menghilangkan kecenderungan rekayasa dan berbelit-belit dalam
penanganan kasus
 Memperkuat kerjasama dengan pengawas eksternal dengan EMI dan
IME:
 Melakukan pendataan permasalahan / komplain yang dilaporkan
oleh pengawas eksternal;
 Menindaklanjuti komplain yang diterima dari pengawas eksternal
secara tepat, proporsional, profesional, dan tuntas;
 Melakukan koordinasi secara berkala dengan pengawas eksternal.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Faktor Pendukung

Faktor pendukung yang mempengaruhi upaya implementasi reformasi


birokrasi polri dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya kepolisian untuk
pelayanan publik terinci sebagai berikut:

a. Faktor pendukung internal :


1. Sebagai anggota Polri, sebagaian besar anggota Polri berkeinginan
untuk menjadikan citra Polri yang positif dimata masyarakat dapat
terjaga dengan baik dan profesional.
2. Masih banyak anggota polri yang bertugas untuk benar-benar
memberikan pelayanan yang terbaik dan profesional kepada
masyarakat dan berlaku seadil-adilnya.

Pada umumnya masyarakat merasa senang apabila Polri benar-benar telah


menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum dan pelayan masyarakat di bidang
Kamtibmas secara profesional dan benar-benar meninggalkan budaya KKN.

Reformasi birokrasi Polri merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap


proses pembusukan, termasuk buruknya kinerja birokrasi polri. Masyarakat masih
menganggap Polri bisa mengemban tugas sesuai harapan masyarakat, hal ini
diwujudkan dengan apapun inovasi dan ide-ide positif dalam memelihara
KAMTIBMAS senantiasa selalu didukung oleh masyarakat.

Hal ini dikarenakan program-program Polri dikomunikasikan dengan baik


terhadap para pelaksana anggota Polri.

b. Faktor pendukung eksternal :


1. Sebagaian besar masyarakat pada umumnya merasa senang apabila
Polri benar-benar telah menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum
dan pelayan masyarakat di bidang Kamtibmas secara profesional dan
benar-benar meninggalkan budaya KKN.
2. Masyarakat masih menganggap Polri bisa mengemban tugas sesuai
harapan masyarakat, hal ini diwujudkan dengan apapun inovasi dan ide-
ide positif Polri dalam memelihara kamtibmas senantiasa selalu
didukung oleh masyarakat.

Faktor pendukung implementasi reformasi birokrasi polri adalah sebagaian


besar anggota Polri berkeinginan untuk menjadikan citra Polri yang positif dimata
masyarakat dapat terjaga dengan baik. Masih banyak anggota Polri yang bertugas
benar-benar memberikan pelayanan yang terbaik dan profesional kepada
masyarakat. Demikian juga sebagaian besar masyarakat pada umumnya merasa
senang apabila Polri benar-benar telah menjalankan tugasnya sebagai penegak
hukum dan pelayan masyarakat di bidang Kamtibmas secara profesional dan benar-
benar meninggalkan budaya KKN.

3.2 Faktor Penghambat

Faktor penghambat yang mempengaruhi upaya implementasi reformasi


birokrasi polri dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya kepolisian untuk
pelayanan publik terinci sebagai berikut:

a. Faktor penghambat internal :


1. Ada sebagian anggota Polri tidak sepenuhnya senang bertugas di
wilayah yang telah ditentukan, dan senantiasa selalu berupaya untuk
pindah tugas dari wilayah tersebut.
2. Ada sebagian dari anggota yang tidak peduli terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi di lingkungan Polri khususnya untuk hal-hal
yang positif.
3. Ada sebagian anggota Polri yang masih kedapatan melakukan tindakan-
tindakan yang tidak terpuji terhadap masyarakat.

Sebagian anggota Polri tidak sepenuhnya senang bertugas di wilayah yang


telah ditentukan oleh pemimpin, dan senantiasa selalu berupaya untuk pindah tugas
dari wilayah tersebut. Padahal Birokrasi Polri dimanapun bertugas harus dapat
memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan,
terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun
kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk
secara aktif menentukan masa depannya sendiri walaupun ditugaskan di wilayah
terpencil sekalipun.

Sebagian dari anggota yang tidak peduli terhadap perubahan-perubahan


yang terjadi di lingkungan Polri khususnya untuk hal-hal yang positif. Sebagai
anggota Polri dituntut dapat menyelenggaraan pemerintahan negara dibidang
keamanan dan ketertiban yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan
efektif dalam rangka terwujudnya good governance yang menuntut adanya
perubahan.

Sebagian anggota Polri masih kedapatan melakukan tindakan-tindakan


yang tidak terpuji terhadap masyarakat. Hal ini bertentangan dengan tujuan
pemerintahan yang pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat, yang
tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat
serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.
Karenanya birokrasi anggota polri berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan layanan baik dan profesional

b. Faktor penghambat eksternal :


1. Sebagian masyarakat apabila berurusan dengan anggota Polri baik
pengurusan pelayanan ataupun pelanggaran masih sering membuka
peluang untuk diselesaikan tidak secara profesional (tindakan
penyuapan).
2. Ada sebagian masyarakat yang menilai kinerja ataupun tindakan
anggota Polri selalu negatif saja tanpa dilihat secara obyektif.

Sebagian masyarakat apabila berurusan dengan anggota Polri baik


pengurusan pelayanan ataupun pelanggaran masih sering membuka peluang untuk
diselesaikan tidak secara profesional (tindakan penyuapan). Sebagian masyarakat
yang menilai kinerja ataupun tindakan anggota Polri selalu negatif saja tanpa dilihat
secara obyektif. Hal ini dikarenakan kondisi masyarakat yang semakin kritis,
sehingga anggota Polri dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran
(revitalisasi) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Prilaku anggota
Polri dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani
masyarakat, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, harus berubah
menjadi suka menolong masyarakat menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan
dialogis dan dari caracara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik
pragmatis. Dengan revitalitas birokrasi Polri ini, pelayanan publik yang lebih baik
dan profesional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenangan yang
diberikan kepadanya dapat terwujud.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya implementasi reformasi birokrasi


POLRI adalah:

1. Faktor pendukung meliputi:


a. Faktor pendukung internal:
 sebagaian besar anggota Polri berkeinginan untuk menjadikan citra
Polri yang positif dimata masyarakat dapat terjaga dengan baik.
 Masih banyak anggota Polri yang bertugas untuk benar-benar
memberikan pelayanan yang terbaik dan profesional kepada
masyarakat.
b. Faktor pendukung eksternal:
 Sebagaian besar masyarakat merasa senang apabila anggota Polri
benar-benar telah menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum
dan pelayan masyarakat di bidang Kamtibmas secara profesional dan
benar-benar meninggalkan budaya KKN.
 Masyarakat masih menganggap Polri bisa mengemban tugas sesuai
harapan masyarakat, hal ini diwujudkan dengan apapun inovasi dan
ide-ide positif Polri dalam memelihara kamtibmas senantiasa selalu
didukung oleh masyarakat.
2. Faktor penghambat yang terinci:
a. Faktor penghambat internal:
 Ada sebagian anggota polri tidak sepenuhnya senang bertugas di
wilayah yang telah ditugaskan, dan senantiasa selalu berupaya untuk
pindah tugas dari wilayah tersebut.
 Ada sebagian dari anggota yang tidak peduli terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi di lingkungan Polri khususnya untuk hal-hal
yang positif.
 Ada sebagian anggota polri yang masih kedapatan melakukan
tindakan-tindakan yang tidak terpuji terhadap masyarakat.
b. Faktor penghambat eksternal:
 Sebagian masyarakat apabila berurusan dengan anggota Polri baik
pengurusan pelayanan ataupun pelanggaran masih sering membuka
peluang untuk diselesaikan tidak secara profesional (tindakan
penyuapan).
 Ada sebagian masyarakat Pacitan yang menilai kinerja ataupun
tindakan anggota Polri selalu negatif saja tanpa dilihat secara
obyektif.

4.2 Saran

Saran yang perlu dilakukan oleh institusi Polri adalah dengan menempuh
langkah-langkah kongkrit antara lain:

1. Mengusulkan anggaran yang cukup kedalam APBN;


2. Polri harus lebih meningkatkan:
a. Sumber daya kepolisian: agar lebih mampu menangani tugas-tugas
pelayanan di wilayah tugas;
b. Sarana Prasarana: untuk menuntaskan pelaksanaan tugas-tugas
pelayanan di wilayah tugas;
c. Ketentuan batas minimal dalam bertugas di institusi Polri.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.idntimes.com/life/education/rinda-faradilla/apa-itu-birokrasi/5
http://lapaslhoknga.kemenkumham.go.id/index.php/berita-utama/reformasi-
birokrasi
https://www.polresenrekang.com/page/2/tugas-fungsi-dan-kewenangan-polri
https://acch.kpk.go.id/images/ragam/makalah/reformasi-penegakan-
hukum/Reformasi-dalam-penegakan-hukum-dan-pelayanan-publik-yang-
transparan-dan-akuntabel-asrena-kapolri.pdf

Anda mungkin juga menyukai