Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

Mata Kuliah: PERBANDINGAN HUKUM


PERBANDINGAN LEMBAGA KEPOLISIAN DAN KPK

Dosen Pengampu:
SURYA OKTARINA

Kelompok 6:
1. Ratih Kusuma Wimba Ningrum
2. Reynold
3. Roery Meissy Anggriani
4. Said Abu Bakar
5. Sin Helina Ayu

FAKULTAS ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG
Jalan Surya Kencana No.1 Pamulang - Tangerang Selatan
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbandingan Lembaga Kepolisian
dan KPK”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan hukum.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam
proses pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman dan masyarakat
sehingga bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Tangerang, 03 Mei 2019

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
BAB 2.....................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................6
ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DAN POLRI.................................................................6
A. POLRI..........................................................................................................................................6
B. KPK............................................................................................................................................12
C. Sengketa Kewenangan KPK dengan POLRI..........................................................................14
TABEL PERBANDINGAN POLRI & KPK...................................................................................17
BAB 3..................................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masyarakat yang semakin berkembang ternyata menghendaki negara memiliki struktur
organisasi yang lebih responsif terhadap tuntutan mereka. Terwujudnya efektivitas dan
efisiensi baik dalam pelaksanaan pelayanan publik maupun dalam pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan juga menjadi harapan masyarakat yang ditumpukan kepada
negara.
Perkembangan konsep trias politica juga turut memengaruhi perubahan struktur
kelembagaan di Indonesia. Seiring berkembangnya ide-ide mengenai kenegaraan, konsep
trias politica dirasakan tidak lagi relevan mengingat tidak mungkinnya mempertahankan
eksklusivitas setiap organ dalam menjalankan fungsinya masing-masing secara terpisah.
Kenyataan menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu pada praktiknya harus
saling bersentuhan. Kedudukan ketiga organ tersebut pun sederajat dan saling mengendalikan
satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances. Untuk menjawab tuntutan tersebut,
negara membentuk jenis lembaga negara yang diharapkan dapat lebih responsif dalam
mengatasi persoalan aktual negara. Maka, berdirilah berbagai lembaga negara bantu dalam
bentuk dewan, komisi, komite, badan, ataupun otorita, dengan masing-masing tugas dan
wewenangnya. Beberapa ahli tetap mengelompokkan lembaga negara bantu dalam lingkup
eksekutif, namun ada pula sarjana yang menempatkannya tersendiri sebagai cabang keempat
kekuasaan pemerintahan.
Dalam konteks Indonesia, kehadiran lembaga negara bantu menjamur pasca perubahan
UUD Negara RI Tahun 1945. Salah satu hasil dari Perubahan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) adalah beralihnya supremasi
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi supremasi konstitusi. Akibatnya, MPR
bukan lagi lembaga tertinggi negara karena semua lembaga negara didudukkan sederajat
dalam mekanisme checks and balances. Sementara itu, konstitusi diposisikan sebagai hukum
tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan lembaga-lembaga negara. Berbagai
lembaga negara bantu tersebut tidak dibentuk dengan dasar hukum yang seragam. Beberapa
di antaranya berdiri atas amanat konstitusi, namun ada pula yang memperoleh legitimasi
berdasarkan undang-undang ataupun keputusan presiden.
Salah satu lembaga negara bantu yang dibentuk pada era reformasi di Indonesia adalah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan Lembaga bantu negara yang dapat

4
disamakan dengan Lembaga Negara yang tertuang dalam UUD 1945 karena sama-sama
mempunyai struktur organisasi yang sama dengan lembaga negara mempunyai sekjen dan
badan Litbang yang dimiliki lembaga negara yang lain sama seperti Komisi Yudisial, dapat
dikatakan bahwa kedudukannya secara struktural sederajat dengan Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, secara fungsional, peranannya bersifat penunjang
(auxiliary) terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial, meskipun fungsinya
terkait dengan kekuasaan kehakiman, tetapi tidak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman.
Lembaga ini dibentuk sebagai salah satu bagian agenda pemberantasan korupsi yang
merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia.
Dengan demikian, kedudukan lembaga negara bantu dalam sistem ketatanegaraan yang
dianut negara Indonesia masih menarik untuk diperbincangkan.
Di tengah masih kurang optimalnya kinerja jajaran kepolisian dan kejaksaan dalam
menangani kasus-kasus korupsi, keberadaan KPK harus tetap dipertahankan. Sebab,
menyelamatkan KPK sama artinya dengan menyelamatkan negara dari kehancuran. KPK
tidak boleh kehabisan semangat dan motivasi. Di tanah air, ketidakpercayaan terhadap
pelayanan pejabat negara melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Indonesia mulai
memasuki masa inflansi komisi negara, yaitu titik jenuh yang justru dapat mereduksi urgensi
eksistensi komisi itu sendiri. Telah lahir komisi negara baru yang fungsi dan perannya
cenderung tidak jelas atau tumpang tindih satu sama lain.
Sementara itu, Kepolisian Indonesia saat ini sudah hampir mendekati sistem Kepolisian
ideal yang diharapkan oleh anggotanya sendiri maupun masyarakat, kemandirian Polri sudah
dilaksanakan dan terpisah dari ABRI, dan sekarang yang perlu dilakukan Polri adalah
melakukan peningkatan sumber daya manusianya serta melakukan pembenahan secara
maksimal. Program-program yang dilaksanakan dalam tugas kepolisian di kewilayahan sudah
dapat dilihat hasilnya, sementara yang perlu dan wajib dilakukan adalah adanya
penyederhanaan sistem birokrasi untuk pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan masyarakat
melalui langsung maupun tidak langsung bisa dilakukan dan disederhanakan dengan
melakukan efisensi dan efektifitas yang terkait dengan penggunaan tekhnologi Kepolisian
yang maksimal dan up to date. Pengawasan juga diperlukan dalam rangka menjaga supaya
tidak ada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam praktek-praktek kerja di
lapangan.

5
BAB 2
PEMBAHASAN
ADMINISTRASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KPK DAN POLRI

A. POLRI
Kepolisian menurut Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 1997 pasal 1 dan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 pasal 1 ialah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di
Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-
tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Fungsi kepolisian adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian yang ada di masyarakat
menjadi aman, tentram, tertib, damai dan sejahtera. Fungsi kepolisian (POLRI) terkait erat
dengan Good Governance, yakni sebagai alat Negara yang menjaga kamtibmas (keamanan
dan ketertiban masyarakat) yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat
serta menegakkan hukum yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyrakat yang diperoleh secara atributif melalui
ketentuan Undang-Undang .
Tugas kepolisian dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan tugas
preventif. Tugas represif ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive, yaitu
menjalankan peraturan atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi peristiwa
pelanggaran hukum. Sedangkan tugas preventif dari kepolisian ialah menjaga dan mengawasi
agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun.
Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri. Dengan
ini nampak perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga pertahanan Negara yang
pada hakikatnya menunjuk pada kemungkinan ada serangan dari luar Negeri. Sementara itu,
dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 dijelaskan
bahwasannya tugas pokok kepolisian adalah:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

6
2. Menegakkan hukum; dan
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

Selanjutnya dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas pokok, Kepolisian Negara


Republik Indonesia bertugas:
1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan
masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas di jalan;
3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum
masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan;
4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
6. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai
ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang diantaranya
menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta
tugas dan wewenangnya.
8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium
forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
9. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh
instansi dan/atau pihak yang berwenang;
11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7
Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 menyatakan
bahwasannya Dalam rangka menyelenggarakan tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara umum berwenang:
 Menerima laporan dan/atau pengaduan;
 Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
 Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
 Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
 Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian;
 Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan;
 Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
 Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
 Mencari keterangan dan barang bukti;
 Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
 Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
 Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
 Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya


berwenang :
1. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat
lainnya;
2. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
3. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
4. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
5. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata
tajam;

8
6. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di
bidang jasa pengamanan;
7. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas
pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
8. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional;
9. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di
wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
10. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
11. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

Sebagai lembaga penegak hukum yang menangani masalah pidana, maka POLRI
berperan sebagai penyelidik dan penyidik (bersama dengan Kejaksaan RI) dalam kasus
pidana pada umumnya, atau di luar pidana khusus, yang diatur secara berbeda dan tentunya
dapat melibatkan lembaga negara lain semisal KPK. Jalur untuk mengetahui adanya suatu
tindak pidana adalah melalui:
1. Pengaduan, yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan
kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang
telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan
2. Laporan, yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah
atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh dalam Undang-Undang. Adapun pihak
yang berwenang untuk melakukan penyelidikan adalah setiap pejabat polisi negara Republik
Indonesia
Pihak yang berwenang melakukan penyidikan adalah pejabat polisi negara Republik
Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
Penyidik karena kewajibannya memiliki kewenangan sebagai berikut:
1. Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

9
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara
9. Mengadakan penghentian penyidikan
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
11. Dalam melakukan tugasnya penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
12. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan
13. Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum
14. Penyerahan berkas perkara dilakukan:
 pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
15. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab
atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum
16. Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang :
i. pemeriksaan tersangka;
ii. penangkapan;
iii. penahanan;
iv. penggeledahan;
v. pemasukan rumah;
vi. penyitaan benda;
vii. pemeriksaan surat;
viii. pemeriksaan saksi;
ix. pemeriksaan di tempat kejadian;
x. pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;
xi. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang.
17. Melakukan penyidikan tambahan, jika penuntut umum mengembalikan hasil
penyidikan untuk dilengkapi sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
18. Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik dapat mengadakan penangguhan
penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat
yang ditentukan.

10
19. Karena jabatannya hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan
dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang sudah ditentukan.
20. Melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum, jika
penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi
21. Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya
pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang
haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib
didampingi oleh penasihat hukum

Ketika melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, para aparat penegak hukum


melakukan suatu upaya paksa, yaitu serangkaian tindakan untuk kepentingan penyidikan
yang terdiri dari penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan pemeriksaan surat.
Para penyidik kemudian menuangkan hasil penyidikan tersebut kedalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP). BAP ini kemudian diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum
untuk dipelajari dan diteliti kelengkapannya sebagai dasar untuk membuat surat dakwaan.
Penuntut umum mengembalikan BAP tersebut kepada penyidik apabila penuntut umum
menilai bahwa BAP tersebut belum lengkap. Pengembalian tersebut disertai petunjuk tentang
hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi oleh penyidik dalam waktu 14 hari setelah
penerimaan berkas. Apabila penuntut umum menilai bahwa BAP tersebut telah lengkap,
maka penuntut umum kemudian akan membuat surat dakwaan dan dilanjutkan ke tahap
penuntutan.
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, POLRI, yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden, diawasi oleh sejumlah lembaga, antara lain KPK, Kompolnas, dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM). KPK akan dibahas dalam sub bab berikutnya,
sedangkan terkait dengan Kompolnas akan dibahas di bawah ini.
Komisi Kepolisian Nasional atau disingkat KOMPOLNAS adalah sebuah lembaga
kepolisian nasional di Indonesia yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab pada
Presiden Republik Indonesia. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Perpres No.17 tahun 2011
yang dikeluarkan Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono. Lembaga ini bertugas untuk
membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan
pemberhentian Kapolri. Sebagai lembaga negara, Kompolnas mendapatkan pembiayaan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

11
Kompolnas bekerja dengan mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan
pemberian saran kepada Presiden. Saran yang diberikan oleh Kompolnas berkaitan dengan
anggaran Polri, pengembangan sumber daya Polri , dan pengembangan sarana dan prasarana
Polri, dalam upaya mewujudkan Polri yang profesional dan mandiri. Kompolnas juga
menerima saran dan keluhan masyarakat mengenai kinerja kepolisian untuk diteruskan
kepada kepada Presiden. Keluhan yang diterima Kompolnas adalah pengaduan masyarakat
yang menyangkut
Penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan
diskriminasi, dan penggunaan diskresi kepolisian yang keliru. Pengumpulan data dan keluhan
masyarakat ini dilakukan melalui jalur media komunikasi elektronik, terutama internet,
dimana masyarakat dapat berkomunikasi langsung dengan staf Kompolnas yang sedang aktif.

B. KPK
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti dan menemukan tersangka dari suatu tindak pidana. Dalam melaksanakan tugas
penyidikan, maka penyidik diberi kewenangan tertentu menurut undang-undang. Di dalam
KUHAP yang merupakan dasar bagi hukum acara pidana umum, kewenangan penyidik
diatur, yaitu:
a) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentanga adanya tindak pidana
b) melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
c) menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f) mengambil sidik jari dan penyitaan surat
g) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai seorang tersangka atau saksi
h) mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungaannya dengan
pemeriksaan perkara
i) mengadakan penghentian penyidikan
j) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Kewenangan di atas adalah kewenangan penyidik dalam tindak pidana umum. Dalam
KUHAP dimungkinkan untuk adanya penyimpangan atau pengecualian dari ketentuan
KUHAP terhadap proses acara pidana dari suatu tindak pidana khusus yang diatur dalam UU

12
tertentu . Salah satunya adalah UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan
Tipikor, serta UU No. 30/2002 tentang KPK.
UU Tipikor menyebutkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan
dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, (dalam hal ini KUHAP)
kecuali ditentukan lain dalam UU itu sendiri . Maka UU ini membuka kemungkinan adanya
suatu penyimpangan terhadap ketentuan acara pidana dalam KUHAP, hal mana juga
telahdiakomodir dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP. Adapun beberapa pengecualian yang
berkaitan dengan kewenangan penyidik dalam UU Tipikor antara lain:
a. Penyidik berhak meminta keterangan bank tentang keadaan keuangan
tersangka/terdakwa
b. Penyidik berwenang meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik
tersangka/terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi
c. Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos,
telekomunikasi atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara
tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa
Berdasarkan UU No. 30/2002 tentang KPK, dalam melaksanakan tugasnya, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi yang :
a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
atau penyelenggara negara;
b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).

Lalu dalam UU No. 30/2002 tentang KPK juga diatur beberapa kewenangan penyidik
KPK yang dikecualikan terhadap KUHAP, antara lain:
1. Penyidik KPK berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap
pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan
2. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan
3. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke
luar negeri

13
4. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa
5. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait
6. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan
sementara tersangka dari jabatannya
7. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi
yang terkait
8. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti
awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang
diperiksa
9. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk
melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri
10. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana
korupsi yang sedang ditangani

Jadi pada dasarnya kewenangan penyidik secara umum adalah sebagaimana yang
diatur dalam pasal 7 KUHAP, namun KUHAP sendiri dalam pasal 284 ayat (2) memberikan
pengecualian terhadap ketentuan hukum acara dalam UU pidana tertentu, sehingga dengan
demikian dimungkinkan dalam UU pidana khusus termasuk UU yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi, memberikan kewenangan khusus atau tambahan terhadap penyidik
tipikor dalam melaksanakan tugas penyidikan.
Berbeda dengan POLRI yang diawasi oleh KPK dan Kompolnas, KPK tidak memiliki
lembaga negara yang berperan sebagai badan pengawas secara tersendiri.

C. Sengketa Kewenangan KPK dengan POLRI


Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (POLRI)
dari hari ke hari makin memanas tanpa ada ujung ceritanya. Dari perspektif hukum, sudah
merupakan hal yang lazim bahwa tiap penyelidikan, penyidikan, bahkan penuntutan suatu

14
perkara telah sedemikian rupa diatur oleh undang-undang. Sebelum lahirnya KPK, lembaga
penegak hukum yang dikenal hanya Kepolisian dan Kejaksaan yang secara legalitas memiliki
kewenangan untuk melakukan penindakan atas perkara yang objek hukumnya bersinggungan
dengan negara.
Namun begitu, hadirnya KPK seolah memutus rantai kewenangan yang dimiliki
kedua lembaga negara tersebut selama ini. Apalagi kewenangan yang dimiliki KPK itu
menyangkut “dapur” tiap lembaga yang rawan dengan aksi-aksi penistaan terhadap anggaran
negara yang bersumber dari pajak rakyat.
Kepolisian dalam hal ini dan telah diketahui umum senantiasa berpegang pada KUHP
dan KUHAP sebagai payung hukumnya dalam melaksanakan tugas-tugas penegakan hukum.
Mulai dari tugas atas tindak pidana ringan (tipiring) hingga yang berat sekalipun. Sementara,
KPK sejak dilahirkan memiliki tugas untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi (tipikor) di lembaga-lembaga pemerintah yang diduga rawan dengan
aksi korupsinya.
Sebelum ada KPK, Kepolisian bersama dengan Kejaksaan kerap kali pula menangani
perkara korupsi di level pemerintahan yang ada sesuai dengan pedoman undang-undang yang
berlaku ketika itu. Namun sekarang, secara khusus tiap perkara yang berkaitan dengan tipikor
itu, lembaga KPK didapuk untuk menuntaskannya.
Dengan kata lain, tiap perkara korupsi yang muncul ke permukaan di satu institusi
pemerintah, KPK lah yang menjadi penegak hukumnya untuk menuntaskan penyelidikan dan
penyidikan. Dan, tiba-tiba terkait perkara korupsi di alat negara semacam Kepolisian ini,
muncul Kepolisian yang mengaku punya kewenangan tersebut.
Artinya untuk dugaan perkara korupsi , publik menilai ada dua institusi yang
berwenang melakukan tugas penegakan hukum. Akan tetapi, publik secara awam juga dapat
menilai bahwa jika ada dualisme kewenangan untuk perkara yang sudah diatur oleh undang-
undang yang baru, maka azas atau prinsip yang dianut selama ini menggunakan prinsip rule
of recognition, yakni lex specialis derogate lex generalis. Secara simplistis azas ini bisa
dimaknai bahwa aturan yang bersifat khusus (specialis) mengesampingkan aturan yang
bersifat umum (generalis). Malah dalam hukum pidana, prinsip atau azas semacam ini
terkandung pula dalam Pasal 63 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang
berbunyi,” Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula
dalam aturan pidana yang khusus, maka yang khusus itulah yang diterapkan.

15
Jika dicermati, maka pasal tersebut juga menegaskan adanya keberlakuan aturan
pidana yang khusus ketika mendapati suatu perbuatan yang masuk, baik ke dalam aturan
pidana yang umum dan aturan pidana yang khusus. Merujuk pada bunyi pasal 63 ayat 2,
maka UU tentang Pemberantasan Korupsi dan atau lembaga KPK yang menjadi instrument
penegakan hukum terkait prinsip yang berlaku, tentu memiliki alas hukumnya pula. Komisi
ini didirikan berdasarkan pada UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, yang kehadirannya ini untuk menjawab ketidakefektivan lembaga
pemerintah yang menangani perkara korupsi.
Malah dalam bagian konsideran UU tersebut untuk menjelaskan kehadiran KPK ini,
secara jelas dinyatakan, bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana
korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana. Apa
yang menjadi konsiderans UU KPK ini kian menjelaskan bahwa alat-alat kelengkapan negara
dalam penegakan hukum, semacam Kepolisian dan Kejaksaan dipandang tidak efektif dan
efisien lagi dalam melakukan tugas-tugas penegakan hukum. Sehingga, kasus korupsi juga
sekaligus memperlihatkan ke mata publik bahwa lembaga yang tidak efektif dan efisien itu
(Kepolisian) tengah melakukan kewenangannya sebagaimana yang tengah diberitakan
sekarang ini. Padahal sebagaimana pasal 50 ayat 3 dan 4 UU No 30 tahun 2002 mengatur jika
KPK sudah dahulu melakukan penyidikan, maka Polri atau Kejaksaan tidak berwenang lagi.
Atau jika penyidikan dilakukan bersamaan, maka Polri atau Kejaksaan harus menghentikan
penyidikannya.
Pasal dalam UU ini tentu sudah demikian dimaklumi oleh aparat penegak hukum,
semisal Kepolisian dan Kejaksaan untuk tahu tugas dan kewenangannya itu. Hanya ironisnya,
lembaga Kepolisian masih tetap bersikap bahwa teknis yuridis yang dilakukan KPK, lewat
aksi penggeledahan dan penetapan tersangka sebagai bagian dari penyidikan KPK telah
menabrak MoU (Kepolisian, KPK dan Kejaksaan). Malah MoU ini kemudian dijadikan alas
hukum baru, semacam yurisprudensi oleh Kepolisian sebagai acuan dan dasar hukum
Kepolisian melakukan penyidikan atas kasus korupsi. Karenanya langkah Kepolisian
semacam itu justru menimbulkan pertanyaan publik, apakah memang demikian sistim hukum
yang berlaku di Indonesia? Terlebih Kepolisian dalam konteks ini menggunakan dasar
hukum itu (kasus korupsi) yang sudah secara khusus diatur undang-undang.
Kasus dugaan korupsi masih jadi perhatian masyarakat. Saat ini bukan soal jumlah
uang yang diduga dikorupsi oleh alat-alat negara dan rekan sejawatnya (pengusaha), tapi soal
kewenangan yang sudah diatur undang-undang. UU secara khusus memerintahkan kepada

16
penegak hukum atas nama undang-undang untuk mematuhi apa yang menjadi tugas dan
kewenangannya. Namun demikian realitas yang berkembang memperlihatkan bahwa
Kepolisian RI bersikeras untuk menuntaskan perkara korupsi di markasnya. Sementara KPK
minus Kejaksaan, masih terus memacu langkahnya sebagaimana yang diperintahkan undang-
undang pula. KPK dengan UU No 30 tahun 2002, sementara Kepolisian RI dengan MoU dan
KUHAP.

TABEL PERBANDINGAN POLRI & KPK

N POLRI NO KPK
O
1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 1 Berdasarkan UU no 30 tahun 2002,
(KUHAP), maka yang wajib dan KPK berhak mengambil alih
berhak melakukan penyidikan adalah penyidikan dan penuntutan dari
kepolisian dan PPNS. Kepolisian serta Kejaksaan jika kedua
instansi tersebut dianggap tidak
koopratif.
2 Undang-undang Kepolisian Berdasarkan UU No. 30/2002
Negara Republik Indonesia Nomor 28 tentang KPK, dalam melaksanakan
Tahun 1997 pasal 1 dan Undang- tugasnya, Komisi Pemberantasan
Undang Kepolisian Republik Korupsi berwenang melakukan
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal penyelidikan, penyidikan, dan
1 ialah segala hal-ihwal yang berkaitan penuntutan tindak pidana korupsi yang
dengan fungsi dan lembaga polisi Melibatkan aparat penegak hukum,
sesuai dengan peraturan perundang- penyelenggara negara, dan orang lain
undangan. yang ada kaitannya dengan tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara;

17
BAB 3
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:


Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas utama dari kepolisian adalah
memelihara keamanan di dalam negeri. Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum
mempunyai beberapa wewenang diantaranya menerima laporan dan/atau pengaduan;
membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
umum; mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat dan lain sebagainya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat
melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK
merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.
KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari
lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK
sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya
pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih
efektif dan efisien.
Adapun tugas KPK yang adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan
monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Secara khusus tugas dan fungsi kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana
korupsi adalah dalam bidang penyelidikan dan penyidikan. Kewenangan kepolisian untuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan tersebut hakikatnya sebagai perwujudan terhadap
pokok kepolisian. Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian ini sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana itu sendiri, hal
ini dikarenakan proses penyidikan merupakan langkah awal dalam proses penegakan hukum

18
yang dilakukan oleh aktor-aktor penegakan hukum di Indonesia. Tetapi, KPK berwenang
untuk meneruskan atau mengulang penyidikan yang sebelumnya dilakukan oleh kepolisian
atau kejaksaan, dan bila KPK sudah masuk maka proses penyidikan yang dilakukan oleh
pihak kepolisian atau kejaksaan harus dihentikan dan diserahkan seluruhnya kepada KPK.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ali Mahrus, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, PT UII Press, Yogyakarta, 2011.
Amiruddin, Dr, SH, M.Hum, Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2010
Djaja Ermansyah, Tipilogi Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, CV. Mandar Maju,
Bandung,2010.
Effendy Marwan , Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana, Gaung Persada Press, Jakarta, 2012.
Hiariej, O.S. Eddy, Teori & Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, 2012.
Kansil, Cristine S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jilid II, cetakan
kesebelas). Jakarta; PT Balai Pustaka. 2003.

20

Anda mungkin juga menyukai