Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Azas Azas Managemen

Tentang :

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM

PENYELENGGARAAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN

MASYARAKAT DI KABUPATEN LEBAK

Dosen pengampu mata kuliah : Nopi Andayani, S.Ap., MA.

Disusun Oleh :

Nama : MARHANI
NPM : AP202210024

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI BANTEN
2021-2022
DAFTAR ISI I

DAFTAR ISI I..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Teori Menurut Para Ahli...............................................................................1

C. Rumusan Masalah.........................................................................................6

D. Tujuan Penelitian..........................................................................................6

E. Manfaat Penelitian........................................................................................7

BAB II PERPU, PERDA, OTONOMI DAERAH, DAERAH OTONOM DAN


ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)...................................................8

A. Peraturan Pemerintah Pusat Dan Daerah....................................................8

B. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom..........................................................9

C. Kewenangan Daerah Otonom.....................................................................10

D. Struktur Organsiasi.....................................................................................10

E. Organisasi Perangkat Daerah (OPD)..........................................................11

BAB lll SATPOL PP SEBAGAI OPD PENEGAK PERDA...............................13

A. tugas dan fungsi satpol pp...........................................................................13

B. struktur organisasi Satpol PP kabupaten Lebak..........................................14

C. bidang ketentraman dan ketertiban umum..................................................15

D. Weeknes/kelemahan....................................................................................26

E. Analisis external..........................................................................................28

F. Treath/ancaman...........................................................................................29

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................34

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat,

taufik, dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah

ini dalam bentuk maupun isinya dengan sangat sederhana. Semoga makalah ini

dapat dipergunakan sebagai satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca

dalam administrasi Publik,Pendidikan, Profesi dan Keguruan Penulis merasa

masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik secara teknis

maupun materi mengingat minimnya kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu,

kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dibutuhkan demi

penyempurnaan makalah ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyelesaian makalah

ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan

setimpal kepada mereka yang memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua

bantuan itu sebagai ibadah. Amin Ya Rabbal Alamin.

Rangkasbitung, 5 Februari 2023

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Penghormatan hak-hak manusia (human rights) tampaknya sudah

diterima sebagai bagian dari pikiran bangsa Indonesia. Banyak kalangan

masyarakat menjalankan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan isu hak

hak manusia seperti diskusi, seminar, lokakarya, pelatihan, demonstrasi

menuntut hak dan mengajukan gugatan pelanggaran hak-hak manusia (human

rights violation) serta merekomendasikan perbaikan kondisi hak-hak manusia.

Pemerintah Negara Republik Indonesia (RI) juga sudah menjadi salah satu

dari Negara-negara peserta (state parties) karena sudah menandatangani dan

meratifikasi sebagian perjanjian internasional hak-hak manusia (international

human rights treaties) yang utama sebagai bagian dari hukum dan kebijakan

nasionalnya. Dengan demikian, Pemerintah Republik Indonesia terikat secara

hukum dan kebijakan dalam menunaikan kewajiban (obligation) untuk

menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill)

hak-hak manusia. Satu kewajiban tambahan adalah mempromosikan (to

promote) hak-hak manusia-manusia supaya dapat diketahui oleh publik.

2. Teori Menurut Para Ahli.

Menurut Inu Kencana Syafiie (1998), secara etimologis kata

pemerintahan berasal dari kata:

1
1. Perintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh. Yang berarti di dalamnya

terdapat pihak, yaitu yang merintah memiliki wewenang dan yang

diperintah memiliki kepatuhan dan keharusan.

2. Setelah ditambah awalan pe menjadi pemerintah, yang berarti badan yang

melakukan kekuasaan memerintah.

3. Setelah di tambah lagi akhiran an menjadi pemerintahan, yang berarti

perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut.

Pemerintah adalah gejala sosial, artinya di dalam hubungan antar anggota

masyarakat, baik individu dengan individu dan kelompok maupun antar

individu dengan kelompok. (Ndraha, 1997). Menurut R. Mac.Iver (dalam

Syafiie, 2002) pengertian pemerintahan adalah: “Suatu organisasi dari

orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Bagaimana manusia itu bisa

diperintah”. Secara etimologis kata pemerintahan berasal dari kata

pemerintahan, kata pemerintah sendiri berasal dari kata Perintah yang

berarti menyuruh melakukan suatu pekerjaan (Pamudji, 1985). Namun

tinjauan asal kata pemerintah sebenarnya berasal dari kata dalam bahasa

Inggris “government” yang diterjemahkan sebagai pemerintah dan

pemerintahan dalam banyak tulisan. Namun, ada juga yang berpendapat

bahwa “government” tidak selalu memiliki makna pemerintahan, karena

Samuel Edward Finer mengartikan “government” sebagai public servant,

yakni pelayanan. Sehingga Samuel Edward Finer (dalam Syafiie, 2002)

menyimpulkan bahwa kata government dapat memiliki arti:

2
a. Menunjuk kepada kegiatan atau proses pemerintah, yakni melakukan

kontrol atas pihak lain;

b. Menunjuk pada masalah-masalah Negara dalam kegiatan atau proses

dijumpai;

c. Menunjukan cara, metode, atau sistem dengan masa suatu masyarakat

tertentu diperintah.Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa pemerintahan merupakan lembaga atau badan yang

mempunyai wewenang (kekuasaan) untuk memerintah dan mengatur

urusan negaranya berdasarkan sistem yang dianutnya.

Polisi Pamong Praja didirikan di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950

moto Praja Wibawa, untuk mewadahi sebagian ketugasan pemerintah daerah.

Sebenarnya ketugasan ini telah dilaksanakan pemerintah sejak zaman

kolonial. Sebelum menjadi Satuan Polisi Pamong Praja setelah proklamasi

kemerdekaan dimana diawali dengan kondisi yang tidak stabil dan

mengancam NKRI, dibentuklah Detasemen Polisi sebagai Penjaga Keamanan

Kapanewon di Yogjakarta sesuai dengan Surat Perintah Jawatan Praja di

Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga ketentraman dan ketertiban

masyarakat. Pada tanggal 10 November 1948, lembaga ini berubah menjadi

Detasemen Polisi Pamong Praja .

Di Jawa dan Madura Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk tanggal 3

Maret 1950. Inilah awal mula terbentuknya Satpol PP. dan oleh sebab itu,

3
setiap tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai Hari Jadi Satuan Polisi Pamong

Praja (Satpol PP) dan diperingati setiap tahun.

Pada Tahun 1960, dimulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja

di luar Jawa dan Madura, dengan dukungan para petinggi militer /Angkatan

Perang. Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya untuk

membedakan dari korps Kepolisian Negara seperti dimaksud dalam UU No

13/1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian.

Tahun 1963 berubah nama lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja. Istilah

Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan UU No 5/1974 tentang Pokok-

pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satpol PP

merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi.

Saat ini UU 5/1974 tidak berlaku lagi, digantikan UU No 22/1999 dan

direvisi menjadi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal

148 UU 32/2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat

pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan perda,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagai

pelaksanaan tugas desentralisasi

Selanjutnya peraturan mengenai Satpol PP bermunculan, yang

merupakan penyempurnaan peraturan-peraturan lama yang pada intinya

menuju perbaikan struktur organisasi perangkat daerah, tugas pokok dan

fungsi serta keseragaman nomenklatur di seluruh negeri, yaitu ditetapkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong


4
Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094); serta

dikuatkan dengan Peraturan Maeteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2011

tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja,

dengan memasukkan pembinaan Satuan Linmas di dalam salah satu

tupoksinya.

Korps “Pamong Praja”, yang pada jaman Belanda disebut “Binnenlands

Bestuur (B.B.)” atau “ Pangreh Praja” (P.P.) adalah terdiri dari

para pejabat departemen “ Binnenlands Bestuur”, yang ditempatkan

didaerah dan bertugas disamping memelihara “Rust, orde en veiligheid”,

kesejahteraan umum. Pada kuartal pertama abad keduapuluh tugas – tugas

para pejabat tersebut lambat laun menjadi menipis (Uitgehold), karena adanya

proses “differentitie”, yang menimbulkan dinas – khusus (“ speciale

diensten”) dari berbagai departemen, dibentuknya daerah – daerah otonom

yang mempunyai dinas atau jawatan sendiri. Sesudahnya Indonesia mencapai

kemerdekaannya, tugas-tugas utama pangreh praja dahulu, yaitu

penyelenggaraan kesejahteraan umum dilakukan oleh 3 macam instansi,

yaitu: jawatan-jawatan masing- masing departemen, pamong praja, dan

jawatan dari daerah-daerah otonom.1 Perkembangan globalisasi sangat

berpengaruh terhadap pola dan perilaku manusia di tengah masyarakat, hal ini

juga mempengaruhi pola kehidupan masyarakat pada umumnya serta tata

nilai yang ada pada masyarakat. Melihat pada kewenangan yang diberikan

kepada Satpol PP tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan Satpol PP sangat


5
penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai

dengan lingkup tugasnya, termasuk di dalamnya penyelenggaraan

perlindungan masyarakat (Linmas).

3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan salah satu tahap penting di dalam

makalah yang bertujuan untuk mengetahui apa yang akan dilakukan.

Permasalahan yang ada tentunya memerlukan pembahasan, analisis dalam

rangka mencari solusi atau jalan keluar pemecahannya. Berkenaan dengan itu

maka dalam makalah ini penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut

“BAGAIMANA IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH

KABUPATEN LEBAK NO 17 TAHUN 2006 TENTANG

PENYELENGGARAAN KETERTIBAN KEBERSIHAN DAN

KEINDAHAN” Dengan disusul peraturan daerah kabupaten Lebak no 10

tahun 2018 tentang pemberdayaan dan penataan pedagang kaki lima di

kabupaten Lebak?.

4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan

makalah ini adalah Untuk mengetahui bagaimana peran satuan polisi pamong

praja dan pemadaman kebakaran dalam penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketentraman masyarakat di kabupaten Lebak.

6
5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan antara lain :

1. Secara teoris Pengembangan Ilmu Administrasi Publik Penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya yang berkaitan dengan Ilmu Administrasi Publik agar dapat

menambah wawasan dan khazanah tentang peran satuan polisi pamong

praja dan pemadam kebakaran dalam penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketentraman masyarakat di kabupaten Lebak.

2. Penelitian lebih lanjut Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

referensi atau acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian

lebih lanjut dengan topik yang sama.

3. Secara praktis

a. Bagi Peneliti, yakni untuk mengembangkan kemampuan dan

pemahaman ilmu pengetahuan sosial yang pernah diperoleh selama

perkuliahan pada program Studi Ilmu Administrasi Publik sekolah

tinggi ilmu administrasi STIA Banten.

b. Bagi Pembaca, yakni dapat dijadikan sebagai bahan masukan yang

berkaitan dengan peran satuan polisi pamong praja dan pemadam

kebakaran dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat di kabupaten Lebak.

7
BAB II

PERPU, PERDA, OTONOMI DAERAH, DAERAH OTONOM,

DAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)

A. Peraturan Pemerintah Pusat Dan Daerah

Bahwa untuk kesinambungan kepemimpinan di provinsi,

kabupaten/kota diperlukan mekanisme peralihan kepemimpinan daerah di

masa jabatannya yang demokratis untuk dapat menjamin pembangunan dan

pelayanan kepada masyarakat. Ketentuan tugas dan wewenang dewan

perwakilan rakyat daerah provinsi, kabupaten/kota perlu dilakukan

penyesuaian dengan undang-undang yang mengatur pemilihan gubernur,

bupati, dan walikota. Hal ini berdasarkan pada Pasal 18, Pasal 20, Pasal 21,

Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 UU ini mengatur

tentang: Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang

8
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657).

2. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Otonomi daerah adalah hak,

wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi

Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah otonomi

daerah dimulai dari lahirnya UU Nomor 1 tahun 1945, dalam undang-undang

ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan

kota. Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas, berumur lebih

kurang tiga tahun karena diganti dengan Undang-undang Nomor 22 tahun

1948. (Muhammad.Arthut 2012 :10).

UU No. 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan

pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang ini

ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah

otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah yaitu provinsi, kabupaten/kota

besar dan desa/kota kecil. Dalam perkembanganya kemudian muncul

beberapa UU tentang pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 1 tahun 1957

(sebagai pengaturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh

9
Indonesia), UU Nomor 18 tahun 1965 (yang menganut sistem otonomi yang

seluas-luasnya) dan UU Nomor 5 tahun 1974 (mengatur pokok-pokok

penyelenggara pemerintahan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah).

3. Kewenangan Daerah Otonom

Wewenang daerah otonom dalam mengatur daerahnya didasarkan pada

undang-undang. Kemudian, yang menjadi ranah daerah otonom adalah urusan

konkuren. Pasal 9 ayat (3) UU 23/2014 menerangkan bahwa urusan

pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara

pemerintah pusat dan provinsi serta kabupaten/kota. Kemudian, Pasal 9 ayat

(4) UU 23/2014 menyatakan bahwa urusan pemerintahan konkuren yang

diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah

4. Struktur Organsiasi

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib,

diselenggarakan oleh seluruh Provinsi, Kabupaten, dan Kota, sedangkan

penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat

diselenggarakan oleh Daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan

Daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi

daerah. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi dan memunculkan sektor

unggulan masing-masing Daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan

sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan

kesejahteraan rakyat.

10
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah, implementasi penataan kelembagaan perangkat

daerah menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang

jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara

tegas, efisiensi dan efektivitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas. Hal

ini dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah

dalam menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi,

integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara

pusat dan daerah.

5. Organisasi Perangkat Daerah (OPD)

Dinas satuan polisi pamong praja dan pemadam kebakaran kabupaten Lebak

Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan

Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Peraturan daerah

mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas pokok organisasi perangkat

daerah. Rincian tugas, fungsi, dan tata kerja diatur lebih lanjut dengan

peraturan Gubernur/Bupati/Wali kota. Perangkat Daerah Provinsi adalah

unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan

Lembaga Teknis Daerah. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota adalah unsur

pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang

terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga

Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Daerah merupakan unsur staf.


11
Sekretariat Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Gubernur,

Bupati atau Wali kota dalam menyusun kebijakan dan mengoorDinasikan

Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. Pengertian pertanggung jawaban

Kepala Dinas, Sekretaris DPRD, dan Kepala Badan/Kantor/Direktur Rumah

Sakit Daerah melalui Sekretaris Daerah adalah pertanggungjawaban

administratif yang meliputi penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,

monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas Dinas Daerah,

Sekretariat DPRD dan Lembaga Teknis Daerah, dengan demikian Kepala

Dinas, Sekretaris DPRD, dan Kepala Badan/Kantor/Direktur Rumah Sakit

Daerah bukan merupakan bawahan langsung Sekretaris Daerah.

12
BAB lll

SATPOL PP SEBAGAI OPD PENEGAK PERDA

A. tugas dan fungsi satpol pp

Pemerintah No. 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja

memberikan definisi Polisi Pamong Praja yaitu aparatur pemerintah daerah

yang melaksanakan tugas kepala daerah dalam memelihara dan

menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan

peraturan daerah, dan keputusan daerah. Bahkan pada Satpol PP diberi

kewenangan menertibkan dan menindak warga atau badan hukum yang

mengganggu ketentraman, melakukan pemeriksaan serta diperbolehkan

menambil tindakan represif non yustisial dengan tetap mengedepankan

keadilan dan pendekatan humanis.

Persoalan yang nampak jelas terjadi, banyak perda yang mandul dan

dibiarkan menjadi macan kertas saja oleh pemerintah daerah, semisal di

beberapa Kabupaten/Kota dalam penegakan perda IMB, penegakan perda

penanganan sampah, penegakan perda kawasan larangan rokok, larangan

PKL di areal publik atau fasilitas umum, perda sungai, perda penertiban

parkir, serta peraturan atau keputusan kepala daerah lainnya. Padahal

penegakan perda tersebut adalah indikator utama dari janji/komitmen dan

kualitas percepatan pembangunan serta pelayanan publik pemerintah di

daerah lebih khusus para kepala daerah.berbicara kapasitas, kuantitas, kualitas

dan profesionalitas petugas atau SDM Pamong Praja yang direkrut oleh

13
pemerintah daerah, idealnya mampu mengemban tugas maha berat untuk

benar-benar berani dan tegas mengambil tindakan juga dituntut humanis.

Tapi lagi-lagi, terkadang "tersandera" atau tidak berdaya dengan kebijakan

Dinas atau instansi lainnya ditambah terbatasnya PPNS. Mengingat beberapa

kebijakan dan rekomendasi penertiban juga diperlukan dari dinas yang

berkaitan serta penyidik dari ASN . Masalah lainnya berupa dugaan bekerja

tanpa mengindahkan Standar Operational Procedure/SOP sehingga dalam

melakukan penertiban juga masih tidak tertib. Hal ini juga menjadi faktor

penghambat terciptanya ketertiban umum, kenyamanan dan proses tegaknya

satu peraturan daerah.

2. struktur organisasi Satpol PP kabupaten Lebak

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Dinas


Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lebak

Sumber: Kasubag Umum dan Kepegawaian Satpol PP Kabupaten Lebak

14
3. bidang ketentraman dan ketertiban umum.

Bidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat Mempunyai

tugas pokok membantu Kepala Satuan Polisi Pamong Prajadalam

merencanakan perumusan kebijakan, melaksanakan koordinasi, monitoring

serta pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan Seksi Operasional dan

Pengendalian, Seksi Pengamanan dan Pengawalan, serta Seksi Kerjasama.

Adapun tugas-tugas seksi Operasi dan pengendalian adalah sebagai berikut:

 Merencanakan kegiatan Seksi Operasional dan Pengendalianberdasarkan

rencana operasional Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum sebagai

pedoman pelaksanaan tugas;

 Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab

masing-masing untuk kelancaran pelaksanaan tugas Seksi Operasional dan

Pengendalian;

 Membimbing pelaksanaan tugas bawahan di lingkungan Seksi Operasional

dan Pengendalian sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan

agar pekerjaan berjalan tertib dan lancar;.

 Memeriksa hasil kerja bawahan di lingkungan Seksi Operasional dan

Pengendalian sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku agar

terhindar dari kesalahan;

 Menyusun prakiraan kebutuhan personil dan sarana prasarana dalam setiap

kegiatan pengaturan dan patroli;

 Melaksanakan patroli penciptaan ketentraman ketertiban umum;

15
 penertiban bersifat non yustisi;

Gambar 3.2 pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima oleh


anggota Satpol PP Kab. Lebak

Sumber: sekretariat bidang Trantibum

Kurangnya perhatian pemerintah terhadap nasib para PKL yang

berjualan di jalur zonasi yang telah di sepakati DPRD kabupaten Lebak,

nyatanya tindakan pemerintah belum sesuai dengan keinginan para PKL,

meskipun petugas selalu memberikan sosialisasi himbauan untuk tidak

berjualan di jam tertentu yang telah di sepakati, tumpang tindih nya aturan

membuat para PKL semakin kewalahan disisi lain kebutuhan biaya hidup

yang semakin meningkat.

Adapun isi dari peraturan daerah kabupaten Lebak nomor 10 tahun

2018 tentang pemberdayaan dan penataan pedagang kaki lima sebagai berikut

16
Pasal 14

PKL dibagi ke dalam 3 (tiga) zona sebagai berikut :

a. Zona merah yaitu lokasi yang tidak boleh terdapat PKL;

b. Zona kuning yaitu lokasi yang bisa tutup buka berdasarkan waktu dan tempat;

c. Zona hijau yaitu lokasi yang diperbolehkan berdagang bagi PKL.

Pasal 15

1) Zona merah sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a meliputi wilayah

sekitar :

a. Tempat Ibadah;

b. Ruang Terbuka Hijau;

c. Sekolah;

d. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan;

e. Daerah milik jalan sebagian jalan kabupaten;

f. Tempat lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Zona merah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada titik lokasi antara

lain :

a. Sekitar alun alun rangkasbitung, sekitar rumah sakit umum daerah adji

darmo, sekitar rumah sakit swasta dan fasilitas kesehatan lainnya

17
b. Sepanjang jalan multatuli, Jalan Abdi Negara, jalan Iko Djatmiko, jalan

RA kartini, jalan patih derus, jalan RM nataatmaja, jalan Letnan muharam,

dan jalan sunan bonang.

3) Dalam hal adanya kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan

atau pemerintah pusat ketentuan pemberlakuan zona merah sebagimana

dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.

Pasal 16

1) Zona kuning sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b berdasarkan

tempat, hari dan jam tertentu.

2) Zona kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada titik lokasi antara

lain :

a. seluruh area pasar tumpah di Daerah mulai pukul 22.00 WIB sampai

dengan pukul 06.00 WIB;

b. daerah milik jalan sepanjang jalan R.T. Hardiwinangun, jalan Ir. H.

Djuanda, jalan Sunan Giri, jalan Siliwangi, jalan Maulana Yusuf, jalan

Maulana Hasanudin mulai pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul

04.00 WIB;

c. sekitar lapangan olahraga atau tempat aktivitas olahraga mulai pukul

06.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB;

18
3) Dalam hal adanya kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan

atau Pemerintah Pusat ketentuan pemberlakuan Zona kuning sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.

Pasal 17

1) Zona hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c merupakan

wilayah tertentu berdasarkan hasil relokasi, pasar, konsep belanja tematik,

konsep festival

2) dan konsep Pujasera sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Zona hijau

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada titik lokasi antara lain:

a. pujasera jalan iko jatmiko;

b. pujasera balong rancalentah;

c. jalan lingkar selatan Rabinza;

d. pujasera pada terminal angkutan umum;

e. area pasar;

f. area pusat perbelanjaan; dan

g. area tempat pariwisata.

19
Adapun kegiatan penertiban yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Lebak meliputi:

1. Penertiban Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

Adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena

suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi

sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya(jasmani,

rohani, dan sosial) secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan dan

gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan,

ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan dan perubahan

lingkungan(secara mendadak) yang kurang mendukung, seperti terjadinya

bencana. Dinas yang terkait adalah dinas sosial, di Lebak sering terjadi

pemberitaan tentang masalah sosial

2. Manusia silver

Awalnya, para manusia silver ini tergabung dalam 'Komunitas Silver

Peduli'. Komunitas ini saat itu berkedok gerakan donasi untuk anak yatim.

Namun belakangan manusia-manusia silver ini memang meminta uang

kepada para pengguna jalan atau mengamen untuk dirinya sendiri, media

lokal dan nasional pun turut serta menyoroti terhadap pemda Lebak.

Satpol PP Kabupaten Lebak mengamankan ‘Manusia silver’ yang mangkal

mengais rezeki di perempatan lampu merah Rangkasbitung, Sabtu

(27/2/2021).manusia silver yang dijaring petugas Satpol PP merupakan

anak-anak yang masih di bawah umur. “Semuanya masih di bawah umur.


20
Keberadaan manusia silver ini memang sudah cukup lama dan meresahkan

pengendara kendaraan bermotor,” kata Kasi Operasi dan Pengendalian

Satpol PP Lebak Anna Wakhyudian. Anna Wakhyudian menyebut,

aktivitas para manusia silver melanggar Perda Nomor 17 Tahun 2006

tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3).

3. Gelandangan dan pengemis (gepeng)

Gelandangan dan pengemis merupakan orang-orang yang tidak

mempunyai tempat tinggal atau rumah dan pekerjaan yang tetap atau

layak, berkeliaran di dalam kota, makan-minum serta tidur di sembarang

tempat. Dalam keterbatasan ruang lingkup sebagai gelandangan tersebut,

mereka berjuang untuk mempertahankan hidup di daerah perkotaan

dengan berbagai macan strategi, seperti menjadi pemulung, pengemis,

pengamen, dan pengasong. Di Lebak sendiri tumbuh subur menjamur di

setiap pusat sektoral seperti di pasar, area tempat ibadah, plaza dan alun

alun kota. Ini akan menjadi PR besar untuk pemerintah daerah kabupaten

Lebak bukan hanya dinas satpol PP saja melainkan stcholder yang terkait

seperti dinas sosial, menjadi tumpuan utama. Penegakan Perda no 17 tahun

2006 tentang K3.

Berikut adalah visual kegiatan penertiban gelandang dan pengemis

yang dilakukan oleh petugas Satpol PP Kabupaten lebak menjeleang Hari

Ulang Tahun Kabupaten Lebak ke 194 tahun 2021.

21
Gambar 3.3 penertiban gelandangan dan pengemis

Sumber : Sekretariat Bidang Trantibum, 2023

Menjelang HUT Kabupaten Lebak yang ke-194 Pemerintah

Kabupaten Lebak melalui Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol-PP),

Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial melakukan razia terhadap Anak Jalanan

serta Gelandangan dan Pengemis (Gepeng).Razia itu dilakukan oleh

Satpol PP, Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial Kabupaten Lebak.

Razia dilakukan pada pusat area kota Rangkasbitung, salah satunya

Jalan RA Kartini, tepatnya di Lampu Merah Kongsen, Kecamatan

Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.

4. orang dengan gagungan jiwa (ODGJ)

Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa

menjelaskan, ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam

berpikir, berperilaku, dan berperasaan yang kemudian terbentuk dalam

sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, dan dapat

menimbulkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan fungsi

22
sebagai manusia. Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP)

Kabupaten Lebak, berhasil mengamankan tujuh orang diduga penderita

gangguan jiwa yang berkeliaran di Kota Rangkasbitung. Tujuan dari razia

tersebut untuk menciptakan keamanan, kenyamanan, dan ketertiban

masyarakat di Kota Rangkasbitung razia itu memprioritaskan penertiban

orang gila di jalanan yang disinyalir dapat mengganggu kenyamanan

masyarakat. ODGJ yang diamankan tersebut kebanyakan lemparan dari

Kabupaten terdekat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lebak.

Dan keberadaannya meresahkan warga serta merusak keindahan kota,

Satpol PP Lebak dengan instansi terkait akan terus melakukan razia

terhadap keberadaan ODGJ maupun gelandangan. Hal ini dilakukan dalam

upaya menciptakan kondisi yang aman, tentram, dan terkendali di

masyarakat.

Gambar 3.4 penertiban ODG oleh Satpol PP Kabupaten Lebak

Sumber : Sekretariat Trantibum, 2023

23
5. Penjaja seks komersial (PSK) dan wanita tuna susila (WTS)

Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah para pekerja yang bertugas

melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau

uang dari yang telah memakai jasa mereka tersebut, dalam literatur lain

juga disebutkan bahwa pengertian PSK adalah wanita yang pekerjaannya

menjual diri kepada banyak laki-laki istilah WTS pun sepertinya dirasa

masih kurang atau tidak pas. Karena itu, dalam waktu hampir bersamaan,

muncul istilah 'pekerja seks komersial (PSK)'. Penggantian istilah 'pelacur'

menjadi 'pekerja seks', menurut Kuncoro dan Sugihastuti, berakar dari

terminologi sex worker, yang diajukan oleh para penulis radikal. "Dalam

banyak literatur, istilah sex worker dalam referensi Barat, sebenarnya baru

muncul pada awal 1990-an," tulisnya.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebak

mengamankan 20 wanita pekerja seks komersial yang beroperasi di

sejumlah wilayah di Kota Rangkasbitung.Para PSK yang diamankan itu

adalah hasil razia di enam titik di Kota Rangkasbitung, antara lain Hotel

Karisma, Terminal Sunan Kalijaga, Terminal Mandala, kontrakan Bypass,

Perumahan di Jalan Siliwangi Ona dan Stadion Ona. pihaknya terus

mengoptimalkan operasi penyakit masyarakat dengan menyisir sejumlah

lokasi yang kerapkali dijadikan tempat maksiat.

24
Gambar 3.5 penertiban WTS oleh Satpol PP Kabupaten Lebak

Sumber: Sekretariat Trantibum, 2023

6. penertiban miras

Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lebak, Banten, merazia

minuman keras di sejumlah lokasi di wilayah itu.seluruh komponen

masyarakat mendukung pemberantasan minuman keras yang bisa

meresahkan dan berdampak terhadap gangguan keamanan dan ketertiban

lingkungan. Selain itu minuman keras juga bisa memicu kejahatan dan

kriminal lainnya. pihaknya akan melakukan razia minuman keras di

sejumlah lokasi guna menegakkan peraturan daerah yang melarang

peredaran miras. Namun, operasi tersebut masih dirahasiakan untuk

menghindari kebocoran.Sebab pengaruh minuman keras bisa

menyebabkan orang mabuk dan akan melakukan apa saja, termasuk

pencurian, pemerkosaan, penodongan hingga pembunuhan. "Semua

25
minuman keras hasil razia akan dimusnahkan," katanya. Ia menyebutkan,

Pemerintah Kabupaten Lebak telah menerbitkan perda No 6/2003 tentang

Pelarangan dan Penindakan Terhadap Pelanggaran Norma Kesusilaan serta

Pemakaian, Pembuatan dan Penyaluran Minuman Keras.

Gambar 3.6 penertiban miras oleh Satpol Pp Kabupaten Lebak

Sumber: Sekretariat Trantibum Satpol Pp Kab. Lebak, 2023

4. Weeknes/kelemahan

1. Kurangnya koordinasi antar daerah

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di provinsi dengan Satpol PP pada

tingkat kabupaten/kota, ternyata tak memiliki garis hirarki. Tak ada

kewenangan Satpol PP Provinsi untuk memberikan instruksi ke Satpol PP

kabupaten/kota ketiadaan hubungan ini bisa menjadi kelemahan Satpol PP

di lapangan untuk menegakkan peraturan daerah (perda), karena tak

memiliki garis koordinasi yang searah perbedaan kewenangan Satpol PP

26
provinsi dengan kabupaten/kota terjadi karena pembuatan perda dilakukan

otoritas berbeda.

"Pol PP provinsi dengan Pol PP kabupaten/kota, perda provinsi

dengan perda kabupaten/kota. dua perda ini entitas yang berbeda, perda

provinsi atur hal ini, perda kabupaten/kota juga beda Perbedaan itu

menciptakan tidak ada hirarki antara Satpol PP provinsi dengan

kabupaten/kota. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berencana

membuat hubungan agar memiliki koordinasi.

2. Kekurangan jumlah Personil

Kurangnya jumlah personil yang dimiliki Satuan Polisi Pamong

Praja Satpol PP kabupaten Lebak sangat mempengaruhi kinerja satpol PP

kabupaten Lebak. Apalagi, bagi personil yang ditugaskan di lokasi

kawasan zonasi terutama di jalan RT hardiwinangun, jalan Patih derus, dan

jalan sunan Kalijaga terutama di pasar Rangkasbitung. Melihat kondisi

luas dan jumlah wilayah yang ada di Kabupaten lebak Satuan Polisi

Pamong Praja Satpol PP masih kekurangan personel untuk menegakkan

peraturan daerah (perda).

3. Kekurangan armada

Usai melaksanakan apel pagi di lingkup Pamerintahan Kabupaten

Lebak mobil dan sepeda motor dinas satpol PP kabupaten Lebak terlihat

memadati halaman dinas Satuan polisi pamong praja Satpol PP kabupaten

27
Lebak, armada yang dimiliki Satuan Polisi Pamong Praja dalam

melakukan kegiatan operasional penegakkan peraturan daerah ( Perda ),

menjaga ketertiban Umum dan Kententraman Masyarakat seperti 1 unit

Truk Dalmas Isuzu , 2 Unit Mobil Pick Up Patroli merk Toyota Kijang dan

Isuzu Panther , 1 Unit Mobil dinas kijang Inova, 1 unti mobil patwal merk

Mitsubishi 12 unit motor patroli merk KLX dan 10 sepeda patroli.

5. Analisis external

Sebagai ujung tombak Pemerintah Daerah kabupaten Lebak dalam

upaya memelihara ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, aparat

Satuan Polisi Pamong Praja kabupaten Lebak seringkali harus menghadapi

berbagai kendala dan tindakan reaktif masyarakat dalam melaksanakan tugas.

Citra Satuan polisi pamong praja kabupaten Lebak sering negatif akibat

benturan-benturan yang kadang kala sulit untuk dihindari dalam pelaksanaan

tugasnya. Sehingga,mengedepankan pendekatan persuasif, humanis, dan

edukatif merupakan upaya terdepan yang dilakukan dalam mengawal

kebijakan dan tugas yang harus dijalankan oleh setiap personel anggota

Satpol PP. Oleh karena itu, Satuan polisi pamong praja kabupaten Lebak

menyelenggarakan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Satpol PP melalui kegiatan bakti sosial dalam membangun Polisi Pamong

Praja yang Humanis, Religius dan Profesional, Sekalipun tetap dibutuhkan

ketegasan dalam menegakkan perda,tetapi bisa dijalankan secara humanis. Ini

dua hal yang tidak bisa terpisahkan,dimana di satu sisi Satpol PP terus

menerus meningkatkan penguasaan dalam hal regulasi sesuai SOP dan


28
mekanisme agar tetap menjalankan tugas secara profesional walaupun disisi

lain juga dituntut untuk menjalankan secara santun dan humanis agar maksud

baik yang dilakukan bisa diterima oleh masyarakat.

6. Treath/ancaman

Dari hasil penelitian tim Imparsial, lembaga pemantau hak asasi

manusia di Indonesia, ada tiga permasalahan besar di dalam tubuh oleh Satpol

PP yang kewenangannya diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah. "Tindak kekerasan dan pelanggaran HAM, konflik

sesama aparat, serta korupsi," kata Al Araf, koordinator peneliti Imparsial

dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (1/6). Dalam makalah hasil penelitian

Imparsial terhadap Satpol PP, tindak kekerasan terhadap masyarkat sipil

terjadi hampir merata di seluruh Indonesia yang meliputi penangkapan,

pemukulan, pengusiran paksa, penggusuran secara kasar, pembakaran

properti warga, pengeroyokan, penyerangan hingga penganiayaan yang

menyebabkan warga meninggal.

Al Araf menjelaskan, korban kekerasan Satpol PP adalah kelompok

masyarakat lemah, mulai dari pedagang kaki lima (PKL), pedagang pasar,

joki three in one, gelandangan, pengemis, anak jalanan, parkir, PSK, waria,

penambang liar, pengeruk tanah, keramba ikan, hingga tempat-tempat

hiburan.

"Brutalisasi Satpol PP terhadap sipil selalu dibungkus dengan upaya

melakukan penertiban umum untuk menegakkan perda," katanya. Fakta lain

29
adalah tindak kekerasan terhadap para pembela HAM (human right defender)

yaitu mahasiswa, aktivis LSM, dan jurnalis. "Ada beberapa kasus seperti

demo mahasiswa yang diarahkan ke kantor kepala daerah selalu dihadapi oleh

Satpol PP dan berakhir kekerasan serta kepada jurnalis ketika mencari berita,"

ungkapnya. Permasalahan kedua adalah, konflik sesama aparat. Hasil

penelitian Imparsial, kekerasan Satpol PP juga terjadi kepada penegak hukum

lain, seperti jaksa dan polisi. "Bentrokan dengan sesama aparat terjadi karena

kesalahpahaman dalam melaksanakan tugas yang cenderung dihadapi secara

fisik, emosional pribadi, dan ego sektoral antarlembaga," katanya.

Permasalahan ketiga adalah korupsi. Menurut Al Araf, modus utama korupsi

di organisasi Satpol PP adalah penyelewengan anggaran rutin dan anggaran

kegiatan Satpol PP yang dialokasikan dalam APBD. "Dengan cara membuat

laporan keuangan yang telah di-markup atau bahkan membuat laporan fiktif

tanpa kegiatan," lontarnya. Akar permasalahan di dalam organisasi Satpol PP,

kata Al Araf, adalah longgarnya ketentuan hukum yang tidak memberikan

batasan memadai terhadap Satpol PP terutama dari sisi tugas, wewenang,

organisasi, jumlah personel, dan peralatan yang digunakan. Selain itu, kata Al

Araf, adanya kegagalan tata kelola pemerintahan yang tidak melibatkan

partisipasi masyarakat dan tidak menerapkan prinsip good governance dalam

membuat kebijakan daerah serta menerapkannya. Permasalahan lain adalah,

peraturan daerah dinilai tidak demokratis yang proses pembuatannya sedikit

sekali melibatkan masyarakat dan hanya merepresentasikan kepentingan

kelompok tertentu. "Akhirnya pada proses penegakannya lebih

30
mengedepankan cara-cara represif," ujarnya. Permasalahan lain adalah

penataan ruang yang tidak baik sehingga banyak terjadi penggusuran. "Fakta

lain adalah kuatnya perilaku militerisme dan lemahnya profesionalisme serta

tumpang tindih kewenangan pengamanan dan penegakan hukum dalam tubuh

Satpol PP," lontarnya.

31
BAB IV

KESIMPULAN

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memiliki peranan penting dalam

pemerintahan. Khususnya terkait menegakkan peraturan daerah. Satpol PP dan

Linmas punya peran penting dalam mengawal dan menjaga nilai dan norma-

norma sosial serta jadi garda terdepan penegak Perda. “Aman dan tertibnya satu

kota atau daerah. Tak dapat dipungkiri Satpol-PP dan Linmas punya andil

didalamnya. Berdasarkan beberapa kewenangan tersebut, tentu tidak ada yang

meragukan tugas dan peranan satpol pp dalam berperan serta menegakkan

peraturan daerah dan juga dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang

effective dan berkualitas. Dalam menjalankan tugasnya, satpol PP diharapkan

selalu menampilkan performa profesional, especially dalam menghadapi

perkembangan keadaan dan tantangan global.

Setiap aparat polisi pamong praja harus berupaya menempatkan peran

sertanya dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yng efective dan

berkualitas. Besides that polisi pamong praja berupaya untuk menempatkan fungsi

pembinaan kepada masyarakat. Belakangan ini munculnya gambaran miring

terhadap sosok aparat polisi pamong praja tidak lain dan tidak bukan, karena

seringnya masyarakat disuguhi aksi-aksi represif. But terkesan arogan dari aparat

daerah tersebut saat menjalankan perannya dalam memelihara dan

menyelenggarakan keamanan dan ketertiban umum. Oleh karena itu, dlm rangka

meningkatkan kualitas dan pemahaman mengenai peran dan fungsi satpol PP.

32
Situasi ini baik menjelang, pada saat dan setelah pelaksanaan Pilkada

serentak 2018. Tak ketinggalan juga untuk konsistensi Satpol PP menjaga citra

dan wibawa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah melalui penegakan Perda

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. anggota Satlinmas diharapkan

bertugas secara optimal dalam proses penyelenggaraan Pilkada serentak. Bisa

membantu optimal petugas KPPS pada Pilkada, baik menjelang, pada saat

maupun setelahnya agar berlangsung aman, tertib dan tentram.

Penekanan Satpol PP yang merupakan bagian dari ASN (Aparatur Sipil

Negara) agar menjaga netralitas seperti tertuang di UU ASN berbunyi, ASN

bertugas sebagai perencana, pelaksana dan penyelenggaraan tugas umum

pemerintahan dalam peran nasional.  Itu melalui pelaksanaan kebijakan dan

pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik serta bersih dari

praktik KKN.

33
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Abidin, S. Z. (2012). Kebijakan Pubik. Jakarta: Suara Bebas.

Agustino, L. (2016). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Andi Prastowo. (2011). Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif


Rancangan

Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Bungin, Burhan (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Creswell, John W. 2016. Research Design Pendekatan Metode Kualitatif,

Kuantitatif Dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Moleong, J. L. (2016). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nugroho, R. (2011). Public Policy. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.

Soerjono, Soekanto (2009). Peranan Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:

Rajawali Pers.

Subarsono, AG. (2015). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Winarno, B. (2016). Kebijakan Publik. Yogyakarta: CAPS.

Dokumen:

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No 17 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan

Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan

Perubahan Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2014-2019 Dinas Sosial Kabupaten

34
Lebak

Peraturan Bupati Lebak Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Kedudukan Susunan

Organisasi Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Sosial Kabupaten Lebak

Peraturan Bupati Lebak Nomor 37 Tahun 2016 Tentang Kedudukan Susunanan

OraganisasiTugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja
kabupaten Lebak

35
36

Anda mungkin juga menyukai