Anda di halaman 1dari 11

PAPER

Review Article “Sustainable Administrative Reform Movements Policy in Joko


Widodo’s Administration”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Reformasi Administrasi

Dosen pengampu : Dr.Dra. Retno Sunu Astuti, M.Si

Disusun oleh : Kelompok 2

1. Florentina Nurika Retno A.W. (14020119120024)

2. Ismailia Sisca W (14020119120019)

3. Durrotul Magfiroh (14020119140133)

4. Muhammad Ilham D (14020117170001)

5. Aldrige Melody Parera (14030117140113)

6. Cut Mieta Caesariska Meutiara (14020118170001)

DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 UU Kepagawaian Indonesia Sebagai Langkah Awal Reformasi.....................................3
2.2 Teori, Kebaruan dan Kerangka Teoritis...........................................................................4
2.3 Peralihan Rezim (Penambahan Fungsi dan Tugas Kementrian Tanpa Perubahan
Kualitas..................................................................................................................................6
2.4 Pemberantasan Korupsi dan Revolusi Mental.................................................................6
2.5 Rekrutmen Terbuka untuk Pejabat Tingkat Tinggi, Antara Integritas dan Prosedur.......7
2.6 Reformasi Manajemen ASN............................................................................................7
2.7 ; Sistem Pengiriman Elektronik dalam Pelayanan Publik, Informatif Bukan
Transaksional.........................................................................................................................8
BAB III PENUTUP..................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................10

1
BAB I
PENDAHULUAN
Pemerintahan Joko Widodo adalah pemegang pemerintahan saat ini di Indonesia.
Dengan diceritakan permulaan karir Joko Widodo sampai dapat menjadi pemegang
pemerintahan yang kemudia pada tahun 2014 mulai pemerintahan jokowi sebagai priotas
untuk reformasi birokrasi. Selanjutnya, beberapa masalah mulai muncul pada pemerintahan
Joko Widodo dalam melakukan reformasi administrasi yaitu transisi rezim yang mengarah ke
berbagai peningkatan fungsi kementerian, meskipun jumlahnya tidak berubah, lemahnya
mentalitas dalam memerangi korupsi yang masih ada di antara beberapa pejabat Indonesia,
masih ditemukan kendala dalam rekrutmen terbuka yang dianggap jauh dari pemilihan
pejabat yang berintegritas tinggi, situasi politik yang tidak menentu.

Sejak sistem pemerintahan Indonesia berubah dari sentralisasi ke desentralisasi,


pemerintah memiliki 4 pemerintahan daerah, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
kota/kabupaten (pemerintah kota/daerah), dan pemerintahan desa. Semakin banyak cabang
produk legislative menambah permasalahan baru di era Joko Widodo yaitu semakin sulit dala
menyingkronkan suatu kebijakan sehingga tumpang tindih kebijakan tidak terhindarkan. Pada
akhirnya reformasi kebijakan administrasi yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo
terhenti dengan dilatarbelakangi oleh kurangnya fokus Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dalam menyelesaikan berbagai undang-undang terkait ketenagakerjaan.

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif berdasarkan berbagai sumber formal


pemerintah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dari berbagai
literature review, data dokumen pemerintah dan berbagai studi yang dilakukan pemerintah.
Ada empat hal yang ditemui dalam kelanjutan reformasi pemerintahan di bawah
pemerintahan Joko Widodo: Politik di pusat dan daerah mempengaruhi pegawai negeri sipil,
dan tingkat pemerintahan yang bertele-tele, bahkan semangat efisiensi dalam pemerintahan
tidak terlihat dengan lahirnya UU No. 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 tentang Pemerintahan Daerah, dan Penyelenggaraan Sumber Daya Manusia
Pegawai Negeri Sipil dalam menduduki jabatan tertentu; Mentalitas administrasi di
masyarakat sangat rendah dengan banyak dijumpainya mal administrasi; Sistem perampingan
birokrasi melalui teknologi sistem informasi yang dikembangkan oleh sejumlah
penyelenggara negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 UU Kepagawaian Indonesia Sebagai Langkah Awal Reformasi
Dalam UU Kepegawaian Indonesia terdapat klausul yang mewajibkan PNS mengikuti
pandangan politik tertentu, tetapi tidak menjadikan PNS apolitis (tanpa pandangan politik).
Beberapa pejabat tinggi berusaha menghindari perilaku ini, namun pengaruh politik di tingkat
pusat dan daerah masih terlalu kuat. Di beberapa kementerian pemerintah pusat, beberapa
perubahan jabatan tidak didasarkan pada kompetensi tetapi dengan alasan lain, misalnya
kedekatan pejabat tertentu dengan anggota partai tertentu. Dalam situasi politik di Indonesia
saat ini, terdapat dua koalisi besar yaitu Koalisi Indonesia Berprestasi (Koalisi Indonesia
Hebat, KIH) dan Koalisi Merah Putih (Koalisi Merah Putih, KMP). Secara agregat,
kepentingan politik dalam lanskap politik Indonesia tidak pernah setajam ini, di mana kedua
belah pihak saling bertentangan secara langsung.

Birokrasi sebagai pelaksana kebijakan akan mengikuti arah ideologi pragmatis.


Pembangunan birokrasi yang bersih dari politik pada dasarnya tidak mungkin dilakukan
karena birokrasi itu sendiri lahir sebagai pelaksana berbagai kebijakan politik. Namun jika
birokrasi telah terdistorsi oleh kepentingan politik sementara, maka menjadi tidak efektif dan
tidak efisien bagi masyarakat, sebagai pemangku kepentingan tertinggi. Pertarungan politik
ini melahirkan banyak kebijakan yang terkadang saling tumpang tindih. Contohnya adalah
kebijakan tentang sekolah guru, jumlah PNS tertinggi di Indonesia, dimana hampir lebih dari
40 persen PNS adalah guru sekolah. Harus ada mekanisme tersendiri dalam menentukan
seorang guru sebagai PNS, seperti memisahkan sistem kepegawaian guru dan tenaga
kesehatan. Prinsipnya, jika suatu pekerjaan dimonopoli oleh kelompok tertentu, maka tidak
akan ada persaingan. Kompetisi inilah yang menciptakan inovasi dan kreativitas di kalangan
PNS Indonesia di masa depan.

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat sebagai pemerintah yang berkuasa
seringkali tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah karena perbedaan pandangan
politik dengan pemerintah kota/daerah. Terkadang kebijakan pemerintah pusat ditahan oleh
pemerintah daerah. Kebijakan terakhir yang mengejutkan pemerintahan Joko Widodo adalah
kebijakan tentang pemerintahan desa yang mewajibkan sebagian pejabat di desa menjadi
PNS. . Rentang kendali yang relatif tinggi ini menghasilkan pengambilan keputusan yang
lebih lama. Di sisi lain, pemerintahan Joko Widodo menjamin akan melakukan perbaikan
dalam pelayanan publik. Dilihat dari Struktur pemerintahan Indonesia yang bertele-tele dan

3
letak geografis yang luas, membuat rentang kendali pemerintah pusat kepada masyarakat
semakin sulit. Hal ini menyebabkan proses pengambilan keputusan menjadi sangat kompleks.

2.2 Teori, Kebaruan dan Kerangka Teoritis


Identifikasi keberlangsungan reformasi administrasi pada masa pemerintahan Joko
Widodo sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebelumnya, terutama dilihat dari prioritas
anggaran utama. . Di bawah pemerintahan sebelum Joko Widodo, program reformasi
birokrasi sangat besar, bahkan pemerintah daerah di seluruh Indonesia menganggap program
ini sebagai prioritas utama. Namun, jika kita melihat era pemerintahan Joko Widodo saat ini,
anggaran untuk program ini telah berkurang dan pemerintah lebih menekankan pada
reformasi infrastruktur. Anggaran yang besar tetapi bukan cerminan dari kegiatan reformasi
administrasi tidak dilakukan. Kebaruan dalam tulisan ini terdiri dari:

a) kesinambungan reformasi administrasi di Indonesia pada masa rezim Presiden Susilo


Bambang Yudhoyono menjadi prioritas nasional, dengan menjadikan reformasi
birokrasi sebagai ukuran keberlanjutan good governance;
b) Rezim Presiden Joko Widodo memprioritaskan reformasi administrasi dengan
terlebih dahulu meningkatkan fungsi dan tugas beberapa lembaga negara, budaya
organisasi, dan perbaikan sistem kepegawaian.

. Pemerintah Indonesia (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara) telah mulai


merancang program rekrutmen pegawai negeri sipil sejak awal tahun 2005, ketika terjadi
proyeksi pensiun besar-besaran antara tahun 2010-2019 dimana sekitar satu juta pegawai
secara alami akan pensiun.

Berbagai teori di beberapa negara mengenai gerakan reformasi administrasi adalah sebagai
berikut: Teori dan kebaruan dalam tulisan ini akan menggunakan pengertian reformasi
administrasi di Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo yaitu

1. Prancis dengan tindakannya tentang dampak reformasi administrasi pada pembagian


wilayah militer (Francesca, 2016);
2. China dengan fokus reformasi administrasi pada proses ekonomi antara rasionalisasi dan
marketisasi. Reformasi administrasi yang dilakukan di Cina merupakan pelajaran dari
barat, terutama tentang hubungan antara pemerintah pusat dan daerah (Chan dan Xiao,
2008; Christensen, Lisheng, Painter, 2008; 2010; Foster, 2006);
3. Korea Selatan dengan reformasi hukum dan kelembagaan yang mendukung program
reformasi administrasinya (Kim et. al 2015);

4
4. Jerman dengan memperbaiki pola hubungan pihak-pihak yang mendukung pemerintah
dan birokrasi pemerintah (Götz et. al, 2015);
5. Italia menjalankan reformasi administrasi secara khusus dijelaskan dalam gerakan
reformasi administrasi di Amerika Serikat oleh Pollitt dan Bouckaert (2000) yang disebut
“tingkat mikro dan tingkat makro” gerakan reformasi administrasi. Menurut Pollit dan
Bouckaert (2000), level mikro adalah alat khusus untuk reformasi, sedangkan level makro
adalah level sistem pemerintahan. Gerakan reformasi administrasi tersebut oleh Pollitt
dan Bouckaert dijelaskan lebih lanjut dalam buku Durant (2009) yang membagi tahapan
perkembangan gerakan reformasi administrasi menjadi tiga bentuk:
a. sejarah (urutan peristiwa, ketergantungan jalur, umpan balik, penguncian,
amplifikasi, dan refleksivitas)
b. konteks (konjungsi peristiwa, pelapisan dan intercurrency institusi, gesekan dan
abrasi di dalam dan di seberangnya, penggabungan institusional, dan perpindahan
tempat untuk menciptakan struktur paralel)
Gerakan dengan mengubah sistem akuntansi pemerintah pusat dengan sistem yang lebih
modern mengikuti ketidaksesuaian dan efek interpretatif dari reformasi pada warga).
perkembangan Uni Eropa (UE) (Liguori et. al, 2016
6. Portugal dan Kongo dengan kendala yang ada selama gerakan reformasi administrasi
mereka, salah satu kendala yang ditemukan di dua negara yang mirip dengan Indonesia
adalah latar belakang budaya masyarakat yang sangat plural (Rocha et.al, 2007; Trefon,
2010);
7. Belgia juga memiliki kemiripan yang dekat dengan Indonesia, khususnya pada masa
administrasi pemerintah berdasarkan:
a.pertama memperbaiki pola organisasi;
b. mengembangkan semangat budaya perbaikan dengan “Gerakan Revolusi
Mental”;
c.rekrutmen terbuka untuk pejabat tingkat atas;
d. sistem penyelenggaraan pelayanan publik. Level makro;
Peralihan Rezim (Penambahan Fungsi dan Tugas Kementerian gerakan reformasi di
pemerintahan awal Joko Widodo, di mana komisi yang bertanggung jawab untuk
reformasi administrasi dibentuk. Indonesia membentuk Komisi Pembaharuan Sipil
Negara sebagai tanggapan atas pemberian rasa keadilan dalam kepegawaian, terutama
pada jabatan-jabatan yang diembannya (Thijs dan Steven, 2005).

5
2.3 Peralihan Rezim (Penambahan Fungsi dan Tugas Kementrian Tanpa Perubahan
Kualitas.
Pada era Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia memiliki 165 lembaga (Lembaga
Negara, Kementerian, Non Kementerian, dan Lembaga Negara Tingkat Menteri). Pada
pemerintahan saat ini, terdapat 150 lembaga (Pusat Studi Kinerja Kelembagaan Deputi
Bidang Kelembagaan dan Aparatur). Terjadi pengurangan jumlah institusi ketika terjadi
transisi dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo. Joko Widodo juga berencana
merancang empat lembaga baru ke depan. Pemerintahan Joko Widodo, misalnya, berjanji
akan membangun “jalan raya laut” yang belum pernah ada sebelumnya. Janji tersebut secara
tidak langsung mengarah pada penambahan jumlah kementerian di pemerintahan Joko
Widodo. Perkembangan instansi di era Joko Widodo lebih menekankan pada program
prioritas pemerintah pusat. Program prioritas yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia
menyebabkan penambahan beberapa lembaga yang dapat mendukung pembangunan
nasional, seperti pengaktifan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, penguatan Badan Keamanan
Laut Republik Indonesia dan pemisahan berbagai tugas dan fungsi.

2.4 Pemberantasan Korupsi dan Revolusi Mental


Salah satu masalah besar di Indonesia saat ini adalah korupsi di bidang politik dan
birokrasi. Reformasi administrasi yang dilakukan saat ini ditujukan pada perilaku individu.
Di Indonesia, korupsi cenderung menjadi tradisi yang telah dimulai sejak masa
kemerdekaannya (Smith, 1971). Data yang dikumpulkan dari Corruption Perception Index
2015 menunjukkan bahwa Indonesia jauh tertinggal dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Hanya ada sedikit perubahan yang terjadi di Indonesia terkait korupsi sejak kemerdekaannya
sampai sekarang. Korupsi Kementerian Reformasi tidak memiliki basis yang kuat di
Indonesia tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengkriminalisasi pelakunya, pembentukan
sistem yang mencakup semua aspek juga merupakan keniscayaan.

Badan Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah organisasi yang menegakkan


pemberantasan korupsi di Indonesia, namun tidak cukup memperkuat mentalitas birokrat dan
politisi untuk lolos dari jebakan korupsi. KPK bergerak di bidang hukum, namun
pembenahan sistem reformasi birokrasi dan politik harus dilakukan oleh organisasi itu
sendiri. . Pemerintahan Joko Widodo memberikan harapan baru bagi perubahan mentalitas
dalam kampanye politiknya. Salah satu tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah
adalah melarang organisasi pemerintah mengadakan pertemuan di hotel-hotel yang dianggap

6
tidak ekonomis dan membuka jalan bagi korupsi. Namun, kebijakan ini kemudian direvisi
oleh pemerintahan Joko Widodo setelah beberapa pertimbangan anggaran.

2.5 Rekrutmen Terbuka untuk Pejabat Tingkat Tinggi, Antara Integritas dan Prosedur
Rekrutmen terbuka di Indonesia diprakarsai oleh Kementerian Keuangan pada tahun
2007 dan bentuk penunjukan ini mulai populer ketika Joko Widodo menjadi Gubernur
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Metode rekrutmen ini kemudian dilanjutkan kembali ketika
Joko Widodo menjadi Presiden. Pada abad ke-19, visi reformasi pegawai negeri adalah untuk
menghindari patronase, kronisme, dan korupsi (Smith, 1971). Salah satu cara untuk
menghindari patronase dalam pengangkatan pejabat tinggi dalam birokrasi negara adalah
dengan sistem rekrutmen terbuka. Undang-Undang Kepegawaian sebelumnya di Indonesia
tidak mengizinkan perekrutan terbuka seperti itu. Metode penunjukan yang digunakan pada
saat itu mengarah pada korupsi, kolusi, dan nepotisme. Prosedur berbelit-belit tersebut
menghambat pencairan anggaran untuk pembangunan Indonesia yang saat ini berada di
tengah perekonomian yang kurang kondusif, dimana anggaran pemerintah belum mampu
mendongkrak perekonomian Indonesia.

2.6 Reformasi Manajemen ASN


Masalah yang dihadapi birokrasi Indonesia saat ini merupakan masalah klasik yang
dihadapi oleh banyak negara berkembang. Ini soal rasio PNS yang kinerjanya bagus dengan
yang kurang mumpuni. Pengelolaan PNS yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
senantiasa mengalami pasang surut, dimulai dengan menguatnya oligarki PNS. Indikasi
kehadiran oligarki ini adalah munculnya PNS sebagai kekuatan dalam membangun sistem
politik. Prinsip kepentingan bersama antar birokrasi. dan politisi menjadi penting dalam isu
korupsi saat ini. Untuk memutuskan mutualisme ini, politik diperlukan untuk mereformasi
diri, mengembalikan kepercayaan publik dan memaksa birokrasi untuk lebih profesional.

Membangun birokrasi yang profesional di Indonesia merupakan tantangan karena


karakteristik birokrasi di Indonesia yang beragam. Birokrasi memiliki tugas dan tugas
tertentu, apalagi jangkauan geografis yang luas, mengurus masyarakat di pelosok hingga
globalisasi dunia. Diperlukan pemahaman kinerja yang dinamis dalam menangani hal ini.
Penilaian kinerja dinamis dimulai dengan mengukur kondisi kinerja birokrasi saat ini.
Beberapa kesalahan dalam kinerja prosedur birokrasi saat ini terdapat pada penempatan
birokrasi yang hanya dianggap sebagai sarana daripada aset nasional. Salah satu faktor yang
menyebabkan kegagalan pemerintahan Joko Widodo untuk meningkatkan pertumbuhan

7
ekonomi Indonesia pada awal masa kepresidenannya adalah prosedur rekrutmen terbuka yang
memakan waktu (3 hingga 4 bulan) yang berdampak pada pengambilan keputusan terkait
anggaran. proses yang dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk. Perombakan kabinet menjadi isu
yang sangat hangat karena sejumlah menteri tidak mampu meningkatkan kapasitas beberapa
pejabat di kementeriannya. Selain faktor integritas (komitmen dan konsistensi), keberhasilan
rekrutmen terbuka juga bergantung pada transformasi budaya dalam birokrasi. Transformasi
tersebut adalah gagasan revolusi mental yang dicetuskan oleh Joko Widodo.

Era globalisasi dan reformasi, perubahan tatanan masyarakat, bangsa dan negara
dengan cepat mengikuti perkembangan dunia internasional. Pimpinan dan pimpinan
organisasi pemerintahan pada umumnya dan pemerintahan kelurahan pada khususnya telah
menjadi perhatian utama masyarakat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Seiring
dengan tuntutan masyarakat dan kebutuhan zaman, dibutuhkan pemimpin yang berkualitas
agar pelayanan publik dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara cepat, efektif dan
akuntabel.

Namun, sampai baru-baru ini, Kebijakan Gerakan Reformasi Administrasi


Berkelanjutan di Pemerintahan Joko Widodo sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa
pengelolaan kelurahan masih belum dapat melayani kebutuhan masyarakat secara optimal.
Penyatuan persepsi dan tindakan terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi,
seorang pemimpin perlu memperhatikan apa yang disebut budaya organisasi. Budaya
organisasi merupakan hal yang dapat direkayasa menuju perubahan budaya yang lebih baik.
Pemimpin dituntut untuk memberikan panutan dan pegawai publik dalam lingkungan
organisasi nilai-nilai ditegakkan. Peran pemimpin dalam menciptakan budaya organisasi
harus direncanakan dan diarahkan kepada seluruh anggota organisasi. Dari seluruh aspek
pelayanan publik, aparatur kelurahan belum dapat secara optimal menjawab kebutuhan
masyarakat karena berbagai faktor, seperti kekurangan tenaga kerja.

2.7 ; Sistem Pengiriman Elektronik dalam Pelayanan Publik, Informatif Bukan


Transaksional
Dalam hal fitur kegunaan, besar jaringan informasi. Kemudahan penggunaan di
sebagian besar negara menyediakan alat pencarian dasar bagi pengguna untuk menemukan
konten, dan sebagian besar sekarang melakukannya dalam lebih dari satu bahasa. . Layanan
transaksional yang paling sering ditemukan termasuk pembuatan akun online pribadi,
pengajuan pajak penghasilan dan pendaftaran bisnis, tetapi secara keseluruhan ada

8
keragaman besar dalam jenis (PBB, 2014). Elektronifikasi berbagai sistem pelayanan publik
digunakan untuk memfasilitasi berbagai pelayanan kepada masyarakat.

Misalnya, sensus penduduk yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik


Indonesia (INAFIS) dan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) adalah dua program
elektronifikasi yang dibutuhkan Polri dan Kementerian Dalam Negeri, namun keduanya
mengandung informasi yang sama. Koordinasi dan kolaborasi antar kementerian dan lembaga
membuat terlalu banyak website atau aplikasi yang berdiri sendiri menyebabkan program
elektronifikasi di Indonesia masih belum komprehensif. Website atau aplikasi ini masih
menggali informasi, dan belum sampai pada tahap analisis atau proses transaksi. Diperlukan
masterplan untuk mempertemukan berbagai aplikasi baik di pemerintah pusat maupun
daerah. Rencana induk tersebut berguna untuk dikembangkan menjadi kebijakan satu e-
government untuk semua. Indonesia harus meniru sesuatu yang telah dilakukan oleh
pemerintah Singapura dalam situsnya http:// ecitizen.gov.sg, di mana semua layanan publik
dan keperluan terkait yang terkait dengan pemerintah Singapura terhubung dalam satu
aplikasi untuk ditransaksikan ke berbagai unit atau lembaga terkait.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemerintahan Joko Widodo saat ini stagnan dalam melakukan reformasi administrasi.
Berbagai macam kebijakan yang ada masih mengalami hambatan, terutama masih adanya :

1. Birokrasi dan masyarakat menghambat budaya.


2. Politisi di Indonesia masih memanfaatkan birokrasi sebagai abdi politik ketimbang abdi
masyarakat.
3. Terkepung dan hierarkis pemerintahan.
4. Tumpang tindih fungsi di lembaga pemerintah
5. Desentralisasi tetap bermasalah tentang pembagian tugas antara pemerintahan pusat dan
daerah seta desa.
6. Elektronifikasi masih menjadi hambatanpada tahap informasional dan belum mencapai
tahap transaksional.

Tantangan reformasi birokrasi di Indonesia harus ditransformasikan menjadi revolusioner


karena reformasi ini merupakan proses yang sangat panjang. Perlu ada pembenahan
mentalitas masyarakat, salah satu bentuknya adalah revolusi mental yang harus dijadikan
nilai atau budaya baru bagi birokrasi di Indonesia. Reformasi administrasi di bawah
pemerintahan Joko Widodo lebih kepada perbaikan proses administrasi dalam hal teknis
daripada perbaikan komprehensif dalam kebijakan publik. Pemangkasan berbagai kebijakan
yang menghambat Proses administrasi dapat dibantu dengan proses e-government yang saat
ini sedang gencar dilakukan oleh pusat pemerintahan.

10

Anda mungkin juga menyukai