Anda di halaman 1dari 7

CRITICAL ARTICLE REVIEW

REGULATION HEGEMONY AND ACCOUNTABILITY OF THE LOCAL


GOVERNMENT: A STUDY ON REGIONAL FINANCIAL MANAGEMENT IN
INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata kuliah


AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK II

Dosen Pengampu :
Rr. Sri Pancawati Martiningsih, S.E., M.Sc., Ak., CA

Oleh :
MUHAMAD HALILULLAH
Kelas: D
NIM: A1C020152

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2022
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................................
IDENTIFIKASI .............................................................................................................
RINGKASAN ................................................................................................................
1. Latar Belakang....................................................................................................
2. Masalah...............................................................................................................
3. Tujuan ................................................................................................................
4. Hipotesis (jika ada) ............................................................................................
5. Metode ...............................................................................................................
6. Hasil dan Pembahasan .......................................................................................
KELEBIHAN .................................................................................................................
KEKURANGAN ...........................................................................................................
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................................

i
IDENTIFIKASI ARTIKEL

REGULATION HEGEMONY AND ACCOUNTABILITY OF THE


Judul Artikel LOCAL GOVERNMENT: A STUDY ON REGIONAL FINANCIAL
MANAGEMENT IN INDONESIA

Nama Jurnal The International Journal of Accounting and Business Society

Volume 29

Halaman 1

Tahun 2021

1. Banu Witono
2. Eko Ganis Sukoharsono
Penulis
3. Nurkholis
4. Roekhudin

ii
RINGKASAN
1. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia telah mengadopsi konsep NPM, meskipun tidak disebutkan
secara eksplisit dalam berbagai regulasi yang dihasilkan. Berbagai kajian baik di
tataran pengambilan kebijakan maupun akademis, tidak lepas dari pembahasan NPM
sebagai landasan praktik administrasi dan manajemen publik yang dianut oleh
pemerintah Indonesia (Djamhuri 2009; Harun,et al.,2015; Kamayanti 2011; Mahmudi,
2010; Mahmudi & Mardiasmo, 2004; Mardiasmo, 2002b, 2002c; Purnomosidiet
al.,2015; McLeod & Harun, 2014; Prabowo, 2018; Prabowoet al.,2013; Sylviaet al.,
2018). Prabowodkk, (2013) menyatakan bahwa beberapa peraturan dan sistem yang
dihasilkan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1999 menunjukkan adanya unsur
NPM dan NPFM.
Ada lima elemen NPFM yang berbeda, yaitu: (1) Pengembangan sistem dan struktur
manajemen berorientasi pasar yang terkait dengan penetapan harga dan inventarisasi
layanan publik; (2) Pengembangan sistem penganggaran, termasuk mengintegrasikan
sistem akuntansi manajemen dan keuangan serta informasi berbasis ekonomi dengan
maksud mencoba menghubungkan anggaran yang telah ditetapkan dengan hasil
laporan baik keuangan maupun non keuangan; (3) Pengembangan sistem manajemen
kinerja di entitas pemerintah, termasuk indikator kinerja keuangan dan non keuangan;
(4) Reformasi sistem pelaporan keuangan pemerintah yaitu pelaporan keuangan
berbasis akrual dalam kumpulan standar akuntansi secara profesional; (5) Reformasi
mekanisme audit sektor publik, audit internal dan eksternal,Nilai untuk uang) ( Kudo,
2006; Prabowoet al.,2013).
2. Masalah
penerapan pengelolaan keuangan daerah. Pertama, perubahan undang-undang otonomi
daerah berimplikasi pada adanya 'parade' regulasi yang dihasilkan oleh lembaga-
lembaga di pemerintah pusat, baik dari kementerian maupun lembaga pemerintah
lainnya
3. Tujuan
untuk mengungkap realitas penerapan peraturan pengelolaan keuangan daerah dan
dampaknya terhadap akuntabilitas pemerintah daerah.
4. Hipotesis (jika ada)
Hipotesis tidak ada karna penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

1
5. Metode
Objek penelitian ini adalah realitas atau fakta sosial. Fakta sosial dalam konteks
penelitian ini adalah interaksi sosial antara pelaku pengelolaan keuangan daerah
dengan fakta pengelolaan keuangan yang ada. Interaksi tersebut berupa rangkaian
peran sosial, nilai, norma, dan pranata sosial berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
mereka dalam melihat pelaksanaan peraturan pengelolaan keuangan daerah dari aspek
akuntabilitas pemerintah daerah. Interaksi sosial merupakan hal yang dinamis karena
mengandung sudut pandang subjektif aktor dalam mengidentifikasi dan
mengonseptualisasikan realitas. Refleksivitas diperlukan dan berguna untuk
mempertegas konsepsi awal peneliti dengan konsepsi pelaku/informan, untuk
selanjutnya mengonstruksi pengetahuan baru terkait objek yang diteliti.
Penentuan informan didasarkan pada Gramsci pendekatan konsep suprastruktur
(1999), yaitu masyarakat politik dan masyarakat sipil. Masyarakat politik dalam hal ini
adalah aparat pemerintah yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
pengelolaan keuangan daerah. Masyarakat politik dalam penelitian ini terdiri dari
pejabat pemerintah pusat yang diwakili oleh informan dari Kementerian Dalam Negeri
dan Kementerian Keuangan; sedangkan aparatur pemerintah daerah yang diwakili oleh
pejabat atau pelaksana keuangan daerah yaitu Badan Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) dan juga perwakilan dari DPRD (Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah). DPRD tergolong dalam masyarakat politik karena
berdasarkan undang-undang otonomi daerah merupakan bagian dari pemerintah daerah
sebagai penyelenggara pemerintahan. Untuk masyarakat sipil yang terdiri dari:
1. perwakilan dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Kompartemen akuntansi
sektor publik;
2. akademisi yaitu dosen akuntansi sektor publik;
3. konsultan pemerintah daerah; dan
4. lembaga swadaya masyarakat (LSM).
6. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi telah menjadi sarana negara untuk
mendominasi dalam ranah masyarakat politik dan hegemoni bagi masyarakat sipil. Hal
ini mengakibatkan orientasi akuntabilitas pemerintah daerah cenderung pada
akuntabilitas vertikal daripada akuntabilitas horizontal (publik).

2
Implikasi Praktis : Perubahan regulasi otonomi daerah menyebabkan dominasi
pemerintah pusat di daerah semakin meningkat. Hal ini tercermin dari berbagai regulasi
yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga di pemerintah pusat yang membelenggu ruang
gerak dan inovasi pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah. Akibat
belenggu regulasi tersebut, pemerintah daerah lebih mengutamakan melayani
kepentingan pemerintah pusat (akuntabiltas vertikal) dibandingkan pelayanan kepada
masyarakat (akuntabilitas horizontal).
Jika dilihat dari pengertian akuntabilitas, maka akuntabilitas dalam ranah otonomi
daerah seharusnya merupakan akuntabilitas publik atau eksternal dan bukan sekedar
pertanggungjawaban. Sebab, undang-undang otonomi daerah memang telah
menegaskan bahwa akuntabilitas sebagai asas yang menentukan setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara.

KELEBIHAN
Kelebihan yang merupakan insight dari artikel ini:
Menggunakan atau mendapatkan data penelitian dari data dari : masyarakat politik dan
masyarakat sipil.
Kajian ini berkontribusi untuk mengungkap fakta-fakta yang terjadi terkait pengelolaan
keuangan daerah sehingga dapat memberikan masukan kepada pemerintah dalam
pelaksanaan pertanggungjawaban pemerintah daerah
KEKURANGAN
Penelitian ini kekurangan dalam mengakses data dan keterbatasan waktu dalam melakukan
penelitian dan keretbatasan dalam melakukan wawancara
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil temuan penelitian terdiri dari tiga permasalahan yang berkaitan
dengan penerapan pengelolaan keuangan daerah. Pertama, perubahan undang-undang
otonomi daerah berimplikasi pada adanya 'parade' regulasi yang dihasilkan oleh
lembaga-lembaga di pemerintah pusat, baik dari kementerian maupun lembaga
pemerintah lainnya. Hal ini mengakibatkan orientasi kinerja pemerintah daerah lebih
bersifat administratif daripada pelayanan kepada masyarakat.
Kedua Konsekuensi lebih lanjut dari 'parade' regulasi yang dihasilkan oleh
lembaga-lembaga di pusat adalah para pelaku pengelolaan keuangan daerah

3
dihadapkan pada kisruhnya regulasi yang mengatur pengelolaan keuangan daerah.
Permasalahan yang dihadapi antara lain: peraturan sering berubah dalam waktu yang
tidak terlalu lama; tumpang tindih dan tidak sinkron antara satu aturan dengan aturan
lainnya; perbedaan pandangan terhadap suatu masalah antara satu lembaga dengan
lembaga di pemerintah pusat. Situasi dan kondisi tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Marwata & Alam (2006) yang mengungkapkan adanya interaksi yang
dinamis berupa aliansi dan rivalitas antar institusi di pemerintah pusat dalam
menghasilkan kebijakan/peraturan terkait reformasi akuntansi sektor publik di
Indonesia.
Ketiga, dampak dari kedua permasalahan tersebut menyebabkan orientasi
pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah lebih kepada pertanggungjawaban
internal (vertikal) daripada eksternal (horizontal). Studi ini mengkonfirmasi hasil studi
Sylviaet al. (2018) yang menyatakan bahwa akuntabilitas pemerintah daerah tidak
mengutamakan kepentingan publik dan tetap mengutamakan akuntabilitas untuk
kepentingan manajerial dan politik. Pertanggungjawaban yang tertuang dalam
peraturan tersebut tampaknya hanya sebatas wacana dan jargon politik. Wacana
akuntabilitas telah menjadi pernyataan penting yang rasional dan terorganisir yang
diproduksi oleh para intelektual yang ahli di bidangnya dan didukung oleh kekuatan
regulasi yang mengikat.

Anda mungkin juga menyukai