Anda di halaman 1dari 17

ISU-ISU PENDIDIKAN

LEVEL LOKAL (DESENTRALISASI DAN OTONOMI)

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

1. NYOMAN WIDIYA WIDANA (NIM. 20226013071)


2. FERTI NOVALIZA (NIM. 20226013140)
3. ELLY AZIZAH (NIM. 20226013138)

DOSEN PENGAMPU : Dr.Ir. Hj. TRI WIDAYATSIH, M.Si

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Isu-Isu Pendidikan Level Lokal (Desentralisasi dan Otonomi) ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Dr. Ir. Hj. Tri Widayatsih, M.Si pada mata kuliah Perkembangan dan Isu-isu
Pendidikan Global. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Evaluasi Kurikulum bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Tri Widayatsih,
M.Si selaku dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi Sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Palembang, 8 November 2023


Penysun,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Desentralisasi ..........................................................
2.2 Jenis Desentralisasi ...................................................................
2.3 Kewenangan dan Kondisi Desentralisasi Pendidikan ................
2.4 Kewenangan Bidang Pendidikan ...............................................
2.5 Desentralisasi Pendidikan ..........................................................
2.6 Bentuk desentralisasi di Indonesia .............................................

BAB III KESIMPULAN


3.1 Kesimpulan .................................................................................
3.2 Saran ..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Desentralisasi dan otonomi daerah, ibarat dua sisi mata uang antara satu
dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Otonomi daerah merupakan
konsekuensi dari azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Sejatinya pada setiap negara baik itu yang demokratis maupun sosialis
tidak akan pernah ada negara yang hanya menggunakan azas sentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahannya. Sebaliknya juga tidak mungkin
penyelenggaraan pemerintahan hanya didasarkan pada azas desentralisasi saja.
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan kedua azas pemerintahan ini
saling melengkapi untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan
negara.
Seperti desentralisasi pendidikan yang akan mendorong terciptanya
kemandirian dan rasa percaya diri yang besar pada pemerintah daerah yang
pada gilirannya akan berlomba meningkatkan pelayanan pendidikan bagi
masyarakat di daerahnya sendiri. penerapan Undang-Undang No.32 Tahun 2004
sebagai pengganti Undang Undang Nomor 22 tahun 1999, dan Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1974, merupakan bentuk reformasi politik di Indonesia yang
berlangsung sejak tahun 1977. Di satu sisi, pemberlakuan UU tersebut
menyebabkan kewenangan pemerintah pusat menjadi berkurang secara
siginifikan. Sementara itu, di sisi lain, kewenangan Pemerintah Daerah
meningkat dengan drastis. UU ini juga telah memberikan kekuasaaan dan
kebebasan kepada Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusan
rumah tangga, termasuk alokasi sumber daya manusia, formulasi kelembagaan,
dan penggalian potensi pembiayaan di daerahnya masing-masing.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah yang kami buat ini adalah sebagai
berikut ;
a. Bagaimana implementasi kebijakan desentralisasi memengaruhi pemberian
otonomi kepada pemerintah daerah?
b. Bagaimana sistem otonomi dalam pendidikan ?

1
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Desentralisasi


Desentralisasi merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
atau kekuasaan untuk menyelenggarakan sebagian atau seluruh fungsi
manajemen dan administrasi pemerintahan dari pemerintah pusat dan lembaga-
lembaganya; pejabat pemerintah atau perusahaan yang bersifat semi otonom;
kewenangan fungsional lingkup regional atau daerah; lembaga non pemerintah
atau lembaga swadaya masyarakat (Smith dalam Domai, 2011:54-55). Hal
senada juga diungkapkan oleh Rondenelli dalam Domai (2011:15) yang
menyatakan bahwa “desentralisasi berarti pemindahan atau penyerahan
perencanaan, membuat keputusan atau otoritas manajemen dari pemerintah
pusat dan perwakilannya kepada organisasi lapangan, unit-unit pemerintah yang
lebih rendah, badan hukum publik, penguasa wilayah luas maupun regional, para
ahli fungsional, ataupun kepada organisasi non pemerintah”.
Pengertian desentralisasi juga dijelaskan oleh pakar administrasi publik
dan politik Indonesia. Salah satunya yaitu Hendratno (2009:64) yang
mendefinisikan desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan pemerintahan dari
pusat kepada daerah-daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri (daerah
otonom). Penyerahan kewenangan kepada daerah otonom berupa otonomi
daerah ini adalah sebagai penyelenggaraan pemerintahan daerah, dimana
pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya.

2.2 Jenis Desentralisasi


Menurut (Rondenelli dalam Muluk, 2009:12). Desentralisasi berdasarkan
level atau tingkat kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah secara
luas dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
a) Deconcentration : penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab
administrasi kepada tingkatan yang lebih rendah dalam kementrian badan
pemerintah.

3
4

b) Delegation : perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada


organisasi diluar struktur birokrasi regular dan hanya di kontrol oleh
pemerintah pusat secara tidak langsung.
c) Devolution : pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintah secara
subnasional dengan aktivitas yang substansial berada dikantor pemerintah
pusat.
d) Privatization : memberikan semua tanggung jawab atau fungsi-fungsi kepada
organisasi non-pemerintah atau perusahaan swasta yang independen dari
pemerintah.
Pendapat lain juga diungkapkan oleh Rondinelli (2000) sebagaimana
dikutip oleh Taufiq (2010:6) yang membagi jenis desentralisasi berdasarkan
bidang kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah, yaitu.
1. Desentralisasi Politik, desentralisasi yang berkaitan dengan peningkatan
kekuasaan kepada penduduk dan perwakilan politik mereka dalam
pembuatan keputusan publik.
2. Desentralisasi Administrasi, berupa pelimpahan kewenangan layanan publik
kepada pihak lain dalam struktur kelembagaan Negara.
3. Desentralisasi Fiskal, desentralisasi yang berkaitan dengan perbaikan kinerja
keuangan melalui peningkatan keputusan dalam menciptakan penerimaan
dan pengeluaran yang rasional.
4. Desentralisasi Ekonomi atau Pasar, desentralisasi untuk menciptakan
lingkungan yang lebih baik bagi dunia usaha dan menyediakan barang dan
jasa berdasarkan respon terhadap kebutuhan lokal dan mekanisme pasar
Berdasarkan penjelasan diatas maka desentralisasi memiliki kewenangan
masing-masing dengan disesuaikan dengan tingkatannya yang diberikan
pemerintah daerah dan pelimpahan wewenang oleh pemerintah daerah.

2.3 Kewenangan dan Kondisi Desentralisasi Pendidikan


Pendidikan dan Kebudayaan termasuk bidang pemerintahan yang wajib
dilaksanakan dalam otonomi daerah. Pendidikan, menurut Daeng Sudirwo
(2001:55) merupakan “kunci keberhasilan pembangunan bangsa dan negara”.
Demikian pentingnya pendidikan sehingga pendidikan dapat mengangkat harkat
dan derajat suatu bangsa. Dengan kata lain, bangsa yang memiliki Sumber Daya
Manusia (SDM) yang terdidik akan sangat mempengaruhi perjalanan hidupnya.
5

Selanjutnya reformasi total yang melanda kehidupan bermasyarakat dan


bernegara dewasa ini, telah meminta perubahan-perubahan yang mendasar di
dalam segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, hukum, maupun
pengembangan kebudayaan. Tilaar (2000:86) menyatakan bahwa bentuk
penyelenggaraan yang sentralistik telah menghilangkan inisiatif baik pribadi
maupun masyarakat, sehingga diperlukan paradigma baru untuk mengkondisikan
kehidupan demokrasi. Perubahan dari kebijakan pendidikan yang sentralistik ke
arah pendidikan yang desentralistik sangat diperlukan, dalam rangka memenuhi
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Sebagai realisasi dari tuntutan
masyarakat yang menginginkan reformasi pengelolaan sektor publik, kebijakan
desentralisasi pendidikan juga merupakan suatu keharusan. Persoalannya
implementasi pengelolaan pendidikan masih belum memberikan hasil yang nyata
dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan.
Desentralisasi pendidikan sampai saat ini ternyata masih belum mampu
meningkatkan efektivitas dalam pencapaian program dan efisiensi dalam
pemanfaatan dana pendidikan. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh
penyusunan program yang tidak berdasarkan pada data akurat, kurangnya
perhatian pemerintah daerah terhadap pendidikan, serta penggunaan dana yang
lebih cenderung digunakan untuk kepentingan birokrasi. Kondisi ini tergambar
dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang meskipun sudah menginjak
tahun ketiga, masih menghadapi banyak persoalan. Kekurangsiapan pranata
sosial politik dan ekonomi merupakan sebagian persoalan yang dihadapi. Tidak
heran jika dalam pelaksanaannya hasil desentralisasi belum seperti yang
diharapkan.
Ace Suryadi, Staf Akhli Menteri Pendidikan Nasional Bidang
Desentralisasi Pendidikan, menyatakan bahwa sistem pendidikan yang
terdesentralisasi sebenarnya memerlukan prakondisi tertentu. Dalam konteks ini,
seharusnya ada fase-fase yang dilalui, mulai dari pra-formal, formal, baru
transisional menuju ke otonomi penuh dalam pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan. Akibat dari kondisi ini adalah desentralisasi cenderung berjalan
dengan orientasi pada pembagian kekuasaan dan bukan pelayanan publik. Hal
ini justru yang ditengarai menodai prinsip-prinsip good governance. (Kompas, 29
September 2003).
6

Sementara itu dalam era otonomi daerah ini yang perlu diperhatikan
adalah pendanaan dan ketentuan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang pada pasal 49 menyatakan bahwa pemerintah pusat
maupun daerah harus mengalokasikan dana pendidikannya sebanyak 20% di
luar gaji pegawai dan pendidikan kedinasan. Namun demikian pada
kenyataannya seperti yang disampaikan Edy Priyono, masih terdapat gedung
sekolah yang kualitasnya rendah terutama sekolah dasar. Hal ini membuktikan
bahwa dari sisi pendanaan pemerintah daerah masih terbatas dalam
memobilisasi dana untuk sektor pendidikan (Kompas, 5 Maret 2004).

2.4 Kewenangan Bidang Pendidikan


Pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menetapkan bahwa
“pembagian daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil, dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan
negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa”. Dalam
penjelasan Pasal 18 UUD 1945 dikemukakan bahwa (1) oleh karena Negara
Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah
di dalam lingkungannya yang bersifat Staat juga; (2) daerah Indonesia akan
dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah
yang lebih kecil; (3) daerah-daerah itu bersifat otonom (streek dan locale
rechtgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya
menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang, dan (4) di daerah-
daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh
karena di daerah-pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia oleh Made Suwandi (2002: 1)
disebutkan seperti yang tercantum dalam UUD 1945 memiliki nilai unitaris dan
nilai desentralisasi teritorial. Bernilai unitaris karena dalam negara Indonesia
tidak akan terdapat pemerintahan lain, dan yang bersifat desentralisasi teritorial
diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah.

2.5 Desentralisasi Pendidikan


Salah satu aspek yang mengalami perubahan sangat signifikan pada era
otonomi daerah dan desentralisasi adalah peran dan hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah. Bila di masa lalu pemerintah pusat sangat
7

berperan dalam menentukan berbagai kebijakan pendidikan nasional, maka


dewasa ini peran pemerintah pusat lebih terfokus kepada penetapan kebijakan
strategis yang bersifat nasional. Di pihak lain, hal-hal yang bersifat teknis dalam
pengelolaan pendidikan ditangani oleh daerah dengan titik berat pada tingkat
Kabupaten/Kota. Dengan kata lain, desentralisasi pendidikan diartikan sebagai
pelimpahan kekuasaan dan wewenang dalam mengatasi permasalahan di
bidang pendidikan, namun harus tetap mengacu pada tujuan pendidikan nasional
sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan nasional. Berkaitan dengan
terjadinya desentralisasi pendidikan, seperti yang dikemukakan oleh Tilaar
(2000:85-86) adalah “merupakan hal yang tidak terlepas dari gerakan reformasi
total saat ini”. Peristiwa ini merupakan suatu gerakan global yakni demokratisasi,
sehingga dengan demikian proses desentralisasi adalah merupakan konsekuensi
langsung dari tuntutan masyarakat untuk hidup lebih demokratis dan mengakui
hak-hak manusia. Selanjutnya Tilaar (2000:87) mengutarakan sebagai berikut:
“Gelombang demokratisasi mempunyai konsekuensi lebih lanjut dalam
desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Meskipun desentralisasi pendidikan
bukanlah merupakan suatu yang mudah dilaksanakan namun demikian sejalan
dengan arus demokratisasi di dalam kehidupan manusia. Dengan demikian
desentralisasi pendidikan akan memberikan efek terhadap kurikulum, efisiensi
administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan”

2.6 Bentuk desentralisasi di Indonesia


Banyak sekali contoh Bentuk Desentralisasi salah satunya yaitu Terhadap
Progam Dana BOS sebagai pelaksana program wajib belajar dana BOS adalah
program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan
biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan . Dana bos diperuntukan
untuk mengalokasikan dana kepada sekolah-sekolah untuk membantu dan
memajukan pendidikan di Indonesia. Melalui program BOS, pemerintah pusat
memberikan bantuan dana kepada sekolah untuk kebutuhan operasional sekolah
tujuannya adalah untuk meringankan beban masyarakat, khususnya masyarakat
miskin. Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 31 memberikan amanat untuk warga
Negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dengan
adanya program dana BOS merupakan salah satu refleksi dari undang-undang
ini BOS diberikan kepada sekolah dialokasikan berdasarkan jumlah murid, dana
8

diserahkan sekaligus dan ditransfer langsung ke rekening masing- masing


sekolah. Pengelolaan dana dilakukan dan menjadi tanggungjawab kepala
sekolah dan guru/bendahara yang ditunjuk, dan pemanfaatannya didasarkan
pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang telah
disetujui oleh komite sekolah. Alokasi APBN untuk dana BOS sangat meningkat
dari setiap pertahunya. Sekolah yang menerima BOS diharuskan untuk mengikuti
semua aturan yang ditetapkan oleh pengelola program, baik mengenai cara
pengelolaan, penggunaan, pertanggungjawaban dana BOS yang diterima,
maupun monitoring dan evaluasi. Namun dalam pelaksanaan program BOS,
berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 di
beberapa provinsi didapatkan hasil bahwa Prosedur penyaluran dan
pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta bantuan subsidi
lainnya belum dirancang untuk menghindari terjadinya kecurangan penggunaan
dana yang tidak sesuai dengan perjanjian dan petunjuk pelaksanaan. Selain itu
masih terjadi kurangnya koordinasi antara instansi terkait sehubungan dengan
perencanaan kebutuhan sekolah untuk menghindari kemungkinan terjadinya
barang tidak dimanfaatkan secara langsung sesuai dengan tujuan dalam
rencana pengadaannya. Dengan kata lain terjadi penyimpangan dalam praktik
pemanfaatan dana bantuan operasional sekolah tersebut (Hasil audit BPK ter
hadap Dirjen MANDISDAKMEN DEPDIKNAS di Jakarta, Bandung, Semarang
dan Surabaya Tahun anggaran 2005- 2006). Dari hasil audit BPK di beberapa
tempat tersebut. Seperti yang di jelaskan di atas Program dana BOS pada
awalnya, penyaluran dana disalurkan oleh skema APBN kemudian disalurkan
kepada pemerintah provinsi kemudian pemerintah daerah dan terakhir ke komite
sekolah. Proses penyaluran dana ini menimbulkan konflik. Karena penyaluran
dana BOS membutuhkan proses yang tidak langsung, disinyalir terjadinya
penyelewengan sejumlah dana untuk kepentingan di luar pendidikan.
Ada juga contoh dari bentuk desentralisasi dibidang Pariwisata seperti
salah satu sub sektor yang penting peranannya bagi perekonomian nasional
maupun daerah, ofeh Pemerintah Propinsi DIY maupun Pemerintah Kabupaten
Sleman ditetakkan sebagai sektor unggulan daerah yang diharapkan dapat
menjadi penggerak perekonomian daerah setempat. Candi Prambanan yang
merupakan obyek wisata penting bagi sektor pariwisata di DIY dimana
pengelolaannya saat ini dilakukan oleh suatu BUMN, telah diperebutkan
9

kewenangan pengelolaannya baik oleh Pemerintah Propinsi DIY dan Pemerintah


Kabupaten Sleman maupun antara Pemerintah Kabupaten Sleman dan
Pemerintah Kabupaten Klaten. Hal ini disebabkan karena lokasi obyek wisata
tersebut terletak antara Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten yang
merupakan perbatasan Propinsi Sawa Tengan dengan Propinsi DIY. Belum
adanya peraturan yang mengatur tentang kewenangan pengelolaan Taman
Wisata Candi Prambanan (TWCP) di era desentralisasi saat ini, mengakibatkan
terjadinya konflik perebutan kewenangan antara Pemerintah Propinsi DIY
dengan Pemerintah Kabupaten Sleman.

2.7 Pengertian Otonomi Pendidikan


Otonomi pendidikan dapat diartikan sebagai memberikan kebebasan dan
tanggung jawab kepada institusi pendidikan, baik itu sekolah, perguruan tinggi,
atau lembaga pendidikan lainnya, untuk mengatur kebijakan dan mengambil
keputusan terkait kurikulum, metode pengajaran, pengelolaan sumber daya, dan
evaluasi pendidikan.
Hal ini memungkinkan institusi pendidikan untuk beradaptasi dengan
kebutuhan lokal, menggali potensi yang ada, dan mengimplementasikan inovasi
pendidikan. Salah satu alasan utama perlunya perluasan otonomi pendidikan
adalah untuk meningkatkan responsivitas sistem pendidikan terhadap perubahan
sosial, ekonomi, dan teknologi yang cepat. Dalam era digital dan globalisasi,
kebutuhan akan keterampilan baru dan pengetahuan yang relevan semakin
berkembang. Dengan memberikan otonomi kepada institusi pendidikan, mereka
dapat dengan cepat merespons dan mengadaptasi kurikulum mereka untuk
memenuhi tuntutan zaman. Selain itu, perluasan otonomi pendidikan juga
mendorong inovasi dalam pendidikan. Ketika institusi pendidikan memiliki
kebebasan untuk mengembangkan kurikulum, metode pengajaran, dan
pengelolaan sumber daya, mereka dapat menciptakan lingkungan belajar yang
lebih kreatif dan stimulatif. Guru dan staf pengajar memiliki ruang untuk
mengembangkan metode pengajaran yang inovatif dan memadukan teknologi
dalam proses pembelajaran. Inovasi pendidikan yang dihasilkan akan
memperkaya pengalaman belajar siswa dan meningkatkan hasil akademik
mereka.
10

Selain itu, otonomi pendidikan juga memungkinkan partisipasi aktif dari


masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan memberikan
kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan
pendidikan, akan tercipta rasa memiliki dan tanggung jawab bersama dalam
memajukan pendidikan. Partisipasi masyarakat juga dapat menghasilkan solusi
lokal yang lebih relevan dan efektif. Namun, perlu diingat bahwa perluasan
otonomi pendidikan harus diiringi dengan akuntabilitas yang baik.
Institusi pendidikan yang diberikan otonomi harus tetap bertanggung
jawab atas kualitas pendidikan yang disediakan. Oleh karena itu, perlu adanya
mekanisme evaluasi dan pengawasan yang efektif untuk memastikan bahwa
standar pendidikan tetap terjaga.Dalam era perubahan yang cepat dan
kompleks, perluasan otonomi pendidikan merupakan langkah yang penting
untuk mendorong inovasi dan kemajuan dalam pendidikan. Dengan memberikan
kebebasan kepada institusi pendidikan, kita dapat menciptakan lingkungan
belajar yang dinamis, responsif, dan berkualitas tinggi.
Melalui inovasi pendidikan yang terus-menerus, kita dapat
mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan
dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan. serta kemampuan untuk
beradaptasi dan berinovasi. Otonomi pendidikan juga memberikan kesempatan
bagi setiap individu, termasuk siswa, guru, dan komunitas lokal, untuk ikut
berperan serta dalam pembentukan kebijakan pendidikan.
Salah satu aspek penting dari perluasan otonomi pendidikan adalah
pengembangan kurikulum yang beragam dan relevan. Institusi pendidikan yang
memiliki otonomi dapat menyesuaikan kurikulum mereka dengan kebutuhan
lokal, budaya, dan perkembangan peserta didik. Hal ini memungkinkan siswa
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih kontekstual dan sesuai dengan
kebutuhan mereka, sehingga meningkatkan minat dan motivasi belajar.
Selain itu, otonomi pendidikan juga membuka peluang untuk mengadopsi
metode pengajaran inovatif. Guru dan staf pendidik dapat menjelajahi
pendekatan pembelajaran yang lebih interaktif, kolaboratif, dan berbasis
teknologi. Mereka dapat menggunakan alat dan sumber daya pendidikan yang
relevan dengan zaman, seperti teknologi informasi dan komunikasi, simulasi, dan
pembelajaran berbasis proyek. Dengan demikian, proses pembelajaran dapat
menjadi lebih menarik, mendalam, dan menginspirasi siswa. Selain itu, otonomi
11

pendidikan juga memberikan kesempatan bagi institusi pendidikan untuk


mengelola sumber daya mereka secara efektif. Dengan memiliki kebebasan
dalam pengelolaan anggaran, rekrutmen tenaga pengajar, dan pengembangan
infrastruktur, institusi pendidikan dapat memaksimalkan penggunaan sumber
daya yang tersedia untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Mereka dapat
mengalokasikan dana secara strategis, merekrut tenaga pengajar berkualitas,
dan menyediakan fasilitas yang memadai bagi kegiatan belajar-mengajar.
Namun, perlu diingat bahwa perluasan otonomi pendidikan juga
membutuhkan kerangka regulasi yang jelas dan mendukung. Pemerintah perlu
mengembangkan kebijakan yang memastikan bahwa otonomi pendidikan
berjalan sesuai dengan standar dan tujuan pendidikan nasional. Selain itu, perlu
adanya sistem evaluasi dan pengawasan yang efektif untuk memantau dan
mengevaluasi kinerja institusi pendidikan yang diberikan otonomi. Dalam rangka
mencapai kemajuan pendidikan yang berkelanjutan, perluasan otonomi
pendidikan menjadi langkah yang krusial.
Dengan memberikan kebebasan kepada institusi pendidikan, kita
mendorong terciptanya inovasi, responsivitas terhadap perubahan, dan
pengembangan kurikulum yang relevan. Dengan kolaborasi antara semua
pemangku kepentingan, termasuk siswa, guru, orang tua, dan masyarakat, kita
dapat menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan
mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi tantangan masa depan.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kewenangan bidang pendidikan merupakan salah satu dampak
pemberlakuan kebijakan desentralisasi. Kewenangan bidang pendidikan
merupakan kewenangan wajib bagi daerah sebagaimana dalam UU No.32
Tahun 2004. Meskipun pada dasarnya semua kewenangan merupakan
kewenangan daerah kecuali yang ditetapkan dalam UU No.32/2004, kebijakan
desentralisasi telah memperbesar struktur kelembagaan Dinas dan
menghilangkan kelembagaan pusat di daerah. Penggabungan tersebut secara
mikro seolah-olah terjadi inefisiensi dengan adanya pembesaran struktur
kelembagaan, namun secara mikro justru terjadi efisiensi Nasional. Hal ini juga
berpengaruh terhadap SDM di dalamnya. Selanjutnya pada sisi keuangan,
kebijakan desentralisasi telah meningkatkan peran daerah dan mengurangi
peran pusat dalam pembiayaan sektor pendidikan dan perubahan orientasi
alokasi anggaran. Begitu juga dengan sarana dan prasarana, baik yang sudah
ada maupun yang akan dibangun diupayakan untuk terus ditingkatkan
kualitasnya.

3.2 Saran
Sekarang ini pemerintah pusat telah melakukan penyerahan wewenang
kepada pemerintah daerah otonom dalam bidang pendidikan, yang mana
pelaksanaannya sudah terbilang dilakukan dengan sungguh-sungguh
berdasarkan asas-asas aturan perundang-undangan dan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan, namun tidak menutup kemungkinan adanya kendala yang
menghalangi pemerintah daerah/pusat serta lembaga pendidikan dalam
menjalankan proses desentralisasi pendidikan di daerahnya. Diharapkan semua
pihak pemerintah daerah dan lembaga kependidikan serta para perkerja dibidang
pendidikan bisa bekerjasama dalam menjalankan tugasnya untuk meningkatnya
sumber daya manusia dan mengoptimalkan proses didalam lembaga pendidikan
agar terciptanya output yang memiliki daya saing tinggi.

12
13
DAFTAR PUSTAKA

Media Indonesia. 2003. Manajemen Guru agar Disentralisasi untuk Pemerataan


Pendidikan. 17 November 2003.

Priyono E. Earmaking untuk Biayai Pendidikan Daerah. Harian Kompas, Jum’at 5


Maret 2004.

Suwandi M. 2002. Pokok-pokok Pikiran “Konsepsi Dasar Otonomi Daerah


Indonesia” (Dalam Upaya Mewujudkan Pemerintah Daerah yang
Demokratis dan Efisien). Jakarta.

--------------------, (2002), Pokok-pokok Pikiran Penyempurnaan UU No.22 Tahun


1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta.

Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

Wahab A. 2001. Pengelolaan Berbasis Sekolah (PBS) dalam Kerangka


Desentralisasi Daerah.

Jurnal Pendidikan, MIMBAR PENDIDIKAN, Bandung Nomor 2 Tahun XX 2001,


University Press UPI, Bandung.

Zidan SS. 2001. “The Role of HRD in Economic Development”, in Human


Resource Development, Quarterly, vol. 12, no. 4, Winter

Tilaar HAR. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

http://repository.ub.ac.id/id/eprint/8704/2/BAB%20II.pdf
https://jurnal.unismabekasi.ac.id/index.php/governance/article/download/718/604
https://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-91782.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/56958-ID-konflik-desentralisasi-di-
bidang-pendidi.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai