Anda di halaman 1dari 25

KONSEP DESENTRALISASI PENDIDIKAN

Oleh:

Kelompok 4:

Irdawati (1747040038)

Nur Ismi Wibowo (1747042118)

Sri Wulandari (1747042018)

Nurul Fadhila Nelly (1847042028)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

i
-2020-

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi

Maha Panyayang, dengan ini penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-

Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami

dapat menyelesaikan makalah Manajemen Berbasis Sekolah yang

berjudul “ KonsepDesentralisasi Pendidikan”

Adapun makalah Manajemen Berbasis yang berjudul “Konsep

Desentralisasi Pendidikan” ini telah penulis usahakan semaksimal

mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat

memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga

ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah

ini.kritik dan saran dari Anda kamitunggu untuk perbaiki makalah

selajutnya.

Makassar, 21 Februari 2020

Penyusun

ii
BAB I

PENDAHULUAAN

A. Latar Belakang

Perubahan sistem pendidikan di Indonesia telah melalui

perkembangan yang panjang, hal ini seiring dengan kondisi bangsa

Indonesia.Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaan, sistem

pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah sistem pendidikan

tradisional yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan

masyarakat.Pada awal kemerdekaan, para pendiri republik yang sebagian

besar adalah para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya untuk

membangun sistem pendidikan nasional sebagai pengganti dari sistem

pendidikan kolonial yang telah berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem

pendidikan nasional mulai menampakan bentuknya sejak terbitnya

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan

dan Pengajaran di Sekolah.

Sistem pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan

dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1954, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989. Selama waktu

tersebut, telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan, baik dari

aspek substansi maupun kekuasaan dan kewenangan

penyelenggaraannya.

Dari aspek substansi, telah terjadi perubahan dan perkembangan,

antara lain tentang tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar,

1
penilaian pendidikan terus berlangsung dengan adanya perubahan

rencana pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984,

kurikulum 1994, KTSP dan kini berlangsung Kurikulum 2013. Perubahan

pada aspek kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan,

antara lain tampak pada perubahan sistem pendiidikan nasional yang

mulanya sentralistik kini menjadi sistem pendidikan nasional yang

mengalami desentralisasi.

Desentralisasi adalah  merupakan penyerahan wewenang

pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan 

mengurus urusan pemerintahan dalam  sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan

merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan

pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.

Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan  bahwa

sistem pendidikan nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang 

mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan

pendidikan.Sebab sistem pendidikan yang sentralisasi diakui kurang bisa

mengakomodasi keberagaman daerah,  keberagaman  sekoah,  serta

keberagaman peserta didik, bahkan cenderung mematikan partisipasi

masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa hakikat dari desentalisasai?

2. Bagaimana konsep desentralisasi pendidikan?

2
3. Bagaimana pelaksanaan desentralisasi manajemen pendidikan?

4. Bagaimana prinsip-prinsip desentralisasi pendidikan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat desentralisasi.

2. Untuk mengetahui konsep desentralisasi pendidikan.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan desentralisasi manajemen

pendidikan.

4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip desentralisasi pendidikan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Desentralisasi

Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin

de, artinya lepas dan centrum, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan

melepaskan dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. 32 tahun

2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan

wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Pengertian desentralisasi pendidikan menurut (Hurst dalam

Nugroho, 2000: 2), “the decentralization process implies the transfer of

certain function from small group of policy-makers to a small group of

authorities at the local level” dengan kata lain desentralisasi merupakan

proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok kecil pembuat

kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang kekuasaan pada tataran

lokal. Definisi Hurst tersebut telah menggambarkan dengan jelas proses

penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang kemudian diberikan kepada

pemerintah daerah. Sedangkan pengertian desentralisasi menurut (Chau

dalam Nugroho, 2000: 2), desentralisasi pada konsep pendelegasian

kekuasaan kepada pemerintah daerah, dengan tujuan meningkatkan

efisiensi dalam penggunaan sumberdaya.

4
Pengertian desentralisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

mengemukakan bahwa sistem pemerintahan yang lebih banyak

memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah.Selanjutnya,

pengertian desentralisasi menurut (Hoogerwert dalam Hasbullah, 2010:

5), desentralisasi adalah sebagai pengakuan atau penyerahan wewenang

oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan

berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan

pengaturan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal

itu.

Berdasarkan pada Pasal 1, butir 7 UndangUndang Republik

Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintah oleh

Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan

Republik Indonesia (Republik Indonesia, 2005). Sementara menurut

Hasbullah (2010) otonomi daerah diartikan sebagai penyerahan

kewenangan urusan-urusan yang semula menjadi kewenangan

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan

urusan-urusan yang semula menjadi urusan pemerintah pusat.Dengan

demikian, dapat diartikan bahwa daerah dapat mengatur sendiri

daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan serta sumber daya

yang dimilikinya. Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan

dapat disimpulkan bahwa desentralisasi pendidikan adalah suatu proses

di mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima

5
pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan

pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta

penyusunan kebijakan dan pembiayaan guna memajukan daerah maupun

lembaga pendidikannya sesuai dengan karakteristiknya sendiri dengan

berpedoman pada peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku.

B. Desentralisasi Pendidikan

Saat ini sedang berlangsung perubahan paradigma manajemen

pendidikan, beberapa perubahan tersebut antara lain:

1. Orientasi manajemen yang sarwa negara ke otoritas pasar. Aspirasi

masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam pengelolahan dan

penetapan kebijaksaan untuk mengatasi persoalan yang timbul.

2. Otoritas manajemen pemerintah yang otoritaian ke demokrasi.

Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan

peran rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam

tatanan yang demokratis

3. Sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan

tidak lagi berpusat dari satu tanggan melainkan dibagi ke beberapa

pusat kekuasaan secara seimbang.

4. Sistem pemerintah yang jelas batasan dan aturannya seakan-akan

menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasannya akibat

pengaruh dari tata aturan global. Keadaan ini membawah akibat tata

aturanyang hanya menekankan tata aturan nasional saja kurang

menguntungkan dalam percaturan global.

6
Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga

desentralisasi pendidikan adalah suatu yang tidak bisa dihindari. Tentu

saja desentralisas pendidikan berkonotasi negative, yaitu untuk

mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan

lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang diterapkan oleh

pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman

atau kekhasan daerah. di samping itu, membawah dampak

ketergantungan sistem pengelolahan dan pelaksanaan pendidikan yang

tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempa (lokal), menghambat

kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atau pusat.

Dengan demikian, desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdaya

peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan

pendidikan dilapangan. Beberapa faktor pendorong penerapan

desentralisasi yang terperinci, yaitu sebagai berikut:

1. Tuntutan orang tuan, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis,

dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan

menilai kualitas pendidikan.

2. Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat

bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa

bersekolah.

3. Ketidakmampuan biokrasi yang ada untuk merespon secara efektif

kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam.

7
4. Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari

masyarakat.

5. Tumbuhnya persaingan dalam memperoleh bantuan dan pendanaan.

Sehingga, misi utama desentralisasi pendidikan adalah

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan,

meningkatkan pandayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur

kelembagaan yang menunjang terselengaranya sistem pendidikan yang

relevan dengan tuntunan zaman, antara lain terserapnya konsep

globalisasi, humanisasi, dan demokrasi dalam pendidikan. Penerapan

demokrasi dilakukan dengan mengikut sertakan unsure-unsur pemerintah

setempat, masyarakat, dan orangtua dalam hubungan kemitraan dan

menumbuhkan dukungan positif begi pendidikan. Kurikulum

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lingkungannya. Hal ini tercermin

dengan adanya kurikulum local. Kurikulum juga harus mengembangkan

kebudayaan daerah dalam rangkan pengembangan kebudayaan nasional.

Pada tatanan ini, desentralisasi pendidikan mencangkup tiga hal, yaitu;

1. Manajemen berbasis local

2. Pendelegasian wewenang

3. Inovasi kurikulum

Hal yang menarik adalah desentralisasi pendidikan akan

berimplikasi pada tatanan dunia pendidikan yang lebih humanis. Artinya,

ada ruang-ruang dalam pendidikan untuk membangun peserta didik

khususnya lebih mengerti atau berbakti untuk kepentingan kesejahteraan

8
bersama dengan landasan kearifan lingkungannya. Pergeseran

paradigma pendidikan dari desentralisasi-birokratik ke desentralisasi-

otonomik juga di pengaruhi aspek-aspek lain seperti aspek kebijakan

penddidikan yang memengaruhi aspek-aspek lain seperti aspek kebijakan

pendidikan yang mempunyai arah baru yang lebih arif pada proses

pembelajaran dan juga pada aspek partisipasi stakeholder sekolah. Hal ini

berarti bahwa transformasi paradigma pendidikan merupakan keharusan

untuk melahirkan manusia-manusia yang berwatak demokratis, arif

ekologis, dan humanis. Maka ada tiga aspek dasar yang perluh diperbarui

dalam pendidikan yaitu aspek regulator, aspek professional; dan aspek

manajemen. Kesemuanya itu dapat terangkum dalam empat pilar, yaitu:

1. Manajemen sekolah terbuka (open manajemen).

2. Proses belajar mengajar yang efektif.

3. Pembelajaran yang menyenankan semua pihak terkait.

4. Partisipasi masyarakat dalam mengembangkan pendidikan.

Sehingga arah baru pendidikan lebih elastic dan transparan

khususnya pada ranah manajemennya, seperti tampak dalam tabel 2.2 di

bawah:

Tabel 2.2 Perubahan Paradigma Menuju Pendidikan Demokratis

Paradigma Paradigma

NO Aspeak Pendidikan Biokratis Pendidikan

Hierarkis Demokratis

1. Perencanaan Top-down Bottom-up

9
2. Pelaksanaan Didasarkan instruksi Didasarkan atas

petunjuk professional

3. Standar Out put dan proses Output nasional

nasional-makro makro, proses local

mikro

4. Target Nasional-makro Level sekolah-wilayah

terbatas

5. Pemahaman Didasarkan atas Sistem prestasi

Tujuan Target pedoman dari pusat

6. Sistem Insentif Seragam dan Sistem prestasi

Keputusan

7. Umpan balik Tidak diperlukan Diperlukan secara

orang tua kecuali lagi peserta teratur.

peserta didik didik yang bermasalah

8. Orientasi Pengembangan Pengembangan

Intelektual (NEM) aspek intelektual

personal, dan sosial.

9. Persepsi Masukan peserta didik Masukan peserta

terhadap input diperlukan sebagai raw didik bukan

input yang menentukan merupakan raw input

hasil akhir. melainkan klien yang

memerlukan

pelayanan jasa

10
sekolah

10. Evaluasi Dilaksanakan pada Dilaksanakan

titik-titik waktu tertentu sepanjang waktu

dan bersifat seragam

11. Kontrol Oleh atasan Oleh orangtua

sekolah peserta didik dan

masyarakat.

C.Prinsip- Prinsip Pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan

Secara konsepyusl terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan

yaitu, pertama, desentralisasi kewenangan di sector pendidikan dalam hal

kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintahan pusat

daerah (provinsi dan distrik) dan kedua, desentralisasi pendidikan dengan

focus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.

Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama dan terutama berkaitan

dengan otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan

pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep desentralisasi

pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih

besar pada tingkat sekolag dilakukan dengan motivasi untuk

meningkatkan kualitas pendidikan.

Tujuan dari orientasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan

pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan dibeberapa Negara

Amerika Latin, di Amerika Serikat dan Eropa jika yang menjadi tujuan

11
adalah pemberian kewenangan di sector pendidikan yang lebih besar

kepada pemerintah daerah, maka focus desentralisasi pendidikan yang

dilakukan adalah pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada

pemerintah local atau pada sekolah.

Tipologi komponen atau sector pendidikan dapat dipertimbangkan

untuk ddesentralisasikan.

Kewenangan dalam

Organisasi dan 1. menentukan sekolah mana yang dapat diikuti

Proses Belajar seorang murid

Mengajar 2. waktu belajar di sekolah

3. penentuan buku yang digunakan

4. kurikulum

5. metode pembelajaran

Manajemen Guru 1. memilih dan memberhentikan kepala sekolah

2. memilih dan memberhentikan guru

3. menentukan gaji guru

4. memberikan tanggung jawab pengajaran

kepada guru

5. menentukan dan mengadakan pelatihan

kepada guru

Struktur dan 1. membuka atau menutup suatu sekolah

perencanaan 2. menentukan program yang ditawarkan

12
sekolah

3. definisi dari isi mata pelajaran

4. pengawasan atas kinerja sekolah

Sumber Daya 1. program pengembangan sekolah

2. aloka anggaran untuk guru dan tenaga

administraif

3. alokasianggaran non-personnel

4. alokasi anggaran untuk pelatih guru

Negara majureformasi pendidikan, khususnya reformasi

manajemen pendidikan selama lebih dari empat puluh tahun terakhir terus

berporos pada desentralisasi, terutama desentralisasi manajemen

pendidikan selama lebih dari empat puluh tahun terakhir terus berporos

pada desentralisasi, terutama desentralisasi manajemen pendidikan. Ada

beberapaperiode yang dijadikan sebagai cikal bakal menuju desentralisasi

pendidikan yaitu (sudarwan, 2007: 27)

1. The newprogressive Era, yang lahir pada 1960-an digagas oleh

NealeRancorporation, Fullman, dan sebagainya. Titik tekannya adalah

pada pengembangan kemampuan individu sebagai ujung tombak

perubahan

2. SchoolEffectiveStudies lahir pada tahun 1970-an di gagas oleh

Edmunds, Brookver, Cohen, Cuban. Dengan titik tekananpada etos

sekolah

13
3. National Report, pada tahun 1980-an di gagas oleh Bell, Wood, dan

Sizer. Dengan titik tenanannya adalah pemberdayaan sekolah,

termasuk pemberdayaan pendidikan bagi anak-anak beresiko

4. Publicschoolbychoice merupakan produk dari pemikiran para pakar

Universitas Minnesota dan lowa.

Di Indonesia muncul berupa organisasi guru seperti Persatuan

Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Guru Madrasa(PGM) yang

kedua organisasi tersebut diharapkan sebagai wadah aspirasi guru yang

beradadi Indonesia, tanpa harus membeda-bedakan dari latar belakang

guru umum atau guru madrasa, guru swasta, atau guru negerisemua

bersama sama bahu-membahu dalam memperjuangkan nasib guru, guna

peningkatan kesejahteraannya yang mana sudah menjadi tanggung jawab

guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa namun wajar juga ketika

guru memperoleh haknya dari pemerintah.

Tim Dosen Adpen UPI (2010;26) pengelolahan pendidikan paling

sedikit berkenaan dengan aspek-aspek: 1. Perundang-

undanganpendidikan, 2 stuktur organisasi dan kelembagaan pendidikan, 3

pengembangan kurikulum pendidikan, 4 profesional tenaga kependidikan,

5 sarana dan prasarana, 6 pembiayaan pendidikan .

1. Perundang-undangan pendidikan ada beberapa aspek yang menjadi

sumber perundang-undangan pertama komitmen politik yang

bersumber dari amanat rakyat .

14
2. Stuktur organisasi dan kelembagaan pendidikan, ada 3 hal pokok

daerah yang harus diperhatikan : (1) kewenangan merupakan rujukan

yang dapat di jadikan dasar pijakan yang patut dilakukan, (2)

kemampuan, berkaitan dengan potensi daerah dan sumber

pendapatan daerah, (3) kebutuhan daerah berdasarkan pada

masalah-masalah pokok yang ada di daerah

3. Pengembangan kurikulum pendidikan, ada tiga aspek yaitu: (1)

mendasar, memenuhi kebutuhan dasar peserta didik sebagai individu

dan anggota masyarakat. (2) kuat, terkait dengan isi dan proses

pembelajaran peserta didik untuk menguasai pengetahuan, sikap, dan

keterampilan. (3) luas terkait dengan pemanfaatan dan

pendayagunaan peserta didik

4. Professional tenaga kependidikan pada tenaga pendidik disebut

sebagai pengelola system pendidikan nasional,pengelolah satuan

pendidikan, pengelolah proses pembelajaran

5. sarana dan prasarana pendidikan terkait dengan aspek tanah yang

berkaitan dengan kepemilikan tanah, aspek bangunan yaitu kondisi

gedung, aspek perabotan penunjak pendidikan seperti meja, kursi dll

6. pembiayaan pendidikan hal ini dilakukan dengan pendekatan ekonomi

dalam menganalisis pendidikan

D.Pelaksanaan Desentralisasi Manajemen Pendidikan

Penyelenggaraan desentralisasi pendidikan merupakan salah satu

bagian dalam implementasi desentralisasi pada penyelenggaraan

15
pemerintahan di Indonesia. Otonomi Daerah merupakan wujud dari

pelaksanaan azas desentralisasi sedangkan bidang pendidikan adalah

salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan di daerah dan menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah untuk memenuhi pelayanan yang baik

bagi masyarakat dengan standar yang telah ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Desentralisasi pendidikan dalam pelaksanaanya lebih ditekankan

dalam hal pendanaan atas pembiayaan penyelenggaraan pendidikan. Hal

ini ditegaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional bahwa pemerintah daerah berkewajiban untuk

mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20% dalam APBD yang

ditetapkan setiap tahunnya. Ketetapan ini merupakan komitmen politik dari

pemerintah (negara) agar pemerintah daerah berusaha optimal untuk

memenuhi kewajiban tersebut. Namun dalam implementasinya hampir

seluruh kabupaten/kota di Indonesia belum mampu memenuhi amanah

UU tersebut karena ketidakmampuan sumber keuangan daerah (PAD).

Oleh karenanya desentralisasi pendidikan bagi daerah di Indonesia tidak

mampu diselenggarakan dengan mengandalkan pada kemampuan APBD

daerah, karena pemenuhan alokasi 20% anggaran pendidikan tidak bisa

dipenuhi. Banyak kendala dan hambatan yang dihadapi oleh

kabupaten/kota terkait dengan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan

terutama kesiapaan alokasi pendanaan dalam APBD yang mengharuskan

memenuhiangka 20%. Dengan demikian bahwa dalam penguatan

16
otonomi daerah sebagai implementasi dari desentralisasi bidang

pendidikan sangat diperlukan adanya dukungan dari berbagai pihak

seperti pemerintah, swasta dan partisipasi masyarakat dalam

penyelnggaraan pendidikan di daerah.

Desentralisasi pengelolaan pendidikan mengandung makna

bahwa pemerintah pusat melimpahkan sebagian besar kewenangannya

ke pemerintahprovinsidan terutama pemerintah kabupaten/kota. Di

Amerika Serikat menunjukkan ada empat sumber energy utama

desentralisasi pendidikan, yaitu ( Danim dalam Didin N, 2007: 187)

1. Dewan pendidikan, dapat mengambil peran besar dalam kerangka

pengelolaan pendidikan meskipun fungsinya hanya bersifat koordinatif

2. Superintendent, sering diterjemahkan sehingga fungsi kepengawasan.

Pengawas sekolah direalisasikan lebih menjalankanfungsi pembinaan

dan pengembangan professional

3. Managemen tingkat menengah, adanya aplikasi managemen

partisipatif merupakan perlibatan semua komunitas sekolah dalam

pembuatan dan aplikasi keputusan sesuai dengan kapasitas, tugas

pokok dan fungsinya.

4. Guru, berfungsi mengoptimalkan potensi dasar anak .

Pemerintah sebagai pelaksana Undang - undang Dasar 1945

wajib menyelenggarakan system pendidikan Nasional yang diatur melalui

undang-undang. Kewajiban mengenai undang-undang nasional ini

sebagai konsekuensi dari memenuhi amanat. Undang- Undang Dasar

17
1945 dan hak warga Negara untuk mendapatkan pendidikan. Ketentuan

ini dituangkan pada Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 yang

menyatakan:

1. Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan

2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system

pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan

serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

yang diatur dengan undang-undang

4. Negara memprioritaskan pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari

anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan

penyelenggaraan pendidikan nasional

5. Pemerintah memajukanilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa

untukkemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Apalagi dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 1 yang menyatakan

bahwa setiap warga Negara berhak memperoleh pendidikan yang

bermutu. Tentunya hal ini sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan dengan definisi kriteria minimal tentang

system pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

18
Indonesia berfungsi sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang

bemutu dan betujuan untuk menjamin pendidikan nasional dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat.

Hal ini sejalan dengan pernyataan PBB yang telah menyusun

tujuan pembangunan millennium (millennium deveploment goals ) yang

antara lain adalah penghapusan kemiskinan dan memajukan pendidikan

yang berkualitas khususnya untuk golongan masyarakat yang tersisihkan (

Tilaa dalam Didin N, 2009: 73 )

Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 tahun 1999 memberikan

kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan

pendidikan meupakan tonggak baru penyelenggaraan pendidikan, dengan

undang-undang ini penyelenggaraan pendidikan berubah yang tadinya

otoritas penyelenggaraan pendidikan berada ditangan pemerintah pusat,

sekarang otoritas tersebut berada ditangan pemerintah daerah

sebagaimana pendapat Chaniago, S (Pusat Informasi Kemendiknas

dalam Didin N, 2010:61).

Adapun kendala yang dihadapi baik pemerintah pusat maupun

daerah ialah sumber daya manusia dari tiap-tiap daerah yang belum

memadai secara merata.Berhubungan dengan kualitas dan kuantitas, ada

daerah tertentu yang masih sangat tertinggal dalam memahami dan

menganalisis serta mengaplikasikan desentralisasi pendidikan ini.

19
Demikian pula dengan kuantitas SDM, meskipun saat ini begitu banyak

lulusan sarjana tetapi apabila faktor-faktor lain seperti kompetensi guru

tidak menunjang, umlah lembaga pendidikan yang tidak sesuai dengan

jumlah lulusan, justru ini yang akan menimbulkan masalah yang baru bagi

pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di mana suatu

lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan

kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan,

termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan

kebijakan dan pembiayaan guna memajukan daerah maupun lembaga

pendidikannya sesuai dengan karakteristiknya sendiri dengan

berpedoman pada peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku.

Proses desentralisasi pendidikan di Indonesia sedang berjalan

dengan mencari bentuk yang diinginkan. Oleh karena itu, tarik ulur

kekuasaan dan kewenangan antara unit organisasi di pusat dan daerah

masih terjadi. Hal ini harus dimaknai sebagai proses penyelarasan dan

penyesuaian, agar desentralisasi pendidikan pada akhirnya dapat

menemukan bentuk yang dapat disepakati baik pemerintah pusat,

pemerintah daerah maupun pihak sekolah.

B. Saran

Sistem desentralisasi hendaknya lebih diperhatikan dan

ditegaskan oleh pemerintah, agar guru tidak hanya sebagai bahan

percobaan diadakannya sisitem pendidikan.

21
Daftar Pustaka

Arbangi. (2018). Manajemen Mutu Pendidikan. Depok: Prenadamedia

Group.

Bafadal, I. (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari

Sentralisasi menuju Desentralisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Denim, S. (2006). Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Didin, N., & dkk. (2015). Pengelolaan Pendidikan dari Teori Menuju

Implementasi . Depok: PT. Rajagrafindo Persada.

Fuad, N. (2014). Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta:

PT. Rajagrafindo Persada.

Hermino, A. (2013). Asesmen Kebutuhan Organisasi Persekolahan.

Jakarta: Granmedia.

Isjodi. (2006). Membangun Visi Bersama Aspek-aspek dalam Reformasi

Pendidikan. DKI Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Kuswandi, A. (2011). Desentralisasi Pendidikan dalam Peyelenggaraan

Otonomi Daerah di Indonesia. Governance, 2 (1), 1-30.

Made, P. (2004). Manajemen Pendidikan Indoensia. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Maisyanah. (2018). Analisis Dampak Desentralisasi Pendidikan dari

Relevansi School Based Management. Quality, 6 (2), 1-13.

Marini, A. (2016). Manajemen Pendidikan Teori dan Aplikasinya.

Yogyalkarta: Ombak Tiga.

22
Mulyasa. (2019). manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan

Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.

Mustafa, J. (2015). Manajemen Pendidikan Teori, Kebijakan, dan Praktik.

Jakarta: Predana Media Group.

Rohiat. (2009). Manajemen Berbasisi Sekolah. Bandung: PT. Refika

Aditama.

Saondi, O., & Sobarudin. (2015). Konsep-Konsep Dasar Menjadi Sekolah

Unggul. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Simanjuntak, K. M. (2015). Implementasi Desentralisasi Pemerintahan di

Indonesia. Bina Praja, 7 (2), 111-130.

Suparlan. (2013). Manajemen Berbasis Sekolah dari Teori sampai dengan

Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sutomo, & dkk. (2016). Manajemen Sekolah. Semarang: Unnes Pres.

Andik kasnata.(2014). Desentralisasi Pendidikan. Jurnal publikasi

Pendidikan .Volume IV Nomor 2, ISSN: 2078-2127)

Hasbullah.  2010. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Riant Nugroho. 2000. Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta: Elex Media


Komputindo

23

Anda mungkin juga menyukai