Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“DESENTRALISASI PENDIDIKAN NASIONAL”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

NAMA :

1. MARSYA. WALALOHUN (2019-43-008)

2. MARTHINO. A.L.P. KALORBOBIR (2019-43-040)

3. NATANYEL. WUARLELA (2019-43-042)

KELAS : A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa karena atas berkat
dan kasihNya penulis boleh menyelesaikan makalah "Desentralisasi Sistem Pendidikan
Nasional" ini dengan segala baik. Adapun didalam makalah ini akandibahas tentang konsep
dasar desentralisasi, kebijakan desentralisasi pendidikan dan kendala dalam pelaksanaan,
pengertian partisipasi, peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan, desentralisasi dan
partisipasi masyarakat dalam pendidikan, dan manajemen berbasis sekolah. Penulis sadar, bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu saran serta kritik yang
membangun penulis harapkan dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini
kedepan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Ambon, 20 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

B. Tujuan

C. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep dasar desentralisasi

B. Kebijakan desentralisasi pendidikan dan kendala pelaksanaan

C. Pengertian partisipasi

D. Peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan

E. Desentralisasi dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan

F. Manajemen berbasis sekolah

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan dalam suatu negara merupakan suatu hal proses penting dan harus ditempuh
oleh setiap orang, karena dengan menempuh pendidikan dapat menciptakan generasi bangsa
yang berkualitas. Oleh sebab itu orang yang berpendidikan pasti berbeda dengan orang yang
tidak berpendidikan karena Pendidikan menekankan kepada perubahan perilaku fisik maupun
nonfisik dari manusia tersebut.Setiap negara di dunia berusaha sekuat tenaga untuk selalu
melakukan continous Improvement dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan semua negara
meyakini kunci sukses meraih masa depan adalah sukses di dunia pendidikan. Banyak hal yang
bisa dilakukan untuk selalu memperbaiki sistem pendidikan. Pendidikan diyakini menjadi kunci
sukses karena dengan melalui pendidikan suatu negara dapat mendesain akan diseperti apakah
generasi penerusnya?.

Kebijakan pendidikan selalu dipengaruhi dari berbagai hal. Antara lain seperti sejarah
bangsa, ekonomi, budaya, dan global trend. Sejarah sebuah bangsa memengaruhi kebijakan
karena sebuah bangsa berdiri atas kumpulan peristiwa penting masa lalu, seperti halnya
indonesia memiliki sejarah perjuangan dalam memperjuangkan kemerdekaan sehingga kebijakan
pendidikanpun juga tidak lepas dari nilai historis perjuangan.

Semenjak dari dulu semuanya berorientasi pada sentralisasi yaitu kewenangan dari
lembaga dibawah diberikan pada lembaga atas untuk melaksanakannya.Tetapi sekarang ini mulai
tergeser pada paradigma desentralisasi, yaitu pelimpahan wewenang pada daerah untuk
melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah tersebut. Proses desentralisasi menuai harapan
bagi semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Keaktifan partisipasi dari
berbagai pihak untuk kesuksesan bersama menghipnotis dan mengamini perkembangan ini. Dari
pihak penyelenggara diberi wewenang untuk mengatur wilayah kekuasaannya, dan selebihnya
masyarakat diberi hak dan diberi kesempatan aktif untuk ikut berpartisipasi dalam
penyelenggaraan proses pendidikan. Selain itu masyarakat juga berhak mengontrol dan
mengawasi proses yang berlangsung. Peluang di negara berkembang seperti Indonesia memiliki
potensi yang sangat luar biasa.Dependenty Ratio Indonesia diperkirakan pada 2020 mencapai
70%.Artinya adalah 70% masyarakat Indonesia adalah manusia produktif. Sangat wajar dan
penting apabila pendidikan harus segera bersiap ibarat gayung bersambut akan masa depan.
Dengan usia produktif yang sangat tinggi tersebut membuka peluan bagi kaum pendidik
mendesain pendidikan yang dapat menjawab tantangan kedepannya.
Wadah sistem desentralisasi harus menjadi alat bagi persiapan dalam menghadapi
tantangan kedepan.Dalam otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan,
pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya
untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita
masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera.

B. Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu : untuk memenuhi tugas administrasi
dan manajemen pendidikan serta untuk mengetahui desentralisasi sistem pendidikan nasional.

C. Rumusan Masalah

Adapun beberapa hal Yanga akan dibahas yaitu :

1) Apa itu desentralisasi?


2) Apa saja kebijakan desentralisasi pendidikan dan kendala dalam pelaksanaannya?
3) Apa itu partisipasi?
4) Bagaimana peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan?
5) Bagaimana desentralisasi dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan?
6) Bagaimana manajemen berbasis sekolah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dasar desentralisasi

Istilah kata desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu "de" dan "centrum". Dimana de
berarti lepas dan centrum berarti pusat.Dimana dalam Kamus Webster’s5 mendefenisikan
desentralisasi sebagai, “to break up the centralization of authorithy, as in a government or
industry, and distribute among more places, local authority, etc.”

Sedangkan dalam KBBI desentralisasi yaitu adanya penyerahan kekuasaan pada


pemerintah daerah atau penyerahan wewenang dari pimpinan kepada bawahan.

Ada beberapa konsep mengenai desentralisasi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli yaitu :

1. Menurut Soejanto, menurutnya bahwa desentralisasi adalah kebalikan atau invers dari
sentralisasi yaitu wewenang pemerintah pusat diberikan pada pihak lain untuk melaksanakannya.

2. Menurut Mardiasmo, ia mengatakan bahwa desentralisasi bukan hanya wewenang dari


pemerintah pusat diberikan kepada bawahan atau pemerintah yang lebih kecil tetapi dilimpahkan
sebagian wewenang pada pihak swasta dalam bentuk privatiasi untuk menjadikan milik
perseorangan atau dikelola oleh swasta.

3. Menurut Hogerwert, bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh badan-badan


yang dibawah yang dilakukan secara mandiri dan kepentingan sendiri dalam mengambil
keputusan pengaturan pemerintahan serta struktur wewenang yang ada.

4. Menurut Koswara, bahwa proses desentralisasi yaitu urusan-urusan yang tadinya di pegang
oleh pemerintah pusat kini sebagiannya diserahkan kepada pemerintah daerah agar dikelola oleh
rumah tangga daerah dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

Maka dari beberapa konsep yang dikemukakan oleh para ahli diatas maka dapat dilihat bahwa
desentralisasi berbicara mengenai wewenang yang dimiliki oleh pemerintah pusat yang kini
beralih atau diserahkan sebagian pada pemerintah daerah untuk melaksanakan wewenang
tersebut. Dalam lingkup pendidikan, desentralisasi pendidikan bermula pada Tahun 2001, yang
merupakan proses penyerahan kewenangan kebijakan dalam bidang pendidikan dari Pemerintah
Pusat untuk Pemerintah Daerah/Provinsi dan penyerahan wewenang yang besar kepada lembaga
sekolah dalam mengatasi permasalahan pendidikan yang terjadi.

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan


pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah Otonom, pada kelompok bidang pendidikan
dan kebudayaan, dikemukakan bahwa kewenangan pemerintah meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a. Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar, serta pengaturan kurikulum nasional
dan penilaian hasil belajar secara nasional, serta pedoman pelaksanaannya.
b. Penetapan standar materi pelajaran.
c. Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik.
d. Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan
e. Penetapan persyaratan penerimaan, pemindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan
mahasiswa.

Konsep desentralisasi pendidikan tidak terlepas dari sistem manajemen karena untuk
mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. Menurut Santoso
S Hamijoyo, ia mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan atau dipenuhi
dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan yaitu :

a. Pola dan pelaksanaan manajemen harus demokratis


b. Pemberdayaan masyarakat harus menjadi tujuan utama
c. Peran serta masyarakat harus menjadi tujuan utama
d. Peran serta masyarakat bukan hanya pada stakeholders, tetapi harus menjadi bagian mutlak
dari sistem pengelolaan
e. Pelayanan harus lebih cepat, efisien, efektif, melebihi pelayanan erasentralisasi demi
kepentingan peserta didik dan rakyat banyak.

f. Keaneka ragaman aspirasi dan nilai serta norma lokal harus dihargai dalam kerangka dan demi
penguatan sistem pendidik nasional.

Dilihat dari praktiknya desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi dalam


pemerintahan.Hal ini karena desentralisasi pemerintahan lebih mengarah pada tingkat
kabupaten/kota sedangkan pada desentralisasi pendidikan melebihi atau tidak hanya sebatas
tingkat kabupaten/kota tetapi sampai pada lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah yang
merupakan ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Dan dalam praktik inilah dikembangkan
manajemen berbasis sekolah (MBS) yang berfungsi dalam menjamin jika kontrol dari
pemerintah pusat semakin rendah, maka otonomi sekolah semakin meningkat dalam menentukan
apa yang penting dan perlu untuk diajarkan serta untuk mengelola sumber daya yang ada di
sekolah untuk lebih berinovasi, kreatif dan berimprovisasi.
B. Kebijakan desentralisasi pendidikan dan kendala pelaksanaan

Dalam pelaksanaan sistem pendidikan sangat memerlukan kebijakan untuk perubahan


atau peningkatan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan. Kebijakan desentralisasi pendidikan
penting dilakukan yang diambil dari direktoral Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah hal ini
untuk :

1. Adanya peningkatan manajemen pendidikan (school based management) yang memberi


kewenangan pada sekolah untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara
keseluruhan.

2. Pendidikan yang berbasis pada komunitas ( community based education) agar terjadi interaksi
yang positif antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community learning centre.

3. Adanya penggunaan paradigma belajar yang nantinya akan menjadikan para pelajar menjadi
manusia yang diberdayakan.

4. Pemerintah juga mencanangkan pendidikan berpendekatan Broad Base Education System


(BBE) yang memberi pembekalan kepada pelajar untuk siap bekerja membangun keluarga
sejahtera. Dengan pendekatan itu setiap siswa diharapkan akan mendapatkan pembekalan life
skills yang berisi pemahaman yang luas dan mendalam tentang lingkungan dan kemampuannya
agar akrab dan saling memberi manfaat.

 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Salah satu program pendidikan yang diterapkan yaitu manajemen berbasis sekolah. Dimana
dalam menerapkan konsep MBS, mensyaratkan sekolah membentuk Komite Sekolah yang
keanggotaannya bukan hanya orangtua siswa yang belajar di sekolah tersebut, namun
mengikutsertakan pula guru, siswa, tokoh masyarakat dan pemerintahan di sekitar sekolah, dan
bahkan pengusaha.

Tujuan program MBS di antaranya menuntut sekolah agar dapat meningkatkan kualitas
penyelenggaraan dan layanan pendidikan (quality insurance) yang disusun secara bersama-sama
dengan Komite sekolah.Pada dasarnya sejak program MBS ini dilaksanakan, peran komite
sekolah mulai tampak, terutama dalam menghimpun sumber- sumber pendanaan pendidikan,
baik sebagai dukungan terhadap penyediaan sarana dan prasarana pendidikan maupun untuk
peningkatan kualitas pendidikan.

 Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Program ini sesungguhnya sangat baik, karena merupakan salah satu bentuk tanggungjawab
pemerintah pada pendidikan, sehingga dapat membantu kepedulian masyarakat dalam
membantu pembiayaan pendidikan.Namun, wacana yang dikembangkan adalah “Sekolah
Gratis” sehingga mengubur kepedulian masyarakat terhadap pendidikan yang sudah mulai
terbangun dalam MBS.Dari hal di atas, pada beberapa sekolah yang pemahaman anggota
komite sekolah atau para pendidik masih kurang, menganggap seperti halnya BP3, maka
penetapan akuntabilitas pendidikan melalui peran stakeholders pendidikan semakin menurun.
Maka, tidak heran jika banyak sekolah yang rusak, lapuk, bahkan ambruk dibiarkan oleh
komite sekolah, sambil berharap dana bos dari pemerintah. kebijakan pendidikan Era
Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-
macam metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan.
Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai improvisasi di
daerah telah menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang
telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka
peningkatan mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat
diimplementasikan sebagai berikut;

1) telah berlakunya UAS dan UAN sebagai pengganti EBTA/EBTANAS,

2) telah diterapkan muatan lokal dan pelajaran keterampilan di sekolah SLTP,

3) pemberian insentif kepada guru-guru negeri,

4) bantuan dana operasional sekolah,

5) bantuan peralatan praktik sekolah,

6) bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti
program Pascasarjana.

Desentralisasi pendidikan yang efektif tidak hanya melibatkan proses pemberian


kewenangan dan pendanaan yang lebih besar dari pusat ke daerah, tetapi juga meliputi
pemberiaan kewenangan yang lebih besar ke sekolah- sekolah, sehingga mereka dapat
merencanakan proses belajar mengajar dan pengembangan sekolah sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masing-masing sekolah.Dalam melaksanakan kebijakan desentralisasi pendidikan,
terdapat beberapa kendala yang dialami, yaitu :

1. Masalah Kurikulum
Dalam konteks otonomi daerah.kurikulum suatu lembaga pendidikan tidak sekedar hanya daftar
mata pelajaran yang dituntut didalam suatu jenis dan jenjang pendidikan. Sesuai dengan
pengertiannya kurikulum merupakan suatu komponen yang berisi rencana atau program
pembelajaran tertentu, dan juga berkenan dengan proses yang terjadi dalam pembelajaran,
fasilitas yang tersedia yang menunjang terjadinya proses, dan akhirnya memperoleh produk atau
hasil proses. Oleh sebab itu masyarakat di Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai
macam keseragamannya seperti: budaya, adat, suku, sumber daya alam dan bahkan sumber daya
manusia. Masing-masing daerah harus siap dan mampu dengan cara yang berbeda dalam
pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Permasalahan yang relevan dalam pendidikan selama ini
diarahkan pada kurangnya kepercayaan pemerintah pada daerah untuk menata sistem
pendidikannya sesuai dengan kondisi objektif didaerahnya. Kondisi ini dimana akan memacu
terciptanya pengangguran lulusan akibat tidak relevannya kurikulum dengan kondisi daerah.
2. Masalah Sumber Daya Manusia (SDM).

Sejak kebijakan otonomi daerah pengelolaan sumber daya manusia didaerah baik di
provinsi, kabupaten/kota memang cukup memprihatinkan. Mulai dari pimpinan daerah
(Gubernur, Bupati, Walikota) yang kekuasaanya sangat besar kadang menempatkan orang-
orangnya secara semena-mena dan jarang memperhatikan aspek profesionalisme, padahal
sumber daya manusia merupakan aset yang paling utama dalam melaksanakan implementasi
desentralisasi pendidikan, ada kekhawatiran dalam bidang kesiapan SDM antaranya belum
terpenuhinya lapangan kerja dengan kemampuan sumber daya yang ada semakin jauh
pelaksanannya.

3. Masalah Dana dan Sarana Prasarana Pendidikan.

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional sudah
mengamanatkan tentang pentingnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembangunan
pendidikan. Dalam pasal 49 ayat (1) dikemukakan bahwa. Dana pendidikan selain gaji pendidik
dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan daerah
(APBD). Walaupun sudah ada hukum yang mengaturnya namun dalam pelaksanaannya masih
sangat minim dan menjadi sorotan karena pemerintah masih ragu dalam menganggarkan
pendidikan sebesar 20% dengan berbagai alasan.Tetapi perlu diingat bahwa sektor pendidikan
adalah sektor unggulan dalam pembangunan daerah. Karena jika pendidikan maju maka
pembangunan daerah juga akan maju.

4. Masalah Bidang Sosial Budaya


Dalam peningkatan mutu dan relevansi pendidikan pada dasarnya sangat diperlukan orientasi
lokal yang bersifat kedaerahan, dalam hal ini perlu memperhatikan persoalan bidang sosial
budaya karena adanya munculnya kesukuan pada daerah tertentu yang ingin menujukan sebagai
daerah khusus.Dalam dunia pendidikantindakan untuk membedakan kesukuan cukup
membahayakan bagi peserta didik, apabila pengaruhnya terlalu besar dan mereka
menginternalisasi nilai-nilai kesukuan yang ditanamkan, hal ini dapat membuat rawan bagi
terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.Tugas pendidik dan sekolah adalah terus
memupuk nilai-nilai kebersamaan dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia.
5. Masalah Bidang Pembelajaran
Pembelajaran merupakan tugas utama di sekolah yang didalamnya terjadi proses pembelajaran,
proses pelatihan, pembimbingan dan penilaian. Guru harus terpanggil secara professional untuk
menjalankan tugas tersebut secara menyeluruh. Dengan adanya otonomi pendidikan para guru
telah diberikan kebebasan untuk mengaktualisasikan bidang pembelajaran tersebut secara
optimal sehingga potensi-potensi peserta didik dapat berkembang sebagaimana yang
diamanatkan oleh tujuan Sistem Pendidkan Nasional pada umumnya dan tujuan sekolah pada
khususnya. Guru harus bersifat proaktif dan kreaktif dalam pembelajaran dan tidak hanya
menunggu perintah dan petunjuk dari atasan ataupun pemerintah. Guru harus mampu menjemput
bola bukan menunggu bola untuk dalam kegiatan proses pengelolaan pendidikan di sekolah
dalam upaya mengoptimalkan hasil pembelajaran.

6. Masalah Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.


Komite sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik
pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah.peran yang dijalankan
komite sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan pelaksanaan kebijakan
pendidikan dalam satuan pendidikan, sebagai pendukung yang berwujud finnasial, pemikiran
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan, berperan sebagai pengontrol dalam rangka
transparansi dan akuntabel, serta sebagai mediator. Tetapi dengan adanya otonomi pendidikan
dalam hal ini komite sekolah dan dewan pendidikan hanya merupakan pelengkap administrasi
sekolah kejelasan dari masing-masing peran komite tersebut belum dilaksanakan sesuai dengan
tuntutan dan harapan masyarakat.

C. Pengertian partisipasi

1. Pengertian partisipasi

Kata partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu “participation” dalam bahasa Indonesia berarti
pengambilan bagiaan atau keikutsetaan. Menurut KBBI partisipasi ialah perihal turut berperan
serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta;

Adapun beberapa defenisi mengenai partisipasi :

 Davis dalam sastropoetro, 1988 : 13

Partisipasi dapat didefinisikan sebagi keterlibatan mental/ pikiran emosi / perasaan seseorang
didalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk member sumbangan kepada kelompok
dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan

 Allport dalam Sastropoetra, 1988 : 12

a. Partisipasi merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari semata-mata
atau hanya ketrlibatan secara jasmaniah.
b. Ketersediaan memberI suatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, ini
berarti terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membentuk kelompok.
c. Dalam partisipasi harus ada tanggung jawab, unsure tanggung jawab ini merupakan segi
yang menonjol dari rasa anggota.
2. Macam- macam partisipasi

Berdasarkan derajat kesukarelaan partisipan, menurut Totok Mardikanto, menjelaskan ada


beberapa macam partisipasi yaitu:

 Partisipasi bebas, yaitu partisipasi yang dilandasi oleh rasa kesukarelaan yang
bersangkutan untuk mengambil bagian dalam suatu kegiatan.
 Partisipasi spontan, yaitu partisipasi yang tumbuh secara spontan dari keyakinan atau
pemahaman sendiri tanpa adanya pengaruh yang diterimanya dari penyuluhan, bujukan,
sosialisasi maupun ajakan dari pihak lain.
 Partisipasi terinduksi, yaitu partisipasi yang tumbuh bukan karena kemauan atau
keyakinan dari diri sendiri tetapi karena adanya bujukan agar ia secara sukarela
berpartisipasi dalam kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh masyarakat.
 Partisipasi paksaan atau partisipasi tertekan .

Partisipasi ini dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

1. Partisipasi tertekan karena keadaan sosial-ekonomi Yaitu partisipasi seolah-olah


disamakan dengan partisipasi bebas, hanya jika ia tidak berpartisipasi dalam kegiatan
tertentu maka ia akan menghadapi tekanan, ancaman atau bahkan bahaya yang akan
menekan kehidupan sendiri dan keluarganya.
2. Partisipasi karena kebiasaan Yaitu partisipasi yang dilakukan karena kebiasaan setempat.

D. Peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan

1. Peranan Keluarga dalam Pendidikan


Tempat belajar dan lembaga pertama bagi anak-anak adalah rumah. Seorang ibu dan ayah
merupakan guru pertama dan guru yang utama bagi anak- anak. Di lingkungan keluarga,
entah adanya ayah, ibunya, kakek, nenek, paman, bibinya dan para tetangganya, anak
akan belajar apapun dari personil yang ada di rumahnya. Tetap yang menjadi pengajar
utama adalah orang tua atau ayah dan ibunya sendiri dari sekian banyak personil yang
ada di lingkungan rumahnya. Pendidikan anak dalam lingkunagn keluarga merupakan
untuk menumbuhkan rasa kasih sayang, pengertian, bagaimana berkomunikasi yang baik,
rasa percaya diri, berbudi pekerti dan lain sebagainya merupakan pendidikan yang harus
dilakukan oleh orang tua melalui contoh perilaku kehidupannya. Seorang anak yang
dibesarkan dengan cara mendidik dan dirawat oleh orang tuanya dengan rasa kasih
sayang, walaupun disekolahkan hingga jenjang yang tinggi pun merupakan suatu bekal
dari rumahnya sebagai anak yang bijaksana akan mengerti tentang hidup harmonis antar
sesama manusia, dengan lingkungan alam maupun harmonis dengan Tuhan untuk
memperjuangkan tanggung jawabnya sebagai anak. Kita pasti menginginkan yang terbaik
bagi anak sebagai orang tua yang mendidik (Damayanti, 2014: 167-168).
Pembentukan karakter dan sikap seseorang dimulai dari dalam keluarga.Berpengaruhnya
suatu pertumbuhan dan berkembangnya watak, moral, budi pekerti dan kepribadian tiap-
tiap manusia karena bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga berhasil
dilaksanakan. Pendidikan yang didapatkan oleh anak dalam keluarga inilah akan sebagai
dasar yang digunakan untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah. Jika dilihat
dari Undang-Undang SISDIKNAS (2014: 9), hak dan kewajiban sebagai orang tua untuk
memberikan pendidikan kepada anaknya terdapat dalam pasal 7 UU RI No. 20 tahun
2003 yang berbunyi:
1. Orang tua berhak untuk berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi mengenai perkembangan pendidikan anaknya.
2. Dari anak usia wajib belajar, orang tua berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya.
Maka dapat disimpulkan bahwa peran keluarga dalam penyelenggaraan desentralisasi
pendidikan nasional sangat penting karena tanggung jawab pendidikan juga tanggung
jawab keluarga.Melaksanakan pendidikan pada dasarnya berawal dari pendidikan di
lingkungan keluarga terutama untuk pembentukan pendidikan karakter, menciptakan
manusia yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur, beriman, berakhlak mulia, dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Peranan Masyarakat dalam Pendidikan

Lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan di lingkungan keluarga dan pendidikan
di sekolah adalah pendidikan di masyarakat.Diselenggarakannya lembaga pendidikan oleh
masyarakat salah satunya adalah unsur pelaksanaan asas pendidikan seumur hidup. Pendidikan
masyarakat lebih menonjolkan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan
setiap kegiatan pada lembaga dan proses kepemerintahan.

Pada pasal 54 UU RI No. 20 tahun 2003 dalam Undang-Undang SISDIKNAS (2014:35)


dijelaskan juga peran serta mayarakat dalamvpendidikan secara umum antara lain berbunyi:
1. Masyarakat berperan dalam pendidikan meliputi peran serta baik kelompok warga, tiap
individu, keluarga, organisasi masyarakat maupun pengusaha untuk diselenggarakan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
2. Masyarakat ikut serta berperan sebagai pelaksanaan pendidikan, sumber kegiatan pendidikan,
dan pengguna hasil pendidikan.
3. Peran serta masyarakat untuk memajukan suatu pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut dengan lingkungan


pendidikan non formal yang berencana kepada seluruh anggotanya tetapi tidak sistematis dan
memberikan pendidikan secara sengaja.Masyarakat secara fungsional adalah menerima semua
warga yang pluralistic untuk mencapai kesejahteraan sosial para anggotanya dengan mampu
mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik untuk kesejahteraan mental spiritual dan
fisikal (kesejahteraan lahir batin).Secara fungsional struktural, pendidikan yang dilakukan
masyarakat ikut berperan aktif melalui berbagai pengalaman yang berulang- ulang dalam
terbentuknya sikap sosial para anggotanya.Pengalaman yang beraneka ragam, maka sikap sosial
para anggota masyarakatpun juga beraneka ragam (Kompri, 2015: 152).

Sehingga terlihat bahwa peranan masyarakat terhadap desentralisasi pendidikan nasional


adalah menekankan pada partisipasi langsung warga dalam mengambil keputusan pada lembaga
dan proses kepemerintahan. Memajukan suatu pendidikan di masyarakat untuk tercapainya
kesejahteraan, sikap sosial para anggotanya yaitu kesejahteraan mental spiritual dan fisikal atau
kesejahteraan lahir batin.

E. Desentralisasi dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan

Desentralisasi pendidikan pada dasarnya merupakan proses manajemen pendidikan tidak


akan berjalan dengan benar jika seluruhnya dikontrol dari pusat. Peran yang lebih besar adalah
pelaku pendidikan di tingkat bawah. Desentralisasi pendidikan pada hakekatnya merupakan
pengakuan bahwa proses pendidikan tidak akan berjalan dengan baik jika seluruhnya dikontrol
dari pusat. Pendidikan merupakan suatu proses dimana melibatkan interaksi antara input dengan
lingkungan. Karena interaksi yang ada dan lingkungan memiliki karakteristik yang berbeda dari
satu tempat dengan tempat lain, maka keseragaman secara menyeluruh yang dikumandangkan
dari pusat tidak pernah menghasilkan proses pendidikan yang maksimal.

Menurut Kompri (2015: 151) pengembangan mengenai konsep dan asumsi dasar untuk
meluangkan gagasan dan praktik tentang partisipasi masyarakat dalam pendidikan meliputi:
1. Melekat pada warga sebagaimana hak politik lainnya merupakan partisipasi hak politik.
2. Menutupi kegagalan demokrasi perwakilan dapat untuk partisipasi secara langsung dalam
pengambilan keputusan mengenai kebijakan politik di lembaga-lembaga formal.
3. Partisipasi masyarakat dilakukan secara langsung dalam pengambilan keputusan publik dapat
meningkatkan partisipasi lebih bermakna.
4. Partisipasi bukan hal yang insidental, namun dilakukan secara sistematis.
5. Diterimanya desentralisasi sebagai instrument yang mendorong tata pemerintahan yang baik
(good governance).
6. Partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat meningkatkan
kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan dan lembaga pemerintah.

Dan dilihat dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut dengan lingkungan pendidikan
non formal yang berencana kepada seluruh anggotanya tetapi tidak sistematis dan memberikan
pendidikan secara sengaja. Masyarakat secara fungsional adalah menerima semua warga yang
pluralistic untuk mencapai kesejahteraan sosial para anggotanya dengan mampu mengarahkan
menjadi anggota masyarakat yang baik untuk kesejahteraan mental spiritual dan fisikal
(kesejahteraan lahir batin).

F. Manajemen berbasis sekolah


Manajemen merupakan sebuah proses perencanaan, proses pengorganisasian, proses
pelaksanaan, proses kontrol atau pengawasan terhadap sumber daya untuk mencapai tujuan
dengan efektif dan efisien. Dalam lingkup pendidikan dalam hal ini sekolah manajemennya
harus direncanakan dengan baik agar peserta didik menjadi generasi yang baik. Dilihat dari
pengertian manajemen diatas maka dalam berbasis sekolah terdapat beberapa hal yaitu :

 Proses perencanaan : perencanaan sekolah ramah anak


Perencanaan sekolah ramah anak dapat dilakukan dengan membuat indikator
implementasi sekolah ramah anak yang tertera di dalam delapan standar nasional
pendidikan pada saat rapat bersama seluruh pihak sekolah. Delapan standar nasional
pendidikan itu meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Di dalam indikator implementasi
sekolah ramah anak dalam delapan standar nasional pendidikan menitikberatkan pada
kepentingan anak, kurikulum yang berlandaskan perlindungan anak, tidak diskriminasi
dan jauh dari tindak kekerasan, pemenuhan hak-hak anak, pembelajaran berbasis
PAIKEM, mewadahi bakat dan minat anak, melayani kebutuhan anak, memberikan rasa
aman dan nyaman pada anak, memberikan ruang partisipasi bagi anak, dan sebagainya.
 Pengorganisasian Sekolah Ramah Anak
Pengorganisasian sekolah ramah anak dilakukan dengan membentuk panitia pelaksana
sekolah ramah anak ditetapkan oleh kepala sekolah melalui surat keputusan. Susunan
panitia pelaksana sekolah ramah anak terdiri dari,
(a) pembina (Kepala Dinas Pendidikan);
(b) penanggung jawab (Kepala Sekolah);
(c) ketua pelaksana;
(d) wakil ketua pelaksana;
(e) sekretaris;
(f) bendahara;
(g) bidang pengawasan pelaksanaan pembelajaran ramah anak;
(h) bidang pengawasan kesehatan dan lingkungan;
(i) bidang koordinasi dan sosialisasi;
(j) bidang tim monitoring dan evaluasi.
 Pelaksanaan Sekolah Ramah Anak
Salah satu pelaksanaan sekolah ramah anak di adalah kegiatan pembelajaran di luar kelas
(Outdoor Classroom). Kegiatan satu hari belajar di kelas mencerminkan pembelajaran
yang ramah anak karena dengan pembelajaran di luar kelas akan menghasilkan suasana
pembelajaran yang menyenangkan, tidak monoton, dan anak dapat berinteraksi dan
melihat peristiwa secara langsung di lapangan sehingga anak akan lebih akrab dengan
lingkungannya. Kegiatan belajar di luar kelas dilakukan di gazebo sekolah, halaman
tengah sekolah, dan sekeliling di lingkungan sekolah. Kegiatan yang dilakukan dalam
outdoor classroom diantaranya menggambar objek, memperhatikan demonstrasi, diskusi,
membuat karya seni, membaca puisi, menganalisis tumbuhan, dan membuat laporan
praktikum.
 Pengawasan Sekolah Ramah Anak
Pengawasan sekolah ramah anak dilakukan secara berkala dan dilaksanakan oleh semua
pihak sekolah mulai dari kepala sekolah, guru dan BK. Pengawasan dilakukan pada
kegiatan-kegiatan sekolah seperti kegiatan pembelajaran, ekstrakurikuler, kerohanian,
dan kegiatan lain. Kegiatan pengawasan dilakukan dengan pembinaan, himbauan,
teguran, sosialisasi, dan hukuman yang mendidik. Selain itu, pengawasan pada kegiatan
siswa juga dilakukan dengan menggunakan papan himbauan, buku pantau sholat, buku
pantau kegiatan ekstrakurikuler, kartu terlambat imtaq, dan catatan pelanggaran.
 Peran Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua, dan Pihak Luar Terhadap Program Sekolah
Ramah Anak
Peran kepala sekolah pada program sekolah ramah anak adalah membuat tatanan
program sekolah ramah anak, menyediakan fasilitas penunjang program sekolah ramah
anak, melakukan perbaikan-perbaikan aspek yang mendukung sekolah ramah anak, dan
memantau serta mengevaluasi pelaksanaan program sekolah ramah anak. Peran guru
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dimana di dalam RPP tersebut sudah
include indikator sekolah ramah anak, membimbing anak-anak yang memiliki
kemampuan di bawah rata-rata, menyediakan fasilitas dan mengecek fasilitas yang
tersedia di sekolah. selain itu juga mendampingi, membina, dan mengawal pelaksanaan
sekolah ramah anak. Peran orang tua adalah mendukung program-program terkait dengan
sekolah ramah anak, mengikuti sosialisasi program sekolah ramah anak yang
diselenggarakan oleh sekolah. Peran pihak luar dalam hal ini adalah DSP3AP2KB bidang
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yaitu memberikan sosialisasi,
pembinaan dan workshop sekolah ramah anak.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Dalam dunia pendidikan
desentralisasi menjadi angin segar untuk perkembangan bagi pendidikan. Dengan adanya
desentralisasi ini pendidikan lebih mempunyai peran dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita
dunia pendidikan yaitu mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat.

Desentralisasi pendidikan pada hakekatnya merupakan pengakuan bahwa proses pendidikan


tidak akan berjalan dengan baik jika seluruhnya dikontrol dari pusat. Dengan desentralisasi
berarti pemegang kendali pendidikan di tingkat bawah akan mempunyai peran yang lebih besar.
Hal tersebut akan meningkatkan suatu kreatifitas serta improvisasi dalam penyelenggaraan
pendidikan.

Dan dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan partisipasi dan kerjasama antara orang tua
dan juga masyarakat.Peran keluarga dalam desentralisasi pendidikan adalah penanaman sikap
dan nilai hidup anak, mengembangkan bakat anak serta pembinaan dan menumbuhkan
kepribadian. Sedangkan Partisipasi masyarakat dalam desentralisasi pendidikan untuk
menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan
proses kepemerintahan.

Manajemen merupakan sebuah proses perencanaan, proses pengorganisasian, proses


pelaksanaan, proses kontrol atau pengawasan terhadap sumber daya untuk mencapai tujuan
dengan efektif dan efisien. Dalam lingkup pendidikan dalam hal ini sekolah manajemennya
harus direncanakan dengan baik agar peserta didik menjadi generasi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal JAMP MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI


PASCADESENTRALISASI PENDIDIKAN ; Noor Fazariah Handayani, Nadya Huda
2020

Jurnal JAMP MANAJEMEN SEKOLAH RAMAH ANAK ; Moh. Dwi


Kurniyawan;Sultoni;Asep Sunandar

https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/download/8767/pdf
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/medsyar/article/download/2018/1494

Anda mungkin juga menyukai