DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
NAMA :
KELAS : A
UNIVERSITAS PATTIMURA
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa karena atas berkat
dan kasihNya penulis boleh menyelesaikan makalah "Desentralisasi Sistem Pendidikan
Nasional" ini dengan segala baik. Adapun didalam makalah ini akandibahas tentang konsep
dasar desentralisasi, kebijakan desentralisasi pendidikan dan kendala dalam pelaksanaan,
pengertian partisipasi, peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan, desentralisasi dan
partisipasi masyarakat dalam pendidikan, dan manajemen berbasis sekolah. Penulis sadar, bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu saran serta kritik yang
membangun penulis harapkan dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini
kedepan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
C. Pengertian partisipasi
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan dalam suatu negara merupakan suatu hal proses penting dan harus ditempuh
oleh setiap orang, karena dengan menempuh pendidikan dapat menciptakan generasi bangsa
yang berkualitas. Oleh sebab itu orang yang berpendidikan pasti berbeda dengan orang yang
tidak berpendidikan karena Pendidikan menekankan kepada perubahan perilaku fisik maupun
nonfisik dari manusia tersebut.Setiap negara di dunia berusaha sekuat tenaga untuk selalu
melakukan continous Improvement dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan semua negara
meyakini kunci sukses meraih masa depan adalah sukses di dunia pendidikan. Banyak hal yang
bisa dilakukan untuk selalu memperbaiki sistem pendidikan. Pendidikan diyakini menjadi kunci
sukses karena dengan melalui pendidikan suatu negara dapat mendesain akan diseperti apakah
generasi penerusnya?.
Kebijakan pendidikan selalu dipengaruhi dari berbagai hal. Antara lain seperti sejarah
bangsa, ekonomi, budaya, dan global trend. Sejarah sebuah bangsa memengaruhi kebijakan
karena sebuah bangsa berdiri atas kumpulan peristiwa penting masa lalu, seperti halnya
indonesia memiliki sejarah perjuangan dalam memperjuangkan kemerdekaan sehingga kebijakan
pendidikanpun juga tidak lepas dari nilai historis perjuangan.
Semenjak dari dulu semuanya berorientasi pada sentralisasi yaitu kewenangan dari
lembaga dibawah diberikan pada lembaga atas untuk melaksanakannya.Tetapi sekarang ini mulai
tergeser pada paradigma desentralisasi, yaitu pelimpahan wewenang pada daerah untuk
melaksanakannya sesuai dengan kondisi daerah tersebut. Proses desentralisasi menuai harapan
bagi semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Keaktifan partisipasi dari
berbagai pihak untuk kesuksesan bersama menghipnotis dan mengamini perkembangan ini. Dari
pihak penyelenggara diberi wewenang untuk mengatur wilayah kekuasaannya, dan selebihnya
masyarakat diberi hak dan diberi kesempatan aktif untuk ikut berpartisipasi dalam
penyelenggaraan proses pendidikan. Selain itu masyarakat juga berhak mengontrol dan
mengawasi proses yang berlangsung. Peluang di negara berkembang seperti Indonesia memiliki
potensi yang sangat luar biasa.Dependenty Ratio Indonesia diperkirakan pada 2020 mencapai
70%.Artinya adalah 70% masyarakat Indonesia adalah manusia produktif. Sangat wajar dan
penting apabila pendidikan harus segera bersiap ibarat gayung bersambut akan masa depan.
Dengan usia produktif yang sangat tinggi tersebut membuka peluan bagi kaum pendidik
mendesain pendidikan yang dapat menjawab tantangan kedepannya.
Wadah sistem desentralisasi harus menjadi alat bagi persiapan dalam menghadapi
tantangan kedepan.Dalam otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan,
pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya
untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita
masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera.
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu : untuk memenuhi tugas administrasi
dan manajemen pendidikan serta untuk mengetahui desentralisasi sistem pendidikan nasional.
C. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Istilah kata desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu "de" dan "centrum". Dimana de
berarti lepas dan centrum berarti pusat.Dimana dalam Kamus Webster’s5 mendefenisikan
desentralisasi sebagai, “to break up the centralization of authorithy, as in a government or
industry, and distribute among more places, local authority, etc.”
Ada beberapa konsep mengenai desentralisasi yang dikemukakan oleh beberapa para ahli yaitu :
1. Menurut Soejanto, menurutnya bahwa desentralisasi adalah kebalikan atau invers dari
sentralisasi yaitu wewenang pemerintah pusat diberikan pada pihak lain untuk melaksanakannya.
4. Menurut Koswara, bahwa proses desentralisasi yaitu urusan-urusan yang tadinya di pegang
oleh pemerintah pusat kini sebagiannya diserahkan kepada pemerintah daerah agar dikelola oleh
rumah tangga daerah dan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Maka dari beberapa konsep yang dikemukakan oleh para ahli diatas maka dapat dilihat bahwa
desentralisasi berbicara mengenai wewenang yang dimiliki oleh pemerintah pusat yang kini
beralih atau diserahkan sebagian pada pemerintah daerah untuk melaksanakan wewenang
tersebut. Dalam lingkup pendidikan, desentralisasi pendidikan bermula pada Tahun 2001, yang
merupakan proses penyerahan kewenangan kebijakan dalam bidang pendidikan dari Pemerintah
Pusat untuk Pemerintah Daerah/Provinsi dan penyerahan wewenang yang besar kepada lembaga
sekolah dalam mengatasi permasalahan pendidikan yang terjadi.
Konsep desentralisasi pendidikan tidak terlepas dari sistem manajemen karena untuk
mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. Menurut Santoso
S Hamijoyo, ia mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan atau dipenuhi
dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan yaitu :
f. Keaneka ragaman aspirasi dan nilai serta norma lokal harus dihargai dalam kerangka dan demi
penguatan sistem pendidik nasional.
2. Pendidikan yang berbasis pada komunitas ( community based education) agar terjadi interaksi
yang positif antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community learning centre.
3. Adanya penggunaan paradigma belajar yang nantinya akan menjadikan para pelajar menjadi
manusia yang diberdayakan.
Salah satu program pendidikan yang diterapkan yaitu manajemen berbasis sekolah. Dimana
dalam menerapkan konsep MBS, mensyaratkan sekolah membentuk Komite Sekolah yang
keanggotaannya bukan hanya orangtua siswa yang belajar di sekolah tersebut, namun
mengikutsertakan pula guru, siswa, tokoh masyarakat dan pemerintahan di sekitar sekolah, dan
bahkan pengusaha.
Tujuan program MBS di antaranya menuntut sekolah agar dapat meningkatkan kualitas
penyelenggaraan dan layanan pendidikan (quality insurance) yang disusun secara bersama-sama
dengan Komite sekolah.Pada dasarnya sejak program MBS ini dilaksanakan, peran komite
sekolah mulai tampak, terutama dalam menghimpun sumber- sumber pendanaan pendidikan,
baik sebagai dukungan terhadap penyediaan sarana dan prasarana pendidikan maupun untuk
peningkatan kualitas pendidikan.
Program ini sesungguhnya sangat baik, karena merupakan salah satu bentuk tanggungjawab
pemerintah pada pendidikan, sehingga dapat membantu kepedulian masyarakat dalam
membantu pembiayaan pendidikan.Namun, wacana yang dikembangkan adalah “Sekolah
Gratis” sehingga mengubur kepedulian masyarakat terhadap pendidikan yang sudah mulai
terbangun dalam MBS.Dari hal di atas, pada beberapa sekolah yang pemahaman anggota
komite sekolah atau para pendidik masih kurang, menganggap seperti halnya BP3, maka
penetapan akuntabilitas pendidikan melalui peran stakeholders pendidikan semakin menurun.
Maka, tidak heran jika banyak sekolah yang rusak, lapuk, bahkan ambruk dibiarkan oleh
komite sekolah, sambil berharap dana bos dari pemerintah. kebijakan pendidikan Era
Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-
macam metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan.
Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai improvisasi di
daerah telah menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang
telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka
peningkatan mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat
diimplementasikan sebagai berikut;
6) bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti
program Pascasarjana.
1. Masalah Kurikulum
Dalam konteks otonomi daerah.kurikulum suatu lembaga pendidikan tidak sekedar hanya daftar
mata pelajaran yang dituntut didalam suatu jenis dan jenjang pendidikan. Sesuai dengan
pengertiannya kurikulum merupakan suatu komponen yang berisi rencana atau program
pembelajaran tertentu, dan juga berkenan dengan proses yang terjadi dalam pembelajaran,
fasilitas yang tersedia yang menunjang terjadinya proses, dan akhirnya memperoleh produk atau
hasil proses. Oleh sebab itu masyarakat di Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai
macam keseragamannya seperti: budaya, adat, suku, sumber daya alam dan bahkan sumber daya
manusia. Masing-masing daerah harus siap dan mampu dengan cara yang berbeda dalam
pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Permasalahan yang relevan dalam pendidikan selama ini
diarahkan pada kurangnya kepercayaan pemerintah pada daerah untuk menata sistem
pendidikannya sesuai dengan kondisi objektif didaerahnya. Kondisi ini dimana akan memacu
terciptanya pengangguran lulusan akibat tidak relevannya kurikulum dengan kondisi daerah.
2. Masalah Sumber Daya Manusia (SDM).
Sejak kebijakan otonomi daerah pengelolaan sumber daya manusia didaerah baik di
provinsi, kabupaten/kota memang cukup memprihatinkan. Mulai dari pimpinan daerah
(Gubernur, Bupati, Walikota) yang kekuasaanya sangat besar kadang menempatkan orang-
orangnya secara semena-mena dan jarang memperhatikan aspek profesionalisme, padahal
sumber daya manusia merupakan aset yang paling utama dalam melaksanakan implementasi
desentralisasi pendidikan, ada kekhawatiran dalam bidang kesiapan SDM antaranya belum
terpenuhinya lapangan kerja dengan kemampuan sumber daya yang ada semakin jauh
pelaksanannya.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional sudah
mengamanatkan tentang pentingnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembangunan
pendidikan. Dalam pasal 49 ayat (1) dikemukakan bahwa. Dana pendidikan selain gaji pendidik
dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan daerah
(APBD). Walaupun sudah ada hukum yang mengaturnya namun dalam pelaksanaannya masih
sangat minim dan menjadi sorotan karena pemerintah masih ragu dalam menganggarkan
pendidikan sebesar 20% dengan berbagai alasan.Tetapi perlu diingat bahwa sektor pendidikan
adalah sektor unggulan dalam pembangunan daerah. Karena jika pendidikan maju maka
pembangunan daerah juga akan maju.
C. Pengertian partisipasi
1. Pengertian partisipasi
Kata partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu “participation” dalam bahasa Indonesia berarti
pengambilan bagiaan atau keikutsetaan. Menurut KBBI partisipasi ialah perihal turut berperan
serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta;
Partisipasi dapat didefinisikan sebagi keterlibatan mental/ pikiran emosi / perasaan seseorang
didalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk member sumbangan kepada kelompok
dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan
a. Partisipasi merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari semata-mata
atau hanya ketrlibatan secara jasmaniah.
b. Ketersediaan memberI suatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, ini
berarti terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membentuk kelompok.
c. Dalam partisipasi harus ada tanggung jawab, unsure tanggung jawab ini merupakan segi
yang menonjol dari rasa anggota.
2. Macam- macam partisipasi
Partisipasi bebas, yaitu partisipasi yang dilandasi oleh rasa kesukarelaan yang
bersangkutan untuk mengambil bagian dalam suatu kegiatan.
Partisipasi spontan, yaitu partisipasi yang tumbuh secara spontan dari keyakinan atau
pemahaman sendiri tanpa adanya pengaruh yang diterimanya dari penyuluhan, bujukan,
sosialisasi maupun ajakan dari pihak lain.
Partisipasi terinduksi, yaitu partisipasi yang tumbuh bukan karena kemauan atau
keyakinan dari diri sendiri tetapi karena adanya bujukan agar ia secara sukarela
berpartisipasi dalam kegiatan tertentu yang dilaksanakan oleh masyarakat.
Partisipasi paksaan atau partisipasi tertekan .
Lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan di lingkungan keluarga dan pendidikan
di sekolah adalah pendidikan di masyarakat.Diselenggarakannya lembaga pendidikan oleh
masyarakat salah satunya adalah unsur pelaksanaan asas pendidikan seumur hidup. Pendidikan
masyarakat lebih menonjolkan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan
setiap kegiatan pada lembaga dan proses kepemerintahan.
Menurut Kompri (2015: 151) pengembangan mengenai konsep dan asumsi dasar untuk
meluangkan gagasan dan praktik tentang partisipasi masyarakat dalam pendidikan meliputi:
1. Melekat pada warga sebagaimana hak politik lainnya merupakan partisipasi hak politik.
2. Menutupi kegagalan demokrasi perwakilan dapat untuk partisipasi secara langsung dalam
pengambilan keputusan mengenai kebijakan politik di lembaga-lembaga formal.
3. Partisipasi masyarakat dilakukan secara langsung dalam pengambilan keputusan publik dapat
meningkatkan partisipasi lebih bermakna.
4. Partisipasi bukan hal yang insidental, namun dilakukan secara sistematis.
5. Diterimanya desentralisasi sebagai instrument yang mendorong tata pemerintahan yang baik
(good governance).
6. Partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat meningkatkan
kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan dan lembaga pemerintah.
Dan dilihat dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut dengan lingkungan pendidikan
non formal yang berencana kepada seluruh anggotanya tetapi tidak sistematis dan memberikan
pendidikan secara sengaja. Masyarakat secara fungsional adalah menerima semua warga yang
pluralistic untuk mencapai kesejahteraan sosial para anggotanya dengan mampu mengarahkan
menjadi anggota masyarakat yang baik untuk kesejahteraan mental spiritual dan fisikal
(kesejahteraan lahir batin).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Dalam dunia pendidikan
desentralisasi menjadi angin segar untuk perkembangan bagi pendidikan. Dengan adanya
desentralisasi ini pendidikan lebih mempunyai peran dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita
dunia pendidikan yaitu mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat.
Dan dalam meningkatkan mutu pendidikan diperlukan partisipasi dan kerjasama antara orang tua
dan juga masyarakat.Peran keluarga dalam desentralisasi pendidikan adalah penanaman sikap
dan nilai hidup anak, mengembangkan bakat anak serta pembinaan dan menumbuhkan
kepribadian. Sedangkan Partisipasi masyarakat dalam desentralisasi pendidikan untuk
menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan
proses kepemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/download/8767/pdf
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/medsyar/article/download/2018/1494