TENTANG
OLEH :
RIRIN APRIANI
18201147
DOSEN PEMBIMBING :
STKIP NASIONAL
PADANG PARIAMAN
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan saya petunjuk agar
saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah saya ini, walaupun dalam bentuk dan isi
yang sederhana namun, saya sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi orang yang
membacannya.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca dan praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
a. Latar belakang 1
b. Rumusan masalah 2
BAB II PEMBAHASAN 3
a. Pendahuluan 3
a. Kesimpulan 19
b. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desentralisasi di Indonesia merupakan reformasi yang tidak selesai dan hingga kini
pelaksanaan nya belum maksimal atau belum sukses. Hal ini ditunjukkan bahwa
desentralisasi hanya menguntungkan pihak elit. Desentralisasi menurut kitab UU.No.32/2004
bukan lagi hanya suatu konsep tetapi mulai diimplementasikan pada semua tingkatan
manajemen, tidak terkecuali pada tatanan kelembagaan sistem maupun satuan pendidikan,
baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal, di lingkungan persekolahan atau di
luar persekolahan. Implementasi pada tatanan kelembagaan pendidikan sungguh sangat
berarti, karena fungsi dan peranan kelembagaan tersebut sangat stratejik dalam pembangunan
peradaban bangsa. Sejarah mencatat bahwa pada organisasi pendidikanlah kreativitas kultural
kader-kader bangsa di masa depan dapat dikembangkan. Setelah kita menelusuri sejarah
panjang perjalanan penerapan otonomi dan desentralisasi ketatanegaraan, prinsip
penyelenggaraan otonomi, efektivitaspelaksanaan, dan ajaran-ajaran yang dijadikan rujukan.
B. Saran
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Desentralisasi menurut kitab UU.No.32/2004 bukan lagi hanya suatu konsep tetapi
juga mulai diimplementasikan pada semua tingkatan manajemen, tidak terkecuali pada
tatanan kelembagaan sistem maupun satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal
maupun nonformal, di lingkungan persekolahan atau di luar persekolahan. Implementasi
pada tatanan kelembagaan pendidikan sungguh sangat berarti, karena fungsi dan peranan
kelembagaan tersebut sangat stratejik dalam pembangunan peradaban bangsa.
B. Kajian Teori
Mengawali bahasan ini ada tiga persoalan mendasar yang patut diantisipasi dalam
desentralisasi manajemen pendidikan, yaitu: Apakah pemberian otonomi kepada daerah akan
menjamin setiap warga negara memperoleh haknya dalam pendidikan? Dan apakah dengan
pemberian kewenangan menyelenggarakan pendidikan kepada daerah dapat menjamin peran
serta masyarakat akan meningkat? Dan apakah penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan
di daerah dapat mencapai hasil-hasil pendidikan yang bermutu? Untuk menjawab ketiga
pertanyan tersebut, kita akan kembali ke perundang-undangan tentang penyelenggaraan
otonomi pemerintahan daerah. Karakteristik yang melekat pada kitab UU.No.32/2004 telah
membawa implikasi terhadap manajemen pendidikan nasional. Implikasi tersebut
diantaranya bahwa setiap proses manajemen penyelenggaraan pendidikan nasional harus pula
berlandaskan bottom up approach, karena di samping organisasi dan manajemen pendidikan
nasional harus acceptable bagi masyarakatnya, juga harus accountable dalam melayani
publik terhadap kebutuhan pendidikan. Secara teknis operasional, manajemen pendidikan
tingkat atas eksistensinya tergantung rekomendasi kebutuhan pada tingkat bawahnya secara
berjenjang, dalam arti substansi, proses, dan konteks penyelenggaraan pendidikan pada
tingkat kabupaten/kota tidak mutlak sama, baik dengan daerah lainnya yang sederajat
maupun dengan daerah provinsi. Secara teoritis, keragaman itu akan memunculkan
sinergisme yang didukung oleh keunggulan komparatif dan kompetitif masing-masing daerah
dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Dalam aspek ini, terdapat tiga model desentralisasi pendidikan, yaitu: (1) Manajemen
berbasis lokasi (site-based management), (2) Pengurangan administrasi pusat, dan (3) Inovasi
kurikulum Model manajemen berbasis lokasi menurut sang begawan ialah model yang
dilaksanakan dengan meletakan semua urusan penyelenggaraan pendidikan pada sekolah.
Model pengurangan administrasi pus merupakan konsekuensi dari model pertama.
Pengurangan administrasi pusat diikuti dengan peningkatan wewenang dan urusan pada
masing-masing sekolah. Model ketiga, inovasi kurikulum menekankan pada inovasi
kurikulum sebesar mungkin untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua
peserta didik. Kurikulum ini disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik di sekolah-
sekolah dan tersebar pada daerah yang bervariasi.
Ada tiga komponen utama yang dapat dijadikan rujukan dalam deregulasi perundang-
undangan pendidikan, yaitu: Pertama, struktur produk kebijakan yang menjadi perangkat
kendali sistem penyelnggaraan pembangunan pendidikan. Produk-produk kebijakan ini
berkenaan dengan UU yang mengatur tentang kependudukan, kesehatan, hak azasi manusia
(HAM), pemerintahan daerah, perimbangan keuangan, sistem pendidikan nasional,
peraturan-peraturan daerah, dan beberapa keputusan menteri dan kepala daerah. Kedua,
struktur program pembangunan yang menjadi perangkat operasional bagi pelaksanaan
pembangunan pendidikan di daerah. Perangkat ini berkenaan dengan Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN), program pembangunan nasional (Propenas) dan rencana strategis
(Renstra), program pembangunan daerah (Propeda) dan rencana strategis daerah (Renstrada).
Ketiga, orientasi dan tantangan-tantangan pembangunan ke depan yang menjadi perangkat
pendukung dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan. Perangkat ini berkenaan dengan
komitmen bangsa dalam peraturan dunia internasional dan tantangan-tantangan
pembangunan yang harus dihadapi di masa depan.
Pola hubungan manajemen pendidikan nasional, tidak terlepas dari kehendak pasal 2
ayat (7) UU.No.32/2004, bahwa hal-hal yang menyangkut kewewenangan, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan
hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan organisasi. Sebagaimana dalam
penjelasan pasal 2 ayat (7) disebutkan bahwa hubungan administrasi adalah hubungan yang
terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan sistem administrasi negara. Kehendak
tersebut diwujudkan dalam hubungan antara pengelola sistem pendidikan secara nasional
dengan organisasi pendidikan tingkat provinsi. Dalam hal ini, Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) sebagai pengelola sistem pendidikan nasional, dalam melakukan
hubungan baik dalam berhubungan dengan organisasi pendidikan tingkat provinsi, yaitu
Dinas Pendidikan Provinsi (sebagai perangkat pemerintah daerah provinsi). maupun dengan
Dinas Pendidikan Kabupaten/kota (sebagai perangkat pemerintah daerah kabupaten/kota),
ataupun dengan organisasi tingkat satuan pendidikan, merupakan hubungan yang bersifat
administrasi.
Tidak banyak banyak unit-unit khusus, pokja, tim kerja, staf ahli yang tidak jelas
eselonisasinya;
Beban tugas organisasi lebih banyak pada unit organisasi tingkatan bawah, tetapi
tidak disertai dengan imbalan yang memadai sesuai dengan beban pekerjaannya;
Setiap tugas pokok dan fungsi unit-unit organisasi ditata dan diatur secara lengkap
dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan tertulis;
Mempunyai rencana strategis yang berjenjang dengan target, acuan, alat, mekanisme
pengendalian dan evaluasi serta akuntabilitas yang jelas;
Ada perimbangan penbiayaan dan profit sharing antara unit-unit pusat dengan unit-
unit pelakana pada tingkat bawah;
c. Desentralisasi Manajemen Kurikulum Pendidikan
Aspek ketenagaan berkenaan dengan para prajurit SDM yang kurang profesional
menghambat pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Penataan para prajurit SDM yang
tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya menyebabkan pelaksanaan pendidikan
tidak profesional. Banyak tenaga pengelola pendidikan yang latar belakang pendidikannya
tidak relevan dengan dunia kerja yang ditekuninya.
Sebagai suatu konsep, otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah tingkat
kabupaten/kota, dipercaya banyak mengandung makna yang menggambarkan suatu situasi
yang penuh tantangan. Bahkan sering digambarkan sebagai keadaan dalam era reformasi,
dimana segala sesuatu yang berbau 'orde baru' yang penuh intrik kolusi, korupsi dan
nepotisme perlu dimusnahkan dalam manajemen pembangunan bangsa. Dalam wacana
seperti ini, individu maupun organisasi dituntut dapat hidup secara kreatif, responsif, dan
inovatif. Kreatif karena individu dan organisasi harus mencari cara terbaik untuk dapat
'survive' dalam usahanya bersaing dengan individu dan organisasi lainnya. Responsif agar
mendapatkan sumberdaya yang terbaik dan memadai. Dan inovatif agar dapat meningkatkan
efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang diinginkannya.
Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan
penjaminan mutu pendidikan.
Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang
memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan
mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan
mengevaluasi standar nasional pendidikan;
Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-
PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau
satuan pendidikan jalur pendidikannonformal dengan mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan.
Menata lahan, bangunan, perabot dan perlengkapan serta arsip untuk lembaga
pendidikan tidak jauh berbeda dengan penataan yang dilaksanakan dalam 'School Plant
Administration'. Lahan adalah area lokasi atau tanah yang akan digunakan sebagai
tempat/bangunan. Gedung meliputi sarana dan prasarana yang menjadi tempat dalam
melaksanakan berbagai kegiatan. Perabot dan perlengkapan adalah, benda dan alat yang
bergerak maupun tidak bergerak yang dipergunakan untuk menunjang kelancaran
penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Arsip merupakan hasil surat menyurat, dan dokumen
kegiatan pekerjaan yang dijalankan. Unsur-unsur tersebut, digunakan di lembaga diklat tidak
seperti yang digunakan di rumah/keluarga, tetapi dibuat dengan berbagai mekanisme yang
berdasarkan pada pertimbangan pertimbangan tertentu sesuai dengan kebutuhan kegiatan
diklat.
Inventarisasi adalah kegiatan untuk mencatat dan menyusun daftar inventaris barang-
barang milik instansi/unit kerja secara teratur secara tertib menurut ketentuan dan tata cara
yang berlaku. Inventarisasi dilakukan dalam upaya menuju penyempurnaan pengurusan,
pengawasan keuangan dan kekayaan lembaga secara efektif serta dalam rangka
meningkatkan efektifitas perencanaan penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan
pemeliharaan, penyaluran serta penghapusan perlengkapan.
Ada satu kegiatan yang memerlukan kehati-hatian dalam inventarisasi sarana dan
prasarana pendidikan, yaitu kegiatan penghapusan. Kegiatan ini merupakan bagian dari
upaya penataan berbagai unsur dalam sebuah lembaga untuk tujuan menyeimbangkan barang
yang terpakai dan yang tidak terpakai. Dalam pelaksanaannya, penghapusan berkaitan erat
dengan proses inventarisasi mulai dari lahan, gedung, perabot dan perlengkapan juga arsip
kantor. Kegiatan penghapusan pun berkaitan erat dengan pemeliharaan (maintenance) yang
dipandang sebagai suatu kegiatan untuk mempertahankan kondisi barang sehingga tercapai
kesiapan operasional yang maksimal. Artinya barang selalu dipergunakan dengan baik secara
berdaya guna dan berhasil guna. Kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, dayaguna
dan hasil guna suatu barang atau perlengkapan dilakukan dengan cara memelihara atau
memperbaiki, merehabilitasi dan menyempurnakan dengan memperhatikan usia pemakaian
barang yang bersangkutan.
Inovasi sarana dan prasarana harus mengacu pada mengacu pada tupoksi lembaga dan
peraturan perundangan yang berlaku yaitu UUSPN No 20/2003 dan Standar Nasional
Pendidikan PP. 19/2005 yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar,
tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran (termasuk diklat) termasuk penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan.
Guru yang inovatif sangat dibutuhkan dalam memanfaatkan teknologi sebagai alat
bantu dalam pembelajaran yang akan dilakukannya, dimulai dari kegiatan merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sampai kepada penilaian hasil belajar akan
membutuhkan energi yang tinggi. Oleh karena itu orang kreatif itu akan mudah dalam
menemukan inovasi-inovasi yang memungkinkan kegiatan pembelajarnya lebih cepat,
lebih berhasil dan lebih bermanfaat bagi murid.
Orang dan keterampilan, artinga bahwa inovasi sarana dan prasarana diarahkan
kepada peningkatan kemampuan orang sebagai penyelenggara dan ilmu
pengetahuan serta keterampilan output yang diharapkan;
Alat dan bahan, artinya bahwa inovasi melekat pada alat dan bahan pendidikan
yang akan dipergunakan untuk melaksanakan program-program pendidikan dan
latihan peserta didik;
Teknologi manual, artinya bahwa inovasi sarana dan prasarna pendidikan terdiri
atas alat dan bahan yang bersifat manual yang akan dipergunakan oleh pelaksana
dan peserta didik;
Teknologi Komputerisasi, artinya bahwa teknologi komputerisasi merupakan
bagian dari inovasi pengembangan sarana dan prasarna pendidikan dan
pengajaran;
PENUTUP
A. Kesimpulan
Desentralisasi menurut kitab UU.No.32/2004 bukan lagi hanya suatu konsep tetapi
mulai diimplementasikan pada semua tingkatan manajemen, tidak terkecuali pada tatanan
kelembagaan sistem maupun satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal maupun
nonformal, di lingkungan persekolahan atau di luar persekolahan. Implementasi pada tatanan
kelembagaan pendidikan sungguh sangat berarti, karena fungsi dan peranan kelembagaan
tersebut sangat stratejik dalam pembangunan peradaban bangsa. Sejarah mencatat bahwa
pada organisasi pendidikanlah kreativitas kultural kader-kader bangsa di masa depan dapat
dikembangkan. Setelah kita menelusuri sejarah panjang perjalanan penerapan otonomi dan
desentralisasi ketatanegaraan, prinsip penyelenggaraan otonomi, efektivitaspelaksanaan, dan
ajaran-ajaran yang dijadikan rujukan.
B. Saran
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solihin, 1990, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmad, Jamaluddin,1990, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah pusat dan daerah di
Indonesia: Studi kasus di Aceh, Jawa timur dan DKI Jakarta. Disertasi, Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Koesoemahatmadja, 1979, Pengantar ke Arah Sisitem Pemerintahan Daerah di Indonesia,
Bandung: Binacipta.
Bhenyamin, Hoessein,1993, Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Dati II:
Suatu Sajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari Segi Ilmu Administrasi Negara. Disertasi,
Jakarta: Universitas Indonesia.