Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. SUPERSEMAR.

Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani
oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat ini berisi perintah
yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban
(Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi
keamanan yang buruk pada saat itu.

Tiga orang perwira tinggi yaitu, Mayor Jendral Basuki Rahmat, Brigadir Jendral
M.Yusuf, dan Brigadir Jendral Amir Machmud yang telah diberi izin oleh Soeharto selaku
Menteri Panglima Angkatan Darat untuk menghadap Presiden Soekarno untuk memohon agar
mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan. Adapun yang merumuskan surat perintah tersebut
adalah ketiga perwira tinggi, bersama Brigadir Jendral Subur (Komandan Pengawal Presiden
Cakrabirawa).

1. Terjadinya Peristiwa Supersemar.

Setelah ketiga perwira tinggi menghadap Presiden Soekarno, dan Presiden Soekarno
menyerahkan kekuasaan kepada Letnan Jendral Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan
Darat untuk mengambil tindakan menjamin keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya
pemerintahan demi keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia. Dibuatlah Surat Perintah
Sebelas Maret yang dirumuskan oleh ketiga perwira tinggi dan Brigadir Jendral Subur. Surat
tersebut diberikan kepada Jendral Soeharto yang diberi wewenang oleh Presiden Soekarno untuk
mengamankan keadaan.

2. Keberadaan Supersemar.

Ada yang mengatakan bahwa naskah tersebut ada 3, ketiga naskah Supersemar tersebut
disimpan Arsip Negara Republik Indonesia (ANRI). Pertama, yakni surat yang berasal dari
sekretariatnegara. Surat itu terdiri dari 2 lembar,berkop burung garuda, diketik rapi dan di
bawahnya tertera tanda tangan beserta
nama Soekarno. Surat kedua berasal dari pusat penerangan TNI AD. Surat ini terdiri dari satu
lembar dan juga berkop burung garuda. Ketika surat versi kedua tampak tidak serapi pertama,
tertulis nama Soekarno, versi bahkan terkesan amatiran. Jika versi pertama kali tertulis nama
Soekarno, versi kedua tertulis nama Soekarno. Untuk versi ke-3, lebih aneh lagi. Surat yang
terakhir diterima ANRI itu terdiri dari 1 lembar, tidak berkop dan hanya berupa salinan
tandatangan Soekarno di versi ketiga ini juga tampak berbeda dari versi pertama dan kedua.

3. Pemerintahan setelah Supersemar

Setelah surat perintah tersebut diserahkan kepada Jendral Soeharto, Soeharto langsung
melakukan tindakan sesuai permsalahan yang sedang memanas. Keesokan harinya setelah surat
diberikan yaitu pada tanggal 12 Maret, Soeharto langsung membubarkan PKI beserta ormas-
ormasnya. Pada tanggal 18 Maret, Soeharto mengamankan 15 orang menteri yang diduga
sebagai anggota PKI. Pada tanggal 27 Maret, Soeharto membentuk Kabinet Dwikora yang
disempurnakan untuk menjalankan pemerintahan yang berisi orang-orang yang tidak terlibat
dalam G 30S/PKI. Setelah semua tugas selesai, rakyat Indonesia meminta Presiden Soekarno
turun dari jabatannya menjadi presiden karena dianggap pro terhadap PKI. Pada tanggal 22
Februari 1967 dengan penuh kebijaksanaan, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada
Jendral Soeharto. Hal itu disambut suka cita oleh semua penduduk di Indonesia dan kekacauan
pun mereda. Pada pemerintahan Presiden Soeharto, lahirlah pemerintahan Orde Baru.

B. PELANTIKAN SOEHARTO SEBAGAI PRESIDEN RI

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, tanggal 26 Maret 1968 adalah bagian yang
tidak kalah pentingnya. Pada 26 Maret 1968 menandai dimulainya era Orde Baru dibawah
pimpinan Presiden Soeharto. Tanggal 26 Maret 1968 juga bisa dikatakan sebagai puncak dari
peristiwa Surat Perintah 11 Maret pada 1966 atau yang lebih dikenal dengan Supersemar, surat
yang sampai saat ini masih misteri keasliannya setelah dinyatakan hilang.

Sejak terjadinya tragedi G-30 S/PKI pada 30 September 1965, posisi presiden Soekarno
mulai bergoyang. Itu karena dia dinilai tidak melakukan tindakan apapun terhadap Partai
Komunis Indonesia (PKI). Sejak itu pula, berbagai aksi demo yang dilakukan berbagai
mahasiswa dan elemen masyarakat, terus berlangsung. Ditambah lagi kondisi ekonomi bangsa
saat itu sangat buruk yang ditandai denga inflasi hingga mencapai 600 persen yang membuat
harga-harga meroket. Puncaknya pada 11 Maret 1966, demo besar-besaran terjadi di dekat Istana
Merdeka.Tidak hanya itu saja, pasukan pengawal presiden memantau adanya tentara yang
berkeliaran di antara aksi demo. Presiden Soekarno yang saat itu akan melantik kabinet,
diperintahkan untuk terbang dengan helikopter ke Istana Bogor.Pada saat berada di Bogor inilah,
Soeharto yang ketika itu menjabat sebagai panglima Kostrad, mengutus tiga jenderal yakni
Brigjen Amirmachmud, Brigjen M Jusuf, dan Mayjen Basuki Rachmat. Kedatangan mereka
adalah untuk meminta Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Soeharto, yang
memberikan kewenangan untuk menangani situasi yang tengah terjadi di Jakarta. Soekarno
menyetujuinya dan dikeluarkannya apa yang dinamakan Surat Perintah 11 Maret atau yang
dikenal dengan Supersemar. Supersemar inilah, menjadi titik awal hingga terjadinya perpindahan
kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Dengan berbekal surat perintah itu pula, Soeharto
mewujudkan apa yang disebut Trituta atau tiga tuntutan rakyat yang sejak awal disuarakan aksi-
aksi demo oleh para mahasiswa.

Isi Tritura adalah sebagai berikut:

1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)


2. Pembersihan Kabinat Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S
3. Turunkan harga-harga.
Dengan berbekal Supersemar, Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai
partai terlarang, kemudian para menteri dan pejabat yang diduga terlibat dalam peristiwa G-30
S/PKI ditangkap satu per satu.

Pada perkembangannya, tindakan-tindakan yang dilakukan Soeharto membuat hubungan


antara Soekarno dengan Soeharto memburuk. Soekarno sempat menyikapi tindakan-tindakan
Soeharto dengan mengeluarkan pidato pembelaan yang dikenal dengan "Nawaksara". Namun,
MPRS menolak pidato pertanggungjawaban itu dan Soekarno pun diberhentikan sebagai
Presiden pada 22 Juni 1966 dalam Sidang Umum ke-IV MPRS. Soeharto kemudian ditunjuk
sebagai pejabat presiden setahun kemudian, yaitu pada Maret 1967. Penunjukan berdasarkan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXXIII/1967 pada 22 Februari
1967. Posisi ini diemban Soeharto sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil pemilihan
umum. Satu tahun kemudian, pada 26 Maret 1968, Soeharto secara resmi diambil sumpahnya
sebagai Presiden tanpa adanya jabatan Wakil Presiden.

C. INTEGRASI TIMOR TIMUR KE INDONESIA

Proses Penyatuan atau Integrasi Timor Timur ke Indonesia. Integrasi wilayah Timor
Timur ke Indonesia tidak serta merta terjadi begitu saja. Proses yang cukup lama dilalui rakyat
Timor Timur yang memiliki kehendak tinggi untuk bersatu dengan Indonesia. Hal yang sama
dirasakan pemerintah Indonesia dalam rangka membantu tercapainya kehendak rakyat Timor
Timur tersebut. Proses penyatuan atau integrasi ini uraikan sebagai berikut :

1. Proses Pra-Integrasi

Titik awal proses penyatuan integrasi bermula saat Portugis yang menduduki wilayah
Timor Timur menerapkan kebijakan dekolonisasi Portugis tahun 1974 pada wilayah koloninya.
Sejak saat itu, rakyat Timor Timur mulai mendirikan partai-partai guna merancang
kemerdekaannya. Timor Timur yang mulai banyak mendirikan partai ini kemudian 'terjebak'
dalam perang saudara karena perbedaan pendapat yang sangat mencolok dan tidak kunjung
menemui titik terang. Perbedaan pendapat ini terjadi diantara 3 partai terbesar, yakni Fretilin,
UDT (Uni Demokrasi Timor), dan Apodeti. Perang saudara yang melibatkan 3 partai terbesar
pada pertengahan 1975 tersebut memunculkan 2 aliansi, Fretilin dengan UDT melawan Apodeti.
Akan tetapi, koalisi antara Fretilin dengan UDT ini tidak berlangsung lama, karena pada 27 Mei
1975 UDT mengumumkan keluar dari koalisi.

Alasan UDT keluar dari koalisinya dengan Fretilin disebabkan karena perbedaan paham.
Selanjutnya, UDT bergabung dengan Apodeti dan berjuang untuk kemerdekaan Timor Timur
dan juga hubungan dengan Indonesia. Ketakutan akan menyebarnya paham komunis di Timor
Timur tidak hanya dicemaskan oleh UDT dan Apodeti, tapi juga Indonesia. Setelah pertemuan
beberapa wakil UDT ke Jakarta dengan Letjen Ali Murtopo, diketahui bahwa Fretilin adalah
partai komunis. Mengetahui fakta tersebut, Ali Murtopo mewanti-wanti wakil-wakil dari UDT
tersebut untuk terus waspada dengan pergerakan Fretilin. Kemudian, pada tanggal 11 Agustus
1975 UDT melakukan kudeta dan berhasil menguasai titik-titik penting pemerintahan dan
memukul mundur Fretilin ke pedalaman. UDT juga melakukan serangkaian demonstrasi anti-
komunis.
Di lain pihak, setelah dipukul mundur oleh UDT, Fretilin meminta bantuan militer dari
Portugal yang juga merupakan anggota NATO. Praktis di kemudiaannya, Fretilin lebih unggul.
Melihat kekuatan Fretilin disokong oleh Portugal, pada 20-27 Agustus 1975, UDT akhirnya
bergabung dengan Apodeti untuk melawan serangan Fretilin. Serangan demi serangan yang
dilancarkan Fretilin memaksa para pemimpin dari UDT dan Apodeti untuk mengadakan
keputusan demi rakyat Timor Timur yang semakin menderita akibat perang saudara tersebut.
Setelah berunding, akhirnya pada 7 Desember 1975, UDT dan Apodeti mengumumkan
proklamasi kemerdekaan di Balibo yang menyatakan bahwa Timor Timur berintegrasi dengan
Indonesia.

2. Proses Integrasi

Setelah UDT dan Apodeti, yang merupakan suara mayoritas rakyat Timor Timur
menyatakan bergabung dengan Indonesia, dibentuklah suatu pemerintahan sementara pada 18
Desember 1975 diatas kapal perang di pelabuhan Dili. Tujuan didirikannya PSTT(Pemerintahan
Sementara Timor Timur) adalah untuk menjamin terselenggaranya tertib pemerintahan, tertib
administrasi, tertib hukum, dan keamanan. PSTT didirikan atas dasar kebulatan tekad rakyat
Timor-Timur. Kemudian, secara serentak proklamasi pembentukan PSTT diumumkan di New
York dan di Dili. Teks proklamasi tersebut antara lain disampaikan kepada Presiden RI,
Sekretaris Jendral PBB, Dewan Keamanan PBB, dan perwakilan Negara-negara sahabat.

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh PSTT adalah membentuk majelis rakyat yang
mengesahkan petisi gabungan dengan RI. Para pemimpin PSTT menganggap bahwa
penyelesaian dekolonisasi akan lebih efektif melalui majelis rakyat daripada referendum.
Referendum dengan satu orang satu suara akan banyak menghadapi kesulitan karena kecerdasan
rakyat yang rendah, dan komunikasi yang tidak lancar. Sebagai hasil kerja PSTT dan dewan
musyawarah Timor Timur adalah lahirnya undang-undang no. 1/AD. 1976 tentang pembentukan
dewan-dewan perwakilan rakyat daerah dan dewan perwakilan rakyat wilayah (regional) yang
berlaku sejak tanggal 2 April 1976. DPRD akan dibentuk di 13 daerah administrative, sedangkan
DPR wilayah (regional) adalah hasil penyempurnaan dari dewan musyawarah. Dalam UU
tersebut disebutkan bahwa badan-badan perwakilan tersebut harus selesai pada awal Mei 1976.
Setiap DPRD untuk masing-masing daerah administrative terdiri dari 15-20 orang anggota,
seimbang dengan jumlah penduduk setempat. Nasib dan masa depan rakyat Timor Timur ada di
tangan mereka dan dilaksanakan sesuai prinsip demokrasi.

3. Proses Pasca-Integrasi

Pasca integrasi, bisa dikatakan pemerintahan Timor Timur cukup stabil. Pembentukan
PSTT dan DPR Timor Timur memberikan ruang yang luas bagi rakyat Timor Timur untuk
menentukan nasib mereka. Kemudian, 13 daerah administrative dalam DPR tersebut
mengadakan rapat besar di Dili. Rapat besar ini diselenggarakan untuk memahami apa yang
sebenarnya dikehendaki oleh rakyat Timor Timur. Adapun hasil dari rapat tersebut adalah
dikeluarkannya petisi yang ditujukan pada pemerintah Indonesia, tentang keinginan rakyat Timor
Timur untuk bergabung dengan Indonesia. Petisi tersebut disampaikan pada pemerintah
Indonesia tanggal 16 Juli 1976. Sebagai tindak lanjut dari petisi tersebut, dibentuklah delegasi
untuk mengetahui secara langsung keinginan rakyat Timor Timur. Berdasarkan laporan ketua
delegasi pada sidang cabinet paripurna RI tanggal 29 Juni 1976, telah diketahui bahwa rakyat
Timor Timur memang menginginkan untuk bergabung dengan Indonesia. Pemerintah RI
kemudian melakukan tindakan untuk mengajukan RUU kepada DPR RI tentang integrasi Timor
Timur menjadi propinsi ke-27 Indonesia. Akhirnya, RUU tersebut disahkan oleh DPR tanggal 17
Juli 1976. RUU tersebut pun berubah menjadi UU no. 7 tahun 1976. MPR juga menetapkan
Timor Timur sebagai propinsi ke-27 RI dengan dikeluarkannya TAP MPR no. VI/MPR/1978.

D. PEMILU PADA MASA ORDE BARU

Di Zaman Orde Baru, hanya ada tiga partai yang diperbolehkan ikut Pemilu. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Pemilu pertama era Orde Baru digelar tahun 1971. Ini adalah pemilu kedua di Indonesia.
Satu-satunya Pemilu sebelumnya yang pernah digelar adalah tahun 1955 di era Soekarno.

Pemilu pada masa Orde Baru ini memiliki keunikan tersendiri dari pada pemilu yang
terjadi sebelum dan sesudahnya. Keunikan tersebut disebabkan oleh kebijakan fusi partai,
sehingga pemilihan umum sejak tahun 1977 hanya dapat dikuti oleh 3 partai politik. Pelaksanaan
Pemilu sendiri pada masa orde baru berlangsung enam kali, yakni 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997. Pada pemilu 1971, peserta partai politik masih cukup banyak yakni 10 partai politik,
pada pemilu ini Golongan Karya meraih suara terbanyak. Pemilu selanjutnya dimulai sejak tahun
1977 hingga 1997 partai peserta pemilu diikuti oleh tiga partai politik yakni PPP, Golongan
Karya dan PDI, pada pelaksanaan pemilu itu pula Golongan Karya meraih suara terbanyak.

E. KEBERHASILAN ATAU PRESTASI PEMERINTAHAN ORDE BARU

1. Swasembada Pangan

Orde Baru merupakan masa Indonesia setelah turunnya Presiden Soekarno dan
digantikan oleh kepemimpinan Soeharto. Dalam masa kepemimpinannya yang berlangsung
selama lebih dari tiga puluh tahun, Indonesia mengalami masa-masa yang menurut masyarakat
secara umum merupakan masa pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi ini
dirasakan sangat signifikan oleh masyarakat karena sebelumnya pada tahun 1966 Indonesia
mengalami gejolak ekonomi yang luar biasa dimana inflasi mencapai 650%. Adapun beberapa
hal positif yang didapatkan dari pembangunan ekonomi secara umum pada masa Orde Baru ini
antara lain pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, serta perkembangan sektor
pertanian. Prestasi luar biasa yang diperoleh dari perkembangan sector pertanian ini adalah
Indonesia bisa mengubah status dirinya dari Negara pengimpor beras terbesar di dunia menjadi
Negara pengekspor beras terbesar di dunia dan mencapai swasembada pangan pada tahun 1980-
an. Swasembada beras menjadi isu yang sangat penting dalam masa Orde Baru, karena ia
merupakan prestasi di masa itu.

2. Pelaksanaan Revolusi Agraria sebagai upaya peningkatan produksi pangan

Kemajuan ekonomi bisa dicapai oleh pemerintahan Soeharto melalui komitmennya yang
besar terhadap pembangunan ekonomi sebagai salah satu cara untuk mewujudkan legitimasi
politiknya di hadapan rakyat. Kestabilan ekonomi merupakan target yang harus dicapai. Arah
dan pola pembangunan ekonomi pada masa Soeharto dituangkan dalam bentuk Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang sudah dilaksanakan sampai dengan Pelita VII
(sampai tahun 1996). Oleh karena itu, swasembada pangan merupakan hal yang sangat bukan
tidak mungkin, karena ia memang menjadi fokus tersendiri dalam rencana pembangunan yang
dibuat oleh Soeharto. Di dalam Pelita I bahkan Pertanian dan Irigasi dimasukkan sebagai satu
bab tersendiri dalam rincian rencana bidang bidang. Di dalam rincian penjelasan dijelaskan
bahwa tujuannya adalah untuk peningkatan produksi pangan terutama beras. Peningkatan
produksi pangan bertujuan agar Indonesia dalam waktu lima tahun yang akan datang tidak
mengimpor beras lagi. Tujuan lain ialah memperbaiki mutu gizi pola konsumsi manusia
Indonesia melalui peningkatan produksi pangan yang mengandung protein hewani dan nabati,
terutama ikan dan kacang-kacangan. Akibat positif dari peningkatan produksi beras ialah bahwa
lambat-laun tidak perlu lagi mengimpor pangan, sehingga dengan demikian devisa yang langka
itu dapat digunakan untuk mengimpor barang modal dan bahan baku yang diperlukan untuk
pembangunan sektor-sektor lain, terutama sektor industri. Selanjutnya, peningkatan produksi
pangan akan meningkatkan pendapatan petani-petani pangan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Soeharto tidak main main dengan targetnya. Dalam
mengupayakan tujuan tersebut bisa dicapai, di dalam pedoman Repelita bahkan di-breakdown
hasil pertanian apa saja yang ingin ditingkatkan dan bagaimana langkah-langkah strategis untuk
mewujudkannya. Pembangunan sektor pertanian ini merupakan wujud dari Revolusi Agraria di
Indonesia yang ditempuh melalui empat langkah, yaitu intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi,
dan rehabilitasi pertanian. Beras sendiri, seperti sudah disebutkan tadi, menjadi komoditas yang
menjadi fokus utama di Pelita I. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi beras,
antara lain melalui pembuatan dan perbaikan sarana irigasi di berbagai daerah persawahan,
pemberian modal bagi masyarakat petani, penelitian dan penggunaan bibit unggul, serta
modernisasi pertanian melalui teknologi.

Sebagai penyalur informasi untuk pemerintah maka dibentuk organisasi bimbingan


massal (Bimas) yang melibatkan semua level pemerintahan dari pusat sampai desa. Di tingkat
petani, dibentuk kelompok-kelompok tani yang berfungsi Untuk menjalankan instruksi di
lapangan. Perannya sama seperti prajurit di medan perang, yaitu petani tidak boleh mengambil
keputusan soal produksi. Pemerintah akan memutuskan jenis benih apa yang akan digunakan,
berapa lama waktu tanam, jenis pupuk, pestisida, dan lain-lain. Kemudian, petani tinggal
melaksanakan apa yang diinstruksikan, setelah diberikan penyuluhan oleh lembaga-lembaga
penyuluhan yang dibentuk oleh Departemen Pertanian. Di lapangan, lembaga-lembaga
penyuluhan tersebut dibebankan tugas untuk memastikan apakah petani sudah menjalankan
sesuai dengan yang diinstruksikan. Setiap penyuluh harus memastikan semua petani
bimbingannya menjalankan instruksi. Kalau ada petani yang menentang instruksi pemerintah,
misalnya menanam padi jenis lain, maka aparat keamanan akan mengamankannya.
Instruksi ini kemudian tidak hanya berhenti soal benih dan pupuk, melainkan juga
berkenaan dengan pemasaran hasil pertanian. Untuk mendekatkan petani ke pasar sarana dan
hasil produksi pemerintah mendirikan Koperasi Unit Desa (KUD). KUD nantinya yang akan
menyalurkan sarana produksi ke petani sekaligus membeli gabah dari petani. Tidak hanya itu,
ketersediaan sarana produksi serta akses bantuan modal juga dijamin oleh pemerintah. Hal inilah
yang dilakukan Soeharto untuk mencapai target swasembada berasnya. Semuanya dikontrol
secara ketat. Kegiatan agro industri hulu (sarana produksi), usaha tani (on-farm),
agroindustri/bisnis hilir (pengolahan/pemasaran), dan penunjang (penelitian, penyuluhan,
pembiayaan) diintegrasikan secara ketat dalam program Bimas.

3. Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi

Di Indonesia, teori tahapan ekonomi Rostow pada masa Soeharto dilaksanakan sebagai
landasan pembangunan jangka panjang Indonesia yang ditetapkan secara berkala untuk waktu
lima tahunan, yang terkenal dengan pembangunan 5 tahun. Dengan demikian, implementasi teori
Rostow berdasarkan 5 tahap teori Rostow yaitu: masyarakat tradisional, pra kondisi tinggal
landas, tinggal landas, pembangunan, konsumsi tingkat tinggi, menurut Rostow pembangunan
ekonomi suatu masyarakat tradisional menuju masyarakat modern merupakan sebuah proses
yang berdimensi banyak. Dalam upaya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi,
pemerintah Soeharto atau pada masa Orde Baru melaksanakan pembangunan melalui Repelita
(Rencana Pembanagunan Lima Tahun).

Pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru diarahkan pada sektor pertanian. Hal ini
dikarenakan kurang lebih 55% dari produksi nasional berasal dari sektor pertanian dan juga 75%
pendudukan Indonesia memperoleh penghidupan dari sektor pertanian. Bidang sasaran
pembangunan dalam Repelita, antara lain bidang pangan, sandang, perbaikan prasarana, ramah
rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Jangka waktu pembangunan Orde
Baru dapat dibedakan atas dua macam, yaitu program pembangunan jangka pendek dan program
pembangunan jangka panjang. Program pembangunan jangka pendek sering disebut Pelita
(Pembangunan Lima Tahun), adapaun program pembangunan jangka panjang terdiri atas
pembangunan jangka pendek yang saling berkesinambungan.

4. Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Melalui KB


Pada masa Orde Baru dilaksanakan program untuk pengendalian pertumbuhan penduduk
yang dikenal dengan Keluarga Berencana (KB).Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk
Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi 1,6%.
Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dan
peningkatan kesejahteraannya. Keberhasilan ini dicapai melalui program KB yang dilaksanakan
oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).Berbagai kampanye mengenai
perlunya KB dilakukan oleh pemerintah, baik melalui mediamassa cetak maupun elektronik.
Pada akhir tahun 1970-an sampai akhir tahun 1980-an di Televisi Republik Indonesia (TVRI)
sering diisi oleh acara-acara mengenai pentingnya KB. Baik itu melalui berita atau acara hiburan
seperti drama dan wayang orang "Ria Jenaka". Di samping itu nyanyian mars "Keluarga
Berencana" ditayangkan hampir setiap hari di TVRI. Selain di media massa, di papan iklan di
pinggir-pinggir jalan pun banyak dipasang mengenai pesan pentingnya KB. Demikian pula
dalam mata uang koin seratus rupiah dicantumkan mengenai KB. Hal itu menandakan bahwa
Orde Baru sangat serius dalam melaksanakan program KB. Slogan yang muncul dalam
kampanye kampanye KB adalah "dua anak cukup, laki perempuan sama saja".

Program KB di Indonesia, diawali dengan ditandatanganinya Deklarasi Kependudukan


PBB pada tahun 1967 sehingga secara resmi Indonesia mengakui hak-hak untuk menentukan
jumlah dan jarak kelahiran sebagai hak dasar manusia dan juga pentingnya pembatasan jumlah
penduduk sebagai unsur perencanaan ekonomi dan sosial. Keberhasilan Indonesia dalam
pengendalian jumlah penduduk dipuji oleh UNICEF, karena dinilai berhasil menekan tingkat
kematian bayi dan telah melakukan berbagai upaya lainnya dalam rangka mensejahterakan
kehidupan anak-anak di tanah air. UNICEF bahkan mengemukakan bahwa tindakan yang telah
dilakukan pemerintah Indonesia itu hendaknya dijadikan contoh bagi negara-negara lain yang
tingkat kematian bayinya masih tinggi. Program KB di Indonesia sebagai salah satu yang paling
sukses di dunia, sehingga menarik perhatian dunia untuk mengikuti kesuksesan Indonesia.
Pemerintah pun mengalokasikan sumber daya dan dana yang besar untuk program ini.

Anda mungkin juga menyukai