Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

“KONSEP DASAR MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH"

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1


NAMA : 1. IKA DAMAYANTI (1193311016)
2. PUTRI WISDA YUNANDA (1193311019)
3. LUSITANIA HERZEGOVINA (1195011004)
4. YUNI ASHARI TAMBUNAN (1193311009)
KELAS : PGSD G 2019
MATA KULIAH : MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
DOSEN PENGAMPU : Drs. ROBENHART TAMBA, M.Pd

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Penulisan dan
pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen
Berbasis Sekolah. Adapun yang dibahas dalam makalah ini adalah mengenai “Konsep Dasar
Manajemen Berbasis Sekolah”.
Dalam penulisan makalah ini terdapat hambatan yang dikarenakan terbatasnya ilmu
pengetahuan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan penulisan makalah ini dan terbatasnya
sumber buku yang diperoleh. Oleh karena itu penulis menyadari akan kemampuan yang masih
jauh dari kata sempurna, tetapi dalam pembuatan makalah ini penulis sudah berusaha
semaksimal mungkin. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
agar lebih maju di masa yang akan datang.

Medan, 30 Agustus 2021


Penulis,

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

2.1. Hakikat MBS ............................................................. Error! Bookmark not defined.

2.2. Pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah .................................................................. 5

2.3. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah ......................................................................... 6

2.4. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah ......................................................................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 11

3.1. Kesimpulan................................................................................................................ 11

3.2. Saran .......................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Merujuk pada Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu keharusan yang menjadi wewenang

pemerintah kabupaten/kota. Di sisi lain Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara

demokratis dan berkeadilan serta diskriminatif dengan menunjukan tinggi hak asasi

manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

Dua landasan normatif tersebut sebenarnya sudah cukup menjadi rambu- rambu

bagi pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Akan tetapi perlu adanya standarisasi dan

pengendalian mutu secara nasional sebagai upaya membentuk kesatuan referensi dalam

mencapai pendidikan yang berkualitas. Standar pendidikan ini telah diperkuat dengan

adanya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pemberian Otonomi Pendidikan yang luas kepada lembaga pendidikan di

Indonesia merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul

dalam masyarakat, di samping sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum

dan sebagai sarana peningkatan efisiensi pemerataan pendidikan, peran serta masyarakat

dan akuntabilitas publik. Secara esensial, landasan filosofis otonomi daerah adalah

pemberdayaan dan kemandiriaan daerah menuju kematangan dan kualitas masyarakat

yang dicita-citakan.

1
Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di

sekolah agar dapat mengadopsi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai

komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di

sekolah. Dalam kerangka inilah MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) tampil sebagai

alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. MBS merupakan suatu

konsep yang menawarkan otonomi kepada sekolah dalam rangka meningkatkan mutu,

efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat

setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa hakikat manajemen berbasis sekolah?
2. Apa pentingnya manajemen berbasis sekolah?
3. Apa tujuan manajemen berbasis sekolah?
4. Apa prinsip manajemen berbasis sekolah ?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetauhi hakikat manajemen berbasis sekolah


2. Untuk mengetahui pentingnya manajemen berbasis sekolah
3. Untuk mengetahui tujuan manajemen berbasis sekolah
4. Untuk mengetahui prinsip manajemen berbasis sekolah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Manajemen Berbasis Sekolah

Secara bahasa, manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga kata yaitu
manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya
efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau
asas. Sedangkan sekolah berarti lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk
menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka
manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang
berdasarkan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
Eman Suparman seperti yang dikutip oleh Mulyono mendefinisikan manajemen
berbasis sekolah sebagai penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh
sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait sekolah secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah
atau mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional. Sementara itu Slamet
mengartikan manajemen berbasis sekolah sebagai pengkoordinasian dalam penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah
input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional,
dengan melibatkan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung
dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Hal ini berarti sekolah harus bersifat
terbuka dan inklusif terhadap sumber daya di luar lingkungan sekolah yang mempunyai
kepentingan selaras dengan tujuan pendidikan nasional.
Priscilla Wohlster dan Albert Mohrman menjelaskan secara luas bahwa manajemen
berbasis sekolah (MBS) adalah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi
sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipasi sekolah pada
tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipasi lokal yang dimaksudkan adalah
partisipasi kepala sekolah, guru dan masyarakat lokal.
Sesuai dengan deskripsi di atas, manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan
pemberian otonomi penuh kepada sekolah untuk secara aktif-kreatif serta mendiri dalam
3
mengembangkan dan melakukan inovasi dalam berbagai program untuk meningkatkan
mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri yang tidak terlepas dari
kerangka tujuan pendidikan nasional dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholder), serta sekolah harus mampu mempertanggungjawabkan kepada masyakat.
Artinya manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumberdaya
yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan seluruh kelompok
kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan
keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.
Kunci sukses MBS sangat bergantung pada peran kepala sekolah dan guru sebagai
entrepreuneur. Mereka dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah dengan cara
mereka sendiri yang unik, dan secara bersama-sama menghimpun informasi dan membuat
pilihan sesuai dengan kondisi yang ada di sekolah mereka. Mereka dapat mengelola dana
dengan baik, mengontrolnya dan melaporkannya secara akuntabiltas. Delegasi tugas
berjalan dengan baik hingga ke jenjang terendah di satuan pendidikan mereka. Perolehan
belajar peserta didik menjadi fokus agar tidak ada peserta didik yang dirugikan. Budaya
sekolah dibangun sebagai komunitas pembelajar yang selalu haus akan ilmu dan selalu
belajar. Peran serta orangtua dan masyarakat terlibat dalam berbagai aktivitas sekolah
sehingga terbangun kepercayaan yang baik. Manajeman yang baik akan menjadi lahan
subur bagi berkembangnya budaya sekolah yang baik dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat.
MBS dalam implementasinya mampu mengelola sumberdaya sekolah yang sangat
beragam (multiple smart) yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah, dengan
mengikutsertakan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah. Jika semua
komponen yang ada di sekolah mampu diberdayakan sebagai bentuk dari internal
akreditasi maka secara nyata manajemen ini akan menghantarkan sekolah mampu
mencapai tujuan peningkatan mutu sekolah dengan proses yang baik.

4
2.2. Pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah

Desentralisasi manajemen pendidikan memberikan kesempatan kepada pihak terkait


untuk mengembangkan sistem pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-
masing daerah. Pada masa lalu, manajemen pendidikan dilaksanakan secara
sentralistik/terpusat dan wewenang pemerintah daerah dan sekolah sangat terbatas.
Penyerahan tanggung jawab dan sumber daya ke sekolah memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Selain itu penyerahan
tanggung jawab tersebut akan memotivasi sekolah dan masyarakat untuk mengembangkan
hal-hal yang dulu dianggap bukan urusan mereka. Dengan adanya keputusan yang lebih
banyak diambil di tingkat sekolah, pemanfaatan sumber daya termasuk dana, maka
pembelajaran diharapkan lebih sesuai dengan kebutuhan sekolah dan peserta didik
setempat.

Manajemen berbasis sekolah (MBS) memberikan kebebasan dan kewenangan yang


luas kepala sekolah disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang
memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat
meningkatkan kesejahteraan guru sehingga guru dapat berkonsentrasi dalam tugas
utamanya, yaitu mengajar.
Dengan MBS, pemecahan masalah internal sekolah, baik yang menyangkut proses
pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah
dengan masyarakatnya, sehingga tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintah daerah apalagi
ke tingkat pusat yang “jauh panggang dari api”.
Dengan keleluasaan mengelola sumber daya dan juga adanya partisipasi
masyarakat, mendorong profesionalisme kepemimpinan sekolah yaitu kepala sekolah baik
dalam peran sebagai manajer maupun sebagai sebagai pemimpin sekolah. Dan dengan
diberikan kesempatan kepada sekolah dalam mengembangkan kurikulum, guru didorong
untuk mengimprovisasi dan berinovasi dalam melakukan berbagai eksperimentasi di
lingkungan sekolah dengan tujuan menemukan kesesuaian antara teori dengan kenyataan.

5
Perubahan yang paling mendasar dalam aspek manajemen kurikulum, bahwa
pendidikan harus mampu mengoptimalisasikan semua potensi kelembagaan yang ada
dalam masyarakat, baik pada lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah,
masyarakat ataupun swasta.
2.3. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

1. Tujuan Umum

MBS bertujuan meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian kewenangan


yang lebih besar dalam mengelola sumber daya sekolah, dan mendorong keikutsertaan
semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam pengambilan keputusan
untuk peningkatan mutu sekolah.
Menurut Kustini Hardi, ada tiga tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS).
Pertama, mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru dan unsur komite
sekolah dalam aspek manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk meningkatkan mutu
sekolah. Kedua, mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru dan unsur
komite sekolah dalam pelaksanaan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, baik di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan setempat. Ketiga, mengembangkan peran serta
masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dari sekolah untuk
membantu peningkatan mutu sekolah

2. Tujuan Khusus

Secara khusus MBS bertujuan untuk:

a. Membina dan mengembangkan komponen manajemen kurikulum dan


pembelajaran melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif;

b. Membina dan mengembangkan komponen manajemen peserta didik melalui empat


proses manajemen sekolah yang lebih efektif:

c. Membina dan mengembangkan komponen pendidik dan tenaga kependidikan


melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif;

6
d. Membina dan mengembangkan komponen manajemen sarana dan prasarana melalui
empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif;

e. Membina dan mengembangkan komponen manajemen pembiayaan melalui empat


proses manajemen sekolah yang lebih efektif;

f. Membina dan mengembangkan komponen hubungan sekolah dan masyarakat


melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif;

g. Membina dan mengembangkan komponen budaya sekolah.

2.4. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada


Pasal 48 Ayat (1) dinyatakan bahwa, "Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Sejalan dengan amanat tersebut,
Peratuan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 49
Ayat (1) menegaskan bahwa "Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas".
Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut, prinsip MBS meliputi: (1) kemandirian, (2)
keadilan, (3) keterbukaan, (4) kemitraan, (5) partisipatif, (6) efisiensi, dan (7) akuntabilitas.
Masing-masing prinsip ini diuraikan sebagai berikut.

1. Kemandirian

Kemandirian berarti kewenangan sekolah untuk mengelola sumberdaya dan


mengatur kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
seluruh warga sekolah sesuai peraturan perundangan. Kemandirian sekolah hendaknya
didukung oleh kemampuan sekolah dalam mengambil keputusan terbaik, berdemokrasi,
mobilisasi sumberdaya, berkomunikasi yang efektif, memecahkan masalah, adaptif dan
antisipatif terhadap inovasi pendidikan, bersinergi dan berkolaborasi, dan memenuhi
kebutuhan sekolah sendiri.
7
2. Keadilan

Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu sumber daya manusia
yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya sekolah, dan dalam pembagian sumber daya
untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah. Sumberdaya manusia yang terlibat, baik
warga sekolah maupun pemangku kepentingan lainnya diberikan kesempatan yang sama
untuk ikut serta memberikan dukungan guna peningkatkan mutu sekolah sesuai dengan
kapasitas mereka. Pembagian sumberdaya untuk pengelolaan semua substansi manajemen
sekolah dilakukan secara bijaksana untuk mempercepat dan berkelanjtan upaya
peningkatan mutu sekolah. Dengan diperlakukan secara adil, semua pemangku
kepentingan untuk memberikan dukungan terhadap sekolah seoptimal mungkin.

3. Keterbukaan

Manajemen dalam konteks MBS dilakukan secara terbuka atau transparan, sehingga
seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui mekanisme
pengelolaan sumberdaya sekolah. Selajutnya sekolah memperoleh kepercayaan dan
dukungan dari pemangku kepentingan. Keterbukaan dapat dilakukan melalui
penyebarluasan informasi di sekolah dan pemberian informasi kepada masyarakat tentang
pengelolaan sumberdaya sekolah, untuk memperoleh kepercayaan publik terhadap sekolah.
Tumbuhnya kepercayaan publik merupakan langkah awal upaya sekolah dalam
meningkatkan peranserta masyarakat terhadap sekolah.

4. Kemitraan

Kemitraan yaitu jalinan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat, baik individu,
kelompok/organisasi maupun Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Dalam prinsip
kemitraan antara sekolah dengan masyarakat dalam posisi sejajar, yang melaksanakan
kerjasama saling menguntungkan untuk meningkatkan kualiats pendidikan di sekolah.
Keuntungan yang diterima sekolah antara lain meningkatnya kemampuan dan

8
keterampilan peserta didik, meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasanaran
sekolah, diperolehnya sumbangan ide untuk pengembangan sekolah, diperolehnya
sumbangan dana untuk peningkatan mutu sekolah, dan terbantunya tugas kepala sekolah
dan guru. Keuntungan bagi masyarakat biasanya dirasakan secara tidak langsung, misalnya
terbinanya anggota masyarakat yang berakhlak mulia, dan terciptanya tertib sosial. Sekolah
bisa menjalin kemitraan, antara lain dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat,
dunia usaha, dunia industri, lembaga pemerintah, organisasi profesi, organisasi pemuda,
organisasi wanita, lembaga swadaya masyarakat (LSM).

5. Partisipatif

Partisipatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan semua pemangku kepentingan yang


terkait dengan sekolah dalam mengelola sekolah dan pembuatan keputusan. Keikutsertaan
mereka dapat dilakukan melalui prosedur formal yaitu komite sekolah, atau keterlibatan
pada kegiatan sekolah secara insidental, seperti peringatan hari besar nasional, hari besar
daerah, hari besar agama, mendukung keberhasilan lomba antar sekolah, atau
pengembangan pembelajaran. Bentuk partisipasi dapat berupa sumbangan tenaga, dana,
dan sarana prasarana, serta bantuan teknis antara lain gagasan tentang pengembangan
sekolah.

6. Efisiensi

Efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya (dana, sarana prasarana


dan tenaga) sedikit mungkin dengan harapan memperoleh hasil seoptimal mungkin.
Efisiensi juga berati hemat terhadap pemakaian sumberdaya namun tetap mencapai sasaran
mutu seolah.

7. Akuntabilitas

Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan di


sekolah, utamanya pencapaian sasaran peningkatan mutu sekolah. Sekolah dalam
mengelola sumberdaya berdasarkan pada peraturan perundangan dan dapat

9
mempertanggungjawakan kepada pemerintah, seluruh warga sekolah dan pemangku
kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses dan komponen
manajemen sekolah. Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara tertulis disertai bukti-
bukti administratif yang sah, menunjukkan bukti fisik (seperti bangunan gedung, bangku,
dan alat-alat laboratorium), atau lisan misalnya rapat dengan mengundang pemangku
kepentingan. Sejalan dengan adanya pemberian otonomi yang lebih besar terhadap sekolah
untuk mengambil keputusan, maka implementasi ketujuh prinsip MBS di sekolah pada
dasarnya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah. Sekolah diperbolehkan
menambah prinsip implementasi MBS yang sesuai dengan karakteristik sekolah, guna
mempercepat upaya peningkatan mutu sekolah baik secara akademis maupun
nonakademis.

10
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumberdaya yang
dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan seluruh kelompok kepentingan
yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk
memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Manajemen berbasis sekolah (MBS) memberikan kebebasan dan kewenangan
yang luas kepala sekolah disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi
yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat
meningkatkan kesejahteraan guru sehingga guru dapat berkonsentrasi dalam tugas
utamanya, yaitu mengajar

b. Saran
Sebagai seorang mahasiswa, kita harus memahami konsep dasar manajemen
berbasis sekolah supaya kelak kita sebagai calon guru di masa depan dapat memanajemen
sekolah dengan baik dan benar.

11
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah B. Uno. 2010. Profesi Kependidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2010. Manajemen Pendidikan, Bandung:


Alfabeta, 2010.
Umiarso & Imam Gojali.2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan
Yogyakarta: Ircisod.

12

Anda mungkin juga menyukai