Disusun oleh:
Kelompok XI
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...............................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu sistem yang sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
tingkat intelegensi masyarakat dalam segala aspek. Dengan pendidikan, manusia yang ada
dalam interaksi sosial dapat bersaing dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
cita-cita yang diinginkan. Menurut ketatapan MPRS No. II tahun 1960, tujuan pendidikan ialah
mencetak generasi yang dapat mewujudkan sumber daya manusia sesuai dengan pancasila
sehingga dapat bertanggung jawab sebagai masyarakat yang adil serta mempunyai daya
spiritual yang tinggi. Tujuan dari pendidikan di atas merupakan salah satu tujuan pendidikan
secara umum. Pada dasarnya, tujuan dari pendidikan nasional adalah berupaya untuk
menciptakan sumber daya manusia baik secara material maupun spiritual sesuai dengan
identitas negara Indonesia yakni Pancasila.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan salah satu jalur pendidikan formal.
Seperti jalur yang lain, sekolah memiliki peranan dalam pemberdayaan bangsa yaitu berperan
mencerdaskan siswa. Hal ini kontekstual dengan tujuan negara kita dalam pendidikan
sebagaimana diamanatkan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Dikaitkan
dengan konsepsi Mulyasa (2002:4) terlihat pentingnya pencerdasan tersebut, beliau
mengungkapkan bahwa masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang secara
progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan
investasi besar untuk berjuang dari krisis dan menghadapi dunia global.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Manajemen Berbasis Sekolah?
2. Apakah tujuan dari Manajemen Berbasis Sekolah?
3. Apa saja ruang lingkup dari Manajemen Berbasis Sekolah?
4. Bagaimana konsep dari Manajemen Berbasis Sekolah?
5. Apa saja manfaat dari Manajemen Berbasis Sekolah?
6. Bagaimana implementasi Manajemen Berbasis Sekolah?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Manajemen Berbasis Sekolah.
2. Mengetahui tujuan dari Manajemen Berbasis Sekolah.
3. Mengetahui ruang lingkup Manajemen Berbasis Sekolah.
4. Mengetahui konsep Manajemen Berbasis Sekolah.
5. Mengetahui manfaat dari Manajemen Berbasis Sekolah.
6. Mengetahui implementasi dari Manajemen Berbasis Sekolah.
D. Manfaat
Setelah mengetahui pengertian, tujuan, ruang lingkup, konsep, dan implementasi dari
Manajemen Berbasis Sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah,
baik dalam proses yang terkait dengan layanan maupun dalam hasil.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Slamet PH (2000), mengemukakan bahwa istilah MBS berasal dari tiga kata yaitu
manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah pengkoordinasian sumber daya secara
efektif untuk mencapai tujuan. Berbasis memiliki kata dasar basis yang artinya dasar atau asas.
Berbasis berarti ”berdasarkan pada” atau ”berfokuskan pada”. Sekolah adalah lembaga untuk
belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Sekolah adalah suatu
organisasi dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas
memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik.
Model manajemen ini ditujukan untuk memberikan kemandirian kepada sekolah serta
meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Melalui MBS,
setiap satuan pendidikan dapat menentukan kebijakan sendiri untuk meningkatkan mutu dan
relevansi pendidikan dengan mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin
kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
3
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah tentang mutu pendidikan yang akan
dicapai.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan
untuk membuat sekolah dapat lebih mandiri dalam memberdayakan sekolahnya melalui
pemberian kewenangan (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar terhadap sekolah dalam
mengelola sumber daya, dan mendorong partisipasi warga sekolah serta masyarakat untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki ruang lingkup yang luas meliputi
berbagai aspek sebagai berikut:
4
operasional, struktur organisasi dan tata kerja, sistem audit dan pengawasan internal,
dan sistem penjaminan mutu internal.
Hal-hal tersebut merupakan ruang lingkup Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang
mana setiap satuan pendidikan memiliki hak dan kewenangan untuk mengelola kegiatan
pendidikan di satuan pendidikan. Namun, untuk saat ini, konsep desentralisasi model
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ini belum dipahami secara filosofis dan mendasar.
Akibatnya, manajemen sekolah yang seharusnya dapat melakukan berbagai hal secara mandiri,
tidak bisa melakukannya karena memerlukan dukungan aturan sebagai langkah melakukan dan
membuat kebijakan di sekolah. Hal semacam itu yang menyebabkan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) tidak dapat berjalan dengan optimal.
Pada prinsipnya, MBS merupakan model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengembalian keputusan
secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu
sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Oleh karena itu, terdapat sejumlah kata kunci
terkait MBS, yakni otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai
sasaran mutu sekolah.
1. Otonomi
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian dalam mengatur serta
mengurus dirinya sendir dan mereka tidak tergantung pada pihak manapun. Jadi
otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga
sekolah sesuai dengan peraturan perundang undangan pendidikan nasional yang
berlaku.
2. Kemandirian
Kemandirian, dimaknai sebagai langkah dalam pengambilan keputusan dalam
mengelola sumber daya yang ada, mengambil kebijakan, mengambil strategi, dan
metode dalam memecahkan persoalan yang ada, sehingga mampu menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Tentu
saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu
kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi atau
5
menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan
memilih cara pelaksanaan yang terbaik, dan kemampuan berkomunikasi dengan cara
yang efektif. Selain itu juga kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah,
kemampuan adaptasi dan antisipasi, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan
kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
3. Pengambilan Keputusan Partisipatif (Demokratis)
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan
melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik oleh warga sekolah (guru,
siswa, karyawan, orangtua siswa, tokoh masyarakat). Warga sekolah didorong untuk
terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika
seseorang dilibatkan (berpartisipasi) daIam pengambilan keputusan, maka yang
bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap keputusan tersebut, sehingga
yang bersangkutan juga akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk
mencapai tujuan sekolah. Makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa
tanggung jawab dan makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula dedikasinya.
Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan harus
mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan
pengambilan keputusan sekolah. Dengan pengertian di atas, sekolah memiliki
kewenangan dan kemandirian lebih besar dalam mengelola sekolahnya untuk
mencapai mutu pendidikan.
Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah.
2. Bersifat adaptif dan antisipatif proaktif sekaligus.
3. Memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil risiko).
4. Bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah.
5. Memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya.
6. Memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisikerja.
7. Komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi penilainya.
6
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam konsep manajemen berbasis sekolah
(MBS) di antaranya :
1. Kebijakan dan kewenangan sekolah bersumber pada kondisi nyata yang dialami
sekolah dan membawa pengaruh langsung kepada siswa, wali siswa, serta guru.
2. Sumber daya lokal dapat termanfaatkan secara optimal dan relevan.
3. Pengelolaan pendidikan dapat berjalan dengan lebih efektif.
4. Adanya perhatian bersama dalam pengambilan keputusan memiliki dampak langsung
terhadap guru, manajemen sekolah, dan perubahan perencanaan sekolah.
5. Memberikan peluang besar bagi kepala sekolah dan guru dalam mengelola sekolah
agar lebih efisien dan efektif karena adanya rasa kepemilikan, partisipasi, serta
keterlibatan yang tinggi dalam pembuatan juga pengambilan keputusan.
6. Mendorong terciptanya berbagi kekuasaan antara pemerintah pusat, pemerintah
daerah, serta sekolah yang memerlukan penataan yang dilandasi kerjasama dan
konsisten terhadap kewajiban, kewenangan, serta tanggung jawab masing-masing
pihak. Dalam hal ini, pemerintah pusat berkewajiban dalam merumuskan cita-cita dan
strategi nasional pendidikan, kurikulum nasional, publikasi buku pelajaran, serta
pertanggungjawaban dalam mutu edukatif. Di sisi lain, pemerintah daerah
berkewajiban menyelenggarakan pembinaan sumber daya manusia, mengatur
rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, pengembangan karier, pemindahan,
7
kenaikan pangkat, serta pemberhentian guru. Sedangkan sekolah berkewajiban untuk
mengatur jam dan jadwal pelajaran, tolok ukur apa yang digunakan untuk menilai
pencapaian kurikulum, keleluasaan mengelola sumber daya sekolah, dan menyertakan
masyarakat dalam meningkatkan kinerja sekolah.
7. Kesejahteraan yang didapatkan oleh guru akan berbanding lurus dengan konsentrasi
guru tersebut dalam melaksanakan tugasnya.
8. Tingkat profesionalisme kepala sekolah dan guru akan mengalami peningkatan.
9. Memberikan keleluasaan sekolah dalam menarik partisipasi wali siswa, yang mana
nantinya dapat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi siswa.
1. Manajemen Kurikulum
Kurikulum merupakan inti bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Dalam hal ini, manajemen kurikulum dan program pengajaran
mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Perencanaan
dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh
Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Oleh karena itu, sekolah juga
bertugas dan berwewenang untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat.
2. Manajemen Tenaga Kependidikan
Keberhasilan MBS sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya dalam mengelola
tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Dalam hal ini, manajemen tenaga
kependidikan mencakup perencanaan pegawai, pengadaan pegawai, pembinaan dan
8
pengembangan pegawai, pemberhentian pegawai, dan evaluasi pegawai. Semua itu
perlu dilakukan dengan baik dan benar agar tenaga kependidikan yang diperlukan
sesuai dengan kualifikasi dan kemampuan serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan
baik dan berkualitas. Manajemen tenaga kependidikan
3. Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan merupakan penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang
berkaitan dengan peserta didik. Mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik
tersebut dari suatu sekolah. Di antara dimensi manajemen berbasis sekolah tersebut,
manajemen kesiswaan menduduki tempat yang sangat penting, karena sentral
layanannya di sekolah adalah peserta didik.
Dalam hal ini, para tenaga kependidikan sekolah seperti kepala sekolah dan guru
masing-masing ikut terlibat dalam kegiatan manajemen. Keterlibatan mereka berbeda-
beda sesuai dengan peran dan tugasnya serta tingkat keterampilan yang mereka
memiliki.
4. Manajemen Pendanaan/Keuangan
Manajemen pendanaan/keuangan merupakan salah satu sumber daya secara langsung
yang menunjang efektivitas dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Manajemen
keuangan juga dapat diartikan sebagai aktivitas yang berhubungan dengan perolehan,
pendanaan, dan pengelolaan aktivitas dengan beberapa tujuan menyeluruh.
5. Manajemen Sarana dan Prasarana
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana
dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti
pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini mencakup kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan
serta penataan.
Mulyasa menegaskan bahwa sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan
yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya
proses belajar-mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan
media pengajaran. Sedangkan, yang dimaksud prasarana pendidikan adalah fasilitas
yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran,
seperti halaman, kebun, taman, dan sekolah.
9
6. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat adalah suatu pengelolaan yang
mana bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan
dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial.
Pertama, sekolah harus memiliki otonomi dalam empat hal, yaitu otonomi dalam
kekuasaan dan kewenangan, pengembangan, pengetahuan, dan keterampilan secara
berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian, dan pemberian penghargaan kepada
setiap pihak yang berhasil.
Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan dan proses
pengambilan keputusan terhadap kurikulum. Sekolah harus lebih banyak mengajak lingkungan
dalam mengelola sekolah karena bagaimanapun sekolah adalah bagian dari masyarakat.
Ketiga, adanya kepemimpinan sekolah yang kuat, sehingga mampu menggerakkan dan
mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif, terutama kepala sekolah harus
menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala
sekolah dalam penerapan MBS berperan sebagai designer, motivator, dan fasilitator.
Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya. Untuk bisa
memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing, harus ada sosialisasi terhadap
konsep MBS itu sendiri.
10
Keenam, adanya guidelines dari Departemen Pendidikan terkait, sehingga mampu
mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines tersebut tidak
perlu lagi berisi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS, tetapi yang
diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.
Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan
lebih khusus lagi adalah untuk meningkatkan pencapaian belajar siswa. Perlu dikemukakan
lagi bahwa MBS tidak bisa langsung meningkatkan kinerja belajar siswa namun berpotensi
untuk itu.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13