Dosen Pengampu :
1. Dr. Riswanti Rini, M.Si.
2. Annisa Yulistia, M.Pd.
Nama Anggota:
1. Novita Nur Shabrina (2113023018)
2. Feralia Safitri (2113023080)
3. Rika Afrillia (2113023024)
4. Khoirun Nisa Salsabila Atauri (2113023060)
5. Ginanti Putri Ganta (2113023040)
6. Nisrina Dwi Susanti (2113023070)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dalam mata kuliah manajemen
pendidikan. Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas dalam mata kuliah manajemen pendidikan. Makalah ini berjudul “Konsep
dan Implementasi MBS”.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Dengan rendah hati kami mengharapkan kritik dan saran untuk
dijadikan pegangan dalam menghasilkan makalah yang lebih baik. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTARISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................…...20
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
orientasi manajemen sekolah yang duhulunya berbasis pusat menjadi Manjemen
berbasis sekolah (MBS), sebagai paradigma baru dalam pengoperasionalan
sekolah.Yang semula sekolah hanya merupakan perpanjangan tangan birokrasi
pemerintah pusat untuk penyelenggaraan urusan politik pendidikan dan para
pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki kelonggaran dalam mengopersikan
sekolahnya secara mandiri. Karena semua kebijakan dari penyelenggaraan
pendidikan sekolah umumnya diadakan di tingkat pusat dan mengarah secara
vertikal kebawah sampai kepada sekolah yang hanya menerima kebijakan tersebut
apa yang ada.
Manajemen berbasis sekolah mengandung pengertian desentralisasi yang
sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat
keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka
kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan
akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya
transformasi sekolah. Manajemen berbasis sekolah telah dilembagakan di tempat-
tempat seperti Inggris, dimana lebih dari 25.000 sekolah telah mempraktikkannya
lebih dari satu dekade. Atau seperti Selandia Baru atau Victoria, Australia atau di
beberapa sistem sekolah yang besar) di Kanada dan Amerika Serikat, dimana
terdapat pengalaman sejenis selama lebih dari satu dekade. Praktik manajemen
berbasis sekolah di tempat-tempat ini tampaknya tidak dapat dilacak mundur. Satu
indikasi skala dan lingkup minat terhadap manajemen berbasis sekolah
diagendakan pada Pertemuan Menteri-menteri Pendidikan dari Negara APEC di
Chili pada April 2004. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan satu
jejaring 21 negara yang mengandung sepertiga dari populasi dunia. Tema dari
pertemuan adalah “mutu dalam pendidikan” dan tata kelola merupakan satu dari
empat sub tema. Perhatian khusus diarahkan pada desentralisasi. Para menteri
sangat menyarankan (endorse) manajemen berbasis sekolah sebagai satu strategi
dalam reformasi pendidikan, tatapi juga menyetujui aspek-aspek sentralisasi,
seperti kerangka kerja bagi akuntabilitas. Mereka mengakui bahwa pengaturannya
akan bervariasi di masing-masing negara, yang merefleksikan keunikan tiap-tiap
setting.
5
Dengan demikian, dalam menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah, maka
pihak sekolah memiliki hak otonomi yaitu hak atau kewenangan sekolah dalam
mengatur dan mengurus kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan
serta dapat menciptakan mutu pendidikan yang baik. Tujuan ini ditentukan
berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi,
seperti kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman. . Kemandirian berasal dari
kata mandiri yang memiliki arti keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung
pada orang lain, sementara itu kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
1.3 Tujuan
a. Megetahui definisi MBS
b. Mengetahui konsep MBS
c. Mengetahui implementasi MBS
d. Untuk mengetahui Fungsi dari MBS
e. Untuk mengetahui Tujuan dari MBS
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
lingkup nasional. Perencanaan makro berusaha menetapkan tujuan yang ingin
dicapai, kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh dan cara-cara mencapai tujuan
itu pada tingkat nasional.
Menurut Myers dan Stonehill sebagaimana dikutip oleh Hadiyanto dalam
bukunya yang berjudul: Mencari sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di
Indonesia, Manajemen berbasis sekolah merupakan suatu strategi untuk
memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan
keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing-masing sekolah,
sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik
mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga
mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut
pembiayaan, personal dan kurikulum sekolah.
Perwujudan pendidikan yang efektif dan efisien, hendaklah mewujudkan
Manajemen Berbasis Sekolah sebagai wujud dari reformasi pendidikan, sehingga
kepala sekolah, guru, peserta didik dan orangtua peserta didik mempunyai andil
yang sangat penting untuk mengawasi jalannya proses belajar mengajar pada
lembaga pendidikan. Dengan demikian, akan terjadi sistem yang positif secara
sentralisasi dan desentralisasi.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk manajemen yang
memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam mengambil
keputusan yang partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga
sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah. Penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) berdasarkan kajian pelaksanaan di negara-negara yang sudah
maju, maupun yang tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan UU
sisdiknas NO. 20 Tahun 2003, tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 55
ayat 1: Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat
pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan
pasal tersebut setidaknya ada empat aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi,
keadilan, efektifitas dan efisiensi, serta akuntabilitas.
8
2.2 Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
Kata manajemen berasal dari bahasa Inggeris “Management” yang
berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan. Dalam Ensiklopedi
Nasional Indonesia, kata ini diartikan sebagai proses merencanakan dan
mengambil keputusan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan
sumber daya manusia, keuangan, fisik dan informasi guna mencapai sasaran
organisasi dengan cara yang efisien dan efektif. atau proses dengan mana
pelaksanaan dari pada suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.
Manajemen juga berarti keterampilan dan kemampuan untuk memperoleh
hasil melalui kegiatan bersama orang lain dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
Kata berbasis adalah akar kata dari kata basis yang berarti dasar,
pokok dasar atau pangkalan.9 Sedang sekolah adalah salah satu institusi
manusia terpenting tempat proses belajar mengajar berlangsung. Lembaga ini
mengajar anak didik membaca, menulis, dan keterampilan dasar lainnya yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Sekolah adalah tempat
untuk menempuh Pendidikan.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa manajemen berbasis
sekolah adalah suatu proses yang dilakukan bagaimana merencanakan,
mengambil keputusan, mengorganisasikan, mengendalikan sumber daya
manusia secara efektif dan efisien melalui orang lain atau bersama-sama
orang lain dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
pada lembaga sekolah. Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan
manajemen berbasis sekolah, yakni; school based management atau school
based decision making and management. Istilah ini pertama kali muncul di
Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi
pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 4 ayat 6 menyebutkan
bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.11 Dengan demikian dapat
9
dipahami bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab semua elmen
masyarakat. Manajemen berbasis sekolah merupakan paradigma baru
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (Perlibatan
masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Konsep dasar
school based management adalah mengalihkan pengambilan keputusan
dari pusat/ Kanwil/ Kandep Dinas ke level sekolah, dimana dengan adanya
pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah, maka
sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menetukan arah
pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan
masyarakatnya, dengan kata lain bahwa sekolah harus mampu
mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Di
samping itu, dengan adannya program sekolah yang relevan, maka
diharapkan sekolah akan mampu menggali partisipasi masyarakat untuk
berperan serta dalam pengembangan sekolah, sehingga masyarakat
mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah. Manajemen pendidikan berbasis
sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih
menekankan kepada kemandirian dan kreativitas.
10
tataran ini, Syaiful Sagala menyatakan bahwa kekuasaan yang dimiliki
Sekolah mencakup, antara lain:Mengambil keputusan berkaitan dengan
pengelolaan kurikulum,Keputusan berkaitan dengan rekrutmen dan
pengelolaan guru dan pegawai administrasi, Keputusan berkaitan dengan
pengelolaansekolah.Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) meliputi :Manajemen kurikulum, manajemen tenaga kependidikan,
manajemen kesiswaan,manajemen pendanaan/keuangan, dan manajemen
hubungan sekolah dengan masyarakat.
1. Manajemen Kurikulum
Kurikulum merupakan inti bidang pendidikan dan memiliki pengaruh
terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Dalam hal ini Manajemen kurikulum
dan program pengajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional
pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada
tingkat pusat.Oleh karena itu, sekolah juga bertugas dan berwewenang untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan lingkungan setempat. Untuk menjamin efektivitas
pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala
sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru-guru
harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam
program tahunan, catur wulan dan bulanan. Adapun
program mingguan atau program satuan pelajaran, wajib dikembangkan guru
sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar.
11
pembinaan dan pengembangan pegawai, pemberhentian pegawai, evaluasi
pegawai. Semua itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang
diharapkan tercapai, yakni tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan
dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik dan berkualitas.
3. Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan merupakan penataan dan pengaturan terhadap
kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, yakni mulai masuk sampai
dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah. Diantara dimensi
manajemen berbasis sekolah tersebut, Manajemen peserta didik (kesiswaan)
menduduki tempat yang sangat penting, karena sentral layanan pendidikan di
sekolah adalah kepada peserta didik. Dalam hal ini, para tenaga kependidikan
sekolah seperti kepala sekolah dan guru masing-masing ikut terlibat dalam
kegiatan manajemen kesiswaan pada lembaga mereka mengabdi.Keterlibatan
mereka berbeda-beda sesuai dengan peran dan tugasnya serta tingkat
keterampilan yang mereka memiliki.
4. Manajemen Pendanaan/Keuangan
Manajemen pendanaan/keuangan merupakan salah satu sumber daya secara
langsung menunjang efektivitas dan efesiensi pengelolaan
pendidikan.Manajemen keuangan juga dapat diartikan sebagai aktivitas
berhubungan dengan perolehan,pendanaan, dan pengelolaan aktivitas dengan
beberapa tujuan menyeluruh.
12
langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses
belajar-mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan
media pengajaran. Sedangkan, yang dimaksud prasarana pendidikan adalah
fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan
atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman, dan sekolah.
13
1. Perencanaan dan Evaluasi
Dalam hal ini sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan
sesuai dengan kebutuhan, misalnya untuk meningkatkan mutu sekolah. Maka
sekolah perlu melakukan analisa tentang kebutuhan mutu yang dijadikan
dasar untuk membuat suatu rencana. Di samping diberi kewenangan untuk
membuat rencana juga diberi kewenangan untuk mengevaluasi secara
internal (evaluasi diri).
1. Pengembangan Kurikulum.
Satuan pendidikan sepenuhnya dapat mengembangkan kurikulum
dengan mengacu kepada kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Sehingga sekolah berkewenangan mengembangkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan. Mengembangkan yang dimaksud adalah dapat
memperdalam, memperkaya dan memodifikasi kurikulum, tetapi tidak boleh
mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.
14
besar dapat dibayarkan melalui dana BOS atau komite sekolah. Satuan
pendidikan melalui kerja sama dengan pihak lain dapat melakukan
penggalian sumber daya manusia dari luar sehubungan dengan keterbatasan
tenaga yang diperlukan atau tidak mungkin pemerintah untuk mengangkatnya
karena sifat keahliannya.
4. Pengelolaan Fasilitas Sekolah
Sekolah merupakan lembaga yang paling mengetahui kebutuhan
fasilitas yang erat kaitanya dengan kelangsungan proses belajar mengajar,
maka dari itu dalam pengelolaan fasilitas sekolah seharusnya dilakukan
oleh sekolah mulai pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan sampai
pengembangan. Akan tetapi Peraturan Pemerintah No. 19. tahun 2005
tentang standar Nasional Pendidikan bab VII pasal 42 sampai dengan 49
menjelaskan bahwa di bidang sarana dan prasarana kewenangan bagi sekolah
ada batasnya yaitu didasarkan pada kriteria minimal yang harus dimiliki oleh
sekolah.
5. Pengelolaan Keuangan
15
terutama bagi sekolah-sekolah yang jumlah siswanya sedikit. Namun
demikian penyelenggara pendidikan dapat mengelola dana dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk melakukan inovasi pengalokasian
sumber dana bukan hanya dari pemerintah melainkan dapat bersama-sama
sengan komite sekolah dapat menghimpun dana dari masyarakat, dunia usaha
dan dunia industri (DUDI).
7. Pelayanan Siswa
Mengenai pelayanan siswa yang sudah didesentralisasikan meliputi
penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/pembimbingan,
penempatan untuk melanjutkan sekolah atau memasuki dunia kerja sampai
pengurusan alumni. Dalam manajemen siswa kepala sekolah bertugas
menyeleksi siswa baru, menyelenggarakan pembelajaran, mengontrol
kehadiran murid, melakukan uji kompetensi akademik/kejuruan,
melakasanakan bimbingan karier serta penelusuran lulusan.
8. Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
Dukungan moral dan finansial merupakan esensi hubungan sekolah dengan
masyarakat yang utama selain untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian,
kepemilikan dan dukungan dari masyarakat. Hubungan sekolah dengan
masyarakat mempunyai arti bahwa hubungan masyarakat sekolah merupakan
suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat dengan tujuan
masyarakat mengetahui kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan latihan serta
menunjang kecerdasan dan bekerja sama dalam meningkatkan sekolah.
16
meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan20. Peningkatan
efesiensi, antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya
partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara
peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain melalui partisipasi orang tua
terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan
profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya system insentif serta
dinsentif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan
partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi
pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian
masyarakat tumbuh rasa
kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.
17
teorikal akanlebih baik dalam memfasilitasi kebutuhan siswa. MBS yang
ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat
merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di
masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan.Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui
keleluasaan dalam mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi. Sementara itu, peningkatan mutu dapat diperoleh
antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas
pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala
sekolah, serta berlakunya system insentif dan disinsetif.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan strategi untuk mewujudkan
sekolah yang efektif dan produktif. MBS merupakan pendekatan politik yang
bertujuan untuk mendesain ulang pengelolaan sekolah dengan memberikan
kekuasaan pada Kepala Sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
upaya perbaikan kinerja sekolah. Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah
bentuk manajemen yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah
dalam mengambil keputusan yang partisipatif yang melibatkan secara langsung
semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah. Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) berfungsi untuk perencanaan dan evaluasi, pengembangan
kurikulum, pengelolaan proses pembelajaran, pengelolaan ketenangan,
pengelolaan fasilitas sekolah, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa dan
hubungan sekolah dan masyarakat. Adapun tujuan dari manajemen berbasis
sekolah yaitu meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan kepedulian
warga sekolah, meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua,
meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah.
19
DAFTAR PUSTAKA
20