Anda di halaman 1dari 18

Urgensi MBS dalam Pengambilan Keputusan Efektif

dalam Konteks Manajemen Berbasis Sekolah

Disusun Oleh :
Marisa Ana Tiara 1901025366
Rezhika Puteri Adhelia 1901025137
Rizka De’Aulia 1901025150

KELOMPOK 10
KELAS 7I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah “Urgensi MBS
dalam Pengambilan Keputusan Efektif dalam Konteks MBS”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Jakarta, 10 Desember 2022

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4

A. Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu berbasis Sekolah....................................................4

B. Urgensi Penerapan Manajemen berbasis Sekolah.....................................................................6

C. Pengambilan Keputusan yang Efektif.....................................................................................6

D. Etika dalam Pengambilan Keputusan Efektif Manajemen berbasis Sekolah...........................11

BAB III PENUTUP................................................................................................................13

A. Kesimpulan.............................................................................................................................13

B. Saran.......................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan ilmu pengetahuan serta teknologi sudah bawa pergantian
dihampir seluruh aspek kehidupan manusia dimana bermacam kasus cuma bisa
dipecahkan kecuali dengan upaya kemampuan serta kenaikan ilmu pengetahuan serta
teknologi. Tidak hanya khasiat untuk kehidupan manusia di satu sisi pergantian
tersebut pula sudah bawa manusia kedalam masa persaingan global yang terus
menjadi ketat. Supaya sanggup berfungsi dalam persaingan global, hingga selaku
bangsa kita terus meningkatkan serta tingkatkan mutu sumber energi manusianya.
Oleh sebab itu, kenaikan mutu sumber energi manusia ialah realitas yang wajib
dicoba secara terencana, terencana, intensif, efisien serta efektif dalam proses
pembangunan, jika tidak mau bangsa ini kalah bersaing dalam menempuh masa
globalisasi tersebut.
Pada tingkat sekolah, kepala sekolah sebagai figur kunci dalam mendorong
perkembangan dan kemajuan sekolah dengan demikian kepala sekolah menempati
posisi sentral dan strategis dalam sebuah organisasi khususnya organisasi sekolah.
Kepala sekolah sebagai penentu dalam menggerakkan organisasi sekolah. Hal ini
sesuai dengan salah satu peran dari sekian banyak peran kepala sekolah dalam
pendidikan adalah sebagai pemimpin atau leader (Nurkolis dalam Rizalie 2016).
Pengambilan keputusan adalah proses memilih sejumlah alternatif. Pengambilan
keputusan penting bagi manajer administrator karena proses pengambilan keputusan
mempunyai peran penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi,
koordinasi, dan perubahan organisasi. Pengambilan keputusan merupakan salah satu
faktor penentu dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Manajemen
Berbasis Sekolah memberikan wewenang pengambilan keputusan bagi sekolah dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi progam pendidikannya dengan melibatkan
semua pihak yang berkepentingan dengan sekolah guna memenuhi kebutuhan sesuai
dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah atau yang lebih dikenal
Manajemen Berbasis Sekolah dimasyarakat adalah upaya serius dan rumit, yang
memunculkan berbagai isu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenangan dalam

1
pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi
keputusan yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami
benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang
terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Saat ini Manajemen
Berbasis Sekolah dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoprasian sekolah
yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. Selain itu
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan strategi untuk meningkatkan pendidikan
dengan pendelegasian kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan
daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian MBS pada dasarnya merupakan sistem
manajemen dimana sekolah merupakan unit pengambil keputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan
pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses
pendidikan di sekolah mereka.
Dengan model penilaian baru tersebut ada kemungkinan sekolah negeri tidak
terakreditasi dan sebaliknya sekolah swasta bisa mendapatkan peringkat lebih tinggi
dari sekolah negeri. Sebagai konsekuensi dari sistem akreditasi sekolah ini, sekolah-
sekolah yang tidak terakreditasi akan berguguran karena tidak mendapatkan murid
baru, sebaliknya sekolah-sekolah dengan peringkat "amat baik" akan kebanjiran
murid baru. Berpandang dari uraian diatas maka sangat diharapkan adanya
peningkatan mutu bagi lembaga pendidikan (khususnya lembaga pendidikan Islam).
Apalagi kita mengetahui lembaga pendidikan Islam secara dominan masih dibawah
standart lembaga-lembaga pendidikan lainnya, hanya sebagian kecil saja jumlah
lembaga Islam yang dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah?
2. Bagaimana urgensi penerapan manajemen berbasis sekolah?
3. Bagaimana pengambilan keputusan yang efektif?
4. Bagaimana etika dalam pengambilan keputusan efektif manajemen berbasis
sekolah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

2
2. Untuk mengetahui urgensi penerapan manajemen berbasis sekolah
3. Untuk mengetahui pengambilan keputusan yang efektif
4. Untuk mengetahui etika dalam pengambilan keputusan efektif manajemen
berbasis sekolah

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu berbasis Sekolah


Manajemen berbasis sekolah merupakan model yang tepat untuk diterapkan
dalam mengelola pendidikan saat ini sesuai dengan alur pikir yang ada, dengan
adanya penerapan manajemen berbasis sekolah diharapkan sekolah dapat merespon
dengan cepat dan tepat terhadap perubahan yang akan terjadi pada lingkungannya
(Hadiyanto dalam Atikasari 2021)
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma baru pendidikan,
yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat)
dalam kerangka kebijakan pendidikan Nasional (Mulyasa dalam Sulaeman 2018).
Dalam hal ini mulyasa mengartikan kata manajemen sama dengan kata
administrasi atau pengelolaan, meskipun kedua istilah tersebut sering diartikkan
berbeda, namun berdasarkan fungsi pokoknya istilah tersebut mempunyai fungsi
yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah tersebut tidak konsisten dan tidak
signifikan. Otonomi ini diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumberdaya
dan sumberdana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan,
serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat
dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu, dan mengontrol
pengelolaan pendidikan.
Dari berbagai macam istilah dan definisi diatas itu, maka dapat ditarik
benang merah bahwa manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah atau
manajemen berbasis sekolah adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber
daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah melalui sejumlah input
manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kepentingan pendidikan
nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan
sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Dan
yang menjadi kelompok kepentingan terkait dengan sekolah meliputi: kepala
sekolah, wakil-wakilnya, guru, konselor, tenaga administratif, siswa, orang tua/
wali siswa, intansi terkait dan masyarakat baik yang terorganisir maupun yang
tidak terorganisir.
Manajemen berbasis sekolah dapat mendayagunakan seluruh komponen-

4
komponen sumber daya yang ada dengan cara memberikan kewenangan kepada
kepala sekolah untuk dapat mengatur da mengurus rumah tangganya sendiri
(sekolah), sehingga sekolah dapat berkembang dengan baik sesuai situasi dan
kondisi lingkungannya dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Otonomi
diberikan supaya sekolah lebih leluasa mengelola semua sumber daya dengan
mengelola sesuai dengan prioritas kebutuhan sehingga sekolah lebih tanggap
dengan kebutuhan penggunanya atau masyarakat sekitarnya. Untuk mencapai
otonomi (kemandirian) sekolah, diperlukan suatau proses yang disebut
“desentralisasi”. Sebab desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat, daerah kepada sekolah, bahkan dari sekolah ke guru. Tetapi
harus tetap dalam kerangka pendidikan nasioanal. Selama ini dalam manajemen
pendidikan kita dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan
desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan
penyelengaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat, sehingga
terkesan lamban dalam melakukan perubahan, bersifat kaku, normatif sekali
orientasinya kerena terlalu banyaknya lapisan birokrasi, tidak jarang birorasi
mengendalikan fungsi dan bukan sebaliknya. Sedang dalam sistem desentralisasi,
wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah.
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil
keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana
warga sekolah (guru, siswa, karyawan, orang tua siswa, tkoh masyarakat)
didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
yang akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Hal ini
dilansdasi oleh keyakinan bahya jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam
pengambilan keputusan, maka yang bersangkutan akan mempunyai “rasa
memiliki” terhadap keputusan tersebut, sehingga yang bersangkutan juga akan
bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah.
Singkatnya: semakin besar tingkat partisipasi, maka makin besar pula rasa
tanggungjawab, makin besar besar pula dedidakasinya. Tentu saja pelibatan
warga sekolah dalam pengambilan keputusan harus dipertimbangkan keahlian,
yuridiksi, dan relevansinya dengan tujuan pengambilan keputusan sekolah.

5
B. Urgensi Penerapan Manajemen berbasis Sekolah
MBS di Indonesia yang menggunakan model MPMBS muncul karena
beberapa alasan, antara lain: pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan,
peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukkan sekolahnya. Kedua,
sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan
masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat (Umaedi dalam Sulaeman 2018).
Penerapan manajemen pengambilan keputusan efektif dalam peningkatan
mutu berbasis sekolah juga memiliki alasan financial karena MBS dapat dijadikan
alat untuk meningkatkan sumber pendanaan lokal(Ibid dalam Sulaeman 2018).
Asumsinya, dengan mendorong dan menerima keterlibatan orang tua siswa di
dalam pengambilan keputusan di tingkat sekolah, orang tua akan termotivasi
untuk mmeningkatkan komitmennya pada sekolah. Selanjutnya, orang tua siswa
akan lebih memiliki keinginan untuk menyumbangkan uang, tenaga, dan sumber
daya lainkepada sekolah. Peningkatan prestasi belajar siswa terjadi apabila orang
tua siswa dan guru diberi otoritas dari sekolah, maka iklim sekolah akan berubah
dalam mendukung pencapaian prestasi siswa. Namun, beberapa bukti empiris
yang mendukung alasan ini tidaklah kuat.
Penerapan pengambilan keputusan manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah juga untuk mewujudkan sekolah efektif. Winkler dan Gershberg
mengajukan hipotesis bahwa beberapa hipotesis komponen kunci sekolah efektif
dipengaruhi oleh implementasi MBS. Mereka mengeksplorasi bagaimana MBS
memperngaruhi pada peningkatan karakteristik kunci sekolah efektif yang
meliputi kepemimpinan yang kuat, guru-guru yang terampil dan memiliki
komitmen, meningkatkan focus pada pembelajaran, dan rasa tanggung jawab
terhadap hasil (Ibid dalam Sulaeman 2018).

C. Pengambilan Keputusan yang Efektif

Pengambilan keputusan harus dilakukan dengan hati-hati agar


implementasi MBS dapat berjalan dengan baik. Apabila salah dalam proses
pengambilan keputusan maka akibatnya ama luas. Pertama, teori keputusan adalah
metodelogi unuk menstruktur dan menganalisi siuasi yang idak pasti atau

6
beresiko. Kedua, pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang
pemimpin memperoleh dan menggunakan data dengan menayakan hal lainnya,
menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis
data.

Dalam implementasi MBS juga dihadapi beberapa masalah seperti


berbagai pihak terkait harus bekerja lebih banyak daripada sebelumnya, kurang
efisien (dalam jangka pendek karena salah satu tujuan MBS adalah terjadinya
efisiensi pendidikan), kinerja kepala sekolah yang tidak merata, meningkatnya
kebutuhan pengembangan staf, terjadinya kebimbangan karena peran dan
tanggungjawab baru, kesulitan dalam melakukan koordinasi dan masalah
akuntabilitas.

Masalah lain yang muncul adalah pada otoritas pengambilan keputusan.


Sekolah menginginkan dimilikinya otoritas dalam pengambilan keputusan, namun
pemerintah pusat atau daerah sering kali tetap menginginkan otoritas
keputusan berada di pihaknya. Penghambat lain yang sering muncul adalah
kurangnya pengetahuan berbagai pihak tentang bagaimana MBS dapat bekerja
dengan baik. Juga masalah kekurangan ketrampilan untuk mengambil keputusan,
ketidakmampuan dalam berkomunikasi, kurangnya kepercayaan antar pihak, ketidak
jelasan peraturan tentang keterlibatan masing-msing pihak dan keengganan para
administrator dan guru untuk memberikan kepercayaan kepada pihak lain dalam
mengambil keputusan.

Agar keputusan yang diambil dalam kerangka MBS memberi hasil yang
maksima, pengambilan keputusan harus disadari pada adanya informasi selengkap
munkin. Masalah yang akan diputuskan harus jelas, menyediakan berbagai
alternatif pilihan dan disadari setiap konsekuensinya. Robbins mengatakan bahwa
keputusan yang dibuat pada tingkat sekolah dalam kerangka MBS adalah
terdapat empat langkah dalam proses pengambilan keputusan. Mula-mula sekolah
membentuk Dewan Sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, perwakilan guru,
orang tua siswa, anggoa masyarakat, staf sekolah, dan siswa. Dewan Sekolah
melakukan pengukuran kebuuhan (need assessment) sekolah. Dewan Sekolah
mengembangkan perencanaan tindakan yang mencakup tujuan dan sasaran yang
terukur. Langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan yang bisa dilakukan
dengan dua cara, yaitu (a) Dewan Sekolah memberi saran-saran kepada kepala

7
sekolah, yang selanjutnya kepela sekolah memutuskannya, dan (b) Dewan Sekolah
mengambil keputusan. Kepala sekolah memiliki peran yang besar dalam
pengambilan keputusan. Adapun budaya sekolah yang mendukung implementasi
MBS. (Nurkolis dalam Rizalie 2016).

Dalam MBS dituntut adanya perubahan budaya organisasi yang


diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan, organisasi yang diarahkan pada
pencapaian mutu pendidikan, aspek budaya memiliki peran yang cukup penting
dalam mencapai mutu berkelanjutan. Terdapat dua pendekatan pengambilan
keputusan dalam organisasi :
Pertama : Yang didasarkan pada model-model rasional ekonomi dengan maksud
untuk mendapatkan keputusan yang ideal.
Kedua : Model administratif yaitu dengan mengeksplorasi keterbatasan-
keterbatasan rasionalitas manusia

Kebanyakan pengambilan keputusan dalam organisasi didasarkan pada


beberapa hal dibawah ini:
a) Rasionalitas terbatas, karena kemampuan pikiran manusia untuk
memformulasi dan menyelesaikan masalah yang rumit terlalu kecil
untuk memenuhi tuntutan untuk rasionalitas penuh, individu
beroperasi pada rasionalitas terbatas. Para individu mengambil
keputusan dengan merancang bangunan model-model yang
disederhanakan yang menyuling cirri-ciri hakiki dari masalah tanpa
menangkap semua kerumitannya.
b) Instuisi. Pengambilan keputusan intuitif adalah suatu proses tak
sadar, yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring. Instuisi
ini berjalan beriringan atau saling melengkapi dengan analisis rasional.
Instuisi adalah kekuatan di luar indera atau indera keenam. Orang
paling besar kemungkinannya menggunakan pengambilan
keputusan intuitif pada delapan kondisi adalah sebagai berikut, bila
ada ketidakpastian dalam tingkat yang tinggi, hanya ada sedikit preseden
untuk diikuti. Bila variabel-variabel kurang bisa diramalkan secara
ilmiah, bila fakta terbatas, bila fakta tidak menunjukan dengan jelas jalan
untuk diikuti, bila ada analisis kurang berguna, bila ada beberapa
penyelesaian alternative yang masuk akal untuk dipilih, yang masing-

8
masing memiliki argument yang baik, dan bila waktu terbatas dan ada
tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat. Identifikasi
masalah. Dalam mengatasi identifikasi masalah ada dua hal penting
yang berpengaruh yaitu masalah-masalah yang tampak cenderung
memiliki probabilitas terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan
masalah-masalah yang penting dan kepentingan pribadi mengambil
keputusan cenderung menang daripada masalah-masalah yang penting
bagi organisasi.

c) Pengembangan alternatif. Pengambilan keputusan jarang bersedia


mengembangkan alternatif baru dan unik. Pengambilan keputusan
sering menghindari tugas-tugas sulit dan mempertimbangkan
alternative untung ruginya. Pengambilan keputusan sering
menyederhanakan pilihan keputusan, dengan hanya membandingkan
alternative- alternatif yang sedikit berbeda daripada mencari alternative
terbaru. Pengambilan keputusan tidak menguji secara seksama suatu
alternative dan konsekuensi- konsekuensiny

d) Membuat pilihan. Pengambilan keputusan sering menghindari informasi


yang terlalu sarat dan menghandalkan heuristic adalah pertama,
ketersediaan yaitu kecendrungan mengambil keputusan untuk
mendasarkan penilaian pada informasi yang sudah di tangan mereka.
Kedua, keterwakilan/ representatifyaitu menilai kemungkinan dari
suatu kejadian dengan menarik analogi dan melihat situasi identik yang
sebenarnya tidak identik. Keduanya menciptakan bias dalam penilaian.
Ketiga, kecendrungan untuk meningkatkan komitmen yaitu suatu
peningkatan komitmen pada suatu keputusan sebelumnya
meskipun ada informasi negative.
e) Perbedaan individual. Perbedaan individual berpengaruh terhadap gaya
pengambilan keputusan. Riset tentang gaya pengambilan keputusan
mengidentifikasikan bahwa terdapat empat pendekatan individual
yang didasarkan pada dua hal yaitu cara berpikir dan toleransi pribadi
terhadap ambiguitas sehingga menghasilkan empat model gaya
pengambilan keputusan, yaitu direktif, analitik, konseptual dan
behavioral.

9
f) Perbedaan individual. Perbedaan individual berpengaruh terhadap gaya
pengambilan keputusan. Riset tentang gaya pengambilan keputusan
mengidentifikasikan bahwa terdapat empat pendekatan individual
yang didasarkan pada dua hal yaitu cara berpikir dan toleransi pribadi
terhadap ambiguitas sehingga menghasilkan empat model gaya
pengambilan keputusan, yaitu direktif, analitik, konseptual dan
behavioral.
Menurt (Sulaeman 2018) terdapat empat prinsip MBS yaitu prinsip
equifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip pengelolaan mandiri, dan prinsip
inisiatif manusia yang secara jelas diuraikan sebagai berikut.
1. Prinsip Equifinalitas (Equifinality), yaitu manajemen sekolah
menekankan fleksibilitas dan sekolah harus dikelola oleh sekolah itu
sendiri berdasarkan kondisinya masing-masing, hal ini mendorong
terjadinya desentralisasi kekuasaan dan mempersilahkan sekolah
memiliki mobilitas yang cukup, berkembang dan bekerja menurut
strategi uniknya masing-masing untuk mengelola sekolahnya secara
efektif.
2. Prinsip Desentralisasi (Decentralization), yaitu diharapkan sekolah
mampu memecahkan masalah secara efisien dan bukan menghindari
masalah, sehingga MBS harus mampu menemukan permasalahan,
memecahkannya tepat waktu dan memberi kontribusi terhadap
efektivitas aktivitas belajar mengajar.
3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Self- Managing System), yaitu
dalam MBS sistem pengelolaan di bawah kendali kebijakan dan struktur
utama, memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran dan
strategi manajemen, mendistribusikan sumber daya manusia dan
sumber daya lain, memecahkan masalah dan meraih tujuan menurut
kondisi mereka masing-masing.
4. Prinsip Inisiatif Manusia (Human Initiative), yaitu dalam MBS
bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai dengan para
konstituen sekolah untuk berpartisipasi secara luas dan mengembangkan
potensi mereka. Peningkatan kualitas pendidikan terutama berasal dari
kemajuan proses internal, khususnya dari aspek manusia.

10
11
D. Etika dalam Pengambilan Keputusan Efektif Manajemen berbasis Sekolah
Membahas pengambilan keputusan belum lengkap jika belum memasukan
etika karena pertimbangan etis seharusnya merupakan suatu kriteria yang
penting dalam mengambil keputusan organisasi. Menurut (Azis et al., n.d.) terdapat 3
kriteria pengambilan keputusan yang etis sebagai berikut:
1. Kriteria Utilitarian dimana keputusan- keputusan diambil semata-mata
atas dasar hasil atau konsekuensi mereka. Tujuan Utilitarianisme
adalah memberikan kebaikan yang terbesar untuk jumlah yang
terbesar. Pandangan ini cenderung mendominasi pengambilan
keputusan bisnis yang konsisten dengan tujuan-tujuan seperti efisiensi,
produktivitas dan laba yang tinggi.
2. Kriteria perlindungan hak. Kriteria ini mempersilakan individu untuk
mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasan dan
keistimewaan mendasar, seperti dikemukakan dalam dokumen-
dokumen Hak Asasi Manusi (HAM). Penekanan kriteria ini adalah
menghormati dan melindungi hak individu, seperti hak keleluasan
pribadi dan kebebasan berbicara.
3. Kiteria keadilan. Kriteria ini mensyaratkan individu untuk menerapkan
aturan-aturan secara adil dan tidak berat sebelah sehingga ada
pembagian manfaat dan biaya yang pantas. Kriteria ini
membenarkan pembayaran upah yang sama kepada orang- orang
untuk pekerjaan tertentu tanpa memperhatikan perbedaan kinerja
dan senioritas dalam pengambilan keputusan ketika pemberhentian
masal.

4. Penggunaan sumber daya, yaitu dalam MBS dipersilakan bagi sekolah


untuk menggunakan sumber dayanya secara efektif berdasarkan
karakteristik dan kebutuhan sekolah.
5. Perbedan-perbedaan peran, yaitu dalam MBS dituntut adanya peran
aktif pihak sekolah, administrator, guru, dan orang tua, serta terdapat
perbedaan peran antar komponen-komponen tersebut.
6. Hubungan antar manusia, yaitu dalam MBS ditekankan adanya
hubungan antar manusia yang cenderung terbuka, bekerja sama,
semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan.

12
7. Kualitas para administrator, yaitu dalam MBS para administrator perlu
belajar dan tumbuh secara terus-menerus untuk menemukan dan
memecahkan masalah.
8. Indikator-indikator efektivitas, yaitu dalam MBS dilakukan penilaian
terhadap efektivitas sekolah dengan memperhatikan multitingkat, yaitu
pada tingkat sekolah, kelompok, individual, dan indikator multisegi,
yaitu mencakup input, proses, dan output sekolah, di samping
perkembangan akademik siswa.
Pengambilan keputusan harus dilakukan dengan hati-hati agar
implementasi MBS dapat berjalan dengan baik. Apabila salah dalam proses
pengambilan keputusan maka akibatnya ama luas. Pertama, teori keputusan
adalah metodelogi unuk menstruktur dan menganalisi siuasi yang tidak pasti
atau beresiko. Kedua, pengambilan keputusan adalah proses mental dimana
seorang pemimpin memperoleh dan menggunakan data dengan menayakan hal
lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan
menganalisis data. Dalam situasi yang kompleks dan tak terstruktur seorang dapat
mengeluarkan argumentasi yang meyakinkan namun hanya sedikit kesesuaiannya
dengan kenyataan dan dapat membahayakan masyarakat. Kita harus menerapkan
standar etika tertentu pada proses pengambilan keputusan. Kemampuan
merencanakan hal-hal yang belum diketahui dengan memperhitungkan perubahan
menerapkan dimana perubahan itu akan muncul, dan memutuskan untuk menetukan
tindakan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (School Base Management) di
lembaga Pendidikan Islam , sebenarnya merupakan bentuk riil keinginan bangsa
Indonesia secara umum untuk menuju sistem penyelenggaraan pendidikan yang lebih
baik, demokratis, dan manusiawi. walaupun penerapan MBS ini memerlukan
perjuangan berat bagi bangsa Indonesia dan membutuhkan waktu yang cukup
panjang, namun MBS diharapkan dapat meningkatkan prestasi akademik peserta didik
(academic achievement), meningkatkan pertanggung jawaban (accountability)
diantara para pengambil kebijakan, meningkatkan pemberdayaan (empowerment)
kearah perbaikan budaya sekolah (school culture), dan untuk kegunaan politis
(political utility) karena para pengambil kebijakan di masyarakat (local players)
benar-benar mengetahui apa yang diperlukan untuk meningkatkan sekolah.

B. Saran
Pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
apa bila ada kesalahan dalam penulisan ataupun pengutipan mohon diberikan
kritik yang membangun. Sehingga kedepannya bisa jauh lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ajepri, F. (2016). Kepemimpinan efektif dalam manajemen berbasis sekolah. Al-Idarah:


Jurnal Kependidikan Islam, 6(1).
Atikasari, Nadya Afiola. 2021. “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Untuk
Meningkatkan Mutu Pendidikan.” Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan, May
(May), 3–5.
Azis, Abdul, S I Pd, Mantuyan Sdn, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, and
Kalimantan Selatan. n.d. “MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS
SEKOLAH DI SD NEGERI MANTUYAN.”
Fakhruddin, A. (2014). Urgensi pendidikan nilai untuk memecahkan problematika
nilai dalam konteks pendidikan persekolahan. Jurnal Pendidikan Agama Islam-
Ta’lim, 12(1), 79.
Kurnia, R. (2018). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan
Implementasinya. FITRA, 2(2).
Rizalie, Ahmad Muhyani. 2016. “Implementasi Pengambilan Keputusan Partisipatif
Untuk Mendorong Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah” 2, no. partisipatif
manajemen berbasis sekolah: 96–98.
Sulaeman, Mubaidi. 2018. “Urgensi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Di Lembaga Pendidikan Islam.” Realita 16: 2–7.
 

15

Anda mungkin juga menyukai