Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH”

Dosen Pengampu :

Nurun Nimah, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok VI

Rahmania (19.23.021550)

Sri Wahyuni (19.23.021547)

Steven Imanuel Kelvin (19.23.021861)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKA RAYA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR TAHUN 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MANAJEMEN MUTU TERPADU” ini tepat pada
waktunya.

Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Manajemen Mutu Terpadu bagi
para pembaca dan juga bagi penulis. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................... 1

1.3 Pembahasan........................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................... 2

2.1 Konsep Dasar Manajemen Mutu Terpadu.......................................................................... 2

2.2 Pengertian, Peningkatan Mutu............................................................................................ 3

2.3 Kepemimpinan dalam MMT.............................................................................................. 4

2.4 Nilai dan Etika dalam MMT............................................................................................... 6

2.5 Perencanaan dan strategi penerapan................................................................................... 13

BAB III PENUTUP............................................................................................................................ 14

Kesimpulan.......................................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat dan dinamisator masyarakat sendiri.
Ada kecenderungan betapa sektor pendidikan selalu terbelakang dalam berbagai sektor pembangunan
lainnya. Artinya, sektor pendidikan menjadi sektor marginal dibandingkan dengan sektor pembangunan
yang lain walaupun sektor pendidikan merupakan sektor yang urgen dalam akselerasi pembangunan
negara. Konsekuensinya, dunia pendidikan terbiasa dengan ketidakmampuan atau bahkan memang tidak
siap menghadapi kemungkinan perubahan-perubahan yang melingkari esensinya, sebab setiap tataran
perubahan akan membawa nilai-nilai baru. Nilai-nilai baru ini ada yang sejalan dengan nilai-nilai yang
berlaku, tetapi banyak pula yang justru berlawanan dengan nilai-nilai yang tertata serta menjadi nilai
baku.

Salah satu barometer keberhasilan pendidikan dalam mewujudkan SDM adalah dengan mengukur
kualitas SDM yang ditandai dengan meningkatnya kualitas pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
lebih dinamis dan mandiri dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan beragama dengan tatanan
nasional dan internasional. Peran guru sebagai pendidik yang handal dan berkualitas merupakan salah
satu faktor yang strategis untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut.

Kepala sekolah dan guru diharapkan mampu meningkatkan kemampuannya dalam meningkatkan
kinerja nya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Usaha meningkatkan mutu pendidikan tersebut
dilakukan melalui pendekatan konsep manajemen mutu terpadu, sehingga diharapkan kepada kepala
sekolah dan guru mampu meningkatkan kemampuannya secara maksimal dalam mengelola layanan
pembelajaran peserta didik yang muaranya pada peningkatan mutu pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan konsep dasar manajemen mutu terpadu
2) Apa pengertian, peningkatan mutu terpadu
3) Bagaimana kepemimpinan dalam manajemen mutu terpadu
4) Bagaimana nilai dan etika dalam mutu terpadu
5) Bagaimana perencanaan dan strategi penerapan

1.3 Tujuan Pembahasan


1) Untuk mengetahui konsep dasar manajemen mutu terpadu
2) Untuk mengetahui pengertian, peningkatan mutu terpadu
3) Untuk mengetahui kepemimpinan dalam manajemen mutu terpadu
4) Untuk Mengetahui nilai dan etika dalam mutu terpadu
5) Untuk mengetahui perencanaan dan strategi penerapan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen peningkatan mutu terpadu merupakan konsep manajemen sekolah sebagai inovasi
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diharapkan dapat memberikan perubahan yang lebih
baik sesuai dengan perkembangan, tuntutan dan dinamika masyarakat dalam menjawab permasalahan
permasalahan pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah. Komponen terkait untuk meningkatkan mutu
terpadu tersebut ialah mutu sekolah, guru, siswa kurikulum, dukungan dana, sarana dan prasarana, serta
peran orang tua siswa.

Diantara komponen di atas yang paling berperan dalam meningkatkan mutu ialah peran dan
fungsi guru serta peran kepemimpinan kepala sekolah. Dalam meningkatkan profesional guru, diperlukan
suatu pendekatan pembinaan manajemen mutu terpadu titik oleh sebab itu, transformasi menuju mutu
terpadu dalam pendidikan prosesnya dimulai dengan mengembangkan suatu visi mutu, antara lain:
memfokuskan pada pemenuhan berbagai kebutuhan dari pelanggan; mempersiapkan secara total
keterlibatan masyarakat dalam suatu program; menyusun beberapa sistem untuk mengukur nilai tambah
dari pendidikan; sistem penunjang di mana staf dan peserta didik perlu mengelola perubahan; serta
melakukan upaya peningkatan dan perbaikan terus-menerus kemudian senantiasa berusaha untuk
menghasilkan produk pendidikan ke arah yang lebih baik.

Yang perlu kita ketahui tentang konsep dasar sistem manajemen mutu terpadu akan dipergunakan
sebagai landasan utama untuk membahas penerapan total quality management in education
(TQME).Sebenarnya, TQM mendatangkan aplikasi teknik-teknik manajemen, metode-metode kuantitatif,
dan sumber daya manusia untuk memperbaiki jasa-jasa material yang dipasok pada organisasi, proses-
proses dalam organisasi, dan tingkatan di mana keperluan-keperluan pelanggannya dipenuhi, sekarang
dan masa depan. Manajemen kualitas menekankan pada biaya siklus hidup yang optimal dan penerapan
metodologi manajemen menuju perbaikan-perbaikan target. Elemen-elemen penting dari filosofi ini
adalah pencegahan kecacatan dan penekanan pada kualitas rancangan. Karena itu, tujuan utama TQM
meliputi penghilangan kerugian dan pengurangan variabilitas. Ini juga menekankan pada pengembangan
hubungan antara pelanggan, pemasok, dan karyawan.

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha untuk
memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja,
proses, dan lingkungannya. Untuk mencapai usaha tersebut, digunakan sepuluh unsur utama TQM, yaitu
fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerja sama
tim, perbaikan berkesinambungan, pendidikan dan latihan, kebebasan terkendali, kesatuan tujuan, dan
ketertiban serta pemberdayaan karyawan. Adapun prinsip utama TQM adalah kepuasan pelanggan, respek
terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan berkesinambungan.

Kemampuan TQM dalam mengubah tatanan kualitas produk dan jasa menjadi kualitas yang
sesuai dengan keinginan pelanggan inilah akhirnya yang menjadi tatanan nilai dalam manajemen
pendidikan. Maka, berlandaskan asumsi tersebut banyak kalangan akhirnya mengadopsi nilai-nilai dan
juga dasar TQM. Dasar filosofi TQM adalah ide pencegahan kecacatan (defect) versus pendeteksian

2
kecacatan. Secara tradisional, usaha-usaha kontrol kualitas telah berkonsentrasi pada pendeteksian
kecacatan melalui inspeksi setelah produk dibuat/ dirakit. Proses ini berakibat rework dan limbah. Dalam
filosofi TQM, kontrol kualitas adalah aktivitas terus-menerus (on-going) di seluruh siklus proses yang
berfokus pada pemahaman penyebab masalah dan berusaha mengurangi atau menghilangkan dampaknya
dalam bentuk yang paling efektif-biaya.

2.2 Pengertian Peningkatan Mutu Terpadu

Transformasi sekolah era kontemporer menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan
komitmen bersama terhadap mutu pendidikan oleh komite sekolah, administrator, guru, staf, siswa, dan
orang tua dalam komunitas sekolah. Adapun prosesnya melalui manajemen strategi yang berorientasi
pada mutu dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan costumer (users education).

Pengembangan mutu dalam sektor pendidikan, sesungguhnya mengadopsi dari berbagai konsep
(walaupun yang paling dominan adalah konsep mutu dalam dunia industri), seperti dikemukakan oleh
beberapa ahli berikut. Miller, dalam pendidikan”theman behind the system” yang berarti manusia
merupakan faktor kunci yang menentukan kekuatan pendidikan. Jarome S. Arcaro mengatakan bahwa
Teachers are the mediator who provide or fail to provide the essential experiences the permit student to
release their awesome potential. Bemandin dan Joice, mengungkapkan bahwa faktor-faktor produktivitas
pendidikan yaitu “knowledge, skills, abilities, attitude, dan behaviors dari para personel dalam organisasi.
Crosby, menyatakan bahwa kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau distandarkan. Artinya, suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar
kualitas yang telah ditentukan, meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.

Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari definisi-
definisi yang ada terdapat beberapa persamaan. Artinya, dalam mendefinisikan mutu/ kualitas
memerlukan pandangan yang komprehensif. Dalam hal ini, ada beberapa elemen yang bisa membuat
sesuatu dikatakan berkualitas. Pertama, kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan. Kedua, kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Ketiga, kualitas
merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada saat yang lain). Keempat, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Maka, pada tataran tersebut, pengertian mengenai mutu pendidikan mengandung makna yang
berlainan, sehingga perlu ada suatu pengertian yang operasional sebagai suatu pedoman dalam
pengelolaan pendidikan untuk sampai pada pengertian mutu pendidikan. Oleh sebab itu, perlu terlebih
dahulu melihat kerangka dasar pengertian mutu pendidikan. Secara leksikal, dalam “Kamus Besar Bahasa
Indonesia”, mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, keadaan, taraf, atau derajat (kepandaian,
kecerdasan, dan sebagainya).

Menurut Oemar Hamalik, pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi
deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan (kriteria) intrinsik dan
ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia
yang terdidik, sesuai dengan standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan
instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih.

3
Berdasarkan deskripsi dari beberapa pakar diatas dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan
adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan
keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat dari definisi ini, maka mutu
pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan.
Pendidikan akan terus berubah seiring dengan perubahan zaman yang melingkarinya sebab pendidikan
merupakan buah dari zaman itu sendiri Oleh karena itu, pendidikan senantiasa memerlukan upaya
perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntunan kehidupan
masyarakat.

Satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat dari definisi
ini, maka mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh
tantangan. Pendidikan akan terus berubah seiring dengan perubahan zaman yang melingkarinya sebab
pendidikan merupakan buah dari zaman itu sendiri Oleh karena itu, pendidikan senantiasa memerlukan
upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntunan
kehidupan masyarakat.

Berkaitan dengan Manajemen Kualitas Total(TQM), maka dapat dikatakan bahwa manajemen
kualitas total pendidikan adalah konsep dan metode yang memerlukan komitmen serta keterlibatan pihak
manajemen pendidikan dan seluruh organisasi dalam pengolahan lembaga pendidikan untuk memenuhi
keinginan atau kepuasan pelanggan secara konsisten. Dalam TQM, tidak hanya pihak manajemen yang
bertanggung jawab dalam memenuhi keinginan pelanggan, tetapi juga peran secara aktif seluruh anggota
dalam organisasi untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa yang dihasilkannya.

Sementara itu, kualitas jasa pendidikan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi
pelanggan atas pelayanan yang diperoleh atau diterima secara nyata oleh mereka dengan pelayanan yang
sesungguhnya diharapkan. Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, pelayanan dapat dikatakan
bermutu. Sebaliknya, jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, pelayanan dapat dikatakan tidak
bermutu Namun, apabila kenyataan sama dengan harapan, maka kualitas pelayanan disebut memuaskan.
Dengan demikian, kualitas pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan para pelanggan atas layanan yang diterima mereka.

2.3 Kepemimpinan dalam Manajemen Mutu Terpadu

Sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan oleh orang-orang
yang profesional. Lebih dari itu, kegiatan inti organisasi sekolah mengelola sumber daya manusia (SDM)
yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat,
lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada pembangunan bangsa.
Gorton (1976:84) sekolah adalah suatu sistem organisasi, dimana terdapat sejumlah orang yang
bekerjasama dalam rangka mencapai tujuan sekolah, yang dikenal sebagai tujuan instruksional.

Orang-orang yang bekerja sama itu secara internal antara lain terdiri dari kepala sekolah, guru,
konselor, perencana sekolah, ahli kurikulum, tata usaha sekolah, dan peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. Program sekolah digerakkan untuk pencapaian tujuan dan target sekolah yang konsisten
dengan visi dan misi, manajemen sekolah merancang program untuk mengatasi serangkaian masalah
dengan menggunakan berbagai strategi sebagai cara memecahkan permasalahan sekolah. Masalah

4
tersebut dikelompokkan menjadi masalah manajemen sekolah, kurikulum, pembelajaran, teknologi
pendidikan, profesionalisme ketenagaan, pembiayaan pendidikan, ketatalaksanaan sekolah, pelayanan
belajar, hubungan dengan masyarakat, dan lain sebagainya.

Kepala sekolah orang yang diberikan tugas dan tanggung jawab mengelola sekolah menghimpun,
memanfaatkan, dan menggerakkan seluruh potensi sekolah secara optimal untuk mencapai tujuan.
Pengelolaan pendidikan dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif secara berkelanjutan
merupakan comitment dalam pemenuhan janji sebagai pemimpin pendidikan. Tugas utama yang diemban
oleh kepala sekolah sebagai seorang pemimpin merumuskan berbagai bentuk kebijakan yang
berhubungan dengan visi, orientasi dan strategi pelaksanaan pendidikan yang efektif. Dan, efisien.
Peranan kepala sekolah sangat penting dalam menentukan operasional kerja harian, mingguan, bulanan,
semesteran, dan tahunan yang dapat memecahkan berbagai problematika pendidikan di-sekolah.
Pemecahan berbagai problematika ini sebagai komitmen dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui
kegiatan supervisi pengajaran oleh kepala sekolah, konsultasi, dan perbaikan-perbaikan penting guna
meningkatkan kualitas pembelajaran.

Sergiovanni (1987:32) mengemukakan bahwa kualitas pendidikan yang diterima di sekolah akan
menghasilkan kualitas belajar sebagai produk dari keefektifan manajerial kepala sekolah, yang didukung
oleh guru dan staf sekolah lainnya sebagai cerminan keefektifan dan keberhasilan sekolah. Dalam
prakteknya kepala sekolah harus memberikan pelayanan yang optimal mengenai kebutuhan tugas kepada
guru dan personal sekolah lainnya. Jika kepala sekolah memberikan pelayanan yang memadai kepada
seluruh personal sekolah, maka mereka juga memberikan pelayanan yang optimal dalam memberikan
layanan belajar kepada peserta didik oleh guru, dan layanan teknis kependidikan oleh tenaga
kependidikan. Artinya kepala sekolah setiap hari harus sudah hadir di sekolah sebelum personal lainnya
dan para peserta didik datang ke sekolah dalam rangka memberikan layanan kebutuhan tugas kepada
seluruh personal sekolah.

Integritas kepemimpinan kepala sekolah ditampakkan pada aktivitas kepala sekolah tersebut
mengecek semua ruangan sekolah dan segala kelengkapannya apakah sudah tersedia dan ruang kelas siap
untuk digunakan. Setelah para personal sekolah, sekitar 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai sudah
hadir di sekolah, kepala sekolah memberikan penjelasan bahwa setiap kelas sudah siap untuk digunakan
dan fasilitas lain yang disediakan sekolah. 5 menit sebelum bel tanda masuk dibunyikan semua guru atas
kontrol kepala sekolah sudah siap di depan kelasnya masing-masing untuk memberikan layanan belajar
kepada peserta didik. Setelah latihan dan belajar dipandang telah memadai dan memenuhi ketentuan yang
diprasyaratkan, selanjutnya kepala sekolah memeriksa semua hal yang berkaitan dengan manajemen
sekolah.

Ketangguhan kepala sekolah akan menciptakan sekolah yang bermutu dan kompetitif.
Ketangguhan ini menggambarkan bahwa kepala sekolah itu memiliki :

1. Kekuatan teknikal penerapan fungsi-fungsi manajemen


2. Kekuatan manusia pemanfaatan potensi sosial sekolah
3. Kekuatan pendidikan dan kepemimpinan
4. Kekuatan simbolik yaitu interaksi simbolik atas kedudukan profesional
5. Kekuatan budaya sebagai sistem nilai yang berorientasi pada budaya mutu dan etos kerja yang
tinggi

5
Semua ini disebut sebagai kekuatan kepemimpinan (strong leadership) kepala sekolah dalam
menerapkan fungsi-fungsi manajemen sekolah yaitu perencanaan, pengorganisasian, pergerakan,
pengkoordinasian, pengawasan, dan pengadilan.

Sekolah yang baik akan selalu dimiliki kepala sekolah yang baik pula. Penelitian Edmnds ini
memberikan gambaran bahwa faktor kepala sekolah memberi kontribusi yang signifikan terhadap apakah
sekolah itu efektif atau tidak. Pentingnya peran dan kedudukan kepala sekolah ini dilihat dari latar
belakang pendidikan, pengalaman kerja, wawasan dan kemampuan memimpin. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa peran kepala sekolah bukanlah sekedar tugas tambahan bagi guru melainkan
merupakan faktor dominan dan penting dalam mengefektifkan sekolah. Kepala sekolah memberi
penjelasan bahwa kegiatan belajar pada tiap sekolah merupakan suatu proses yang saling berkaitan satu
sama lain. Kegiatan belajar yang baik ternyata didukung oleh penerapan disiplin sekolah, kinerja guru,
sarana dan prasarana yang ada, keadaan peserta didik dan partisipasi orang tua.

Sifat kepemimpinan kepala sekolah terhadap usaha pengajaran membawa pengaruh positif dan
negatif terhadap guru, konselor, terhadap dan usaha profesi pengajaran kependidikan membawa lainnya.
Pengaruh positif Hal ini menggambarkan bahwa mutu pendidikan erat sekali kaitannya dengan tanggung
jawab kepemimpinan kepala sekolah dan perlakuan birokrasi yang melayani kebutuhan pendidikan pada
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Penilaian yang kontinu terhadap kinerja kepemimpinan penting, karena menjadi landasan usaha
perbaikan dan penyesuaian kembali semua sub sistem sekolah sesuai dengan keperluan perbaikan yang
diperlukan. Penilaian kinerja kepemimpinan adalah proses menentukan baik buruknya kinerja, program-
program, kegiatan mencapai maksud yang ditetapkan sebelumnya. Strategi yang dikembangkan
pemimpin adalah efektivitas proses penilaian guna menghasilkan perbaikan program, prosedur, dan usaha
mencapai tujuan. Dengan menggunakan penilaian efektivitas kinerja organisasi seluruh sub sistem
sekolah bisa ditentukan dan kualitas pelayanan belajar dapat ditingkatkan.

Pada akhirnya kualitas pendidikan dapat diperbaiki, di sinilah tampak secara jelas peran kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan. Para kepala sekolah yang mendapat kepercayaan memimpin
sekolah, perlu menyenangi dan mencintai pekerjaan yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab yang
dipercayakan kepadanya. Kepala sekolah perlu menyusun program yang mempunyai daya tarik berkaitan
dengan mutu sekolah, menjalin hubungan yang harmonis dan memberi pelayanan yang baik kepada
stakeholder sekolah. Kepemimpinan yang kuat oleh kepala sekolah tampak pada keberaniannya
mengambil keputusan lebih otonom menggunakan gaya kepemimpinan partisipatif melibatkan semua
komponen komunitas sekolah, tetapi dengan perhitungan yang cermat.

2.4 Nilai dan Etika dalam Manajemen Mutu Terpadu

Setiap individu dalam organisasi kontemporer harus mememegang teguh dan mengamalkannya
nilai-nilai yang dianut. Nilai-nilai adalah sesuatu yang diyakini secara mendalam yang membentuk ciri
atau warnai siapa kita (Goetsch dan Davis, 1994: 81). Nilai-nilai yang dianut seseorang akan
membimbing perilakunya. Hal ini juga berlaku bagi organisasi. Sebuah organisasi tidak akan
menghasilkan produk/jasa yang bermutu manakala organisasi tersebut tidak memengang nilai bahwa
peduli mutu merupakan hal yang menjadi yang menjadi ciri utama dari organisasi tersebut. Pengetahuan
dan ketrampilan karyawan adalah penting, tetapi tidak menjamin dihasilkannya produk/jasa yang

6
bermutu. Hal tersebut karena karyawan dan organisasi secara keseluruhan akan menerapkan pengetahuan
dan keterampilannya sesuai dengan nilai yang mereka yakini, mereka rasakan bahwa itu adalah penting.

Untuk itu etika organisasi, yang diyakini akan memberikan kepuasan bagi pelanggan eksternal
maupun pelanggan internal, harus dirumuskan secara jelas, realistis, dan operasional sehingga mudah
dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh setiap anggota organisasi. Dalam Bab ini akan membahas
topik-topik yang relevan dengan Etika dalam MMT, yaitu (1) Difinisi dan Rasional Etika dalam MMT;
(2) Kepercayaan (Trust) dan MMT; (3) Integritas dan MMT; (4) Peran Manajer dalam Megakkan Etika;
(5) Peran Organisasi dalam menginternalisasikan Etika; dan (6) Pelatihan Etika dalam Pemberdayaan
Staf.

1. Difinisi dan Rasional Etika dalam Mencapai Mutu

Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan Etika dalam dua aspek.
Pertama, sebagai istilah teknik (terminius techicus), yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah
perbuatan atau tindakan manusia. Kedua, sebagai tata cara dan kebiasaan/ adat yang melekat dalam kodrat
manusia (in herent) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan
manusia. Selanjutnya dijelaskan definisi Etika dari para filsuf atau ahli secara narasi berbeda namun
demikian dapat di rangkum bahwa pengertian Etika mencakup empat hal berikut.

 Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (the
principles of morality, including the science of good and the nature of the right).
 Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan
manusia. (the rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions).
 Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (the science of
human character in its ideal state, and moral principles as of an individual).
 Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (the science of duty).

Perilaku beretika dalam MMT sangat peting. Organisasi yang menerapkan pendekatan MMT
tidak akan dapat terwujud dengan baik manakala di institusi tersebut para karyawannya dalam berperilaku
tidak memegang etika. Sebagaimana dijelaskan di atas, Etika terkait dengan moral, sedangkan moral
merujuk kepada nilai-nilai yang dipegang teguh masyarakat dan dianjurkan untuk ditaati. Etika dipakai
sebagai sumber rujukan dalam merumuskan aturan, kesepakatan, dan hukum dan menjadi rambu-rambu
dalam berperilaku keseharian. Perilaku beretika akan berada pada cakupan moral dan dalam konteks
MMT meliputi khususnya kepercayaan (trust), tanggung jawab, dan integritas dimana semua ini
merupakan nilai-nilai utama dari sistem manajemen mutu total/terpadu (Goetsch dan Davis, 1994, 75).

2. Kepercayaan dalam MMT

Kepercayaan (trust) merupakan resep utama dalam penerapan MMT. Tanpa adanya kepercayaan
di antara individu termasuk antar manajer dan karyawan, maka penerapan MMT di suatu instansi sangat
potensial gagal. Kepercayaan umumnya tumbuh bersamaan tumbuhnya perilaku yang beretika. Banyak
elemen dalam total quality yang bergantung pada kepercayaan sebagai prasarat dalam berkontribusi
terhadap peningkatan mutu, yaitu khususnya komunikasi, hubungan interpersonal, manajemen konflik
pemecahan masalah kerja tim, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan, dan fokus pelanggan.

7
Dalam komunikasi sesama karyawan dengan pimpinan akan sulit berlangsung efektif mana kala
tidak ada kepercayaan antara kedua pihak. Masing-masing pihak akan tidak akan mau menerima pesan
yang dikomunikasikan karena antar mereka tidak saling percaya. Kepercayaan juga pondasi sangat
penting dalam hubungan interpersonal. Dua orang atau lebih dapat bekerja sama secara baik bila di pihak
mereka masing-masing ada rasa kepercayaan bahkan meskipun di situasi yang tidak mendukung.
Sebaliknya, mereka tidak dapat bekerjasama dengan baik bila tidak ada kepercayaan antar mereka
meskipun pada situasi yang paling mendukung.

Lebih lanjut kepercayaan menjadi kunci dalam manajemen konflik seorang manajer yang tidak
dipercayai oleh pihak-pihak yang berkonflik sangat sulit menjadi wasit dalam penyelesaian masalah
konflik yang terjadi. Kepercayaan diperlukan juga dalam kerja sama tim. Suatu hal yang sangat sulit akan
dicapai bila antar para anggota tim tidak ada kepercayaan, sehingga anggota tim tidak mengedepankan
kepentingan pribadinya, dan sebaliknya akan mengeyampingkan kepentingan pribadinya untuk
berpartisipasi dan berkontribusi mencapai tujuan tim. Demikian untuk pelibatan dan pemberdayaan
karyawan akan sulit diwujudkan manakala karyawan tidak mempercayai manajer, akibatnya karyawan
sulit diajak ikut serta dalam pertemuan dan sulit diajak mengambil keputusan bersama meskipun untuk
pemberdayaan mereka sendiri.

3. Intergritas dalam MMT

Aspek lain dari perilaku beretika dalam MMT adalah "integritas". Integritas adalah karakter
individu dan institusi yang merupakan Kombinasi dari kejujuran (honesty) dan keteguhan hati
(dependability). Ketika individu atau institusi mempunyai integritas maka perilaku beretika akan
mengikutinya. Adalah penting bagi seorang manajer dalam institusi MMT untuk memahami walaupun
kejujuran merupakan fondasi, integritas lebih dari sekedar kejujuran. Seseorang dengan integritas dapat
diandalkan untuk mengerjakan sesuatu yang benar, dengan cara yang benar sampai tuntas selesai, tepat
waktu, dan teguh memegang janji.

Tom Petter dalam Goetsch dan Davis (1994, 84-85) menegaskan bahwa “integritas” adalah
“tanda penting” (hallmark) dari suatu organisasi yang unggul. Organisasi yang sukses saat ini harus
menggerser paradigm mereka dari era yang didominasi oleh kontrak kerja legal formal ke era jabat tangan
dan kepercayaan (trust).

Selanjutnya, Phillip B. Cosby menegaskan bahwa “A reputation for integrity is earned only
through doing what one has agreed to do, doing it one time, and with completeness. Just being honest is
not enough. Honestly is mostly not doing things that are dishonest and is more or less expected of
respectable people. Integrity though, is built up block by block through planned employee and
management actions based on processes and procedure that are completely understood and agreed upon.

4. Peran manager dalam Menegakkan Etika

Bagian dari perilaku beretika adalah menerima tanggung jawab. Dewasa ini ada kecenderungan
karyawan pada umumnya lebih mengedepankan hak-hak mereka dari pada memenuhi tanggung
jawabnya. Mereka cenderung melempar tanggung jawab manakala terjadi kesalahan atau kegagalan.
Dalam setting MMT semestinya tidak terjadi situasi seperti di atas. Karyawan bertanggung jawab atas
tindakannya dan akun tabel atas kinerjanya. Menerima tanggung jawab adalah kredit bagi penggalangan

8
kepercayaan, integritas, dan elemen lainnya dari etika yang sangat penting dalam lingkungan mutu total.
Brown dalam Goetsch dan Davis (1994, 85) menegaskan bahwa karyawan yang cenderung menyalahkan
pihak luar terhadap kegagalan yang ia alami adalah rumus kegagalannya. Dalam institusi yang menganut
MMT perilaku yang beretika diperlukan bukan saja hanya untuk menjadi sopan tetapi jangka panjangnya
untuk mencapai hal yang menguntungkan institusi.

5. Peran Organisasi dalam Penerapan Etika

Organisasi disini maksudnya adalah unsur birokrasi di atas manajer, misalnya direktur utama, pembina
utama, penasehat perusahaan. Dalam bidang pendidikan, manajer dapat jadi kepala sekolah dan
pembantunya sedang organisasi di atasnya adalah birokrat Dinas Pendidikan termasuk pengawas sekolah.
Peran organisasi adalah mempromosikan perilaku beretika bagi seluruh karyawannya adalah sangat
esensial. Manajer tidak akan mampu menegakkan etika manakala tidak ada dukungan dari semua
tingkatan birokrasi di atasnya dalam organisasi. Tugas organisasi dalam mendukung tegaknya etika
adalah (1) menciptakan lingkungan internal institusi yang dapat mempromosikan perilaku beretika; dan
(2) mewujudkan contoh perilaku beretika untuk semua aspek kinerja.

6. Pelatihan Etika

Perilaku beretika perlu dimengerti, dipahami, dihayati, dan diamalkan. Hal ini penting sejalan
dengan tuntutan bisnis modern dan juga sejalan dengan ajaran MMT yang selalu berupaya meningkatkan
di mutu pelayanan sehingga dapat memenuhi bahkan melampaui harapan pelanggan/klien. Lebih spesifik
dalam pengaturan (setting) MMT, perilaku beretika, seperti kepercayaan, integritas, dan tanggung jawab
adalah nilai-nilai yang menjadi dasar perilaku beretika dan perlu diinternalisasikan kepada setiap
karyawan.

Menurut Pusat Studi Etika yang banyak dijumpai di masyarakat sebagai perilaku yang tidak
beretika adalah perdagangan internal organisasi (internal trading), penyuapan, penghindaran pajak,
produk yang tidak sehat/berbahaya, sara, dan penggelembungan dana. Untuk semua ini Thompson dalam
Goetsch dan Davis (1994, 91) menyarankan dalam pelatihan etika perlu dipakai beberapa pendekatan
berikut yang merupakan prinsip-prinsip pembelajaran Andragogi.

 Menstimulasi diskusi. Bicarakan dilema perilaku yang tidak beretika, bagaimana respons mereka,
beri kesempatan mereka menjelaskan masing-masing opini dan berbagai perspektif. Selanjutnya
beri kesempatan mereka mengemukakan contoh dilema, cara mengatasi, dan bagaimana hasilnya.
 Fasilitasi, jangan ceramahi. Penatar yang menyampaikan materi pelatihan dengan menceramahi
akan membuat peserta cenderung menolak. Beri kesempatan, fasilitasi mereka untuk mencari
solusi yang terbaik bagi mereka akan lebih efektif dari pada memberi menceramahi apa harus
mereka lakukan dan bagaimana perilaku yang baik bagi mereka.

Integrasikan pelatihan. Isu-isu perilaku etik umumnya tidak terjadi secara sendiri-sendiri dan
tidak terjadi secara terpisah, umunya berkait dengan hal-hal yang terjadi di berbagai tempat kerja di
seluruh organisasi. Untuk itu pelatihan etika ini harus diintegrasikan dengan dengan seluruh program
pelatihan kerja yang dilakukan organisasi tersebut, misalnya dengan pelatihan prajabatan, pengembangan
karir, dan pelatihan administrasi dan manajemen. Berikan penerapan-penerapan praktis. Etika biasanya
terkait dengan falsafah yang luhur sebagai fondasinya dan perlu diupayakan untuk diterapkan.

9
Pelanggaran etika akan membawa konsekuensi yang nyata, untuk itu pelatihan etika disarankan
menggunakan studi kasus agar para peserta memahami secara nyata dan dapat menerima konsekuensi-
konsekuensi berbagai opini tentang pelanggaran etika kerja.

Keenam sub topik etika yang telah dijabarkan di atas perlu dikontekskan dengan situasi dan
kondisi di bidang pendidikan sehingga etika kerja dalam MMT dapat direalisasikan dengan baik.

2.5 Perencanaan dan Strategi penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Secara sederhana falsafah MMT, khususnya fokus pada peningkatan mutu untuk memenuhi
bahkan melampaui harapan pelanggan, peningkatan mutu berkelanjutan dengan melibatkan semua
pemangu kepentingan secara proporsional menjadi ciri utama MMT yang menjadi ciri utama dibanding
manajemen konvensional pada umunya. Untuk itu pada Bab ini perlu deskripsi topik-topik berikut agar
perencanaan dan strategi penerapan MMT dapat memperoleh hasil yang efektif. Berikut pembahasan
topik-topik yang relevan, yaitu (1) Rasional Penerapan MMT; (2) Persaratan Implementasi; (3) Peran
Manajer Puncak; (4) Peran Manajer Menengah; (5) Variasi Pendekatan Implementasi; (6) Penatapan
Implementasi; dan (7) Tipe Untuk Tidak Menerapkan MMT.

1. Rasional Perencanaan MMT

MMT adalah falsafah manajemen baru dibanding dengan filosofis manajemen tradisional yang
umumnya masih banyak dipraktikkan, walaupun dari sejarahnya, manajemen ini sudah dirintis sejak
tahun 1950an oleh Edward Deming di Jepang. Penerapan MMT berarti menggeser paradigma dari
manajemen tradisional yang umumnya masih banyak dipraktikkan ke dalam paradigma manajemen baru.
Di identifikasi 10 karakter MMT yang merupakan perbedaan utama dari manajemen tradisional pada
umumnya yang memfokuskan pada kepuasan pelanggan, kerja tim, pelibatan dan pemberdayaan,
manajemen artisipatif, keterlibatan pemimpin, orientasi jangka panjang dan peningkatan secara bertahap
dan berkelanjutan, pengambilan keputusan berbasis fakta, manusia diperlakukan sebagai yang utama
dalam peningkatan nilai tambah, prosedur penyelesaian dan penjaminan mutu hasil. Goetsch dan Davis
(1994, 562) merespons pertanyaan “Apa yang salah pada manajemen tradisional?”. Pendekatan
manajemen tradisional umumnya bercirikan beberapa sikap manajemen, antara lain sebagai berikut.

 Bersikap angkuh (arrogant) dari pada fokus pelanggan. Umumnya manajemen tradisional
beranggapan bahwa mereka lebih mengetahui kebutuhan yang diinginkan pelanggan dari pada
pelanggannya sendiri. Keadaan ini dapat dilihat pada sebagian besar institusi yang bila menerima
klien/pelanggan sering tidak dengan sikap yang penuh melayaninya.
 Memandang rendah kontribusi karyawan, khususnya dari mereka yang bekerja langsung di garis
depan, untuk manufaktur adalah pekerja pembuat produk dan untuk sekolah para guru. Mereka
adalah yang tahu persis masalah-masalah di bagian produksi/jasa dan tahu bagaimana
mengatasinya, mereka yang terlibat dari hari ke hari. Manajer sering tidak melibatkan mereka
dalam mengambil keputusan.
 Mempercayai mutu sama dengan biaya, artinya mutu tinggi pasti memerlukan biaya tinggi.
Pernyataan ini berbahaya kalau biaya yang selalu jadi alasan dan dikedepankan untuk
meningkatkan mutu, memang biaya diperlukan namun harus disertai dengan budaya mutu dan
manajemen yang menyertainya. Secara klasik koparasi internasional Jepang, Jerman, dan
Amerika, produk otomotif dan elektronik lebih unggul dari pada kedua Negara pertama dari pada

10
Amerika dengan biaya produksi yang relative sama. Hal tersebut karena pada kedua negara
Jepang dan Jerman lebih menganut pendekatan manajemen mutu.
 Miskin kepemimpinan dan condong ke menganut gaya Bos (bossmanship). Kepemimpinan yang
lebih banyak memerintah apa yang harus bawahan laksanakan dan kapan dilaksanakan.
Pemimpin yang menjaga jarak dengan pekerjanya. Hal ini terlihat dari tata ruang dimana ruang
direktur yang tertutup dengan komunikasi yang terbatas.
 Orientasi jangka pendek. Pendekatan ini lebih mementingkan perolehan jangka pendek dan
umumnya tidak memilih investasi pada manusia dan pendidikan karena hasilnya baru dapat
dilihat dalam jangka panjang. Mereka lebih memilih investasi yang instan mendatangkan
keuntungan finansial dan monumental.

2. Persyaratan Implementasi

Pada prinsipnya manusia itu pro staus-quo, artinya suka kemapanan sehingga enggan untuk
berubah. Kemapanan akhirnya membentuk kebiasaan dan muaranya membangun budaya, sehingga
perubahan yang mendasar akan membutuhkan perubahan budaya. Kenyataan dunia selalu berubah,
tuntutan pelanggan juga berubah sejalan dengan perkembangan teknologi. Ada baiknya disimak
pernyataan-pernyataan bijak berikut.

Didunia ini tidak ada yang tidak berubah, kecuali “perubahan” itu sendiri. Untuk itu sebaiknya
institusi yang ingin maju perlu proaktif terhadap perubahan tidak sebaliknya reaktif , tentu dengan syarat
perubahan yang diyakini membawa kebaikan. Demikian pula penerapan manajemen mutu terpadu
(MMT), yang pertama tentunya perlu diyakini dulu bahwa MMT adalah pendekatan yang membawa
kemajuan institusi, terutama oleh pimpinan institusi. Walau demikian penerapan MMT masih
memerlukan prasarat lebih lanjut. Goetsch dan Davis (1994, 566) menyebutkan lima persyaratan, yaitu
komitmen pimpinan puncak, komitmen sumber daya, perlunya tim pengarah, perencanaan dan publikasi,
dan infrastruktur yang mendukung.

3. Peran Pimpinan Manajemen Puncak

Setiap organisasi pasti mempunyai pemimpin tetapi sering kali mereka tidak dibekali dengan
ilmu dan ketrampilan memimpin. Bila seseorang dipromosikan dari pegawai biasa menjadi
supervisor/pengawas atau ketua divisi umumnya mereka banyak mengerjakan pekerjaan memimpin,
misalnya membantu bawahan yang belum terampil dengan memberikan pengarahan dan bimbingan.
Tetapi setelah dia diangkat menjadi pimpinan cabang atau direktur utama maka dia tidak lagi banyak
berperan sebagai pemimpin tetapi untuk membantu yang dipimpin tetapi lebih banyak mengerjakan
pekerjaan melobi relasi, rekanan dan stakeholder di luar organisasi. Goetsch dan Davis (1994)
berargumen semakin tinggi jabatan semakin sedikit waktu dia untuk melakukan perannya sebagai
pemimpin. Terlepas dari kebenaran hipotesis tersebut.

4. Peran Manajer Menengah

Sebagai manajer menengah tidak pada posisi menginisiasi perubahan budaya yang diprasyaratkan
dalam implementasi MMT. Mereka berurusan dengan fasilitas, peralatan, proses pelaksanaan di lapangan
dengan dana yang terbatas termasuk pelatihan bagi diri mereka sendiri maupun bagi bawahannya.
Manajer menengah umumnya terkungkung dengan infrastruktur dan dana yang ditetapkan oleh pimpinan

11
puncak, oleh karena itu penerapan MMT hampir tidak mungkin tanpa dukungan pimpinan puncak.
Mereka juga tidak ada kewenangan untuk mengatasi friksi antara divisi atau antar mereka sendiri.
Goetsch dan Davis (1994) menegaskan lebih mudah meyakinkan pimpinan puncak dan karyawan garis
depan di tingkat produksi/jasa tentang sistem mutu total dari pada ke manajer tingkat menengah.

5. Variasi Pendekatan Implementasi

Setiap institusi mempunyai karakter yang khas tidak sama satu sama lain. Cara atau model
implementasi sistem manajemen mutu total tentu harus disesuaikan dengan karakter institusi, oleh karena
itu tidak ada satu formula untuk semua institusi. Walau demikian ada pola yang umum yang pasti harus
dilakukan, sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka, yaitu komitmen pimpinan puncak, tim pengarah,
perumusan visi dan sasaran umum peningkatan mutu. Selain itu berikut beberapa tambahan hal yang
masih perlu dilakukan.

6. Pendekatan dan Pentahapan Implementasi

Dimuka kita telah membicarakan banyak hal tentang implementasi MMT namun belum secara
spesifik menunjukkan pentahapan secara rinci. Walau memang tidak ada satu formula untuk semua
organisasi, namun secara umum ada tahapan yang secara umum perlu dilakukan dan sebagian tahap
merupakan prasyarat bagi tahap yang lain. Berikut disajikan pola pentahapan umum yang sebagian besar
sudah dijelaskan dimuka dengan perkiraan alokasi waktunya. Pentahapan utama terdiri dari Persiapan,
Perencanaan, dan Pelaksanaan, sedangkan masing-masing tahapan utama dirinci sebagai berikut.

 Tahap Persiapan:
1. Pembentukan Komite Pengarah Mutu Total (KPMT)
2. Pengembangan Kapasitas KPMT
3. Pelatihan KPMT
4. Perumusan Visi dan Prinsip Kerja
5. Penyusunan Tujuan Umum
6. Komunikasi dan Publikasi
7. Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
8. Identifikasi Pendukung dan Penolak
9. Penilaian Dasar Sikap Karyawan
10. Survey Dasar Kepuasan Pelanggan.

 Tahap Perencanaan:
1. Rencanakan Pendekatan Implementasi
2. Identivikasi Proyek Potensial sebagai Piloting
3. Penentuan Komposisi Tim Proyek
4. Pelatihan Tim Proyek.

 Tahap Pelaksanaan:
1. Gerakan/Aktifkan Tim Proyek
2. Pemberian Umpan Balik ke TP
3. Terima Masukan Pelanggan
4. Terima Masukan Karyawan

12
5. Modifikasi Infrastruktur Sesuai Masukan

13
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha untuk
memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja,
proses, dan lingkungannya. Untuk mencapai usaha tersebut, digunakan sepuluh unsur utama TQM, yaitu
fokus pada pelanggan, obsesi terhadap kualitas, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerja sama
tim, perbaikan berkesinambungan, pendidikan dan latihan, kebebasan terkendali, kesatuan tujuan, dan
ketertiban serta pemberdayaan karyawan. Adapun prosesnya melalui manajemen strategi yang
berorientasi pada mutu dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan costumer.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa MMT ditujukan untuk menciptakan
sebuah lembaga pendidikan yang bermutu sebagaimana yang diharapkan banyak orang atau masyarakat
bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah, tetapi merupakan tanggungjawab dari semua pihak
termasuk didalamnya orang tua dan dunia usaha sebagai costumer internal dan eksternal dari sebuah
lembaga pendidikan.

     Mutu produk pendidikan akan dipengaruhi oleh sejauh mana lembaga mampu mengelola
seluruh potensi secara optimal  mulai dari tenaga kependidikan, peserta didik, proses pembelajaran,
sarana pendidikan, keuangan dan  termasuk hubungannya dengan masyarakat. Pada kesempatan ini,
lembaga pendidikan harus mampu merubah paradigma baru pendidikan yang berorientasi pada mutu
semua aktivitas yang berinteraksi didalamnya, seluruhnya mengarah pencapaian pada mutu.

      Mempertahankan kepuasan pelanggan membuat organisasi dapat menyadari dan menghargai


kualitas. Semua usaha / manajemen dalam MMT harus diarahkan pada suatu tujuan utama, yaitu
kepuasan pelanggan, apa yang dilakukan manajemen tidak ada gunanya bila tidak melahirkan kepuasan
pelanggan.

      Kerjasama tim dalam menangani proyek perbaikan atau pengembangan mutu


pendidikan dilakukan melalui pemberdayaan pegawai dan kelompok kerjanya dengan pemberian
tanggungjawab yang lebih besar. Eksistensi Kerjasama dalam sebuah lembaga pendidikan sebagai modal
utama dalam meraih mutu dan kepuasan stakeholders melalui proses perbaikan mutu secara
berkesinambungan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.H.Syaiful Sagala, M.Pd. 2013.”Manajemen Strategik dalam peningkatan mutu pendidikan”.


Bandung. Alfabeta, cv

Umiarso & Imam Gojali. 2010.”Manajemen Mutu Sekolah di era otonomi pendidikan”. Jakarta
IRICiSoD

Sutarto Hp.2015.”Manajemen mutu terpadu (MMT-TQM) Teori dan penerangan di lembaga


pendidikan.Yogyakarta.
UNY Press

15
16

Anda mungkin juga menyukai