Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

Daftar isi .............................................................................................................i


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................4
A. Pengertian Manajemen Berbasis sekolah ...............................................4
B. Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah ................................4
C. Alasan Diterapkannya Manajemen Berbasis sekolah ............................6
D. Tujuan Diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah ...........................8
E. Prinsip-Prinsip dan Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ...........10
F. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah .........................................13
G. Peranan Masyarakat dalam Manajemen Berbasis Sekolah ....................14
H. Dampak dari Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dalam
Pengelolaannya ......................................................................................15
BAB III PENUTUP ...........................................................................................19
A. Kesimulan ..............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tantangan yang dihadapi oleh kepala sekolah semakin beragam dan cepat
berubah. Tantangan ini dapat lebih cepat direspon oleh sekolah kalau pengelola
sekolah menerapkan kebijakan dengan menganggap sekolah sebagai pusat
perhatiannya (“school at the center”). Konsep pengembangan manajemen berbasis
sekolah (MBS) berkembang sebagai respon dari sistem manajemen yang
dikendalikan oleh otoritas eksternal (MKE). Upaya pengembangan konsep dan
teori manajemen berbasis sekolah sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang
lalu, dan sejak tahun 1999 konsep MBS telah di diujicobakan di beberapa sekolah
di Indonesia. Beberapa sekolah berkemauan untuk melaksanakan MBS, tetapi
terbentur kepada belum terbentuknya pemahaman bagaimana menerapkan konsep
tersebut secara operasional.
Di beberapa belahan dunia, MBS terlahir dengan beberapa nama yang
berbeda, antara lain “tata kelola berbasis sekolah” (school-based governance),
“manajemen mandiri sekolah” (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal
dengan “school site management” atau “manajemen yang bermarkas di sekolah”.
Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang
sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni
sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom (bukan hanya sekedar unit
pelaksana teknis) dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam
penggunaan 3M-nya, yakni man, money, dan material.
Sekolah mengemban fungsi berposisi di garis paling depan dalam
melayani pendidikan masyarakat, sehingga sekolah harus dapat merespon dengan
cepat perubahan yang ada, namun juga tetap mengikuti standar-standar yang
sudah ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sekolah sebagai
unit organisasi yang mempunyai otonomi, mempunyai hak untuk mengatur
dirinya sendiri. Pengoperasionalan MBS memerlukan langkah-langkah perumusan
lingkup kegiatan pengelolaan yang sudah digariskan dalam peraturan kementerian
dalam bentuk standar-standar pengelolaan yang harus diikuti oleh sekolah

1
(kegiatan yang diikat oleh aturan), dan kegiatan-kegiatan yang sepenuhnya diatur
oleh sekolah (otonomi sepenuhnya).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian Manajemen Berbasis Sekolah ?
2. Bagaimanakah sejarah munculnya Manajemen Berbasis Sekolah ?
3. Apakah yang menjadi alasan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah ?
4. Apakah tujuan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah ?
5. Bagaimanakah prinsip-prinsip dan karakteristik Manajemen Berbasis
Sekolah ?
6. Bagaimana mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah ?
7. Apakah peranan masyarakat dalam Manajemen Berbasis Sekolah ?
8. Bagaimana dampak dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dalam
pengelolaannya?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah.
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya Manajemen Berbasis Sekolah.
3. Untuk mengetahui alasan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah.
4. Untuk mengetahui tujuan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah.
5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dan karakteristik Manajemen Berbasis
Sekolah.
6. Untuk mengetahui mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah.
7. Untuk mengetahui peranan masyarakat dalam peneran Manajemen
Berbasis Sekolah.
8. Untuk mengetahui dampak apa saja dari penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah
Adapun manfaat dari makalah ini adalah :

2
1. Sebagai solusi alternatif dalam mengelola dan memanejemen pendidikan
di sekolah
2. Menambah wawasan penulis pembaca makalah ini dalam memahami
contoh dari perubahan dan inovasi pendidikan dalam aspek manejemen
dan pengololaan pendidikan khususnya di sekolah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Berbasis sekolah (MBS)


MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi
luas pada tingkat sekolah dengan melibatkan masyarakat dalam kerangka
kebijakan nasional. MBS merupakan wujud dari reformasi pendidikan yang
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan
memadai bagi para siswa.
Dapat juga dikatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada
hakikatnya adalah penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh
sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang
terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.

B. Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis sekolah (MBS)


Secara faktual, telah banyak usaha yang telah dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Namun hasilnya
kurang menggembirakan. Secara garis besar faktor-faktor penyebabnya adalah :

1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada


output pendidikan terlalu memusatkan pada input, sehingga proses
pendidikan kurang diperhatikan.
2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini
menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi. Oleh
sebab itulah sekolah menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif dan miskin
kreativitas, sehingga usaha dan saya untuk mengembangkan atau
meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang
termotivasi.
3. Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan dana, padahal
mereka sangat penting dalam proses-proses pendidikan seperti

4
pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas. Oleh
sebab itulah perlu desentralisasi pendidikan sebagai faktor pendorong
MBS ini.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, konsep Site


Based Management merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas
pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran pendidikan,
sumberdaya pendidik, kurikulum dan evaluasi pendidikan (penilaian). Demikian
juga studi yang dilakukan di El Salvador, Nepal dan Pakistan. Rata-rata informasi
menunjukkan pemberian otonomi pada sekolah telah meningkatkan motivasi dan
kehadiran guru. Sementara di Australia, School Based Management merupakan
refleksi pengelolaan desentralisasi pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai
lembaga yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang
menyangkut visi, misi, dan tujuan atau sasaran sekolah yang membawa implikasi
terhadap pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif
sekolah yang lain. MBS di Australia dibangun dengan memperhatikan kebijakan
dan panduan dari pemerintah negara bagian di satu pihak, dan di pihak lain dari
partisipasi masyarakat melalui school council dan parent and community
association. Perpaduan keduanya melahirkan dokumen penting penyelenggaraan
MBS yaity school policy yang memuat visi, misi, sasaran, pengembangan
kurikulum, dan prioritas program, (2) school planning review serta (3) school
annual planning quality assurance. Akuntabilitas dilakukan melalui external and
internal monitoring.
Dengan belajar keberhasilan di negara lain seiring dengan diberlakukannnya
Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah dan Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, maka semakin membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia
mengalami desentralisasi pula yang salah satu bentuknya berupa Manajemen
Berbasis Sekolah. Sejarah baru pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS
menjadikan pengelolaan pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi,
pengambilan keputusan secara partisipatif. Pendekatan birokratik tidak ada lagi,
yang ada adalah pendekatan profesional.

5
Dalam Pasal 11 UU No.25 Tahun 1999, kewenangan daerah kabupaten dan
kota, mencakup semua bidang pemerintahan termasuk di dalamnya pendidikan
dan kebudayaan, maka terdapat otonomi dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi
pendidikan yang mengarah kepada pendidikan berbasis masyarakat, dan
pemerataan pelayanan pendidikan yang berkeadilan.

C. Alasan Diterapkannya Manajemen Berbasis sekolah (MBS)


Berdasarkan keputusan Kementerian Pendidikan Nasional  ada beberapa
alasan yang mendasari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :

1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka


sekolah akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2. Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar
kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih
luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya
sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya
yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.
5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu
apa yang terbaik bagi sekolahnya.
6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat.
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing
kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada

6
umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk
melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah
direncanakan.
9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah
lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif
dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah
daerah setempat.
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan
yang berubah dengan cepat.

Sedangkan Nukolis memberikan alasan MBS sebagai berikut:


Pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
bagi dirinya, sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih
mengetahuikebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat
dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi
yang sehat.
Menurut Mulyasa alasan MBS antara lain:

1. Pemerintah mempunyai konsisten untuk meningkatkan kuantitas dan


kualitas pendidikan
2. Kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan sebelumnya
(JPS/Aku Anak Sekolah) karena manajemen yang terlalu kaku dan
sentralistik
3. Muncul pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi
keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai
kebijakan secara luas.

Data lain didapat dari internet yang menjabarkan alasan penerapan MBS di
sekolah antara lain:

1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman


bagi dirinya, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

7
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan
output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam
proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih tepat untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling
mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bila
masyarakat setempat juga ikut mengontrol
5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah, menciptakan transparansi dan demokrasi yang kuat
Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan sekolah masing-
masing kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya inovatif dengan
dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah
7. Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan
yang berubah dengan cepat.

Berdasarkan alasan yang dijabarkan di atas dapat diambil alasan MBS menurut
penulis antara lain:

1. Lingkungan yang paling dekat dengan siswa adalah lingkungan sekolah.


Sehingga stakeholders dapat menyesuaikan program berdasarkan
kebutuhan
2. Adanya keterbukaan sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas karena
masyarakat ikut berperan dalam peningkatan mutu pendidikan
3. Semangat untuk bersaing tinggi dengan sekolah lain dari daerah sendiri
sampai nasional.
4. Aspirasi masyarakat cepat tersampaikan.

D. Tujuan Manajemen Berbasis sekolah (MBS)

8
Tujuan penerapan manajemen berbasis sekolah secara umum adalah untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga
sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Secara terperinci MBS bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu pendidikan
melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan,
kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola,
memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia, (2) meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan tanggungjawab
sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya
dan (4) meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu
pendidikan yang akan dicapai.
Menurut Nanang fatah Tujuan penerapan MBS memberi leluasa pada pihak
pengelola pendidikan yang seharusnya dilakukandi sekolah masing-masing
bahkan dalam mengambil keputusan pengelola pendidikan tidak harus menunggu
dari pemerintah. Manajemen berbasis Sekolah mengubah sistem pengambilan
keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan
manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat local.
Kepala Sekolah/Madrasah diberi kewenangan dalam merencanakan,
melaksanakan, mengawasi, proses penyelenggaraan pada Sekolah yang dipimpin.
Albers Mohrman menguraikan bahwa: Sebagai suatu konsep, bisa dikatakan MBS
merupakan tawaran model reformasi pada ranah pendidikan. Konsep ini
merupakan salah satu bentuk rekstrukturisasi sekolah dengan mengubah sistem
sekolah dengan melakukan kegiatannya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
prestasi akademik sekolah dengan mengubah desain stuktur organisasinya.
Namun demikian dalam memahami tujuan penerapan MBS diperlukan
wawasan, pengertian tujuan dan target yang hendak dicapai dalam penerapan
MBS. Tanpa memahami tujuan tersebut, maka Penerapan MBS tidak akan
berjalan, MBS bukanlah sekedar pertanggung jawaban sekolah pada masalah
administrative keuangan dan bersifat vertical sesuai jalur birokrasi, maupun pusat-

9
pusat birokrasi di bawahnya. Lebih lanjut Umaedi menegaskan, tanpa
pertanggung jawaban hasil pelaksanaan program.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh
melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan
penyederhanaan birokrasi serta tidak ada unsur penekanan dari pemerintah.
Peningkatan mutu dapat tempuh melalui peranserta orang tua, kelenturan
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan
hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan
suasana yang kondusif.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berdasarkan kajian
pelaksanaan di negara-negara yang sudah maju, maupun yang tersurat dan tersirat
dalam kebijakan pemerintah dan UU sisdiknas NO. 20 Tahun 2003, tentang
Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 55 ayat 1:Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan
non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan pasal tersebut setidaknya ada empat
aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektifitas dan efisiensi, serta
akuntabilitas.
Kebijakan MBS bertujuan mencapai mutu quality dan relevansi pendidikan
yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil output dan
outcome bukan pada metodologi atau prosesnya. Antara mutu dan relevansi ada
yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, pendidikan yang bermutu
adalah yang relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya.

E. Prinsip-prinsip dan Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Ada beberapa prinsip Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :
1. Prinsip Otonomi sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur
dan mengurus dirinya sendiri (pengelolaan mandiri). Dalam hal prinsip
pengelolaan mandiri dibedakan dari pandangan yang menganggap sekolah
hanya sebagai satuan organisasi pelaksana yang hanya melaksanakan
segala sesuatu berdasarkan pengarahan, petunjuk, dan instruksi dari atas

10
atau dari luar. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan
tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang
berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangan sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan
nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus
didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil
keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/ menghargai perbedaan
pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih
cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara
yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah,
kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan
berkolaborasi, serta kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
2. Prinsip Fleksibilitas yang dalam hal ini dapat diartikan sebagai keluwesan-
keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola,
memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal
mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan sekolah
yang lebih besar, sekolah akan lebih lincah dan tidak harus menunggu
arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan, dan
memberdayakan sumber daya. Dengan prinsip fleksibilitas ini, sekolah
akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan
yang dihadapi. Seperti pada prinsip otonomi di atas, prinsip fleksibilitas
yang dimaksud tetap mengacu pada kebijakan, peraturan dan perundangan
yang berlaku. Program dan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Sekolah (RAPBS) akan berbeda antara sekolah yang satu
dengan sekolah lainnya, bahkan ketika alokasi anggaran yang dimiliki
sekolah jumlahnya sama, tetapi penekanan dan pemilihan prioritas dapat
berbeda. Prinsip ini membuka kesempatan bagi kreativitas sekolah untuk
melakukan upaya-upaya inovatif yang diyakini dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah, terutama proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

11
3. Prinsip inisiatif yang didasarkan atas konsepsi bahwa manusia bukanlah
sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi
sumberdaya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian
dikembangkan. Dengan demikian, lembaga pendidikan harus
menggunakan pendekatan pengembangan sumber daya manusia (human
resources development) yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap
serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat penting
dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Prinsip tersebut
menunjukkan pentingnya faktor manusia pada efektivitas orgnanisasi.
Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa orang adalah sumber
daya berharga di dalam organisasi sehingga butir utama manajemen adalah
mengembangkan sumber daya manusia di dalam sekolah untuk
berinisiatif. Berdasarkan perspektif ini, maka MBS bertujuan membangun
lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan
baik dan mengembangkan potensinya.
Adapun karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu sebagai berikut :
1. Sekolah dengan MBS memiliki misi atau cita-cita menjalankan sekolah
untuk mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai
sekolah, membimbing warga sekolah di dalam aktivitas pendidikan dan
memberi arah kerja.
2. Aktivitas pendidikan dijalankan berdasarkan karakteristik kebutuhan dan
situasi sekolah. Hakikat aktivitas sangat penting bagi sekolah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, karena secara tidak langsung
memperkenalkan perubahan manajemen sekolah dari manajemen kontrol
eksternal menjadi model berbasis sekolah.
3. Terjadinya proses perubahan strategi manajemen yang menyangkut
hakikat manusia, organisasi sekolah, gaya pengambilan keputusan, gaya
kepemimpinan, penggunaan kekuasaan, dan keterampilan-keterampilan
manajemen. Oleh karena itu dalam konteks pelaksanaan MBS, perubahan
strategi manajemen lebih memandang pada aspek pengembangan yang
tepat dan relevan dengan kebutuhan sekolah.

12
4. Keleluasaan dan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif
untuk mencapai tujuan pendidikan, guna memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang dihadapi, baik tenaga kependidikan, keuangan dan
sebagainya.
5. MBS menuntut peran aktif sekolah, administrator sekolah, guru, orang tua,
dan pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan di sekolah.
6. MBS menekankan hubungan antar manusia yang cenderung terbuka,
bekerja sama, semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan.
Oleh karena itu, iklim organisasi cenderung mengarah ke tipe komitmen
sehingga efektivitas sekolah dapat tercapai.
7. Peran administrator sangat penting dalam kerangka MBS, termasuk di
dalamnya kualitas yang dimiliki administrator.
8. Dalam MBS, efektivitas sekolah dinilai menurut indikator multitingkat
dan multisegi.

F. Implementasi Manajemen Berbasis sekolah (MBS)


Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, tidak ada ketetapan tentang
strategi yang digunakan. Strategi implementasi MBS akan berbeda antara sekolah
yang satu dengan sekolah lainnya, dan antara daerah yang satu dengan daerah
lainnya. Namun demikian, implementasi MBS akan berhasil apabila bertolak dari
strategi yang mengacu kepada prinsip dan karakteristik MBS itu sendiri.
Faktor-faktor pendukung keberhasilan implementasi MBS ialah: (1) adanya
political will dari pengambil kebijakan yang dapat dijadikan dasar hukum bagi
sekolah, (2) finansial atau keuangan yang memadai, (3) sumber daya manusia
yang tersedia, (4) budaya sekolah, (5) kepemimpinan, serta (6) keorganisasian
sekolah. Keenam faktor tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain dalam mendukung keberhasilan implementasi MBS.
Sekolah yang telah menerapkan MBS dapat dilihat dari beberapa ukuran
atau indikator. Indikator-indikator tersebut dapat dilihat dari 3 pilar kebijakan
pendidikan nasional yaitu pemerataan dan peningkatan akses, peningkatan mutu
dan daya saing, serta tata layana pendidikan yang lebih baik. Berdasarkan ketiga
pilar tersebut, indikator-indikator keberhasilan implementasi MBS dapat dilihat

13
dari semakin meningkat dan membaiknya: (1) jumlah siswa yang mendapat
layanan pendidikan, (2) kualitas layanan pendidikan (seperti pembelajaran), yang
berdampak pada peningkatan prestasi akademik dan non akademik siswa dan
jumlah siswa yang tingkat tinggal kelas menurun, (4) produktivitas sekolah
(efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya), (5) relevansi pendidikan, (6)
keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan, (7) partisipasi orang tua dan
masyarakat dalam pengambilan keputusan, (8) iklim dan budaya kerja sekolah, (9)
kesejahteraan guru dan staf sekolah, serta (10) demokratisasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Contoh-contoh indikator keberhasilan implementasi MBS adalah sebagai
berikut: (a). Dilihat dari aspek pemerataan dan peningkatan akses adalah
meningkatnya nilai APK, APM dan AT. (b) dilihat dari aspek mutu adalah
meningkatnya prestasi akademik dan non- akademik siswa, seperti nilai ujian
sekolah, meraih prestasi dalam olimpiade matematika, dan sebagainya. (c) dilihat
dari aspek layanan pendidikan di sekolah adalah berkurangnya jumlah siswa yang
tinggal kelas, drop out, dan sebagainya. Adapun ciri-ciri sekolah yang
melaksanakan MBS dilihat dari berbagai aspek, yaitu (a) aspek organisasi:
sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan dapat menggerakkan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan. (b). Pembelajaran:
meningkatkan kualitas belajar siswa, menyelenggarakan pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan. (c) sumber daya manusia: memberdayakan staf
dan menempatkan personil yang dapat melayani keperluan siswa, menyediakan
kegiatan untuk pengembangan profesi staf.

G. Peranan Masyarakat dalam Penerapan Manajemen Berbasis sekolah


(MBS)
Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan di sekolah. Peran serta masyarakat itu tidak hanya berupa dukungan
dana atau sumbangan fisik saja, tetapi bisa lebih dari itu. Peran serta masyarakat
sudah dapat dianggap baik jika dapat dapat terlibat dalam bidang pengelolaan
sekolah, apalagi bila dapat masuk ke biang akademik. Orang tua merupakan salah
satu aspek yang penting dalam pelaksanaan MBS. Sebagai pihak yang sangat

14
berkepentingan dengan kemajuan belajar anaknya, orang tua sudah selayaknya
dilibatkan secara aktif oleh sekolah untuk membantu peningkatan mutu
pendidikan di sekolah. Peran serta mereka tidak hanya berupa dana, tetapi juga
pemikiran atau tenaga dalam pembelajaran, perencanaan pengembangan sekolah,
dan pengelolaan kelas. Komitmen dan kerjasama sangat diperlukan dalam upaya
realisasi peran serta ini. Antara sekolah dan orang tua idealnya saling proaktif.
Peran serta orang tua dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat
disesuaikan dengan latar belakang sosial ekonomi dan kemampuan orang tua.
Demikian pula, dukungan masyarakat terhadap peningkatan mutu
pendidikan sekolah melibatkan peran serta tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh
agama, dunia usaha dan dunia industri, serta kelembagaan sosial budaya.
Penyertaan mereka dalam pengelolaan sekolah hendaknya dilakukan secara
integral, sinergis, dan efektif, dengan memperhatikan keterbukaan sekolah untuk
menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam
meningkatkan mutu sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah dapat berjalan dengan
baik apabila komite sekolah diberdayakan secara optimal. Komite sekolah
dibentuk sebagai mitra sekolah dalam mengembangkan diri menuju peningkatan
kualitas pendidikan. Dalam pelaksanaannya komite sekolah bekerja berdasarkan
fungsi-fungsi manajemen.
Sebagai mitra sekolah, komite sekolah memiliki peran sebagai (1) advisory
agency (pemberi pertimbangan), (2) supporting agency (pendukung kegiatan
layanan pendidikan), (3) controlling agency (pengontrol kegiatan layanan
pendidikan), dan (4) mediator atau penghubung tali komunikasi antara masyarakat
dengan pemerintah. Sejalan dengan upaya memberdayakan dan meningkatkan
peran masyarakat, sekolah diharapkan dapat membina jalinan kerjasama dengan
orang tua dan masyarakat. Sebagai bagian dari konsep Manajemen Berbasis
Sekolah, pemberdayaan komite/dewan sekolah ini merupakan wujud manajemen
partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat, sehingga semua kebijakan
dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan.

H. Dampak Penerapan MBS

15
Penerapan MBS secara spesifik  diintifikasi oleh Gunawan, 2010 (dalam
Laili, 2011) :
1. Memberikan peluang kepada tenaga pendidik dan kependidikan yang
kompeten untuk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan dalam
peningkatan pembelajaran.
2. Memberi peluang kepada seluruh pihak dalam sekolah untuk ikut andil
dalam pengambilan keputusan yang penting.
3. Memunculkan kreativitas dalam merencanakan program pembelajaran.
4. Memberdayakan kembali sumber daya pendidikan yang ada dalam
mendukung tujuan yang dikembangkan sekolah.
5. Membuat rencana anggaran yang realistik sesuai kebutuhan karena harus
bersifat terbuka dan memenuhi tanggung jawab penggunaan biaya
sekolah.
6. Meningkatkan motivasi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam
mengembangkan keahlian manajemen dan kepemimpinanya.
MBS menyebabkan kepala dinas, pejabat atau staf pusat serta jajarannya
berperan sebagai fasilitator pengambilan keputusan di sekolah. Pemerintah pusat
hanya berperan dalam menetapkan standar pendidikan nasional yang mencakup
standar fasilitas, standar kompetensi, standar tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan dan sebagainya.
Dalam menerapkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah, hal ini
disesuaikan dengan keadaan di daerahnya. Standar tersebut diterapkan dengan
mempertimbangkan ciri khas dan potensi dari wilayah tersebut sehingga
pemerintah tidak mengekang kreativitas dan inovasi dari setiap sekolah.
Dalam kebanyakan model MBS, setiap sekolah akan mendapatkan anggaran
pendidikan sejumlah tertentu yang masuk akal sesuai kebutuhan yang diperlukan.
Kebutuhan ini berupa pelaksanaan supervisi pendidikan di daerahnya misalnya
biaya transportasi, administrasi. Alokasi anggaran yang diberikan ke setiap
sekolah dipertimbangkan berdasarkan jumlah dan jenis murid di setiap sekolah.
Hambatan dalam penerapan MBS :
1. Kurang berminat untuk ikut terlibat dalam pengelolaan MBS

16
Beberapa orang tidak menginginkan tugas tambahan diluar tugas pekerjaan
yang telah mereka lakukan. Karena sebagian orang beranggapan dengan
adanya penerapan MBS maka hanya akan menambah beban. Pihak sekolah
menjadi lebih banyak menggunakan watunya untuk mengatur perencanaan
dan anggaran. Akibatnya pihak sekolah kurang memiliki waktu untuk
memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Serta tidak semua guru
mau untuk ikut andil dalam proses penyusunan anggaran.
2. Tidak efisien
Pengambilan keputusan dalam sistem kerja MBS dilakukan secara partisipatif
sehingga menimbulkan frustasi dan kebanyakan memakan waktu yang lebih
lamban jika dibandingkan dengan cara yang sentralis.
3. Memerlukan pelatihan khusus
Pihak pihak sekolah yang ikut andil dalam MBS sebagian ternyata belum
berpengalaman dalam menerapkan model MBS ini. Kebanyakan pihak yang
ikut andil ternyata tidak memiliki keahlian dan kemampuan terkait hakikat
MBS yang sebenarnya serta bagaimana pengelolaannya.
4. Kebingungan terhadap peran dan tanggung jawab baru dalam MBS
Pihak sekolah yang selama ini belum menggunakan model MBS, akan
terkejut an kebingungan dengan sistem dalam MBS. Hal ini dapat
menimbulkan keraguan dalam memikul tangung jawab pengambilan
keputusan. Sehingga, penerapan MBS dapat mengubah peran serta tanggung
jawab pihak-pihak yang berkepentingan.
5. Kesulitan koordinasi
Sistem kerja MBS yang partisipatif mengharuskan adanya koordinasi yang
efisien dan efektif. Maka dibutuhkan koordinasi antar pihak yang
berkepentingan untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan masing-masing.
Dua hal yang penting adalah pelatihan atau trainee tentang apa itu MBS serta
penjelasan peran dan tanggung jawab serta hasil yang dibutuhkan semua
pihak yang berkepentingan.
6. Kepala sekolah kurang memahami penerapan MBS
Hal ini disebabkan karena kepala sekolah sudah terbiasa dengan pola
manajemen lama yang terasa sentralistis. Selain itu, tenaga pendidik kurang

17
memahami bagaimana menyelaraskan antara MBS dengan proses
pembelajaran di sekolah. Terdapat juga kepala sekolah yang hanya sebatas
membentuk komite sekolah tetapi dalam pengelolaannya masih dimonopoli
oleh kepala sekolah.

Solusi Pemecahan dalam rangka pencapaian implementasi MBS :


1. Meningkatkan mutu SDM dan profesionalitas kepala sekolah, guru, dan
pengawas dengan cara  melibatkan stakeholder dalam berbagai pelatihan
di sekolah.
2. Mengadakan penyuluhan tentang kondisi tingkat pendidikan orangtua
siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta
tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah. Faktor ini sangat membantu efektifitas
implementasi MBS terutama bagi sekolah yang kemampuan orangtua/
masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap
penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian
kewenangan dalam pengelolaan sekolah.
4. Mendorong siswa untuk lebih meningkatkan cara belajarnya agar menjadi
cara belajar yang efektif dan efisien.
5. Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap
proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua
pihak memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.
6. Melaksanakan pertemuan mengembangakan  rencana kegiatan, evaluasi
kegiatan, dan evaluasi hasil.
Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan akuntabel.

18
 BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian
sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah secara umum adalah untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga
sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah meliputi : Prinsip Otonomi,
Prinsip inisiatif, dan Prinsip inisiatif. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
ada delapan. Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, tidak ada ketetapan
tentang strategi yang digunakan. Strategi implementasi MBS akan berbeda antara
sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, dan antara daerah yang satu dengan
daerah lainnya. Namun demikian, implementasi MBS akan berhasil apabila
bertolak dari strategi yang mengacu kepada prinsip dan karakteristik MBS itu
sendiri.

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. Kurikulum Sekolah Dasar Tahun 1994. Jakarta.


Depdikbud. Manajemen peningkatan berbasis sekolah. Jakarta. 1994
Ibnu Syarif, Drs. Super visi pendidikan .Yemmars.1971
Suhadi . implikasi desentralisasi pendidikan dalam pengelolaan pendidikan
daerah. Makal;ah seminar. FIP.2002
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: -.
Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
http//www.pdfsearch.com/MBS
E. Mulyasa, 2002. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan
Implementasi Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
————-, 2004. Manajemen berbasis Sekolah. Jakarta: Rosda cet ke.7
Nanang Fatah, 2003. Konsep Manajemen berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Susan Albers Moharman, 1994. School-Based Manajeman. Organizing for High
Performance San Fransisco: Jossey Bass
Umaedi, 2004. Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah. (MMBS/M) Jakarta:
CEQM

21

Anda mungkin juga menyukai