Anda di halaman 1dari 11

1

DESENTRALISASI PENYUSUNAN PERENCANAAN


PENDIDIKAN NASIONAL
A. Latar Belakang

Dengan diberlakukannya UU No 22/1999 tentang pemerintahan daerah


maka berbagai aspek penyelenggaraan pembangunan termasuk pendidikan juga
mengalami perubahan. Perubahannya antara lain, berkurangnya peran
pemerintahan pusat . dengan demikian dapat dinyatakan bahwa telah terjadi
perubahan penyelenggaraan pendidikan dari sentralistik kearah desentralisasi.
Konsep desentralisasi pendidikan sendiri adalah konsep yang relative baru untuk
di Indonesia sehingga dapat dikatakan saat ini merupakan masa transisi. Pada
masa transisi ini salah satu tantangan yang paling penting adalah tersusunnya
kebijakan untuk mendelegasikan wewenang operasional pemerintah pusat ke
daerah, khususnya bidang pendidkan. Dengan kata lain bahwa konsep otonomi
pada dasarnya mengacu pada persoalan pendemokratisian masyarakat (daerah)
untuk menyelenggarakan dan memutuskan apa yang menjadi urusan dan
kepentingan termasuk kebutuhan dan urusan pendidikan bagi masyarakat.
Berkaitan dengan permab\salahan diatas, pemerintah pusat memang telah
menyusun berbagai usaha untuk member landasan pijak yang kuat bagi
terselenggaranya desnytralisasi pendidikan. Pemberlakuan manajemen berbasis
sekolah dan masyarakat misalnya merupakan salah satu konsep yang akan
dikembangkan , mengingat bahwa otonomi pada hakekatnya bertujuan
memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, untuk mencapai
kemandirian kemampuan tersebut maka diperlukan pemberdayaan terhadap
penyelenggaraaan pendidikan di daerah.
Desentralisasi pendidikan pada dasarnya merupakan upaya memindahkan
titik berat penyelenggaraan pendidikan yang semula sentralisasi menjadi
pendidikan yang berbasis kepada kepentingsn daerah atau masyarakat. Dalam
desentralisasi pendidikan maka titik berat pelaksanaanya lebih mengutamakan
pada peningkatan peran dan partisispasi daerah termasuk masyarakat dalam
rangka terselenggaranya pendidikan , seperti apa yang diimpikan untuk di
laksanakan didaerah. Memahami pelaksanaan pendidikan di daerah dalam rangka
2

desentralisasi, maka perlu diketahui persepsi dan aspirasi stakeholder pendidikan


termasuk masyarakat terhadap penyelenggara pendidikan.
Menurut Heryanto1 salah satu cirri penyelenggraan pendidikan yang ideal
adalah penyelenggaran yang melibatkan partisipasi aktif dari seluruh komponen
atau stakeholder pendidikan yaitu pemerintah (pemda), Sekolah (kepala sekolah
dan guru masyarakat termasuk orang tua murid maupun dunia usaha / industri.
Berkaitan dengan kelembagaan yang merupakan salah satu faktor penting
bagi penyelenggaraan pendidikan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah
seperti yang dikemukaan diatas maka pada tingkat pemerintah kabupaten/ kota
dibentuk dewan pendidikan yang mengurusi soal pendidikan dasar sampai
pendidikan menengah atas di daerah yang beranggotakan aparat pendidik
setempat,guru, orang tua siswa dan tokoh masyarakat. Dengan demikian
partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam era
desentralisasi pendidikan.
Mulyani A Nurhadi menjelaskan bahwa pemberian kewenangan yang utuh
kepada daerah melalui dewan sekolah tersebut, terdapat tiga tujuan yang hendak
di capai Yaitu 1) untuk mendorong melakukan pemberdayaan masyarakat, 2)
menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas , dan 3) peningkatan peran serta
masyarakat serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD Pemerintah
kabupaten/ kota juga telah menetapkan siswa manajemen berbasis sekolah (MBS)
dan manajemen berbasis masyarakat.
Dari tujuan dibentuknya dewan pendidikan seperti di kemukakan di atas
maka partisipasi masyarakat merupakan kunci utama dalam pelaksanaan
desentralisasi pendidikan. Sebagaimana di kemukakan Winarno Surakhmat2
bahwa untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional maka tidak bisa tidak
pengelolaan pendidikan harus dikembalikan pada masyarakat. Dengan demikian
tidak ada kebijakan pendidikan yang hanya mencerminkan kemauan menteri atau
pemerintah. Pemerintah memang harus membuat visi pendidikan nasional , tetapi
biarkan masyarakat mengatur sendiri operasionalisasi pendidikannya. Dengan
demikian masyarakat perlu disadarkan bahwa pendidikan itu milik mereka. Rasa
kepemilikan ini akan meningkatkan partisipasi masyarakat dan upaya peningkatan
1

2
3

mutu pendidikan dengan pemerintah sebagai fasilisator harus diikuti komitmen


yang kuat dengan mengembalikan pendidikan masyarakat. Implikasinya yang di
utamakan dalam sistem pendidikan adalah bukan lagi pandangan menteri atau
pejabat pemerintah tetapi pandangan dan kehendak masyarakat itu sendiri-sendiri.
Namun demikian akibat kondisi selama ini yang sentralistik, pertanyaan
yang muncul adalah : apakah masyarakat sudah mempunyai kemampuan,
kepedulian serta kesiapan dalam memberikan kontribusi dan mewarnai arah
pendidikan. Karena selama ini posisi masyarakat dalam hal ini orang tua atau
“user’ pendidikan sehingga kontribusi mereka lebih terbatas pada pembayaran
uang sekolah. Demikian pula perananya dalam organisasi sekolah seperti komite
sekolah cenderung sebatas pada pelaksana pada saat acara –acara tertentu seperti
perpisahan sekolah atau kegiatan-kegiatan sejenis lainnya.
Bergulirnya desntralisasi di barengi dengan bergulirnya demokratisasi. .
Perjalanan demokratisasi mengandung konsekuensi pada desentralisasi
pengelolaan kelembagaan kependidikan. Walau proses desentralisasi pendidikan
tampaknya sulit di terapkan tetapi seiring dengan lajunya demokrasi pada
msyarakat, maka desentralisasi pendidikan tampaknya memberi dampak terhadap
kurikulum, efisiensi administrasi pengelolaan kelembagaan kependidikan,
pendapatan dan biaya pendidikan, serta pemerataan. Terdapat kekawatiran dari
beberapa kalangan pemerhati yang kawatir bahwa desntralisasi pendidikan akan
menciptakan kesenjangan yang semakin dalam antara kelompok peserta didik
yang kaya dengan kelompok peserta didik yang miskin. Bahkan banyak juga
mengungkapkan kekawatiran, bahwa desentralisasi pendidikan hanyalah
memindahkan penyakit kronis pendidikan dari tingkat pusat ke daerah. Apapun
yang terjadi, tampaknya desentralisasi mutlak di perlukan guna menumbuhkan
sikap demokratis. Namun demikian desentralisasi pendidikan tidak akan ada
artinya tanpa diikuti dengan usaha-usaha perbaikan pada banyak aspek kehidupan.
Bertolak pada pemikiran diatas, maka agar desentralisasi pendidikan
membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat, secara adil dan merata, maka
perlu disusun perencanaan pendidikan oleh pemerintah daerah dengan mengacu
pada UU Sistem Pendidikan Nasional . Perencanaan pendidikan yang matang,
4

realistik, komprehensip dan antisipatif akan mudah dilaksanakan oleh para


pelaksana pendidikan di lapangan.
Dalam hubungannya dengan uraian di atas maka penulis akan mengkaji
tentang bagaimanakah desain penyusunan perencanaan pendidikan nasional dalam
era desentralisasi? Permasalahan tersebut bersifat sangat luas oleh karena itu akan
dirinci menjadi beberapa pertanyaan yang lebih spesifik yang dapat diukur dan
dapat dilaksanakan yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perencanaan kurikulum dalam desentralisasi pendidikan?
2. Bagaimana perencanaan tenaga kependidikan dalam desentralisasi
pendidikan?
3. Bagaimanakah perencanaan anggaran dalam desentralisasi pendidikan?.
Perhatian penulis memfokuskan pada ketiga permasalahan tersebut, karena ketiga
permasalahan tersebut merupakan kunci utama dari pelaksanaan pendidikan.

B. Perencanaan Kurikulum Pendidikan


Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah3.
Dalam bidang pendidikan desentralisasi hendaknya diartikan sebagai berikut4:
1. Di daerah hanya ada satu unit kantor dinas pendidikan yang bertanggung
jawab kepada gubernur, tetapi pejabat tersebut menjadi inspektur pemerintah.
2. Kurikulum inti sekolah tetap harus ditetapkan oleh pemerintah pusat,tetapi
daerah harus diberikan kewenangan untuk menjabarkan dan melengkapinya
dengan keperluan daerah itu sendiri.
3. Daerah harus secara cermat melaksanakan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional no 20 th 2003
Dengan pokok-pokok pikiran tersebut pembangunan pendidikan sebagai
tulang punggung pembangunan nasional dan daerah makin dirasakan manfaatnya.
Karena daerah akan penuh inisiatif untuk memecahkan masalah-masalahnya
sendiri. Menurut FaKri Gafar, untuk dapat berinisiatif maka harus belajar5.
Bertitik tolak dari pengertian bahwa desentralisasi pendidikan itu bukanlah
penciutan isi dan orientasi hingga menjadi pendidikan yang sempit dan lokal serta
penuh oleh warna kedaerahan, maka analisis terhadap pemaknaan desentralisasi
3

5
5

dalam proses pembelajaran perlu ditampilkan agar kesalahan dalam persepsi dan
pengertian dapat dihindarkan.
Pada dasarnya dimensi proses pembelajaran tidak akan mengalami
perubahan struktural, tetapi akan mengalami perubahan makna yang diakibatkan
adanya kekuasaan untuk memutuskan atau membuat kebijakan pada tingkat
daerah. Dimensi utama yang perlu dianalisis adalah isi kurikulum. Keseragaman
isi bagi seluruh daerah tidak dapat dipertahankan lagi. Yang harus di kembangkan
adalah standar mutu bagi setiap jenis dan jenjang pendidikan secara nasional.
Keseragaman isi harus berpegang pada standar mutu, agar tidak terjadi
penurunan mutu, karena pelaksanaan desentralisasi pendidikan justru dalam upaya
peningkatan mutu dan bukan sebaliknya. Isi kurikulum dihadapkan kepada tiga
jenis tuntutan yaitu: 1)Tuntutan kultur dan aspirasi daerah. 2) Tuntutan nasional.
3) Tuntutan global. Isi Kurikulum yang desentralisasi harus mampu menampung
ketiga tuntutan sesuai dengan kebijakan dan keputusan pada tingkat daerah.
Dengan pengembangan kurikulum yang terpusat (sentralisasi) akan
sulit bagi kekayaan daerah untuk mendapat tempat. Kurikulum yang bersifat
universal tidak akan mampu menjamah dan menjangkaunya. Karena itu
penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak
terpusat (desentralisasi).
Menurut Heyns (1987)6 Desentralisasi berarti bahwa “ the boards
determine the curriculum, the physical resource, the level of funding, and in
general, do whatever the decide is necessory and reasionable for their education
for their children”.
Di Indonesia desentralisasi tidak sejauh yang dikemukakan oleh Hayns
dalam tulisan ini hanya dibahas tentang desentralisasi kurikulum dalam arti
pembagian kewenangan dari pusat kepada daerah.
Dalam pengembangan kurikulum para ahli kurikulum harus
memperhatikan paling sedikit dua faktor yang relevan dengan kebutuhan anak dan
tuntutan masyarakat , yaitu pertama kompetensi terminal dan yang kedua dunia
kerja yang potensial, yang dimaksud dengan kompetensi terminal ialah beberapa
kompetensi yang harus diperhatikan oleh penyusun kurikulum dan

6
6

memasukannya kedalam tujuan yang akan dicapai. Dalam kurikulum hendaknya


dipersiapkan perilaku terminal yang dianggap menjadi dasar utama pada filsafat
pendidikan.
Beberapa kompetensi dari setiap program harus berartikulasi dengan
filsafat pendidikan, ini berarti bahwa semua aktifitas dan pengalaman
berlandaskan filsafat pendidikan menuju kerah tercapainya kompetensi terminal
harus tercakup dalam kurikulum yang dikembangkan. Dengan demikian
kurikulum tersebut mempunyai landasan yang kokoh dan kuat sekaligus dapat
mengembangkan kemampuan dan potensi peserta didik melalui pengetahuan dan
ketrampilan yang diajarkan di sekolah.
Kurikulum sepatutnya relevan dengan dunia kerja yang potensial. Peserta
didik bersekolah karena mereka berkeinginan memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupan kelak. Pada jenjang pendidikan
menengah mereka telah berorientasi dengan jenis lapangan kerja yang di cita-
citakan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Lebih-lebih bagi mereka yang
tidak bermaksud melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Pengembangan kurikulum yang mengakomodasi unsur-unsur daerah
hendaknya memperhatikan dengan cermat asas relevansi seperti tersebut diatas.
Selanjutnya pengembangan kurikulum didaerah hendaknya :
1. Menentukan dan menggunakanan fakta-fakta yang ada didaerah yang
berkaitan dengan bahan pembelajaran suatu pokok bahasan yang ada dalam
GBPP.
2. Menentukan dan menerapkan suatu prinsip atau generalisasi untuk
menjelaskan kejadian alamiah atau kejadian tiruan, memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari atau meningkatkan budaya masyarakat setempat.
3. Mengidentifikasi kondisi alam, kondisi sosial dan kebudayaan yang khas
daerah setempat yang perlu dilestarikan dan dikembangkan dan dimasukan
sebagai program sekolah (Depdiknas 1987)
Salah satu realisasi dari desentralisasi pendidikan bidang kurikulum yang
sedang berjalan adalah pengembangan dan pelaksanaannya ialah muatan lokal
kurikulum SD-SLTA. Hanya komposisinya 70 % nasional dan 30% muatan lokal.
Dengan perbandingan tersebut mencerminkan komposisi ideal. Karena dengan
7

komposisi 30 % muatan lokal, guru bisa mengeksplorasi potensi daerah dimana


sekolah tersebut berada dan anak didik bisa mengerti tentang potensi apa yang
dimiliki daerahnya. Tidak seperti sekarang komposisi muatan lokal hanya 10 %
dari isi kurikulum yang ada.

C.Perencanaan Tenaga Kependidikan


Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan . Tenaga kependidikan (guru) merupakan kunci utama yang
menentukan mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sebuah profesi.
Pandangan ini memberikan pengaruh kuat tentang cara sekolah di organisasi
seperti terwujudnya dalam bentuk kekuasaan yang begitu besar pada guru didalam
mengelola kelasnya. Hubungan guru siswa diterima sebagai hubugan profesional.
Karena itu idiologi tentang profesionalisme itu harus kuat dikalangan para
guru dan mereka perlu menyakini bahwa pendidikan dan pengalamannya
membekali keahlian yang memungkinkan mereka bekerja sama dengan murid-
muridnya. Di samping itu mereka pun perlu meyakini bahwa dengan
kemampuannya itu mereka berhak bersuara dalam pengambilan keputusan tentang
kurikulum, merancang bahan dan materi pelajaran serta berbagai masalah lainnya
yang berkaitan dengan kebijakan sekolah. Profesionalisme guru dituntut lebih
tinggi lagi untuk dapat mengembangkan kreatifitas agar dapat mewarnai
implementasi kurikulum yang desentralistis.
Guru yang kreatif adalah guru yang bisa mengajar secara interaktif untuk
mnedapatkan peserta didik yang kreatif, ,kritis dan kompetitif, sehingga hasil
peserta didik tersebut memiliki daya saing yang tinggi. Kualitas kompetitif pada
sumberdaya manusia tampaknya sangat diperlukan didalam proses otonomi
daerah. Peserta didik yang memiliki daya saing yang tinggi selalu berusaha untuk
berkembang karena merasa tidak pernah puas dengan apa yang telah
diperolehnya.
Untuk mengukur keberhasilan pengelolaan di bidang pendidikan dapat
dikaji dari peningkatan pencapaian mutu lulusan kelembagaan pendidikan.
Pencapaian kualitas lulusan tersebut tampaknya memerlukan suatu gaya
pengelolaan pendidikan. Di dalam sistem desentralisasi pendidikan, peranan
pemerintah hanya menentukan kebijakan nasional saja. Untuk menjamin keutuhan
8

bangsa dan Negara, serta menentukan berbagai jalur-jalur aturan dalam proses
pencapaian standar nasionsal (akreditasi). Gaya-gaya untuk meningkatakan
kualitas lulusan lembaga pendidikan tampaknya mejadi wewenang dan
tanggungjawab daerah.
Perhatian pemerintah daerah dalam hubungannya dengan tenaga
kependidikan meliputi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan guru. Perlu
transparansi dalam proses pengelolaan tenaga kependidikan dari rekrutmen,
penempatan, mutasi dan promosi. Perlu mengembangakan karir sesuai dengan
merit sistem dan tata laksana yang jelas. Perlu ada peraturan perundangan yang
memberikan perlindungan terhadap profesi guru. Perlu tranparansi dan
akuntabilitas publik mengenai pengadaan penempatan, mutasi, promosi,
penegakan disiplin tenaga kependidikan.
Disamping perlu adanya transparasi mengenai aspek-aspek diatas,
pemerintah daerah perlu memperhatikan tingkat kesejahteraan guru, meskipun
dari tahun ke tahun gaji guru mulai tampak ada perbaikan, namun bila diukur dari
kebutuhan minimal masih kurang memadai. Oleh karena itu pemerintah daerah
perlu meningkatkan kesejahteraan yang bersumber dari APBD.
Perhatian terhadap kesejahteraan guru sangatlah penting, karena bila
kebutuhan guru sudah memadai maka ia akan bekerja dengan aman dan nyaman.
Dampak lebih jauh adalah mereka dapat mengembangkan kreatifitas dan inovasi
dalam pembelajaran. Sebaliknya bila kesejahteraan guru kurang memadai atau
pas-pasan maka guru mengajar sekedar melaksanakan tugas tanpa adanya
motivasi kerja dan dampak lebih jauh adalah terjadi stagnasi dinamisasi
pembelajaran akibatnya mutu pendidikan tetap rendah.

D. Perencanaan Anggaran Pendidikan


Pembiayaan pendidikan merupakan kegiatan dalam penyelenggaraan
pendidikan, yang menyangkut bagaimana upaya mencari sumber dana dan
bagaimana menggunakan dana yang ada itu untuk proses penyelenggaraan
pendidikan.
Kegiatan mencari sumber dana meliputi sumber dana yang bersal dari
dalam instansi maupun dari luar instansi atau dari luar negeri. Kegiatan mencari
9

dana didorong oleh kenyataan bahwa setiap kegiatan pendidikan memerlukan


dana.
Sebaliknya kegiatan menggunakan dana meliputi kegiatan untuk
membiayai personil seperti gaji, pembelian sarana prasarana ataupun yang
termasukk biaya langsung dan biaya tak langsung. Kegiatan menggunakan dana
dimaksudkan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efesiensi pendidikan karena
telah disadari adanya keterbatasan dalam persediaan dana .
Pemerintah menyelenggarakan pendidikan dengan program wajar dikdas
9 tahun, jadi semua warga Negara Indonesia usia 7- 15 tahun wajib mengikuti
sekolah dengan gratis. Namun dengan berlakunya otonomi daerah maka wajar
dikdas tersebut tidak terbatas pada SLTP, tetapi bisa kejenjang berikutnya yaitu
SMU, tergantung kepada tingkat kemampuan PAD Kabupaten / Kota masing-
masing. Sedangkan bagi daerah Kabupaten / Kota yang PAD nya biasa-biasa saja
maka cukup menjalankan Dikdas 9 tahun dengan biaya dari APBN.
Keberagaman kompetensi PAD dari masing-masing daerah hendaknya
menjadi sumber biaya pembangunan daerah khususnya bidang pendidikan, kearah
lebih bermutu, sehingga menghasilkan sumber daya manusia unggul yang mampu
meningkatkan pembangunan di daerah masing-masing. Dengan demikian daerah
yang memiliki PAD tinggi akan dapat membangun daerahnya lebih cepat karena
di dukung oleh SDM handal yang lahir dari putra daerah sendiri, dan menjadi
sumber SDM-SDM bagi daerah-daerah lain atau memberikan beasiswa bagi
putra-putri terbaik bagi daerah-daerah lain.
10

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan sebagai berikut ;
1. Dalam Desentralisasi pendidikan penyusunan perencanaan kurikulum di
serahkan kepeda daerah masing-masing (Dikdas) dengan tetap menggunakan
komposisi 70 % kurikulum Nasional dan 30 % Lokal (daerah ) . Materi
muatan lokal harus berorentasi pada potensi daerah masing-masing sehingga
anak mengetahui dan memahami potensi daerahnya.
2. Perencanaan dalam Tenaga kependidkan perlu adanya transparansi dalam
rekrutmen, promosi, harus secara jelas didasarkan kepada kompetensi, dan
perlu peningkatan kesejahteraan guru secara memadai.
3. Perencanaan anggaran pendidikan selain bersumber pada APBN juga
bersumber pada APBD sesuai dengan kemampuan PAD masing-masing
daerah kabupaten / kota.

B. Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas maka beberapa saran yang dapat
diusulkan adalah sebagai berikut:
1. Masing-masing daerah Kabupaten /Kota ( dalam hal ini Diknas) hendaknya
mengidentifikasi potensi daerahnya baik sosial, budaya dan potensi lainya
masing-masing kemudian potensi daerah tersebut didistribusikan ke sekolah-
sekolah sebagai sumber materi muatan lokal dalam penyusunan kurikulum.
2. Pada rekrutmen dan promosi guru hendaknya benar-benar di dasarkan pada
kompetensi calon , bukan semata-mata berdasarkan administrasi seperti
sekarang ini.
3. Pemda hendaknya benar-benar memperhatikan pembangunan pendidkan
dengan mengalokasikan anggaran yang sudah ditentukan UU yaitu 20 %dari
APBN. Pemda yang memiliki PAD tinggi hendaknya memperhatikan
pembangunan pendidikan agar menjadi motivasi dan inspirasi pembangunan
daerah-daerah lain. Dan daerah lain memiliki PAD tinggi hendaknya
membantu memberikan beasiswa bagi putra-putri dari daerah lain sehingga
terjadi keseimbangnan pembangunan.
11

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai